Anda di halaman 1dari 13

TAKDIR ALLAH BERLAKU BAGI

SEMUA MAKHLUK NYA

Nama :

1. Nurul ‘Aini
2. Selfi Sifaun Nuriyah

SMP NEGERI 2 AYAH


TAHUN 2019
TAKDIR ALLAH BERLAKU BAGI SEMUA MAKHLUK NYA

Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-
Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun
yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari
kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah
berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak
dan usaha hamba-Nya.

Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang
terkandung dalam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah iman kepada
takdir. Tidak semua orang yang mengenal iman kepada takdir, mengetahui hikmah
dibalik beriman kepada takdir dan bagaimana mengimani takdir. Berikut sedikit ulasan
mengenai iman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.

Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang
akan terjadi hingga akhir zaman. (Terj. Al Wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis
Sunnah wal Jama’ah, hal. 95)

Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya
yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang
terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari
kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah
berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak
dan usaha hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

‫إنا كل شىء خلقنه بقدر‬

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar:


49)

‫ تقديرا‬,‫وخلق كـل شىء فقدره‬

“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)

‫وإن من شىء إال عنده بمقدار‬

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)
Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun iman dan prinsip
‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan seseorang
sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan meyakini dengan
keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas ketentuan (qadha’) dan takdir
(qadar) Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ال يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه‬

“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan
buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput
darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat
Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dan
diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985) dari ‘Abdullah bin
‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini shahih.’ Lihat juga Silsilah al-
Ahaadits ash-Shahihah (no. 2439), karya Syaikh Albani rahimahullah)

Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenai iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

‫اإليمان أن تؤ من با هلل ومال ئكته وكتبه ورسله واليوم اال خر وتؤ من بالقدرخيره وشره‬

“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-


Rasul-Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan
(VIII/1, IX/5))

Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫كل شيء بقدر حتى العجز والكيسز‬

“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”


(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya
(IV/452), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak
(I/23))

Tingkatan Takdir

Beriman kepada takdir tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara yang disebut
tingkatan takdir atau rukun-rukun takdir. Keempat perkara ini adalah pengantar untuk
memahami masalah takdir. Barang siapa yang mengaku beriman kepada takdir, maka
dia harus merealisasikan semua rukun-rukunnya, karena yang sebagian akan bertalian
dengan sebagian yang lain. Barang siapa yang mengakui semuanya, baik dengan lisan,
keyakinan dan amal perbuatan, maka keimanannya kepada takdir telah sempurna.
Namun, barang siapa yang mengurangi salah satunya atau lebih, maka keimanannya
kepada takdir telah rusak.

Tingkatan Pertama: al-‘Ilmu (Ilmu)

Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali mengenai apa-
apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi, baik secara global
maupun terperinci, di seluruh penjuru langit dan bumi serta di antara keduanya. Allah
Maha Mengetahui semua yang diperbuat makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan,
mengetahui rizki, ajal, amal, gerak, dan diam mereka, serta mengetahui siapa di antara
mereka yang sengsara dan bahagia.

Allah Ta’ala telah berfirman,

‫ألم تعلم أن هللا يعلم ما فى السـماء واألرض ۗإن ذلك فى كتـب ۚإن ذلك على هللا يسر‬

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang
ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab
(Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Qs. Al-
Hajj: 70)

‫ مفاتح الغيب ال يعلمها إال هو ۚ ويعلم ما فى البر والبحر ۚوما تسقـط من ورقة إال يعلمها وال حبة فى ظلمت‬,‫وعنده‬
‫األرض وال رطب وال يا بس إال فى كتب مبين‬

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib, tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Maha Mengetahui apa yang ada di
daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak
juga sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan telah tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Al-An’aam: 59)

‫إن هللا بكل شيء عليم‬

“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.” (Qs. At-Taubah: 115)

Tingkatan Kedua: al-Kitaabah (Penulisan)

Yaitu, mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menuliskan apa yang telah
diketahui-Nya berupa ketentuan-ketentuan seluruh makhluk hidup di dalam al-Lauhul
Mahfuzh. Suatu kitab yang tidak meninggalkan sedikit pun di dalamnya, semua yang
terjadi, apa yang akan terjadi, dan segala yang telah terjadi hingga hari Kiamat, ditulis
di sisi Allah Ta’ala dalam Ummul Kitab.

Allah Ta’ala berfirman,


‫و كل شيء أحصينه فى إمام مبـين‬

“Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
(Qs. Yaasiin: 12)

ۚ
‫نبرأها ۚۚإن ذلك على هللا يسر‬ ‫ما أصاب من مصيبة فى األرض وال فى أنفسكم إال فى كـتب من قبل أن‬

“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya.” (Qs. Al-Hadiid: 22)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫كتب هللا مقادير الخال ئق قبل أن يخلق السماوات زاألرض بخمسبن ألف سنة‬

“Allah telah menulis seluruh takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun
sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab al-Qadar (no. 2653), dari ‘Abdullah
bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, diriwayatkan pula oleh Tirmidzi (no.
2156), Imam Ahmad (II/169), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 557))

Dalam sabdanya yang lain,

‫ أكتب مقادير كل شيء حتى تقوم الساعة‬:‫ رب وماذا أكتب؟ قل‬:‫ أكتب! قل‬:‫ قل له‬,‫إن أول ما حلق هللا القلم‬

“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman,
‘Tulislah!’ Ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman,
‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.'”(Shahih, riwayat Abu
Dawud (no. 4700), dalam Shahiih Abu Dawud (no. 3933), Tirmidzi (no. 2155, 3319),
Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 102), al-Ajurry dalam asy-Syari’ah (no.180),
Ahmad (V/317), dari Shahabat ‘Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu)

Oleh karena itu, apa yang telah ditakdirkan menimpa manusia tidak akan meleset
darinya, dan apa yang ditakdirkan tidak akan mengenainya, maka tidak akan
mengenainya, sekalipun seluruh manusia dan golongan jin mencoba mencelakainya.

Tingkatan Ketiga: al-Iraadah dan Al Masyii-ah (Keinginan dan Kehendak)

Yaitu, bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi adalah sesuai dengan
keinginan dan kehendak (iraadah dan masyii-ah) Allah yang berputar di antara rahmat
dan hikmah. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan
rahmat-Nya, dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya. Dia
tidak boleh ditanya mengenai apa yang diperbuat-Nya karena kesempurnaan hikmah
dan kekuasaan-Nya, tetapi kita, sebagai makhluk-Nya yang akan ditanya tentang apa
yang terjadi pada kita, sesuai dengan firman-Nya,
‫اليسئل عما يفعل وهم يسئلون‬

“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan
ditanyai.” (Qs. Al-Anbiyaa’: 23)

Kehendak Allah itu pasti terlaksana, juga kekuasaan-Nya sempurna meliputi segala
sesuatu. Apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi, meskipun manusia berupaya
untuk menghindarinya, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka tidak akan terjadi,
meskipun seluruh makhluk berupaya untuk mewujudkannya.

Allah Ta’ala berfirman,

‫فمن يردهللا أن يهديه يشرح صدره لإلسالم ۚومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقاحرجا‬

“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,


niscaya Dia akan melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang
siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak
lagi sempit.” (Qs. Al-An’aam: 125)

َ‫َّللاُ َربُّ ْالعَالَ ِمين‬


‫َو َما تَشَاؤُونَ إِ اال أَن يَشَا َء ا‬

“Dan kamu tidak dapat menhendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki
Allah, Rabb semesta alam.” (Qs. At-Takwir: 29)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

‫ يصرفه حيث يشاء‬,‫ كـقلب وا حد‬,‫إن قلوب بني أدم كلها بين إصبعـين من أصا بع الرحمن‬

“Sesungguhnya hati-hati manusia seluruhnya di antara dua jari dari jari jemari Ar-
Rahmaan seperti satu hati; Dia memalingkannya kemana saja yang dikehendaki-Nya.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2654). Lihat juga Silsilah al-Ahaadits
ash-Shahihah (no. 1689))

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Para Imam Salaf dari kalangan umat Islam telah
ijma’ (sepakat) bahwa wajib beriman kepada qadha’ dan qadar Allah yang baik maupun
yang buruk, yang manis maupun yang pahit, yang sedikit maupun yang banyak. Tidak
ada sesuatu pun terjadi kecuali atas kehendak Allah dan tidak terwujud segala kebaikan
dan keburukan kecuali atas kehendak-Nya. Dia menciptakan siapa saja dalam keadaan
sejahtera (baca: menjadi penghuni surga) dan ini merupakan anugrah yang Allah
berikan kepadanya dan menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki dalam keadaan
sengsara (baca: menjadi penghuni neraka). Ini merupakan keadilan dari-Nya serta hak
absolut-Nya dan ini merupakan ilmu yang disembunyikan-Nya dari seluruh makhluk-
Nya.” (al-Iqtishaad fil I’tiqaad, hal. 15)

Tingkatan Keempat: al-Khalq (Penciptaan)


Yaitu, bahwa Allah adalah Pencipta (Khaliq) segala sesuatu yang tidak ada pencipta
selain-Nya, dan tidak ada rabb selain-Nya, dan segala sesuatu selain Allah adalah
makhluk. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

‫هللا خـلق كل شىء ۖوهو على كل شىء وكيل‬

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (Qs. Az-
Zumar: 62)

Meskipun Allah telah menentukan takdir atas seluruh hamba-Nya, bukan berarti bahwa
hamba-Nya dibolehkan untuk meninggalkan usaha. Karena Allah telah memberikan
qudrah (kemampuan) dan masyii-ah (keinginan) kepada hamba-hamba-Nya untuk
mengusahakan takdirnya. Allah juga memberikan akal kepada manusia, sebagai tanda
kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain, agar manusia
dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan. Allah tidak menghisab hamba-Nya
kecuali terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukannya dengan kehendak dan
usahanya sendiri. Manusialah yang benar-benar melakukan suatu amal perbuatan, yang
baik dan yang buruk tanpa paksaan, sedangkan Allah-lah yang menciptakan perbuatan
tersebut. Hal ini berdasarkan firman-Nya,

‫وهللا حلقكم وما تعملون‬

“Padahal Allah-lah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu.” (Qs. Ash-
Shaaffaat: 96)
Dan Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya,

‫ال يكلف هللا نفسا إال وسعها‬

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (Qs.


Al-Baqarah: 286)

Hikmah Beriman Kepada Takdir

Beriman kepada takdir akan mengantarkan kita kepada sebuah hikmah penciptaan yang
mendalam, yaitu bahwasanya segala sesuatu telah ditentukan. Sesuatu tidak akan
menimpa kita kecuali telah Allah tentukan kejadiannya, demikian pula sebaliknya.
Apabila kita telah faham dengan hikmah penciptaan ini, maka kita akan mengetahui
dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu yang datang dalam kehidupan kita
tidak lain merupakan ketentuan Allah atas diri kita. Sehingga ketika musibah datang
menerpa perjalanan hidup kita, kita akan lebih bijak dalam memandang dan
menyikapinya. Demikian pula ketika kita mendapat giliran memperoleh kebahagiaan,
kita tidak akan lupa untuk mensyukuri nikmat Allah yang tiada henti.

Manusia memiliki keinginan dan kehendak, tetapi keinginan dan kehendaknya


mengikuti keinginan dan kehendak Rabbnya. Golongan Ahlus Sunnah menetapkan dan
meyakini bahwa segala yang telah ditentukan, ditetapkan dan diperbuat oleh Allah
memiliki hikmah dan segala usaha yang dilakukan manusia akan membawa hasil atas
kehendak Allah.

Ingatlah saudariku, tidak setiap hal akan berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan,
maka hendaklah kita menyerahkan semuanya dan beriman kepada apa yang telah Allah
tentukan. Jangan sampai hati kita menjadi goncang karena sedikit ‘sentilan’, sehingga
muncullah bisikan-bisikan dan pikiran-pikiran yang akan mengurangi nikmat iman kita.
Dengarlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,

,‫ لو أني فعلت كذا وكذا لكن كذا وكذا‬:‫ فإن أصا بك شيء فال تقل‬,‫ واستعن باهلل وال تعجز‬,‫إحرص على ما ينفعك‬
‫ فإن )لو( تفتح عمل الشيطان‬,‫ قدر هللا وما شاء فعل‬:‫ولكن قل‬

“Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah


pertolongan Allah dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu
menimpamu, janganlah engkau berkata ‘seandainya aku melakukan ini dan itu,
niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a
fa’ala (Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti
dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ‘seandainya’ itu akan mengawali
perbuatan syaithan.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664))

Tidak ada seorang pun yang dapat bertindak untuk merubah apa yang telah Allah
tetapkan untuknya. Maka tidak ada seorang pun juga yang dapat mengurangi sesuatu
dari ketentuan-Nya, juga tidak bisa menambahnya, untuk selamanya. Ini adalah perkara
yang telah ditetapkan-Nya dan telah selesai penentuannya. Pena telah terangkat dan
lembaran telah kering.

Berdalih dengan takdir diperbolehkan ketika mendapati musibah dan cobaan, namun
jangan sekali-kali berdalih dengan takdir dalam hal perbuatan dosa dan kesalahan.
Setiap manusia tidak boleh memasrahkan diri kepada takdir tanpa melakukan usaha apa
pun, karena hal ini akan menyelisihi sunnatullah. Oleh karena itu berusahalah
semampunya, kemudian bertawakkallah.

Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

‫وتوكل على هللا ۚ إنه هو السميع العليم‬

“Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Anfaal: 61)

‫ومن يتو كل على هللا فهو حسبه‬

“Barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi


(keperluan)nya.” (Qs. Ath-Thalaq: 3)
Dan jika kita mendapatkan musibah atau cobaan, janganlah berputus asa dari rahmat
Allah dan janganlah bersungut-sungut, tetapi bersabarlah. Karena sabar adalah perisai
seorang mukmin yang dia bersaudara kandung dengan kemenangan. Ingatlah bahwa
musibah atau cobaan yang menimpa kita hanyalah musibah kecil, karena musibah dan
cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana
disebutkan dalam sabdanya,

‫ فإنها من أعظم المصائب‬,‫إذا أصاب أحدكم مصيبة فليذكر مصيبة بى‬

“Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang
menimpaku, sungguh ia merupakan musibah yang paling besar.”
(Shahih li ghairih, riwayat Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat (II/375), Ad-Darimi (I/40))

Apabila hati kita telah yakin dengan setiap ketentuan Allah, maka segala urusan akan
menjadi lebih ringan, dan tidak akan ada kegundahan maupun kegelisahan yang muncul
dalam diri kita, sehingga kita akan lebih semangat lagi dalam melakukan segala urusan
tanpa merasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi kemudian. Karena kita akan
menggenggam tawakkal sebagai perbekalan ketika menjalani urusan dan kita akan
menghunus kesabaran kala ujian datang menghadang.
Contoh Gambar Takdir Mubram dan Takdir Muallaq Serta Pengertiannya

-Takdir muallaq adalah takdir yang masih bisa di ubah dengan ikhtiar dan kerja keras,
usaha dan doa. Takdir muallaq masih bisa kita ubah dengan kerja keras dan doa, usaha,
kesabaran.
Sedangkan takdir mubram adalah takdir yang tidak bisa kita ubah tidak peduli
sekuat apa kita berusaha. Takdir mubram itu sudah menjadi ketetapan allah yang maha
kuasa yang tidak bisa di ganggugugat dan di ubah.

Berikut Contoh Gambar takdir Mubaram dan takdir muallaq :

Gambar Contoh TAKDIR MUBRAM


Matahari Memancarkan sinar

Orang Mati
Terlahir dari orang tua

Kiamat tidak ada yang tahu

Seseorang yang terlahir dengan wajah cantik karena kekuasaan Allah.


Gambar Contoh TAKDIR MUALLAQ
Dinda belajar keras sehingga dia bisa meraih juara kelas setiap tahun

Yanti berhasil menurunkan berat badannya yang sangat gemuk berkat diet dan olahraga
yang setiap hari ia lakukan.
Akhirnya tukang sapu itu naik haji setelah tiga belas tahun menabung.

Seorang pengusaha yang sukses berkat kerja kerasnya.

Rambut wanita sekarang berwarna pirang karena di warnai di salon kemarin

Anda mungkin juga menyukai