Anda di halaman 1dari 27

Review Paket Kebijakan Ekonomi XIV

Pengaruh Paket Kebijakan Ekonomi Indonesia


Dalam Menghadapi Perekonomian Global

Mata kuliah : Ekonomi Pembangunan

Disusun oleh:
Amirotul Husna A D1091161010
Digna Setyana Hayu Putri D1091161011
Agung Prawira Elang D1091161019
Erwin Septiawan D1091161022
Ari Jufriansyah D1091161027
Rendy Hidayat D1091161028
Gracia De Jesus Lai D1091161043

Perencanaan Wilayah dan kota


Fakultas Teknik
Universitas Tanjungpura
2018
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1


A. Latar Belakang............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II GAMBARAN UMUM ............................................................................................. 3
A. Klasifikasi e-commerce .............................................................................................. 5
B. Keunggulan dan kelemahan e-commerce ................................................................... 9
C. Pengaruh e-commerce terhadap pembangunan wilayah dan kota ............................ 10
D. Langkah pemerataan fungsi e-commerce antara kota dengan daerah hinterland
(rural)............................................................................................................................... 12
E. Tantangan e-commerce dimasa mendatang .............................................................. 13
BAB III STUDI KASUS ..................................................................................................... 16
A. Perkembangan E-commerce di Indonesia ................................................................ 16
B. Studi Kasus Pengaruh Aplikasi Go-jek Bagi Perekonomian di Indonesia ............... 19
C. Kaitan Studi Kasus dengan Perencanaan Wilayah dan Kota ................................... 23
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................................... 24
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 24
B. Saran ......................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi dewasa ini semakin intensif didukung
dengan infrastruktur penunjang yang telah dibangun oleh pemerintah maupun pihak
swasta. Seiring dengan penetrasi teknologi ke segala bidang kehidupan, penetrasi
teknologi informasi saat ini telah mengakibatkan perkembangan perdagangan
elektronik atau e-commerce. Teknologi informasi merupakan bentuk teknologi yang
digunakan untuk menciptakan, menyimpan, mengubah, dan menggunakan informasi
dalam segala bentuknya. Melalui pemanfaatan teknologi informasi ini, perusahaan
mikro, kecil, maupun menengah dapat memasuki pasar global.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam menjalankan bisnis perdagangan atau
sering dikenal dengan istilah e-commerce bagi perusahaan kecil dapat memberikan
fleksibilitas dalam produksi, memungkinkan pengiriman ke pelanggan secara lebih
cepat untuk produk perangkat lunak, mengirimkan dan menerima penawaran secara
cepat dan hemat, serta mendukung transaksi cepat tanpa kertas. Perkembangan
teknologi informasi terutama berupa internet menciptakan sebuah ruang virtual dan
menggantikan ruang fisik yang membentang di permukaan bumi.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan bisnis, pemerintah Indonesia turut
mendukung untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kedua aspek ini. Melalui paket
kebijakan ekonomi XIV, Pemerintah bertujuan untuk menempatkan Indonesia sebagai
negara dengan kapasitas digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada 2020.
Karena itulah pemerintah merasa perlu menerbitkan Peraturan Presiden tentang Peta
Jalan E-Commerce untuk mendorong perluasan dan peningkatan kegiatan ekonomi
masyarakat di seluruh Indonesia secara efisien dan terkoneksi secara global. Peta jalan e-
commerce ini sekaligus dapat mendorong kreasi, inovasi, dan invensi kegiatan ekonomi baru
di kalangan generasi muda. Caranya adalah memberikan kepastian dan kemudahan berusaha
dalam memanfaatkan e-commerce dengan menyediakan arah dan panduan strategis untuk
mempercepat pelaksanaan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik pada periode
2016-2019. Kebijakan ini akan menjadi acuan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah serta pemangku kepentingan lainnya dalam menetapkan atau menyesuaikan
kebijakan sektoral dan rencana tindak lanjut pelaksanaan e-commerce pada bidang tugas
masing-masing.
Perkembangan e-commerce di Indonesia sangat menarik untuk dibahas karena seiring
dengan berjalannya waktu, industri telekomunikasi akan semakin berkembang baik
dari segi jangkauan layanan maupun kecepatan koneksi internet. Sistem kebijakan
dari pemerintah juga tentu diharapakan akan mendukung kegiatan e-commerce sehingga
semakin berkembang.

B. Rumusan Masalah
a. Menganalisis latar belakang terbentuk nya paket kebijakan ekonomi XIV
b. Penjabaran aspek regulasi Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik

1
c. Mengidentifikasi fungsi-fungsi dan badan kepengurusan SPNBE
d. Studi kasus mengenai e-commerce dan paket kebijakan ekonomi.

C. Tujuan
a. Pembaca paham tentang latar belakang dibentuknya kebijakan ekonomi XIV
b. Pembaca mengetahui regulasi dalam SPNBE
c. Pembaca paham mengenai fungsi dan kepengurusan SPNBE
d. Pembaca dapat memahami implementasi kebijkan ekonomi dan hubungannya
dengan e-commerce.

2
BAB II
GAMBARAN UMUM

Pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk meningkatkan perekonomian nasional.


Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi
XIV. Pada tanggal 10 November 2016 di Jakarta. Pemerintah memiliki visi untuk
menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kapasitas digital ekonomi terbesar di Asia
Tenggara pada 2020. Indonesia adalah salah satu pengguna internet terbesar di dunia,
mencapai 93,4 juta orang dan pengguna telepon pintar (smartphone) mencapai 71 juta orang.
Karena potensi yang besar maka pemerintah menargetkan bisa tercipta 1.000
technopreneurs dengan valuasi bisnis sebesar USD 10 miliar dan nilai e-commerce
mencapai USD 130 miliar pada 2020. Dengan pertimbangan bahwa ekonomi berbasis
elektronik mempunyai potensi ekonomi yang tinggi bagi Indonesia, dan merupakan salah
satu tulang punggung perekonomian nasional, serta dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan potensi ekonomi berbasis elektronik, Pemerintah memandang perlu
mendorong percepatan dan pengembangan sistem perdagangan nasional berbasis elektronik
(e-Commerce), usaha pemula (start-up), pengembangan usaha, dan percepatan logistik
dengan menetapkan Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road
Map e-Commerce) yang disingkat SPNBE yang terintegrasi. Peta jalan e-commerce ini
sekaligus dapat mendorong kreasi, inovasi, dan invensi kegiatan ekonomi baru di kalangan
generasi muda.
Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 21 Juli 2017, Presiden Joko Widodo telah
menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan
Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2017-
2019. Kebijakan ini akan mengutamakan dan melindungi kepentingan nasional, khususnya
terhadap UMKM serta pelaku usaha pemula (start-up). Selain itu, juga mengupayakan
peningkatan keahlian sumber daya manusia pelaku e-commerce. Kebijakan ini akan menjadi
acuan bagi Pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya dalam menetapkan atau
menyesuaikan kebijakan sektoral demi pengembangan e-commerce.
Peta Jalan SPNBE 2017-2019 akan mengakomodasi delapan aspek regulasi. Atau
pokok kebijakannya seperti pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan
dan sumber daya manusia, infrastruktur komunikasi, logistik, keamanan siber (cyber
security), dan pembentukan Manajemen Pelaksana Peta Jalan SPNBE 2017-2019. Delapan
aspek tersebut adalah :
1. Pendanaan berupa: (1) KUR untuk penyewa pengembang platform; (2) hibah untuk
inkubator bisnis pendamping start-up; (3) dana USO untuk UMKM digital dan start-up
e-commerce platform; (4) angel capital yang diperlukan ketika start-up masih merugi;
(5) seed capital dari Bapak Angkat; dan (6) crowdfunding.
2. Perpajakan dalam bentuk: (1) pengurangan pajak bagi investor lokal yang investasi di
start-up; (2) penyederhanaan izin/prosedur perpajakan bagi start-up e-commerce yang
omzetnya di bawah Rp 4,8 Miliar/tahun; dan (3) persamaan perlakuan perpajakan
sesama pengusaha e-commerce, baik asing maupun domestik.

3
3. Perlindungan Konsumen melalui: (1) harmonisasi regulasi menyangkut sertifikasi
elektronik, proses akreditasi, kebijakan mekanisme pembayaran, perlindungan
konsumen dan pelaku industri e-commerce, dan skema penyelesaian sengketa; dan (2)
pengembangan national payment gateway secara bertahap.
4. Pendidikan dan SDM terdiri dari: (1) kampanye kesadaran e-commerce; (2) program
inkubator nasional; (3) kurikulum e-commerce; dan (4) edukasi e-commerce kepada
konsumen, pelaku, dan penegak hukum.
5. Infrastruktur komunikasi melalui pembangunan jaringan broadband.
6. Logistik melalui: (1) pemanfaatan Sistem Logistik Nasional (Sislognas); (2)
Revitalisasi, restrukturisasi dan modernisasi PT. Pos Indonesia (Persero) sebagai
penyedian jasa pos nasional; (3) Pengembangan alih daya fasilitas logistik e-commerce
dan (4) pengembangan logistik dari desa ke kota.
7. Keamanan siber (cyber security) dengan menyusun model sistem pengawasan nasional
dalam transaksi e-commerce dan mengembangkan public awareness tentang kejahatan
dunia maya. Selain itu juga menyusun SOP terkait penyimpanan data konsumen dan
sertifikasi keamanan data konsumen.
8. Pembentukan Manajemen Pelaksana yang secara sistematis dan terkoordinasi akan
melakukan monitoring dan evaluasi implementasi peta jalan e-commerce.

Peta Jalan SPNBE 2017-2019 berfungsi sebagai:


a. Acuan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menetapkan kebijakan
sektoral dan rencana tindak dalam rangka percepatan pelaksanaan Sistem Perdagangan
Nasional Berbasis Elektronik (e-Commerce) pada bidang tugas masing-masing yang
termuat dalam dokumen perencanaan pembangunan.
b. Acuan bagi pemangku kepentingan (stakeholders) dalam menjalankan Sisten
Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (e-Commerce)

Dalam rangka pelaksanaan Peta Jalan SPNBE 2017-2019 sebagaimana dimaksud,


menurut Perpres ini, dibentuk Komite Pengarah Peta Jalan SPNBE 2017-2019, yang
mempunyai tugas.
a. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan Peta Jalan SPNBE 2017-2019
b. Mengarahkan langkah-langkah dan kebijakan untuk penyelesaian permasalahan dan
hambatan pelaksanaan Peta Jalan SPNBE 2017-2019
c. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Peta Jalan SPNBE 2017-2019
d. Menetapkanperubahan Peta Jalan SPNBE 2017-2019 sesuai kebutuhan.

Susunan keanggotaan Komite Pengarah sebagaimana dimaksud terdiri atas.


a. Ketua: Menko bidang Perekonomian
b. Wakil Ketua: Menko bidang Polhukam
c. Anggota:
1. Menteri Komunikasi dan Informatika
2. Menteri Dalam Negeri
3. Menteri Keuangan
4. Menteri Perdagangan

4
5. Menteri Perindustrian
6. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
7. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
8. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
9. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
10. Menteri Perhubungan
11. Menteri PPN/Kepala Bappenas
12. Menteri BUMN
13. Sekretarias Kabinet
14. Kepala BKPM
15. Kepala Badan Ekonomi Kreatif
16. Kepala LKPP
17. Kepala Staf Kepresidenan
18. Gubernur Bank Indonesia
19. Ketua Dewan Komisioner OJK.
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 3 Agustus 2017

A. Klasifikasi e-commerce
E-commerce didefinisikan sebagai proses pembelian, penjualan, mentransfer atau
bertukar produk, jasa atau informasi melalui jaringan komputer melalui internet (Kozinets
et al., 2010). Dengan mengambil bentuk-bentuk tradisional dari proses bisnis dan
memanfaatkan jejaring sosial melalui internet, strategi bisnis dapat berhasil jika dilakukan
dengan benar, yang akhirnya menghasilkan peningkatan pelanggan, kesadaran merk dan
pendapatan. Keputusan pembelian pelanggan dipengaruhi oleh persepsi, motivasi,
pembelajaran, sikap dan keyakinan. Persepsi dipantulkan pada bagaimana pelanggan
memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk pengetahuan.
Motivasi tercermin dari keinginan pelanggan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Menurut Hoffman and Fodor (2010), e-commerce dapat berjalan dengan baik apabila
dijalankan berdasarkan prinsip 4C, yaitu: connection (koneksi), creation (penciptaan),
consumption (konsumsi) dan control (pengendalian). Prinsip-prinsip ini dapat memotivasi
konsumen yang mengarah pada return of investment (ROI) perusahaan, yang diukur dengan
partisipasi aktif seperti feedback atau review konsumen, dan share atau merekomendasikan
kepada pengguna lain.
Telah disebutkan di atas, bahwa teknologi saat ini memungkinkan kita untuk
melakukan pemasaran apapun dengan bantuan internet. Oleh karena itu, dunia mengakui
konsep baru aktivitas bisnis, yaitu dengan cara online. Salah satu keuntungan dalam
menggunakan sumber internet untuk berhubungan dengan pelanggan adalah pengiriman
data yang cepat dan informasi antara orang yang terlibat (Kozinets et al., 2010).
Enam dimensi keberhasilan sistem informasi menurut DeLone & McLean (2004) yang
dapat diterapkan juga pada lingkungan e-commerce adalah sebagai berikut:
1. Kualitas Sistem dalam lingkungan Internet. Dimana karakteristik sistem e- commerce
dapat diukur sesuai kegunaan, ketersediaan, kehandalan, kemampuan beradaptasi, dan
waktu respon (misalnya, waktu download dan proses data).
2. Kualitas Informasi dalam menangkap isu konten e-commerce. Jaringan konten harus

5
dipersonalisasi, lengkap, relevan, mudah dimengerti, dan aman jika calon pembeli atau
pemasok memulai transaksi melalui internet.
3. Kualitas layanan. Dukungan keseluruhan disampaikan oleh penyedia layanan,
terlepas dari apakah dukungan tersebut disampaikan oleh departemen sistem informasi
atau unit organisasi baru atau mungkin secara outsourcing ke penyedia layanan
internet.
4. Penggunaan. Diukur dari kunjungan ke situs web dan navigasi dalam situs tersebut
untuk pencarian informasi dan pelaksanaan transaksi.
5. Kepuasan Pengguna. Ini merupakan cara penting untuk mengukur pendapat
pelanggan dalam sistem e-commerce dan harus mencakup seluruh yang pengalaman
pelanggan dalam siklus pembelian, pembayaran, sampai penerimaan produk maupun
layanan.
6. Manfaat. Ini juga penting, karena penting untuk menangkap keseimbangan dampak
positif dan negatif dari e-commerce pada pelanggan, pemasok, karyawan, organisasi,
pasar, industri, ekonomi, dan bahkan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Schradi (2009), ada dua cara untuk melakukan pemasaran online, yaitu pasif
dan aktif. Menggunakan pemasaran online pasif berarti sebuah perusahaan membangun
sebuah website yang menyediakan informasi kepada pelanggan tanpa melakukan kegiatan
yang signifikan untuk menjangkau pelanggan. Sedangkan pemasaran online aktif melakukan
sebaliknya, yaitu perusahaan berusaha untuk mencapai pembeli potensial di internet.
Dengan mengambil keuntungan dari teknologi internet, perusahaan memiliki kemudahan
dalam mempromosikan dan menyampaikan informasi tentang merk mereka (Kaplan &
Haenlein, 2012).
Boyd dan Ellison (2007) mengungkapkan bahwa interaksi di internet dapat berupa
kolaborasi (misalnya: situs desainer grafis), content community (masyarakat konten)
contohnya: situs klub penggemar / fan club), dan dunia video game virtual (misalnya: DOTA
dan World of Warcraft). Semua jenis website partisipatif memiliki berbagai tingkat
kehadiran sosial tinggi, tetapi bersifat rendah pada pengungkapan diri. Alasan dibalik ini
adalah karena para pengguna internet tidak selalu mengungkapkan identitas mereka di dunia
maya.

Gambar 1 Klasifikasi Pengguna Internet berdasarkan Self Presentation & Disclosure


(Kaplan & Haenlein, 2012)
Sumber : Pradana, M. (2015). Klasifikasi Jenis-Jenis Bisnis E-Commerce. Jurnal Neo-bis, 33-38.

6
Menurut Sandhusen (2008), terdapat tiga pihak stakeholder dalam bisnis, yaitu:
pertama, adalah pelaku bisnis, dalam hal ini perusahaan. Simbol untuk elemen ini adalah
‘B’ (business). Kedua, adalah konsumen, yaitu pengguna bisnis barang dan jasa yang
digambarkan dengan huruf ‘C’. Terakhir, adalah pemangku kepentingan berupa pemerintah,
yang digambarkan dengan huruf ‘G’ (government).
Selanjutnya, jenis-jenis interaksi antara para pelaku bisnis dapat disimak pada tabel di
bawah ini:
Tabel 1 Bentuk-Bentuk Interaksi di Dunia Bisnis
No Nama Penjelasan
Transaksi bisnis antara pelaku bisnis dengan pelaku
B2B (Business to
1 bisnis lainnya. Dapat berupa kesepakatan spesifik yang
Business)
mendukung kelancaran bisnis.
B2C (Business to Aktivitas yang dilakukan produsen kepada konsumen
2
Consumer) secara langsung.
Aktivitas bisnis (penjualan) yang dilakukan oleh
C2C (Consumer
3 individu (konsumen) kepada individu (konsumen)
to Consumer)
lainnya.
C2B merupakan model bisnis dimana konsumen
C2B (Consumer
4 (individu) menciptakan dan membentuk nilai akan
to Business)
proses bisnis.
B2G (Busines to Merupakan turunan dari B2B, perbedaannya proses ini
5
Government) terjadi antara pelaku bisnis dan instansi pemerintah
Merupakan hubungan atau interaksi antara pemerintah
dengan masyarakat. Konsumen, dalam hal ini
G2C (Government
6 masyarakat, dapat dengan mudah menjangkau
to Consumer)
pemerintah sehingga memperoleh kemudahan dalam
pelayanan sehari-hari.
Sumber: Sandhausen, 2008

Pertumbuhan belanja online juga telah mempengaruhi struktur industri. E- commerce


telah merevolusi cara bertransaksi berbagai bisnis, seperti toko buku dan agen perjalanan.
Umumnya, perusahaan besar dapat menggunakan skala ekonomi dan menawarkan harga
yang lebih rendah.
Individu atau pelaku bisnis yang terlibat dalam e-commerce, baik itu pembeli maupun
penjual mengandalkan teknologi berbasis internet untuk melaksanakan transaksi mereka. E-
commerce memiliki kemampuan untuk memungkinkan transaksi kapan saja dan di mana
saja. Kekuatan e-commerce memungkinkan hambatan-hambatan geofisika menghilang (Blut
et al., 2015).
Kim et al., (2011) berpendapat bahwa konteks budaya membentuk penggunaan
teknologi komunikasi dan pola penggunaan situs jaringan sosial. Mereka berpendapat bahwa
aviditas media bisa jadi berbeda di negara-negara yang berbeda, sesuai dengan karakteristik
budaya negara masing-masing. Masyarakat kolektif, misalnya di negara-negara Asia seperti

7
India dan Indonesia, lebih bergantung pada interaksi sosial daripada mereka yang hidup
dalam masyarakat yang berorientasi individualistis (Hofstede, 2001). Namun, selain
beberapa perbedaan, motif yang mendasari dasar untuk menggunakan internet (mencari
teman, dukungan sosial, hiburan, informasi, dan kenyamanan) bisa menjadi mirip antar satu
negara dengan negara lainnya dengan budaya yang berbeda
Jika menghubungkan karakteristik masyarakat Indonesia dengan jenis-jenis interaksi
bisnis (lihat Tabel 1), kurang lebih variasi bisnis e-commerce di Indonesia bisa
diklasifikasikan seperti pada Tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2 Klasifikasi Bisnis E-Commerce di Indonesia


Jenis Website E- Contoh (di Kelompok
No Penjelasan
Commerce Indonesia) Interaksi
1 Listing / iklan baris Berfungsi sebagai sebuah platform OLX, B2C,
yang mana para individu dapat berniaga.com C2C
memasang barang jualan mereka
secara gratis.
Pendapatan diperoleh dari iklan
premium. Jenis iklan baris seperti
ini cocok bagi penjual yang hanya
ingin menjual barang dengan
kuantitas kecil.
2 Online Marketplace Ini adalah model bisnis dimana tokopedia.com, C2C
website yang bersangkutan tidak bukalapak.com
hanya membantu mempromosikan
barang dagangan saja, tapi juga
memfasilitasi transaksi uang secara
online.
Seluruh transaksi online harus
difasilitasi oleh website yang
bersangkutan
3 Shopping Mall Model bisnis ini mirip dengan blibli.com, B2B, B2C
marketplace, tapi penjual yang bisa zalora.com
berjualan disana haruslah penjual
atau brand ternama karena proses
verifikasi yang ketat.
4 Toko Online Model bisnis ini cukup sederhana, lazada.com, B2C
yakni sebuah toko online dengan bhinneka.com
alamat website (domain) sendiri di
mana penjual memiliki stok
produk dan menjualnya secara
online kepada pembeli.
5 Toko online di Banyak penjual di Indonesia yang Siapapun yang C2C
media sosial menggunakan situs media sosial berjualan dengan

8
seperti Facebook, Twitter dan media sosial
Instagram untuk mempromosikan
barang dagangan mereka.
6 Jenis-Jenis website Website dipakai sebagai platform kitabisa.com, C2B
crowdsourcing dan untuk mengumpulkan orang-orang wujudkan.com
crowdfunding dengan skill yang sama atau untuk
penggalangan dana secara online.
Sumber: http://id.techinasia.com

E-commerce memungkinkan untuk meningkatkan keseluruhan nilai bisnis perusahaan.


Oleh karena itu, sangat perlu untuk memahami ciri-ciri dan jenis-jenis bisnis e-commerce
yang berbeda-beda. Namun, biaya kesempatan bisa terjadi, jika strategi lokal tidak cocok
untuk pasar baru, perusahaan bisa kehilangan pelanggan potensial.
Ada juga beberapa bisnis online yang menggunakan beberapa model bisnis di atas pada
saat bersamaan. Contohnya jenis-jenis bisnis yang memiliki toko-toko online B2C mereka
sendiri serta marketplace yang memverifikasi penjualnya terlebih dahulu Luckman, 2014).
Membandingkan situs e-commerce satu dengan yang lainnya hanya dapat dilakukan apabila
mereka memiliki model bisnis yang serupa.

B. Keunggulan dan kelemahan e-commerce


E-commerce adalah istilah bagi setiap bisnis yang mengunakan media internet sebagai jalur
transaksinnya.
Ada tiga aspek kelebihan e-commerce yaitu:
1. Kelebihan bagi organisasi
a. Dapat memperluas pasar hingga pada taraf global /internasional
b. Mengurangi biaya pembuatan, pendistribusian pengalihan dan pengelolaan
c. Meningkatkan brand perusahaan
d. Dapat menyediakan pelayanan kepada pelanggan yang lebih baik
e. Mempercepat dan efisisensi proses bisnis
f. Revenue stream (aliran pendapatan) baru yang lebih menjanjikan yang tidak bisa
ditemui di sistem transaksi tradisional
g. Dapat meningkatkan market exposure (pangsa pasar)
2. Kelebihan bagi pelanggan
a. Dapat memberikan layanan tanpa ada batasan waktu 1 x 24 jam
b. Mampu memberikan pilihan serta kecepatan dalam pengiriman
c. Dengan banyaknya pilihan pelangan dapat membandingkan harga satu dengan yang
lainnya
d. Dapat melakukan review komentar terkait produk
e. Dapat memberikan informasi lebih cepat
3. Kelebihan bagi masyarakat
a. Tidak perlunya perjalanan dalam jual beli
b. Dapat mengurangi biaya produk, sehingga harga seharusnya dapat lebih terjangkau
c. Dapat membantu pemerintah dalam pemberian pelayanan publik

9
Sementara e-commerce juga memiliki kekurangan dalam dua aspek
1.Kekurangan dari segi teknis
a. Jika implemetasi buruk maka dapat terjadi kelemahan keamanan, kendala, dan
standar sistem yang ada
b. Perubahan perkembangan industri perangkat lunak sangatlah cepat.
c. Jika terjadi kendala pada bandwidth, maka dapat terjadi kegagalan TI
d. Kesulitan dalam integrasi sistem
e. Terjadi masalah pada kompatibiliti sistem
2. Kekurangan dari segi non teknis
a. Mahalnya biaya pembuatan/pembangunan sebuah sistem E-commerce
b. Tingkat kepercayaan pelanggan yang kurang terhadapat sistus E-commerce
c. Sulitnya untuk memastikan keamanan dan privasi dalam setiap transaksi secara
online
d. Kurangnya perasaan dalam jual beli
e. Aplikasi ini terus berkembang dengan sangat cepat
f. Masih belum murah dan amannya akses internet pada suatu negara tertentu
g. Kehilangan segi finansial secara langsung karena kecurangan. Seorang penipu
mentrasfer uang dari rekening satu ke rekening yang lain atau dia telah menganti
semua data finansial yang ada
h. Pencurian informasi rahasia yang berharga.

C. Pengaruh e-commerce terhadap pembangunan wilayah dan kota


Electronic commerce (e-commerce) merupakan konsep yang bisa digambarkan
sebagai proses jual beli barang pada internet atau proses jual beli atau pertukaran produk,
jasa, dan informasi melalui jaringan informasi termasuk internet (Turban, Lee, King, Chung,
200 dalam M. Suyanto 2003:11). E-commerce menurut Suyanto (2003) memiliki dampak
yang sangat banyak baik bagi pebinis, konsumen maupun masyarakat secara umum.
Dampak-dampak tersebut tentu akan mendorong pembangun wilayah dengan
memperlihatkan pertumbuhan ekonomi wilayah lebih cepat daripada perdagangan
konvensional yang mengharuskan terjadinya tatap muka antara penjual dan pembeli.
Dampak berkembangnya e-commerce bagi organisasi yang mengimplementasikan e-
commerce bagi usahanya menurut Suyanto (2003) antara lain memperluas marketplace
hingga ke pasar nasional dan international; menurunkan biaya pembuatan, pemrosesan,
pendistribusian, penyimpanan dan pencarian informasi yang menggunakan kertas;
memungkinkan pengurangan inventory dan overhead dengan menyederhanakan supply
chain dan management tipe “pull”; mengurangi waktu antara outlay modal dan penerimaan
produk dan jasa; mendukung upaya-upaya business process, reengineering; memperkecil
biaya telekomunikasi.
Setiap pelayanan baik pelayanan publik maupun privat yang di dalamnya termasuk
aktivitas perdagangan memiliki rentang jarak pengaruh tertentu dimana seorang konsumen
akan mengaksesnya, serta terdapat treshold (jumlah populasi tertentu) agar pelayanan
tersebut dapat berjalan dengan normal (Christaller, 1939 dalan Nagle, 2000). Dalam teori
central place tersebut mengisyaratkan adanya jarak tertentu serta jumlah penduduk tertentu
agar pelayanan tersebut dapat berjalan dengan normal. Jarak yang dimaksud dalam teori
tersebut merupakan jarak fisik (distance decay) karena pada masa dibuatnya teori tersebut

10
oleh Walter Christaller masih belum ada internet, sehingga jarak hanya mengacu pada
bentangan fisik, akan tetapi dengan adanya internet dan berkembangnya e-commerce, jarak
fisik tersebut tidak berarti karena informasi mengenai produk yang dijajakan oleh penjual
dapat diakses oleh semua orang yang terhubung dengan internet. Hal tersebut memberikan
konsekuensi pada luasnya jangkauan pasar yang dapat dicapai oleh suatu pelayanan.
Menurut hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa pelaku e-commerce atau
yang saat ini lebih sering disebut sebagai online shopping (olshop) yang juga merupakan
mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan bahwa pembeli
produk pakaian yang dijual sebagian besar berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta
seperti Klaten, Magelang, Semarang, Sulawesi bahkan Papua. Hal ini menggambarkan
bahwa jangkauan pasar terhadap produk- produk pakaian tersebut sangat luas dan memiliki
pengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh. Uang yang diperoleh dari hasil penjualan
pakaian secara online tersebut kemudian dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari di indekos yang artinya uang tersebut akan berputar di Yogyakarta. Tambahan input
capital tersebut tentu meningkatkan nilai tambah perekonomian Yogyakarta yang berarti
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah terutama sektor-sektor rill karena uang tersebut
dibelanjankan di warung-warung kecil di lingkungan sekitar kampus UGM.
Perluasan pasar tidak hanya mendorong perekonomian dan pembangunan wilayah
sutu kota, bahkan apabila promosi yang dilakukan melalui media internet dapat menjangkau
pasar internasional, bahkan dapat meningkatkan nilai tambah perekonomian pembangunan
nasional dan meningkatkan perekonomian pembangunan nasional. Menurut data
Kementrian Komunikasi dan Informasi, pada tahun 2014, nilai transaksi online di Indonesia
mencapai 150 triliun rupiah termasuk transaksi internasional, sehingga hal ini juga
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Contoh situs yang menjadi perantara
E-commerce dalam skala internasional yaitu “eBay” dan “Amazon”. Implementasie-
commerce bagi pengusaha memberikan dampak berupa pengehematan biaya operasional
dalam menjalankan bisnisnya. Salah satu keuntungan dari adanyae-commerce adalah tidak
membutuhkan ruang fisik yang luas untuk memajang produknya karena langsung
ditampilkan secara online, sehingga orang dari manapun dapat melihat produk yang dijual
lengkap dengan spesifikasinya. Dengan ditampilkannya produk secara online, penjual tidak
perlu membangun galeri atau showroom di pinggir jalan raya yang memiliki aksesibilitas
yang rendah, tapi cukup membangun galeri di tempat yang agak jauh dari jalan raya karena
transaksi sebagian besar dilakukan secara online dengan pembayaran melalui jaringan
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tersedia di manapun. Letak galeri yang berada tidak
di tempat yang strategis atau cenderung ke arah pedalaman ini akan mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah yang lebih merata (Rachmawati, 2014). Pemilik usaha yang
melakukane-commerce tidak perlu membeli lahan di tepi jalan raya yang memilki harga
lahan sangat mahal dimana konsekuensi dari tingginya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) juga
akan berbanding lurus dengan tingginya nilai pajak yang harus dibayar setiap tahun.
Penghematan biaya operasional. Ketika biaya operasional bisa ditekan oleh penjual maka
usahanya akan semakin cepat berkembang dengan perputaran capital yang juga akan
semakin tinggi, dengan tingginya perputarancapital di suatu wilayah maka akan mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah. Selain itu, modal/capital yang dihemat dari iklan/marketing
dapat digunakan untuk belanja modal yang lain sehingga usahanya akan semakin
berkembang. Sebagai contoh di Kota Jakarta adalah kota dengan nilaie-commerce paling
tinggi di Indonesia. Menurut data yang dilansir oleh Rakuten yang dimuat pada portal berita

11
detik, pada tahun 2012, proporsi e-commerce di Jakarta mencapai 55% dan sisanya oleh
kota-kota lain di Indonesia. Hal ini berbending lurus dengan pertumbuhan PDRB Provinsi
DKI Jakarta untuk sektor perdagangan yang mencapai 6,4% pada rentang waktu 2012 —
2013 (Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 2013), meskipun tidak semuanya berasal dari e-
commerce. Apabila nilai transaksi e-commerce pada tahun 2013 mencapai 140 triliun rupiah
(Kemenkominfo), maka nilai transaksi yang terjadi di Jakarta mencapai 77 triliun rupiah.
Kegiatan perdagangan secara konvensional secara sadar maupun tidak sadar akan
membentuk aglomerasi di wilayah perkotaan sehingga mengakibatkan kesenjangan antara
wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan (Kuznet, 1955 dalan Casco, 2009). E-
commerce tidak terpengaruh pada jarak fisik asalkan suatu wilayah tersambung dengan
koneksi internet. Penetrasi internet menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) bekerja sama dengan Pusat Kajian dan Komunikasi Universitas
Indonesia (Puskakom UI) yang dimuat dalam portal berita beritasatu.com menyetakan
bahwa tingkat penetrasi internet memang baru 34,9% pada tahun 2014, akan tetapi penetrasi
internet yang saat ini sudah diakses hingga ke desa-desa seluruh Indonesia memberikan
angin segar bagi pertumbuhan ekonomi wilayah perdesaan. Dengan adanya internet di
desa-desa, masyarakat desa saat ini sudah bisa melakukan e-commerce sendiri dan tidak
perlu bergantung pada kota-kota dalam memasarkan produk-produk yang dihasilkan di
desa. Cukup melalui e-commerce, pembeli akan datang ke desa untuk mengambil produk
dalam jumlah besar sehingga jarak fisik tidak akan mempengaruhi pemasaran. Dengan
berkembangnya pemasaran komoditas di perdesaaan akan mendorong pertumbuhan
ekonomi di wilayah perdesaan hingga pada akhirnya akan terjadi pemerataan pertumbuhan
ekonomi hingga wilayah perdesaan.
Perkembangan e-commerce di Indonesia semakin pesat memiliki dampak positif baik
bagi pebisnis, konsumen maupun masyarakat. Bagi pebisnis, e-commerce memiliki dampak
positif berupa pengurangan biaya operasional dan dapat memperlebar pangsa pasar,
sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan dan lebih mudah dalam hal pengembangan
bisnis. Berkembangnya e-commerce akan memberi dorongan pada perekonomian wilayah
yang lebih merata karena dengan semakin besarnya perputaran capital di suatu wilayah
akan menyebabkan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi, serta transaksi yang lebih
mudah selama 24 jam dan kemudahan proses pembayaran menyebabkan perputaran capital
semakin cepat. Pertumbuhan ekonomi menjadi lebih merata karena saat ini pemasaran
produk-produk dari perdesaan tidak terhalang oleh jarak. Akan tetapi, hal yang perlu
diwaspadai adalah kesenjangan yang semakin lebar terutama terjadi pada wilayah-wilayah
yang belum teraliri dan belum bisa mengakses e-commerce

D. Langkah pemerataan fungsi e-commerce antara kota dengan daerah hinterland (rural)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan,
pengembangan ekonomi digital di dalam negeri akan mendorong pemerataan pertumbuhan
ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Melalui ekonomi digital, seluruh masyarakat biasa
mengakses dan melakukan transaksi tanpa terbatas ruang dan waktu.
Darmin mengungkapkan, dengan adanya ekonomi digital akan mendekatkan
keterkaitan antara pedesaan dengan perkotaan. Masyarakat di pedesaan bisa membangun
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan memasarkan produknya melalui situs e-
commerce. Diharapkan akan membangun keterkaitan desa dengan kota. Mendukung
ekonomi lokal karena e-commerce mampu memperluas jangkauan tanpa batasan ruang dan

12
waktu. Masyarakat dapat beralih ke UMKM digital sehingga dapat tingkat produktifitasnya.
Keuntungan e-commerce jika dirataka akan membuat petani dan nelayan bisa meningkatkan
kualitas usahanya. Selain itu, juga bisa mendapatkan akses pendanaan yang mudah melalui
terbentuk koperasi sebagai wadah bagi para petani dan nelayan tersebut.
Dengan e-commerce, harga produk di petani dan nelayan lebih baik. Mereka bisa
meng-korporasi agar punya skala ekonomi yang lebih baik dan mempermudah akses ke bank
dan pasar. Selain itu, pengembangan e-commerce juga membawa dampak positif bagi
pedagang dan konsumen. Bagi pedagang, e-commerce akan mempermudah ekspansi usaha.
Sedangkan bagi konsumen, akan memiliki akses lebih banyak pada produk yang diinginkan.
E-commmerce bagi pedagang bisa diidentifikasi sebagai ekspansi pasar, rantai perdagangan
lebih efisien, pemasaran dan promosi lebih mudah, dan biaya lebih rendah. Untuk
konsumen, bisa dapat akses 24 jam, bisa bertransaksi dengan cepat dan mudah di mana saja,
punya banyak pilihan akan produk sehingga dapat melakukan perbandingan harga..
Namun demikian, penetrasi terhadap ekonomi digital harus dirasakan oleh seluruh
lapisan masyarakat baik di kota maupun desa. Dengan demikian, akan terjadi pemerataan
pertumbuhan di seluruh wilayah Indonesia. Aktifitas transisi digital ini harus jadi gerakan
inklusfi yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Ini akan menjadi alat pemerataan
ekonomi penduduk. Akan tetapi, Bisnis e-commerce boleh saja berjaya di kota besar seperti
DKI Jakarta tapi tidak di daerah. Konsep ini dinilai belum cocok untuk dapat menjangkau
hingga pelosok, sehingga tidak bisa banyak bergerak.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia Susanto
mengatakan, beralihnya tren belanja dari ritel konvensional ke e-commerce sedang terjadi
di beberapa negara. Khusus di Indonesia, peralihan ini masih terbilang lambat. Lambatnya
peralihan tersebut karena masalah infrastruktur internet. Di daerah, fasilitas ini belum bisa
dimanfaatkan secara maksimal seperti di kota besar. Di desa masih ada masalah, bisnis
online akan maju tapi tidak secepat yang dipikir dan pemerataan akan terbilang lama.
Karena, di Indonesia ada 17 ribu pulau yang semuanya sulit dijangkau oleh perusahaan
sehebat apapun. Ini jadi masalah bagi pemerintah untuk melakukan pemerataan ke seluruh
pelosok Indonesia.

E. Tantangan e-commerce dimasa mendatang


Tidak dapat disangkal bahwa E-Commerce telah menjadi primadona dalam wacana
pembicaran dunia bisnis global. Sejumlah seminar besar mengenai hal ini telah dilakukan
oleh para praktisi bisnis dan teknologi informasi selama kurun waktu dua tahun terakhir.
Setiap seminar yang diadakan pada intinya adalah memperkenalkan seluk beluk fenomena
global yang telah memaksa perusahaan untuk mau tidak mau mencermati keberadaan
teknologi ini jika ingin tetap bersaing dan mempresentasikan beragam teknologi informasi
yang tersedia di pasaran untuk membantu perusahaan meng-electronic commerce-kan
dirinya dalam waktu yang relatif cepat. Namun terlepas dari berbagai pandangan dan
tanggapan yang ada, terdapat beberapa hal mendasar yang sama sekali belum tersentuh
dalam berbagai wacana tersebut. Hal ini menyangkut dampak makro yang akan terjadi
seandainya diasumsikan bahwa dunia nanti telah terhubung secara digital, sehingga setiap
individu dan korporasi dapat dengan leluasa bertransaksi melalui internet.

13
Tantangan Pertama, belum tentu negara yang paling maju di dunia (Amerika, Jepang,
dan negara-negara di Eropa) menjadi negara yang paling diuntungkan dengan kehadiran E-
Commerce, bahkan mungkin sebaliknya. Alasannya sangat mudah. Dengan E-Commerce,
eksistensi batasan sebuah negara menjadi tidak relevan lagi, karena transaksi terjadi di
sebuah komonitas virtual atau yang kerap dinamakan cyberspace. Seorang bermental
kapitalis murni akan dengan leluasa memilih hidup atau tinggal di negara yang paling murah,
melakukan transaksi bisnisnya melalui internet dengan menjual produk dan jasanya di
negara yang paling mahal (sanggup membeli produk/jasa dengan harga tinggi), dan
menyimpan uang hasil usahanya pada bank-bank di negara yang aman. Dalam arti kata,
dapat saja Indonesia misalnya ditempati oleh populasi yang banyak, dengan sumber daya
manusia yang handal, tetapi hasil keuntungan melalui transaksi bisnis tersebut tidak kembali
ke tanah air. Dengan format tersebut di atas tentu saja yang dirugikan adalah negara maju
dan negara sedang berkembang, sementara negara-negara seperti Swiss dan Singapura yang
terkenal dengan kualitas lembaga keuangannya akan dibanjiri dengan keuntungan tanpa
harus berbuat sesuatu.
Tantangan Kedua, keberadaaan cyberspace selain meniadakan batasan antar negara
membuat segala bentuk proteksi hukum dan ekonomi dari pemerintah setempat menjadi
tidak efektif lagi. Bagaimana pemerintah dapat melarang perjudian sementara beratus-ratus
situs internet dari Las Vegas menawarkannya? Bagaimana pemerintah dapat mengontrol
capital flight kalau investasi di negara lain dapat dilakukan dengan mudah tanpa
meninggalkan rumah? Bagaimana cekal dapat menjadi ampuh jika seorang pejabat dapat
melakukan money laundrying dari kantornya? Dengan kata lain, pembatasan-pembatasan
berinteraksi antara satu atau sekolompok manusia (komunitas) bisnis melalui aturan-aturan
tidak dapat dipergunakan lagi, karena keberadaannya bertentangan dengan hakekat dan arti
dari globalisasi itu sendiri.
Tantangan Ketiga, pemanfaatan E-Commerce secara menyeluruh akan menuju
kepada suatu era yang dinamakan sebagai ekonomi digital (digital economy). Pertukaran
barang atau jasa dengan prinsip ekonomi klasik (keuntungan sebesar-besarnya dengan
sumber daya yang sekecil-kecilnya) tetap dapat dilakukan, namun ukuran kinerja baik mikro
maupun makro yang biasa dipergunakan untuk memonitor tingkat pertumbuhan sebuah
entiti ekonomi menjadi tidak relevan lagi. Misalnya, isu yang telah dikemukakan, bagaimana
pemerintah dapat menghitung GDP maupun GNP suatu negara? Alasan utamanya karena
seseorang dapat berada di mana saja, kapan saja, dan melakukan transaksi ekonomi apa saja,
tanpa harus secara fisik berpergian. Dan sekuritas yang disediakan oleh penyedia electronic
commerce tidak memungkinkan pemerintah maupun orang lain untuk memonotir jalannya
informasi, produk, dan uang yang mengalir. Keberadaan aliran produk dan jasa (the flow of
goods and services) serta aliran uang (the flow of money) yang telah sedemikian bebasnya
tidak mustahil dapat membawa dunia kepada format market bebas yang sempurna (perfect
free market).
Tantangan Keempat, kerangka persaingan sempurna (perfect competition) yang
selama ini hanya merupakan hiasan pada teori ekonomi makro maupun mikro akan dengan
mudah menjadi kenyataan. Ada sebuah perusahaan yang sedang menakut-nakuti dunia jika
mereka bersepakat untuk memasyarakatkan dan mengimplementasikan E-Commerce.
Perusahaan ini mengatakan bahwa dirinya akan menunggu sampai dunia sudah sedemikian

14
tergantung pada E-Commerce sebelum yang bersangkutan mengeluarkan produknya.
Produk tersebut adalah peluncuran sebuah situs semacam yahoo.com atau altavista.com
yang berfungsi sebagai mesin pencari informasi (searching engine). Misalnya, seseorang
sedang berniat mencari dan membeli televisi bermerk Sony, ukuran 24 inch, dan multi-
sistem.
Melalui situs ini yang bersangkutan tinggal menuliskan spesifikasi kebutuhan tersebut,
dan dengan menekan satu tombol, maka aplikasi internet tersebut akan mencari seluruh
perusahaan di dunia yang memiliki dan menjual televisi tersebut, serta memiliki pelayanan
untuk mengantarkannya sampai ke rumah. Yang luar biasa adalah, bahwa situs tersebut akan
menampilkan semua perusahaan tersebut secara urut berdasarkan dari harga yang termurah!
Artinya, kalau sebuah perusahaan di Taiwan bersedia menjual dan mengirimkan televisi ke
rumah seseorang dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan yang ditawarkan
oleh distributor Sony di tanah air, tidak ada alasan lain bagi yang bersangkutan untuk
memilihnya. Kalau pemerintah berargumen bahwa tarif dapat dikenakan terhadap barang
tersebut, pertanyaannya adalah sampai kapan dan bagaimana teknis proteksi untuk bisnis
dalam bentuk jasa (seperti bank, asuransi, telekomunikasi, transportasi, dan lain
sebagainya).
Jika keempat aspek di atas disimak secara lebih baik dan mendetail, sekilas dapat
terlihat bahwa dalam suatu format yang ideal, keberadaan E-Commerce lebih merupakan
bumerang (ancaman) daripada sebuah senjata persaingan, karena yang sangat berpengaruh
dalam hal ini adalah kesiapan sebuah sistem dunia global, bukan superioritas sebuah
komponen dalam sub-sistem tertentu. Namun saat ini globalisasi telah berada dalam tahap
the point of no return. Dengan kata lain, sebenarnya perusahaan tidak perlu takut bahwa
dirinya telah tertinggal dari berbagai segi yang berhubungan dengan teknologi informasi
(menyangkut infrastruktur dan suprastruktur). Karena dalam era ekonomi dijital nanti, bukan
negara yang paling kuat atau yang paling pintar yang akan bertahan dalam dunia bisnis,
tetapi justru yang paling cepat dapat beradaptasi dengan perubahan yang akan menang.
Untuk mengatasi semua malah tantangan e-commerce di masa depan dengan cara
pemerintah memberi aturan-aturan dan payung hukum untuk mencegah semua dampak
kerugian yang di timbulkan oleh e-commerce dan membuat akses e-commerce tidak
sembarangan orang bisa mengakses apapun. Membuat kajian-kajian untuk mencegah
kerugian dan membuat solusi untuk mengatasi tantangan di masa yag akan datang terhadap
yang di timbulkan akibat akses e-commerce.

15
BAB III
STUDI KASUS

A. Perkembangan E-commerce di Indonesia


Indonesia merupakan pasar terbesar e-commerce di Asia Tenggara. Menurut data
Euromonitor (2014), penjualan online Indonesia mencapai US$ 1,1 miliar atau lebih tinggi
dibanding Thailand dan Singapura. Tapi jika dibandingkan dengan total perdagangan retail,
penjualan e-commerce di Indonesia hanya sebesar 0,07 persen.
Artinya, pasar e-commerce Indonesia berpeluang untuk tumbuh semakin besar.
Apalagi dengan modal jumlah penduduk dan produk domestik bruto (PDB) terbesar di
antara negara-negara ASEAN. Euromonitor memperkirakan rata-rata pertumbuhan tahunan
(CAGR) penjualan online Indonesia selama 2014-2017 sebesar 38 persen.
Namun, perdagangan online ini masih terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Tingginya
penjualan online di dua pulau tersebut tak lepas dari meratanya jangkauan internet di
wilayah tersebut. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) 2016, dari
132,7 juta pengguna internet, sebanyak 86,3 juta atau 65 persen berada di Jawa.

Gambar 2 Jumlah Pengguna Internet Tahun 2016


Sumber: APJII

Riset DBS bertajuk E-Commerce in Asia: Bracing for Digital Disruption menyebutkan
buruknya infrastruktur logistik, khususnya di luar Jawa-Bali, membuat e-commerce sulit
memperluas pasar dan menjangkau wilayah terpencil di Indonesia. Karena itu, penjualan
online selama ini bahkan lebih banyak terpusat di seputar Jakarta.

Gambar 3 Potensi E-commerce Indonesia


Sumber: DBS

16
Oleh sebab itu untuk meningkatkan jangkauan internet, pemerintah membangun
proyek Palapa Ring yang akan menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Melalui proyek ini,
pemerintah akan membangun infrastruktur jaringan tulang punggung serat optik nasional di
daerah-daeran nonkomersial demi pemerataan akses pitalebar (broadband) di Indonesia.
Proyek yang terbagi menjadi tiga wilayah yaitu barat, tengah, dan timur dan
direncanakan rampung pada akhir 2018. Sehingga nantinya 514 kabupaten/kota dapat
menikmati layanan serat optik.
Rinciannya, sebanyak 457 kabupaten/kota akan digarap oleh operator. Sisanya, 57
kabupaten/kota yang tak layak secara bisnis bagi operator akan dibangun oleh pemerintah.
Dengan penetrasi internet yang merata, peluang ekonomi akan menjadi semakin
terbuka. Riset DBS Sink or Swim – Business Impact of Digital Technology memaparkan,
pemerataan layanan teknologi digital dan penggunaannya yang maka dampak terhadap
dunia bisnis akan semakin dirasakan. Termasuk membantu perkembangan bisnis UMKM.
Menurut Presiden Joko Widodo, pada 2014 penjualan e-commerce mencapai US$ 2,6
miliar atau 0,6 persen dari total transaksi retail. Padahal, e-commerce dapat membantu 56
juta UMKM yang selama ini menyumbang sekitar 55 persen PDB. Bandingkan dengan
Tiongkok, yang pengguna e-commerce telah mencapai 30 persen dan menyumbang
peningkatan PDB sebesar 22 persen.
Wajar saja jika Indonesia berambisi menjadi negara digital ekonomi terbesar di Asia
Tenggara. Pemerintah menargetkan perdagangan e-commerce pada 2020 bisa mencapai US$
130 miliar. Target itu bisa tercapai mengingat besarnya potensi pasar di Indonesia. Jumlah
penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta lebih merupakan pasar yang menggiurkan.
Pengguna smartphone di Indonesia juga tumbuh pesat. Emarketer memperkirakan
pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan
jumlah itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar
keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika. Menurut survei APJII 2016, mobile
phone memang dipilih mayoritas pengguna internet.

Gambar 4 Grafik Jenis Layanan Internet yang Digunakan di Indonesia


Sumber : APJII 2016

17
Dengan jangkauan internet yang merata, maka semua lapisan masyarakat bisa
memanfaatkan layanan internet melalui ponselnya. Semua informasi dan transaksi bisnis
cukup dilakukan dengan menyentuh layar handphone. Produk belanja online juga akan
makin beragam—yang saat ini didominasi fashion—bahkan nelayan dan petani akan lebih
mudah menjual produknya.
Selain untuk jual beli barang, masyarakat juga dapat memanfaatkan smartphone untuk
mengakses produk finansial tanpa harus mendatangi kantor bank. Hal ini sangat membantu
perluasan layanan perbankan. Saat ini hanya 36 persen usia dewasa yang memiliki rekening
institusi keuangan formal. Penetrasi cabang bank per 100.000 populasi hanya 1/6 dari
penetrasi di negara Eropa.
Laporan Indonesia Fintech Report 2016 yang dipublikasikan DailySocial,
menyebutkan, sebanyak 49 juta UKM belum bankable, sehingga ada potensi Rp 989 triliun
gap financing yang bisa digarap.
Selain itu peer-to-peer (P2P) lending masih di bawah Rp 150 miliar. P2P lending
merupakan sistem (platform) yang mempertemukan pemberi kreditor dengan debitor.
Dalam praktik fintech, kegiatan pinjam meminjam di P2P dilakukan secara online, tanpa
tatap muka. Selain itu, untuk mendapatkan pinjaman, debitor tidak perlu menjaminkan
apapun.
Masih kecilnya pangsa kredit di perbankan, yaitu 34,77 persen terhadap PDB, juga
menunjukkan potensi pasar yang besar yang bisa digarap oleh fintech melalui melalui P2P
lending, tanpa harus menggerus pangsa pasar bank. Perkembangan fintech pun mendorong
perubahan di industri keuangan, dari sistem tradisional yang dipenuhi perbankan (bank
driven) menjadi teknologi finansial (consumer driven), ini memungkinkan lebih banyak
pemain yang muncul di sektor keuangan.
Dalam riset DBS berjudul “Digital Banking: New Avatar-Banks Watch Out for
Banks” disebutkan Fintech memiliki kelebihan dibanding bank tradisional. Fintech
memiliki teknologi dan inovasi untuk menjangkau nasabah yang tidak dapat mengakses
sistem perbankan tradisional. Fintech juga lebih efisien karena mampu menekan biaya
operasional sehingga bisa memberikan fasilitas pinjaman lebih murah.
Meningkatnya penetrasi internet ikut memberikan kontribusi pertumbuhan Fintech.
Terbukti banyaknya startup Fintech yang tumbuh di Indonesia. Menurut Asosiasi Fintech
Indonesia, dari 140 pemain Fintech, 43 persen berfokus pada sektor pembayaran.

18
PERTUMBUHAN PEMAIN FINTECH DI INDONESIA

78%
9%
7%

6%

2006-2010 2011-2012 2013-2014 2015-2016

Gambar 5 Grafik Pertumbuhan Pemain Fintech di Indonesia


Sumber: Asosiasi Fintech Indonesia

Besarnya kebutuhan pembiayaan dengan kemudahan tanpa jaminan membuat Fintech


menjadi pilihan masyarakat. Fintech kini mulai merambah pasar luar Jawa seiring tingginya
potensi bisnis dan animo masyarakat di daerah.

B. Studi Kasus Pengaruh Aplikasi Go-jek Bagi Perekonomian di Indonesia


Go-jek yang kini beroperasi di 25 kota besar di Indonesia juga merambah luar Jawa.
Kota tersebut adalah Medan, Batam, Palembang, Pekanbaru, Jambi, Padang, Bandar
Lampung, Balikpapan, Samarinda, Pontianak, Banjarmasin, Manado, Makassar, Denpasar,
Mataram. Hadirnya Go-jek membawa kontribusi ekonomi di kota tersebut, seperti
mengurangi pengangguran hingga menambah keuntungan bisnis kuliner melalui layanan Go
Food.
Go-jek memiliki ratusan ribu sopir (driver) yang tersebar di berbagai wilayah di
Indonesia. Di samping itu, ada mitra yang terkoneksi dalam layanan Go-jek dengan jumlah
yang juga tidak sedikit. Maka dengan demikian, kerja sama pemerintah go-jek akan
melibatkan banyak orang.
Keterlibatannya Go-jek Indonesia sebagai agen pajak atau perusahaan penyedia jasa
aplikasi (application service provider/ASP) untuk pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dan pelaporan SPT Tahunan bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak (wp).
Sri Mulyani Menteri keuangan Indonesia, menyatakan konsep ini akan dimulai dari
layanan pajak. Sebelum masyarakat umum, maka kelompok pertama yang disasar adalah
sopir dan mitra Go-jek. Setelah terdata, maka selanjutnya diikuti dengan pemberian akses
keuangan kepada yang membutuhkan atau dikenal dengan nama inklusi keuangan.
Kerjasama ini dapat memungkinkan memonitoring bagaimana pemerintah dapat
mendukung Go-jek seperti dalam program usaha rakyat, kredit usaha rakyat, kredit mikro,
dengan kewajiban Go-jek untuk membayar pajak yang mencapai Rp 4,8 miliar
menggunakan pajak final 1% pada tahun 2017.

19
Dengan adanya layanan pembayaran GoPay, masyarakat bisa memanfaatkan berbagai
layanan mulai dari transfer, tarik tunai melalui rekening bank, pembayaran transaksi Go-jek
(lebih dari 50 persen melalui GoPay) hingga pembelian pulsa (Go-Pulsa). Masyarakat pun
kini mulai terbiasa melakukan transaksi non tunai melalui layanan Fintech GoPay. Untuk
kelancaran layanan, Go-jek juga bermitra dengan 17 bank dan dua jaringan ATM nasional.
Kehadiran GoPay dianggap mendorong tumbuhnya pembayaran digital. GoPay
bahkan mendapat penghargaan dari Bank Indonesia karena menjadi perusahaan yang
mendukung gerakan nasional non tunai. Lebih dari 300.000 mitra driver Go-jek menjadi
agen inklusi keuangan yang mempromosikan pembayaran non-tunai termasuk di luar Jawa.
Go-jek memiliki dampak bagi Perekonomian Nasional dan Masyarakat, sebagai
berikut:
1) Go-jek berkontribusi Rp 8,2 Triliun per tahun ke dalam perekonomian Indonesia
melalui penghasilan Mitra Pengemudi.
2) Diperkirakan terdapat tambahan Rp 682,6 Miliar per bulan yang masuk ke ekonomi
nasional semenjak mitra pengemudi bergabung dengan Go-jek.
3) Go-jek berkontribusi Rp 1,7 Triliun per tahun ke dalam perekonomian Indonesia
melalui penghasilan Mitra UMKM.
4) Diperkirakan terdapat tambahan Rp 138,6 Miliar per bulan yang masuk ke ekonomi
nasional semenjak Mitra UMKM bergabung dengan Go-Food.

Dampak bagi Mitra Pengemudi Go-jek mengurangi tekanan pengangguran dengan


memperluas kesempatan kerja. Demografi mitra pengemudi sebagai berikut:
1) Lulusan SMA (75%)
2) Lulusan Perguruan Tinggi (15%)
3) Berusia produktif, usia 20—39 tahun (77%)
4) Berstatus kerja penuh waktu (65%)
5) Memiliki tanggungan 2 orang atau lebih (78%)
GO-JEK meningkatkan penghasilan dan pengeluaran mitra pengemudi serta
kesejahteraan keluarga mitra pengemudi. Rata-rata pendapatan mitra pengemudi meningkat
(44%) sejak bergabung dengan GO-JEK.

20
Gambar 6 Grafik Penghasilan Mitra Pengemudi
Sumber : Penelitian Universitas Indonesia, 2016

Pendapatan rata-rata mitra pengemudi penuh waktu (Rp 3,48 juta per bulan) 1,25 kali
lebih besar daripada rata-rata upah minimum kota di 9 wilayah survei (Rp 2,8 juta per bulan).
(Sumber: Data dari Pemerintah Daerah yang diolah oleh peneliti).
Pendapatan rata-rata seluruh mitra pengemudi (Rp 3,31 juta) lebih tinggi dibandingkan
pendapatan pegawai pada umumnya:
Sebelum bermitra dengan GO-JEK, 76% mitra UMKM tidak melayani pengiriman
pesan- antar, dan 70% mitra UMKM go online karena Go-jek. Mitra UMKM dapat
beroperasi dengan lebih efisien dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar (82%
meningkat volume transaksi) dan 30% pengurangan biaya mitra UMKM. Berikut
merupakan dampak Go-jek bagi mitra UMKM:
1) 82% mitra UMKM mengalami peningkatan volume transaksi 85% di antaranya
mengalami peningkatan lebih dari 5%.

Gambar 7 Grafik Volume Transaksi setelah menjadi mitra UMKM


Sumber : Penelitian Universitas Indonesia, 2016

21
2) 43% mitra UMKM mengalami kenaikan klasifikasi omzet.

Gambar 8 Grafik rata-rata omzet dalam 1 minggu mitra UMKM


Sumber : Penelitian Universitas Indonesia, 2016

3) 76% mitra UMKM menginvestasikan kembali pendapatan tambahan yang mereka


dapatkan dari Go-jek
4) Go-Food membantu meningkatkan kesempatan usaha bagi Mitra UMKM yang baru
berdiri (57% baru memulai usaha di tahun 2016/2017). 84% mitra UMKM bergabung
dengan Go-jek untuk meningkatkan pemasaran. 73% mitra UMKM bergabung dengan
Go-jek untuk mengadopsi perkembangan teknologi.

Gambar 9 Grafik Pertimbangan untuk Bergabung Sebagai Mitra UMKM


Sumber : Penelitian Universitas Indonesia, 2016

5) Mayoritas mitra Mitra UMKM merasakan kemudahan dalam bergabung (91%) dan
menggunakan aplikasi Go-jek (97%). Mereka juga merasa dihargai dan diperlakukan
dengan adil oleh Go-jek: 30% merasa diuntungkan dengan menjadi mitra, 64% merasa
diposisikan setara.

22
Gambar 10 Grafik Persepsi Posisi Mitra UMKM Sebagai Mitra Gojek
Sumber : Penelitian Universitas Indonesia, 2016

C. Kaitan Studi Kasus dengan Perencanaan Wilayah dan Kota


Kebijakan ekonomi dapat digunakan untuk membangun wilayah dan kota dalam sector
ekonomi. Perkembangan e-commerce di Indonesia menjadi potensi untuk peningkatan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan PDB. Hal ini disebabkan
oleh tingginya pengaruh perdagangan dalam PDB.
Dengan adanya PKE-14 ini, jumlah pelayanan dan investasi start-up semakin
meningkat contohnya dengan adanya Go-jek. Selain itu, dengan adanya e-commerce dapat
menandakan bahwa kota tersebut dapat menjadi smart city.

23
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pemerintah Indonesia sedang meningkatkan perekonomian nasional, salah satu
langkah yang ditempuh adalah dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi XIV.
Pemerintah memiliki visi untuk menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kapasitas
digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada 2020. Indonesia adalah salah satu pengguna
internet terbesar di dunia. Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 21 Juli 2017, Presiden
Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 74 Tahun 2017
tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-
commerce) Tahun 2017-2019. Kebijakan ini akan mengutamakan dan melindungi
kepentingan nasional, khususnya terhadap UMKM serta pelaku usaha pemula (start-up).
E-commerce memiliki banyak kelebihan bagi pihak UMKM, pelanggan e-commerce,
dan masyarakat seperti memperluas pasar, dam membantu pemerintah dalam pemberian
pelayanan publik.
Seperti Kerjasama pemerintah dengan Perusahanan Go-jek ini dapat memungkinkan
memonitoring bagaimana pemerintah dapat mendukung Go-jek seperti dalam program
usaha rakyat, kredit usaha rakyat, kredit mikro, dengan kewajiban Go-jek untuk membayar
pajak yang mencapai Rp 4,8 miliar menggunakan pajak final 1% pada tahun 2017.
Dengan adanya layanan pembayaran GoPay, masyarakat bisa memanfaatkan berbagai
layanan mulai dari transfer, tarik tunai melalui rekening bank, pembayaran transaksi Go-jek
(lebih dari 50 persen melalui GoPay). Masyarakat pun kini mulai terbiasa melakukan
transaksi non tunai melalui layanan fintech GoPay. Kehadiran GoPay dianggap mendorong
tumbuhnya pembayaran digital. GoPay bahkan mendapat penghargaan dari Bank Indonesia
karena menjadi perusahaan yang mendukung gerakan nasional non tunai. Lebih dari 300.000
mitra driver GO-JEK menjadi agen inklusi keuangan yang mempromosikan pembayaran
non-tunai yang sesuai dengan program pemerintah.

B. Saran
E-commerce dapat membantu masyarakat untuk memulai usaha, terutama bagi
masyarakat yang tinggal tidak tinggal di pusat kota. Sehingga pemerintah seharusnya makin
meningkatkan pelayanan dan keamanan e-commerce serta melakukan pemerataan
jangkauan internet di seluruh Indonesia. Selain itu pemerintah dan swasta harus terus
mengenalkan e-commerce dan sistem pembayaran non tunai kepada masyarakat. Bukan
hanya pemerintah dan swasta yang harus bertintak, tetapi juga masyarakat seharusnya
terbuka terhadap perkembangan teknologi yang mempengaruhi perekonomian.

24
DAFTAR PUSTAKA

I Dewa, dkk. Dampak GO_JEK terhadap Perekonomian Indonesia.


Kominfo, 2016. Seiap Menjadi Raja Digital ASEAN?
Zaki, Reza, 2016. Paket Kebijakan e-commerce
Budi, Prasetyo. Perkembangan Electronic Commerce (E-Commerce) di Indonesia
Pradana, M. (2015). Klasifikasi Jenis-Jenis Bisnis E-Commerce. Jurnal Neo-bis, 33-38.

https://ekon.go.id/ekliping/view/paket-kebijakan-ekonomi-xiv.2862.html
https://dailysocial.id/post/paket-kebijakan-ekonomi-14-akan-banyak-mengatur-tentang-e-
commerce
http://navigasinews.com/2017/01/05/menko-perekonomian-e-commerce-untuk-percepatan-
pemerataan-ekonomi
https://ekbis.sindonews.com/read/1253597/34/bisnis-e-commerce-dinilai-sulit-bergerak-di-
daerah-1509536445

25

Anda mungkin juga menyukai