Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

PNEUMOTHORAX

DISUSUN OLEH:

JORDY PRAMADA 110100051


AYU MAHFUZA 110100011
NURHIDAYANI 110100044
SILVIA OCTARISA SURBAKTI 110100164
ANGELINA LOURDES 110100378
CAMELIA SEPTINA HUTAHAYAN 110100056
TIRZA YESLIKA 110100080
RIZKA FADHILA 110100032
SIVARANJINI 110100432
SURES RAJ 110100375

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2016
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Pneumothorax”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
penguji, dr. Dody Prabisma Pohan, Sp.B.TKV dan pembimbing kami, dr. Ivan
Rinaldi, yang telah meluangkan waktunya untuk memberi banyak masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya tepat
waktu.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat.Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, November 2016

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2. Tujuan......................................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3
2.1. Anatmoi Pleura........................................................................................3
2.2. Fisiologi Pleura........................................................................................4
2.3. Pneumotoraks..........................................................................................5
2.3.1 Definisi...........................................................................................5
2.3.2. Etiologi..........................................................................................5
2.3.3. Patofisiologi...................................................................................6
2.3.4. Klasifikasi......................................................................................7
2.3.5. Manifestasi Klinis........................................................................10
2.3.6. Diagnosis.....................................................................................10
2.3.7. Diagnosa Banding........................................................................15
2.3.8. Penatalaksanaan...........................................................................15
2.3.9. Komplikasi...................................................................................18
2.3.10. Pencegahan Pneumotoraks........................................................18
2.3.11. Rehabilitasi Pasien Pneumotoraks.............................................18
2.3.12. Prognosa....................................................................................19
BAB 3. LAPORAN KASUS..................................................................................20
BAB 4. DISKUSI DAN PEMBAHASAN.............................................................32
BAB 5. KESIMPULAN..........................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................36
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paru merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh kita. Paru berfungsi
sebagai alat pernafasan dimana paru merupakan tempat terjadinya pertukaran
antara gas O2 dengan gas CO2. Banyak permasalahan yang bisa terjadi pada paru
yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap sistem pernafasan, salah satunya
yaitu pneumotoraks.1
Trauma membunuh sekitar 150.000 orang setiap tahun dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat utama. Kecelakaan kendaraan bermotor
merupakan penyebab paling umum dari cedera parah dan World Health
Organization memperkirakan bahwa pada tahun 2020 cedera kendaraan akan
menjadi penyebab paling umum kedua kematian dan kesakitan di seluruh dunia.
Menurut data terbaru, lebih dari 10% trauma dan kecelakaan berakhir pada hasil
yang mematikan atau tingkat berat ketidakmampuan fisik. Trauma toraks
melingkupi seperempat dari kematian, dan dua-pertiga dari kematian ini terjadi
setelah pasien mencapai rumah sakit. Masalah utama adalah terkumpulnya udara
di rongga pleura menyebabkan pergeseran mediastinum yang mengarah darurat
yang mengancam jiwa.2
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara dalam rongga pleura.
Meskipun tekanan intrapleural negatif di sebagian besar siklus pernapasan, udara
tidak masuk ke dalam rongga pleura karena jumlah dari semua tekanan parsial gas
dalam rata-rata darah kapiler hanya 93,9 kPa (706 mmHg). Oleh karena itu, jika
udara hadir dalam ruang pleura, salah satu dari tiga peristiwa harus terjadi yaitu
komunikasi antara ruang alveolar dan pleura, komunikasi langsung atau tidak
langsung antara atmosfer dan ruang pleura atau adanya organisme yang
memproduksi gas dalam rongga pleura1.
Seluruh kejadian pneumotoraks yang terjadi di luar lingkungan rumah sakit
sangat sulit untuk ditentukan. Dalam sebuah studi besar di Israel, pneumotoraks
spontan terjadi pada 723 (60.3%) dari 1.199kasus, dimana218 adalah primer dan
505 yang sekunder. Pneumotoraks traumatic terjadi pada 403 (33.6%) pasien,
73(18.1%)di antaranya memiliki pneumotoraks iatrogenik. Dalam penelitian
terbaru, 12% pasien dengan dada tanpa gejala luka tusukan memiliki
pneumotoraks yang tertunda2.

1.2. Tujuan Penulisan

1. Memahami mengenai pneumothorax dan penatalaksanaan mengenai


pneumothorax

2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah di bidang


kedokteran.

3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan


ProfesiDokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Pleura


Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,
mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura
parietal.6Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura
interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari
otot dada dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal.
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura
viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi
pulmoner, sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus
frenikus serta mendapat aliran darah sistemik.3 Pleura visceral dan pleura parietal
terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.3

Gambar 1. Pleura visceral dan parietal3


Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura
tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan
selama proses respirasi. Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler
pleura, ruang interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah
intratoraks dan rongga peritoneum.Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh kapiler pleura dengan rongga
pleura sesuai hukum Starling serta kemampuan eliminasi cairan oleh sistem
penyaliran limfatik pleura parietal. Tekanan pleura merupakan cermin tekanan di
dalam rongga toraks.3

2.2. Fisiologi Pleura


Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan
menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi
pengembangan paru dalam proses respirasi.3
Tekanan pleura secara fisiologis memiliki dua pengertian yaitu tekanan
cairan pleura dan tekanan permukaan pleura.Tekanan cairan pleura mencerminkan
dinamik aliran cairan melewati membran dan bernilai sekitar -10 cmH2O.Tekanan
permukaan pleura mencerminkan keseimbangan elastik recoil dinding dada ke
arah luar dengan elastic rekoil paru ke arah dalam.Nilai tekanan pleura tidak
serupa di seluruh permukaan rongga pleura; lebih negatif di apeks paru dan lebih
positif di basal paru.Perbedaan bentuk dinding dada dengan paru dan faktor
gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura secara vertikal; perbedaan
tekanan pleura antara bagian basal paru dengan apeks paru dapat mencapai 8
cmH2O.Tekanan alveolus relatif rata di seluruh jaringan paru normal sehingga
gradien tekanan resultan di rongga pleura berbeda pada berbagai permukaan
pleura.Gradien tekanan di apeks lebih besar dibandingkan basal sehingga formasi
bleb pleura terutama terjadi di apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks
spontan. Gradien ini juga menyebabkan variasi distribusi ventilasi.3
Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul
fosfolipid yang diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili
mesotel sehingga terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi.
Proses tersebut bersama tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan oleh
gaya Starling dan tekanan elastik rekoil paru mencegah kontak antara pleura
viseral dan parietal walaupun jarak antarpleura hanya 10 μm.2,5 Proses respirasi
melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara mengalir melalui jalan
napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang mempertahankan
saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru (tekanan pleura) yang
melingkupi dan menekan saluran napas.Perbedaan antara kedua tekanan (tekanan
jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut tekanan transpulmoner. Tekanan
transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga memengaruhi jumlah
udara paru saat respirasi.3

2.3 Pneumotoraks
2.3.1 Definisi
Pneumotoraks adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura
antara paru-paru dan dinding dada3. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada
orang tanpa kondisi paru-paru kronis (primer) serta pada mereka dengan penyakit
paru-paru (sekunder), dan banyak pneumotoraks terjadi setelah trauma fisik dada,
cedera ledakan, atau sebagai komplikasi dari perawatan medis4.

2.3.2 Etiologi
1. Tension Pneumotoraks
Penyebab tersering tension Pneumotoraks adalah komplikasi penggunaan
ventilator dengan ventilasi tekanan positif pada penderita yang ada kerusakan
pada pleura visceral. Tension Pneumotoraks juga dapat timbul sebagai komplkasi
dari Pneumotoraks sederhana akibat dari cedera thorax tembus atau tajam dengan
perlukaan parenkim paru yang tidak menutup. Kadangkala defek atau perlukaan
pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension Pneumotoraks. Tension
Pneumotoraks juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang thorax yang
mengalami pergeseran.5
2. Pneumotoraks Terbuka
Defek atau luka yang besar pada dinding dada menyebabkan
Pneumotoraks terbuka. Tekanan didalam rongga pleura akan segera menjadi sama
dengan tekanan atmosfir. Jika luka pada dinding dada lebih besar dari 2/3
diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir melalui luka karena
mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan trakea. Akibatnya
ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia atau hiperkapnia.5

2.3.3 Patofisiologi
Pada orang normal, tekanan di rongga pleura adalah negatif sehubungan
dengan tekanan alveolar selama siklus pernapasan seluruh.Tekanan gradien antara
alveoli dan ruang pleura atau disebut tekanan transpulmonary adalah hasil dari
elastisitas yang melekat dari paru-paru.Selama pernapasan spontan tekanan pleura
juga negatif terhadap tekanan atmosfer.Ketika terjadi komunikasi antara alveolus
atau rongga udara lain yang ada didalam paru dengan rongga pleura, maka udara
akanmengalir dari alveolus ke dalam rongga pleura sampai tidak ada lagi
perbedaan tekanan diantara keduanya.5
1. Tension Pneumotoraks
Tension pneumotoraks terjadi ketika terjadi gangguan yang melibatkan pleura
visceral, pleura parietal, atau cabang trakeobronkial. Gangguan terjadi ketika
terbentuknya sistem aliran katup yangsatu arah, sehingga memungkinkan aliran
udara ke dalam rongga pleura, namun udara tidak bisa mengalir kembali keluar.
Volume udara yang nonabsorbable ini terusmeningkat di rongga pleura pada saat
inspirasi. Akibatnya, tekanan meningkat dalam hemithorax yang terkena dampak,
sehingga paru ipsilateral kolaps dan menyebabkan hipoksia. Tekanan lebih lanjut
menyebabkan pergeseran mediastinum ke sisi kontralateral dan terus menekan
paru-paru kontralateral dan pembuluh darah yang memasuki atrium kanan
jantung. Hal ini menyebabkan memburuknya hipoksia dan aliran darah balik
vena.5
Para peneliti masih memperdebatkan mekanisme yang tepat dari kolapsnya
sistem kardiovaskular, tetapi secara umum kondisi tersebut dapat berkembang dari
kombinasi efek mekanik dan hipoksia.Efek mekanik bermanifestasi sebagai
kompresi pada vena cavasuperior dan inferior karena pendorongan mediastinum
dan tekanan intrathoraks meningkat.Hipoksia menyebabkan peningkatan resistensi
pembuluh darah paru melalui vasokonstriksi. Jika tidak diobatiakan menyebabkan
hipoksemia, asidosis metabolik, dan penurunan cardiac output yang dapat
menyebabkan serangan jantung dan kematian.2
2. Traumatic Pneumotoraks
Sebuah traumatik pneumotoraks dapat terjadi oleh karenaadanya penetrasi ke
rongga dada ataupun adanya trauma dada nonpenetrating.Dengan terjadinya
trauma tembus pada dada, luka memungkinkan udara masuk ke rongga pleura
langsung melalui dinding dada atau melalui pleura visceral dari cabang
trakeobronkial.Pada trauma dada nonpenetrating,pneumotoraks dapat berkembang
karena pleura visceral terkoyak dikarenakan adanya patah atau dislokasi tulang
rusuk. Kompresi dada secara tiba-tiba meningkatkan tekanan alveolar, yang dapat
menyebabkan pecahnya alveolar.Apabila alveolus pecah, maka udara memasuki
ruang interstitial dan berpindah menuju baik pleura visceral ataupun mediastinum.
Sebuah pneumotoraks terjadi ketika baik pleura visceral maupun pleura
mediastinal pecah, sehingga memungkinkan udara masuk kedalam rongga pleura.2
2.3.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan penyebab
 Pneumotoraks Spontan
- Primer (tidak diketahui dengan pasti penyebabnya)
Pneumotoraks spontan primer diperkirakan terjadi karena rupture dari bleb
emfisematous di subpleura, yang biasanya terletak pada apeks paru-paru.Bleb
dapat ditemukan pada lebih dari 75% pasien yang menjalani thorakoskopi sebagai
terapi dari pneumotoraks spontan primer.Patogenensis terjadinya bleb subpelural
ini masih belum jelas.Bleb-bleb seperti ini dihubungkan dengan abnormalitas
congenital, inflamasi dari bronkiolus, dan gangguan pada ventilasi
kolateral.Angka kejadian pneumotoraks spontan berhubungan dengan tingkat
merokok seseorang.Sangat mungkin bahwa penyakit yang diinduksi oleh merokok
pada saluran napas kecil berkontribusi terhadap terbentuknya bleb
subpleural.Pasien dengan pneumotoraks primer spontan biasanya lebih tinggi dan
lebih kurus daripadi orang control.Selain itu, terdapat suatu kecenderungan
berkembangnya pneumotoraks primer spontan karena diwariskan6.
- Sekunder (latar belakang penyakit paru)
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyebab tersering pada
pasien dengan pneumotoraks spontan sekunder, walau sebenernya hampir semua
penyakit paru-paru telah diasosiasikan dengan pneumotoraks spontan sekunder.
Pada suatu penelitian denfan 505 pasien dengan pneumotoraks spontan sekunder,
348 pasien memiliki PPOK, 93 memilki tumor, 25 sakkoidosis, 9 tuerkulosis, 16
memiliki infeksi pulmo lainnya, dan 13 memiliki penyakit lain. Pada pasien
dengan PPOK, insidensi terjadinya pneumotoraks spontan sekunder meningkat
dengan progresifitas keparahan PPOK. Salah satu penyebab tersering dari
pneumotoraks spontan sekunder adalah infeksi Pneumocystis jirovecii (dulu
disebut carinii) pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS). Selain itu, terdajat insidensi tinggi penumothoraks spontan pada pasien
dengan sistik fibrosis.6
 Pneumotoraks Traumatik
Penumothoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.6
- Iatrogenik ( akibat tindakan medis)
Aksidental (terjadi karena kesalahan/komplikasi tindakan). Terjadi pada
misalnya tindakan parasentesis dada, biopsy pleura, biopsy transbronkial,
biopsy/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentralis, barotraumas (ventilasi
mekanik).6
- Bukan iatrogenik (akibat jejas kecelakaan)
Insidensi terjadinya pneumotoraks setelah adanya jejas tumpul tergantung
dari derajat keparahan trauma.Pneumotoraks traumatic dapat terjadi karena trauma
dada yang penetrasi maupun tidak penetrasi.Pada trauma dada penetrasi,
mekanisme pneumotoraks dapat dengan mudah dimengerti karena luka
memperbolehkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura melalui rongga dada
atau melalui pleura viseralis dari pohon trakeobronkial.Pada trauma dada yang
tidak penetrasi, suatu pneumotoraks dapat terjadi apabila pleura viseralis
terlaserasi secara sekunder karena adanya fraktur atau dislokasi iga. Walaupun
demikian, pada mayoritas pasien dengan pneumotoraks sekunder terhadap trauma
tidak penetrasi tidak terdapat assosiasi dengat fraktur iga. Pada kasus seperti itu,
dipikirkan bahwa kompresi dada tiba-tiba, secara mendadak meningkatkan
tekanan alveolar, yang dapat menyebabkan rupture alveolar.Apabila sudah terjadi
rupture alveolar, udara dapat memasuki ruang interstitial dan berjalan ke pleura
viseralis atau mediastinum.Suatu pneumotoraks terjadi baik saat ruptu pleura
viseralis maupun mediastinalis yang memperbolehkan udara untuk memasuki
rongga pleura.6
2. Klasifikasi berdasar jenis fistula:
 Pneumotoraks tertutup (simple Pneumotoraks)
Suatu pneumotoraks dimana tidak ada defek/ luka terbuka dari dinding
dada.6
 Pneumotoraks terbuka
Defek besar dinding toraks yang tetap terbuka dapat memicu
pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks terbuka/ open pneumothorax/ sucking chest
wound merupakan gangguan pada dinding dada karena adanya hubungan
langsung antara rongga pleura dan lingkungan sehingga tekanan atmosfer dan
intratorakal segera mencapai titik seimbang.7,8
Keadaan pneumotoraks terbuka ini sering disebabkan oleh adanya
penterasi langsung dari benda tajam pada dinding dada penderita sehingga
menimbulkan luka atau defek pada dinding dada.Dengan adanya defek tersebut
yang merobek pleura parietal, sehingga udara dapat masuk ke dalam rongga
pleura.Terjadinya hubungan antara udara pada rongga pleura dan udara
dilingkungan luar, sehingga menyebabkan samanya tekanan pada rongga pleura
dengan udara di diatmosper. Jika ini didiamkan akan sangat membahayakan pada
penderita.9
Dikatakan pada beberapa literature jika sebuah defek atau perlukaan pada
dinding dada lebih besar 2/3 dari diameter trakea ini akan menyebabkan udara
akan masuk melalui perlukaan ini, disebabkan tekanan yang lebih kecil dari
trakea. Akibat masuknya udara lingkungan luar ke dalam rongga pleura ini yang
berlangsung lama, maka kolaps paru tak terhindarkan dan berlanjut gangguan
ventilasi dan perfusi oksigen kejaringan berkurang sehingga menyebabkan
sianosis sampai distress respirasi.7,9
 Tension pneumotoraks
Suatu tension pneumotoraks dikatakan dapat ditemukan saat tekanan
intrapleural melebihi tekanan atmosfer selama ekspirasi dan terkadang saat
inspirasi juga.Pada kebanyakan pasien, tension pneumotoraks didapatkan dari
penerimaan tekanan positif ke dalam saluran nafasnya, baik dari ventilasi mekanik
atau saat resusitasi. Untuk sebuah tension pneumotoraks untuk berkembang pada
seseorang yang secara spontan bernapas, suatu mekanisme katup satu aliran harus
ada supaya lebih banyak udara dapat memasuki rongga pleura saat inspirasi
saripada saat ekspirasi, sehingga udara berakumulasi di rongga pleura pada
tekanan yang positif.6

2.3.5 Manifestasi Klinis


Gejala utama pada pneumotoraks adalah nyeri dada dan sesak napas, yang
terjadi pada 95% pasien.13 Pasien biasanya mengalami sesak napas dengan riwayat
nyeri dada sebelumnya, dan batuk-batuk. Nyeri dada yang dirasakan bersifat
tajam seperti ditusuk dan sangat sakit. Nyeri biasanya menjalar ke pundak
ipsilateral dan memberat pada saat inspirasi (pleuritik). Sesak sering mendadak
dan semakin lama semakin berat terutama setelah adanya pencetus (auslosend
moment) seperti batuk keras, bersin, mengangkat barang-barang berat, buang air
kecil atau mengejan. Batuk, hemoptisis, orthopnea, dan sindroma Horner
merupakan manifestasi yang jarang pada pneumotoraks. Beberapa persen pasien
dengan asimptomatik atau hanya mengeluhkan malaise menyeluruh.10,11,12

2.3.6 Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang:11
a. Anamnesis11
- Pneumotoraks spontan biasanya muncul saat istirahat.
- Tanyakan dan periksa faktor resiko: perokok, usia 18-40 tahun,
bertubuh tinggi dan kurus, atau kehamilan.
- Riwayat penyakit paru, baik akut maupun kronis. Tanyakan juga
mengenai trauma, jenis trauma, mekanisme, waktu terjadi, dan
sebagainya.
- Tanyakan riwayat pneumotoraks sebelumnya untuk kemungkinan
rekurensi.
- Eksplorasi gejala dan tanda dari manifestasi klinis pneumotoraks.

b. Pemeriksaan Fisik12
- Pasien tampak sesak ringan-berat tergantung kecepatan udara yang
masuk serta ada tidaknya klep. Penderita bernapas tersengal, pendek-
pendek dengan mulut terbuka, seperti ikan hidup yang berada di luar
air.
- Sesak napas dengan/atau tanpa sianosis
- Penderita tampak sakit mulai ringan-berat. Badan tampak lemah dan
dapat disertai syok. Bila pneumotoraks baru terjadi penderita
berkeringat dingin

Tabel 2.1. Pemeriksaan Fisik Pneumotoraks


Inspeksi - Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit.
- Pada waktu ekspirasi, bagian yang sakit gerakannya
tertinggal.
- Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
Palpasi - Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar.
- Iktus terdorong ke sisi toraks yang sehat.
- Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang
sakit.

Perkusi - Suara ketok pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani
dan tidak menggetar.
- Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi.
Auskultasi - Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang.
- Suara napas terdengar amforik bila fistel bronkopleura
yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka.
- Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta
bronkofoni negatif.
Coin Test
Pada auskultasi dada dengan menggunakan ketokan dua uang
logam yang satu ditempelkan di dada dan yang lain diketokkan
pada uang logam yang pertama. Terdengar bunyi metalik yang
dapat didengar dengan telinga yang ditempelkan di punggung. Jika
pneumotoraks tadi sebenarnya suatu bula, maka suara metalik
tidak akan terdengar.

c. Pemeriksaan Penunjang12,13
A. Foto Thoraks
Bagian pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
Adakala rongga ini sangat sempit sehingga hampir tidak tampak, sehingga perlu
diamati dengan teliti.
Sebaliknya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak sepeti
massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang
luas sekali.Besar kolaps paru tidak berkaitan dengan berat ringan sesak napas
yang dikeluhkan.
Perlu diamati ada tidaknya pendorongan.Apabila ada, pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan:
- Pneumomediastinum: terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks.
- Emfisema subkutan: dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit.
- Bila ada cairan di dalam rongga pleura: akan tampak permukaan
cairan sebagai garis datar di atas diafragma.
Gambar 2. Pneumotoraks dextra total akibat tusukan14

Gambar 3. Pneumotoraks spontan sekunder kecil13

B. Analisa Gas Darah


Pemeriksaan laboratorium ini untuk mengetahui keadaan hipoksemia dan
hiperkarbia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan.Pada
pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
C. CT-Scan Thorax
Dengan pemeriksaan radiologi ini akan lebih spesifik dalam
membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara
pneumotoraks spontan dan primer.

Gambar 4. Gambaran CT Scan dengan PSS13


2.3.7 Diagnosa Banding7
- Diseksi Aorta Akut
- Sindroma Koroner Akut
- Perikarditis Akut
- Laserasi dan Ruptur Esophagus
- Gagal Jantung
- Infark Miokard
- Emboli Paru
- Fraktur Iga

2.3.8 Penatalaksanaan
1. Tension Pneumotoraks
Tension Pneumotoraks membutuhkan dekompresi segera dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar
pada sela iga 2 garis midclavikula pada hemithorax yang terkena. Tindakan ini
akan mengubah tension Pneumotoraks menjadi Pneumotoraks sederhana. Evaluasi
ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan
selang dada pada sela iga ke 5 di anterior garis midaxilaris.5
2. Pneumotoraks Terbuka
Penilaian dan tatalaksan awal pasien dengan trauma toraks terdiri dari
primary survey, resusitasi fungsi vital, secondary survey yang teliti dan
penanganan definitif.Mengingat hipoksia adalah manifestasi paling serius pada
trauma toraks maka intervensi awal ditujukan untuk mencegah atau memperbaiki
hipoksia.Secondary survey dilakukan berdasarkan anamnesis trauma dan
kecurigaan tinggi akan adanya trauma yang spesifik. Primary survey pada pasien
trauma toraks dimulai dari saluran pernafasan. Permasalahan utama harus segera
diatasi saat teridentifikasi.8
Pada trauma dada ada 3 faktor penyebab yang menyebabkan nyawa korban
terancam yaitu, perdarahan, penurunan cardiac output, dan distress pernapasan.
Pada perdarahan sangat sulit untuk diidentifikasi, akibat trauma tumpul atau
trauma tajam yang mengenai pembuluh darah pada rongga toraks. Penurunan
cardiac output mungkin diakibatkan penekananan yang disebabkan oleh udara
yang menumpuk pada rongga pleura dan mendesak mediastinum sehingga
menekan dari cabang vena cava, penurunan dari aliran darah balik vena sehingga
cardiac output menurun.Distress respirasi disebabkan oleh desakan dari
penumpukan udara pada rongga pleura sehingga paru-paru yang terdesak akan
menjadi kolaps. Penderita dengan dengan trauma dada, fokus utama yang kita
perhatikan pada breathing, gejala harus dapat ditangani pada awal penilaian.9
Bantuan hidup dasar yang diberikan, pertama, melihat lapang tidaknya
jalan napas (airway), dengan melakukan manuver head tilt, chin lift, dan jaw
thrus jika korban dicurigai mengalami cedera cervical. Disini dilihat apakah ada
sumbatan jalan napas, yang diakibatkan oleh trauma, dilihat pergerakan napas
korban ada atau tidak, terdapat sumbatan atau tidak dari jalan napas korban seperti
benda asing atau cairan, sehingga sumbatan jalan napas dari benda asing dapat
dihilangkan. Setelah itu kita berlanjut pada breathing, disini kita evaluasi dari
pergerakan dada korban apakah simetris atau tidak, kita lihat juga distensi dari
pembuluh darah vena pada leher, luka yang terbuka, penderita biasanya akan
terlihat gelisah akibat kesulitan bernapas. Pemberian oksigen terapi sangat
diperlukan pada keadaan ini, karena pemberian terapi oksigen 100% dapat
meningkatkan absropsi udara pada pleura, oksigen terapi 100% diberikan untuk
menurunkan tekanan alveolar terhadap nitrogen, sehingga nitrogen dapat
dikeluarkan dan oksigen dapat masuk melalui sistem vaskular, terjadi perbedaan
tekanan antara pembuluh kapiler jaringan dengan udara pada rongga pleura,
sehingga terjadi peningkatan absorpsi dari udara pada rongga pleura.9
Pada pneumotorak terbuka, yang terdapat luka yang menganga pada
dinding dada dan udara masuk melalui perlukaan tersebut. Penanganan awal yang
dapat dilakukan ialah penutupan luka terbuka tersebut dengan lapisan penutup
steril yang cukup lebar menutupi tepi defek dan diplester pada tiga sisi
membentuk efek flutter-type valve. Saat inspirasi, kassa akan menutup defek dan
mencegah udara luar masuk, sedangkan saat ekspirasi bagian terbuka kassa akan
membuka sehingga udara keluar dari rongga pleura. Karena jika kita tutup pada ke
empat sisinya, pneumotoraks terbuka ini akan berubah menjadi pneumotoraks
terdesak/ tension pneumothorax, akibat udara yang masuk tidak dapat keluar, dan
terperangkap di rongga pleura.9
Tata laksana berikutnya adalah pemasangan pipa torakostomi digunakan
pada pneumotoraks dengan gejala klinis sulit bernapas yang sangat berat, nyeri
dada, dan hipoksia. Pada penggunaannya pipa torakostomi disambungkan dengan
alat yang disebut WSD (water seal drainage). WSD mempunyai 2 komponen
dasar yaitu, ruang water seal yang berfungsi sebagai katup satu arah berisi pipa
yang ditenggelamkan dibawah air, untuk mencegah air masuk kedalam pipa pada
tekanan negatif rongga pleura. dan ruang pengendali suction. WSD dilepaskan
bila paru-paru sudah mengembang maksimal dan kebocoran udara sudah tidak
ada. Pemasangan WSD ialah tidak berdekatan dengan lokasi defek. Lokasi ideal
pemasangan WSD adalah setingkat puting payudara, yakni sela iga V sebelah
anterior pada linea midaksilaris ipsilateral.7
Pada sirkulasi (circulation) kita menilainya dengan meraba denyut nadi,
untuk mengevaluasi kemungkinan tanda-tanda syok pada korban (denyut nadi
cepat dan lemah, akral dingin, laju pernafasan,dll) jika denyut nadi tidak teraba
langsung berikan kompresi sebanyak 30 kali dengan memberikan 2 kali napas
bantuan.9
Pemberian terapi cairan secara intravena dilakukan untuk resusitasi awal
pada penderita pneumotoraks dengan keadaan syok, dengan pemasangan kateter
intravena ukuran besar (minimum 16 gauge) dengan pemberian larutan elektrolit
isotonik, untuk menstabilkan volume vasukuler dengan mengganti cairan pada
ruang interstisial dan intraseluler.9

2.3.9 Komplikasi
Komplikasi pada pemasangan Water Seal Drainage adalah perdarahan,
infeksi dan edema reexpansion paru. Penyumbatan tabung dada dapat
meyebabkan pericardial tamponade, tension Pneumotoraks, atau infeksi sebuah
empiema. Semua ini dapat menyebabkan perawatan rumah sakit yang
berkepanjangan dan bahkan kematian.Dokter bedah sering menggunakan tabung
berdiameter lebih besar untuk meminimalkan potensi untuk menyumbat namun
memberikan kotribusi yang signifikan terhadap rasa sakit dada.Cedera pada limpa,
hati atau diafragma adalah memungkinkan jika tabung ditempatkan pada inferior
rongga pleura. Komplikasi ringan termasuk hematoma subkutan atau seroma,
gelisah, sesak nafas dan batuk(setelah volume cairan yang benyak dikeluarkan,
emfisema subkutan menunjukkan back pressure diciptakan oleh drain tersumbat.5

2.3.10 Pencegahan Pneumotoraks12


1. Pada penderita PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik-baiknya,
terutama bila penderita batuk. Pemberian bronkodilator, antitusif ringan
sering dilakukan dan penderita dianjurkan kalau batuk jangan terlalu kuat.
Penderita juga tidak boleh mengangkat barang berat atau mengejan terlalu
kuat.
2. Penderita tuberkulosis (TB) paru, harus diobati dengan baik sampai tuntas.
Lebih baik lagi, bila penderita TB masih dalam tahap lesi minimal,
sehingga penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang
berarti.

2.3.11 Rehabilitasi Pasien Pneumotoraks12


1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara baik untuk penyakit dasar.
2. Untuk sementara waktu (dalam beberapa minggu) penderita dilarang
mengejan, mengangkat barang berat, batuk/bersin terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluahan batuk,
sesak napas.

2.3.12 Prognosa
Berat ringannya keadaan penderita tergantung dengan:12
1. Tipe pneumotoraks:
a. Pneumotoraks tertutup atau terbuka sering tidak berat.
b. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif sering dirasakan lebih
berat.
2. Keadaan paru yang lain serta ada tidaknya obstruksi jalan napas.
Jika pneumotoraks diidentifikasi dan ditangani dengan cepat
prognosanya baik.Angka rekurensi pneumotoraks simpel bisa mencapai 30% pada
ipsilateral dan 10% pada kontralateral.Insidens rekurensi yang tinggi tercatat
setelah episode pertama dari pneumotoraks sekunder dan pasien yang memilki
kegiatan/aktivitas menyelam.Pasien dengan kistik fibrosis memiliki angka
rekurensi yang tinggi.Jika tension pneumotoraks yang diakibatkan oleh trauma
dan syok dan hipoperfusi prognosanya buruk.Jika pasien disertai dengan hipoksia
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak.Rekurensi lebih
sering terjadi pada pasien yang merokok, PPOK, dan HIV.Prediktor rekurensi ini
termasuk pulmonary fibrosis, umur muda, dan peningkatan rasio tinggi per berat.14

BAB 3
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Darma Syaputra Naipospos
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 49 tahun
No. Rekam Medik : 00.68.83.22
Tanggal masuk : 5 Oktober 2016

ANAMNESIS
Keluhan utama : sesak napas
Telaah : Hal ini dialami sejak ± 8 jam sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya OS bersama temannya berantam dan OS dibacok
dengan pisau oleh temannya di dada kiri. OS sadar pada
saat kejadian. Mual (-), muntah (-). OS sebelumnya dirawat
di RS luar dengan terpasang kateter.

RPT :-
RPO :-

STATUS PRESENS
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah :100/80mmHg
Nadi :107x/menit
Pernafasan :26x/menit
Suhu :37.0⁰C

PRIMARY SURVEY
A : S/G/C tidak dijumpai, clear, terpasang sungkup
B : nafas spontan, RR = 26x/i , SpO2 = 99%
C : TD = 100/80 , Akral P/H/K, CRT<2 dtk
D : AVPU = Alert, Pupil :ØD=±3 mm,isokor , RC (+)
E : undress, logroll

SECONDARY SURVEY
Kepala
Mata: pupil isokor Ø 3mm, refleks cahaya (+/+),konjungtiva palpebra inferior
pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), anemis (+).
Telinga/ hidung/ mulut: dalam batas normal
Leher :TVJ R-2 cm H2O
Toraks
Inspeksi : tampak luka terbuka pada hemithorax kiri dengan sucking chest
wound
Palpasi : stem fremitus kiri lemah
Perkusi : hipersonor pada dada kiri
Auskultasi : suara paru kiri menghilang
Abdomen
Inspeksi : visible peristaltic (-), distensi (-), luka bakar (-)
Palpasi :soepel (+), tenderness (-),
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Ekstremitas : luka laserasi pada cruris, darah (-)
Anogenital : laki-laki, anus dijumpai.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium
5 Oktober 2016 (IGD)
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 7,90 11,3 – 14,1
Eritrosit (RBC) 105/mm3 2,82 4.40 – 4.48
Leukosit (WBC) 103/mm3 29,200 4000 – 11000
Hematokrit % 24 37 – 41
Trombosit (PLT) 103/mm 211,000 150 – 450
MCV Fl 85 81 – 95
MCH Pg 28 25 – 29
MCHC g% 32,9 29 – 31
RDW % 14,3 11.6 – 14.8
MPV fL 9,6 7.0 – 10.2
PCT % 0,200 0,100-0,500
PDW fL 9,5 10,0-18,0

Hitung jenis
 Neutrofil % 91 37 – 80
 Limfosit % 3,70 20 – 40
 Monosit % 5,20 2–8
 Eosinofil % 0,00 1–6
 Basofil % 0,10 0–1
 Neutrofil Absolut 103/µl 26,56 2.4 – 7.3
 Limfosit Absolut 103/µl 1,07 1.7 – 5.1
 Monosit Absolut 103/µl 1,53 0.2 - 0.6
 Eosinofil Absolut 103/µl 0,00 0.10 – 0.30
 Basofil Absolut 103/µl 0,04 0 – 0.1
AGDA
pH 7,142 7.35-7.45
pCO2 mmHg 40,2 38-42
pO2 mmHg 150,6 85-100
Bikarbonat (HCO3) mmol/L 13,4 22-26
Total CO2 mmol/L 14,7 19-25
Kelebihan Basa (BE) mmol/L -14,9 (-2)-(+2)
Saturasi O2 % 98,3 95-100
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) mg/ dL 192 <200
GINJAL

Blood Urea Nitrogen mg/dL 13 9-21

Ureum mg/ dL 28 <50


Kreatinin mg/ dL 1,09 0.32 – 0.59
Elektrolit
Natrium (Na) mEq/L 143 135 – 155
Kalium (K) mEq/L 4,1 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) mEq/L 109 96 – 106

Foto Thorax :
Tidak tampak kelainan radiologis dari jantung dan paru. Fraktur pada scapula kiri.
ECG : normal sinus rhytem

DIAGNOSA KERJA
Open Pneumothoraks d/t Penetrating Thoracal Stab Wound o/t (L) hemithorax

PENATALAKSANAAN
 O2 10L/i via sungkup
 Pemasangan double IV line 16 G. IVFD RL cor 4 Fls, Hess 2 Fl, PRC 1 bag
 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
 Inj Ketorolac 30mg / 8 jam
 Inj Ranitidin 50mg /12 jam
 Tetagram 250 IU
 Plester 3 posisi pada dada kiri
 Terpasang kateter
 Cek lab (DR,KGD, RFT,AGDA)
 Foto Thorax PA erect
 Cross match 3 bag PRC– rencana tranfusi

FOLLOW UP
06 Oktober 2016 ( assesment dari Bedah )
S: sesak napas (-)

O : sensorium:compos mentis HR:98x/m RR: 22x/m T: 36,7 C

A: Penetrating Thoracal Stab Wound o/t (L) hemithorax

 P: -
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
 Inj Ketorolac 30mg / 8 jam
 Inj Ranitidin 50mg /12 jam
 Pemasangan chest tube dan thorax drain
R:

07 Oktober 2016

S: sesak napas (-)

O : sensorium:compos mentis TD: 130/80 mmHg, HR:100x/m RR: 20x/m T: 37C

Chest tube (+), undulasi (+)

A: Post Insersi Chest tube + WSD d/t Penetrating Thoracal Stab Wound + Open
Pneumothorax

 P: -
 Diet SV 2100 kkal
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
 Inj Ketorolac 30mg / 8 jam
 Inj Ranitidin 50mg /12 jam
 Inj Gentamisin 80mg/12 jam
 Inj. Metronidazol 500m/12 jam
R:

08 Oktober 2016 ( assesment dari Bedah )

S: sesak (-)

O : sensorium:compos mentis TD: 130/80 mmHg, HR:100x/m RR: 20x/m T: 37C


Chest tube (+), undulasi (+)

A: Post Insersi Chest tube + WSD d/t Penetrating Thoracal Stab Wound + Open
Pneumothorax

 P:
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
 Inj Ketorolac 30mg / 8 jam
 Inj Ranitidin 50mg /12 jam
 Inj Gentamisin 80mg/12 jam
 Inj. Metronidazol 500m/12 jam
R: foto thorax PA erect

09 Oktober 2016 ( assesment dari Bedah )

S: sesak (-)

O : sensorium:compos mentis TD: 130/80 mmHg, HR:90x/m RR: 20x/m T: 37C

Chest tube (+), undulasi (+)

A: Post Insersi Chest tube + WSD d/t Penetrating Thoracal Stab Wound + Open
Pneumothorax

 P: - Tirah baring
 Diet MB
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
 Inj Ketorolac 30mg / 8 jam
 Inj Ranitidin 50mg /12 jam
R:
Foto Thorax : - Tampak infiltrat di perihilar parakardial kanan

- WSD terpasang dengan ujung setinggi intercostal 3-4 posterior

- Tampak fraktur pada margolateral sampai margo superior os scapula kiri

Kesimpulan : susp. Kontusio dd/ infeksi dengan WSD sisi kiri terpasang disertai
fraktur skapula kiri.

10 Oktober 2016

S: sesak (-)

O : sensorium:compos mentis TD: 130/80 mmHg, HR:88x/m RR: 20x/m T:


36,7C

Chest tube (+), undulasi (+)

A: Post Insersi Chest tube + WSD d/t Penetrating Thoracal Stab Wound + Open
Pneumothorax

 P: - Tirah baring
 Diet MB
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
 Inj Ketorolac 30mg / 8 jam
 Inj Ranitidin 50mg /12 jam
R: (-)
11 October 2016

S: sesak (-)

O : sensorium:compos mentis TD: 130/80 mmHg, HR:88x/m RR: 20x/m T:


36,7C

Chest tube (+), undulasi (+), produksi drain= 70cc/24 jam

A: Post Insersi Chest tube + WSD d/t Penetrating Thoracal Stab Wound + Open
Pneumothorax o/t (L) hemithorax

 P: - Tirah baring
 Diet MB
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
 Inj Ranitidin 50mg /12 jam
 Paracetamol tab 3x500 mg

13 October 2016

S: sesak (-)

O : sensorium:compos mentis TD: 130/80 mmHg, HR:88x/m RR: 20x/m T:


36,7C

Chest tube (+), undulasi (+), produksi drain= (-)

A: Post Insersi Chest tube + WSD d/t Penetrating Thoracal Stab Wound + Open
Pneumothorax o/t (L) hemithorax

 P: - Tirah baring
 Diet MB
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
 Inj Ranitidin 50mg /12 jam
 Paracetamol tab 3x500 mg
R: - aff thorax drain

- Foto thorax post aff drain


- Aff catheter
Foto Thorax : - sinus phrenikokostalis kanan terselubung

- Tidak tampak infiltrat pada kedua lapang paru

- Jantung ukuran membesar

- Tulang-tulang dan soft tissue baik

Kesimpulan : kardiomegali – pleura efusi kanan

14-18 October 2016

S: nyeri di daerah chest tube (-), sesak (-), luka kering

O : sensorium:compos mentis TD: 130/80 mmHg, HR:88x/m RR: 20x/m T:


36,7C

A: Post Insersi Chest tube + WSD d/t Penetrating Thoracal Stab Wound + Open
Pneumothorax o/t (L) hemithorax

 P:
 Diet MB
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
 Inj Ranitidin 50mg /12 jam
 Paracetamol tab 3x500 mg
R:

19 Oktober 2016

S: (-)

O : sensorium:compos mentis TD: 120/80 mmHg, HR:88x/m RR: 20x/m T:


36,7C

A: Post Insersi Chest tube + WSD d/t Penetrating Thoracal Stab Wound + Open
Pneumothorax o/t (L) hemithorax

 P: - cefadroxil tab 2x1


 Ranitidin tab 2x1
 Paracetamol tab 3x1
R: PBJ

BAB 4
DISKUSI

TEORI KASUS
Pneumotoraks adalah kumpulan dari Pasien berusia 49 tahun mengalami
udara atau gas dalam rongga pleura open pneumothorax akibat trauma
antara paru-paru dan dinding dada. benda tajam pada dada kiri.
Banyak pneumotoraks terjadi setelah
trauma fisik dada, cedera ledakan,
atau sebagai komplikasi dari
perawatan medis
Etiologi Pasien ini mengalami Pneumothoraks
1. Tension Pneumotoraks terbuka.
Penyebab tersering tension
Pneumotoraks adalah komplikasi
penggunaan ventilator dengan
ventilasi tekanan positif pada
penderita yang ada kerusakan pada
pleura visceral. Tension Pneumotoraks
juga dapat timbul sebagai komplkasi
dari Pneumotoraks sederhana akibat
dari cedera thorax tembus atau tajam
dengan perlukaan parenkim paru yang
tidak menutup.
2. Pneumotoraks Terbuka
Defek atau luka yang besar pada
dinding dada menyebabkan
Pneumotoraks terbuka.

Manifestasi Klinis Pasien datang dengan keluhan sesak


Gejala utama pada pneumotoraks napas dan nyeri dada. Serta pada
adalah nyeri dada dan sesak napas, pemeriksaan fisik tampak luka terbuka
yang terjadi pada 95% pasien.13 Pasien pada hemithorax kiri dengan sucking
biasanya mengalami sesak napas chest wound.
dengan riwayat nyeri dada
sebelumnya, dan batuk-batuk. Nyeri
dada yang dirasakan bersifat tajam
seperti ditusuk dan sangat sakit. Nyeri
biasanya menjalar ke pundak
ipsilateral dan memberat pada saat
inspirasi (pleuritik).
Pada Pneumothoraks terbuka tanda
dan gejala klinis yang timbul berupa
gerakan abnormal jaringan dan organ
dalam mediastinum selama gerakan
pernapasan dan luka menghisap
(sucking chest wound).
Penanganan Penanganan di IGD
Pneumotoraks Terbuka  O2 10L/i via sungkup
Penilaian dan tatalaksan awal pasien  Pemasangan double IV line 16G.
dengan trauma toraks terdiri dari IVFD RL cor 4 Fls, Hess 2 Fl, PRC

primary survey, resusitasi fungsi vital, 1 bag


 Inj Ceftriaxon 1g /12 jam
secondary survey yang teliti dan  Inj Ketorolac 30mg / 8 jam
penanganan definitif. Pada  Inj Ranitidin 50mg /12 jam
 Tetagram 250 IU
pneumotorak terbuka, yang terdapat
 Plester 3 posisi pada dada kiri
luka yang menganga pada dinding  Terpasang kateter
dada dan udara masuk melalui
- Pasien dipasang chest tube dan
perlukaan tersebut. Penanganan awal
WSD
yang dapat dilakukan ialah penutupan
luka terbuka tersebut dengan lapisan
penutup steril yang cukup lebar
menutupi tepi defek dan diplester pada
tiga sisi membentuk efek flutter-type
valve. Saat inspirasi, kassa akan
menutup defek dan mencegah udara
luar masuk, sedangkan saat ekspirasi
bagian terbuka kassa akan membuka
sehingga udara keluar dari rongga
pleura. Karena jika kita tutup pada ke
empat sisinya, pneumotoraks terbuka
ini akan berubah menjadi
pneumotoraks terdesak/ tension
pneumothorax, akibat udara yang
masuk tidak dapat keluar, dan
terperangkap di rongga pleura.
Tata laksana berikutnya adalah
pemasangan pipa torakostomi
digunakan pada pneumotoraks dengan
gejala klinis sulit bernapas yang
sangat berat, nyeri dada, dan hipoksia.
Pada penggunaannya pipa torakostomi
disambungkan dengan alat yang
disebut WSD (water seal drainage)

BAB 5
KESIMPULAN

DSN, laki-laki, usia 49 tahun datang ke RSUP Haji Adam Malik dengan keluhan
sesak napas yang dirasakan os sejak 8 jam SMRS. OS dibacok dengan pisau oleh
temannya di dada kiri. OS sadar pada saat kejadian. Mual (-), muntah (-). OS
sebelumnya dirawat di RS luar dengan terpasang kateter. OS didiagnosa dengan
Open Pneumothoraks d/t Penetrating Thoracal Stab Wound o/t (L) hemithorax
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. OS
dilakukan pemasangan plester 3 posisi, chest tube dan WSD.

DAFTAR PUSTAKA
1. Noppen, M, 2010, Spontaneous Pneumothorax: Epidemiology, Pathophysiology
and Cause, Europian Respiratory Review.
2. Sharma, A ., Jinda, P., 2008, Principles of Diagnosis and Management of
Traumatic Pneumothorax, J Emerg Trauma Shock. 2008 Jan-Jun; 1(1): 34–41.
3. Pratomo, IP., 2013. Anatomi dan Fisiologi Pleura. Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUP
Persahabatan, Jakarta, Indonesia
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
5. ATLS, 2004. Advance Trauma Life Support For Doctors. American College of
Surgeons Committee on Trauma. Student Course Manual 7th Edition
6. Mason, R J, et al. 2005. Mason: Murray & Nadel's Textbook of Respiratory
Medicine, 4th ed. Saunders.
7. Wibisono, E., Budianto, IR, 2014. Pneumotoraks. Dalam Tanto, C., 2014. Kapita
Selekta Kedokteran. Media Auesculapius: Jakarta
8. ATLS. Student Course Manual. Eight Edition. American of Surgeon Committee
on Trauma.
9. Punarbawa, IWA., Suarjaya, PP., Identifikasi Awal dan Bantuan Hidup Dasar Pada
Pneumotoraks. FK Udayana: Bali.
10. Fishman, A.P., et al., 2008. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. Edisi
4, Philadelphia: McGraw-Hill.
11. Tanto, C. et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
12. Alsagaff, H dan Isnu Pradjoko, 2010. Pneumotoraks Dalam: Alsagaff, H dan
Abdul Mukty, 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.
13. Malueka, Rusdy, dan Ghazali, 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press
14. Daley, et al, 2015. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/424547-
overview (Acessed Oktober 2016)

Anda mungkin juga menyukai