Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Nipah (Nypa fruticans Wurmb) termasuk tanaman dari suku Palmae,
tumbuh di sepanjang sungai yang terpengaruh pasang surut air laut. Tumbuhan ini
dikelompokkan pula ke dalam tanaman hutan mangrove. Tanaman tumbuh rapat
bersama, seringkali membentuk komunitas murni yang luas di sepanjang sungai
dekat muara hingga sungai dengan air payau. Buahnya membulat seperti buah
pandan dengan panjang bonggol hingga 45 cm. Sebaran jenis tanaman ini
utamanya di daerah equator, melebar dari Sri Langka ke Asia Tenggara hingga
Australia Utara. Luas areal pertumbuhan nipah di Indonesia diperkirakan 700.000
ha, terluas dibandingkan dengan Papua Nugini (500.000 ha) dan Filipina (8.000
ha) (Hartini dkk, 2010). Penyebarannya meliputi wilayah kepulauan Sumatra,
Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (Subiandono dkk, 2011).
Pohon nipah termasuk tumbuhan yang dapat bertahan hidup dalam
kondisi lingkungan apapun. Misalnya, apabila musim kemarau tumbuhan ini
masih dapat mempertahankan kehidupannya di air asin. Dengan berkembang biak
secara vegetatif, nipah dapat menambah populasinya hingga berjumlah ratusan
pohon. Sehingga tak jarang orang desa menyebut tempat berkembang biaknya
dengan sebutan pulau nipah. Pohon nipah ini cocok dengan kondisi
tanah masam atau ber-pH rendah.
Nipah memiliki fungsi berbagai macam, seperti sebagai dekorasi,
kesehatan, serta dikonsumsi. Dedaunan nipah dapat dianyam menjadi tikar, topi,
tas, keranjang, pembungkus makanan, penggulung rokok dan atap bangunan. Di
Sulawesi Selatan daun nipah juga sering digunakan sebagai atap bangunan. Daun
nipah tersebut dapat tahan selama 3 hingga 5 tahun, tergantung dari kualitas daun.
Perbedaan kualitas daun nipah yang dimanfaatkan masyarakat menjadi
atap bangunan ada yang mampu bertahan sampai 5 tahun dan ada pula atap daun
nipah yang hanya bertahan minimal 3 tahun. Inilah menjadi alasan peneliti
melakukan studi perbandingan kualitas daun nipah dari salinitas berbeda. Daun
nipah yang tumbuh pada rentan salinitas berapakah yang memiliki kualitas
terbaik.
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perbandingan morfologi tanaman nipah (Nypa fruticans Wurmb)
yang hidup pada salinitas berbeda?
2. Bagaimana perbandingan struktur anatomi daun nipah (Nypa fruticans Wurmb)
yang hidup pada salinitas berbeda?
3. Bagaimana uji kualitas morfologi daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) yang
hidup pada salinitas berbeda?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbandingan morfologi tanaman nipah (Nypa fruticans
Wurmb) yang hidup pada salinitas berbeda.
2. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan struktur anatomi daun nipah (Nypa
fruticans Wurmb) yang hidup pada salinitas berbeda.
3. Untuk mengetahui bagaimana uji kualitas morfologi daun nipah (Nypa
fruticans Wurmb) yang hidup pada salinitas berbeda.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Dapat mengetahui perbandingan morfologi daun nipah (Nypa fruticans
Wurmb) yang baik pada salinitas berbeda untuk di manfaatkan oleh
masyarakat.
2. Dapat mengetahui perbandingan kualitas daun nipah (Nypa fruticans Wurmb)
yang hidup pada salinitas perairan berbeda sehingga bermanfaat untuk
penelitian selanjutnya.
3. Dapat mengetahui manfaat tanaman nipah secara utuh baik daun, batang, akar
hingga buah nipah untuk pengembangan IPTEK.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


1. Tinjauan Umum Nipah
a. Nipah
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki beragam jenis
mangrove. Salah satu tanaman mangrove yang termasuk ke dalam keluarga palem
adalah nipah. Indonesia memiliki potensi hutan nipah terluas di dunia dengan luas
areal tanaman nipah di seluruh Indonesia mencapai 700.000 ha atau 10% dari luas
lahan pasang surut yang mencapai 7 juta ha, dengan rerata populasi pohon
8.000/ha diperkirakan total populasi nipah di Indonesia mencapai 5.600 juta
pohon (Baharudin dan Taskirawati, 2009). Mangrove jenis nipah (Nypa fruticans)
merupakan salah satu spesies utama penyusun hutan mangrove dengan komposisi
30% dari total luas area mangrove (Kathiresank, 2001). Nipah ( Nypa fruticans
Wurmb) merupakan tanaman endemik sejenis palem yang tumbuh didaerah rawa,
tepi pantai, hutan bakau/mangrove.
Nipah adalah tumbuhan tropis. Rata-rata suhu minimum pada daerah
pertumbuhannya adalah 200C dan maksimumnya 32-350C. Iklim optimum adalah
agak lembab sampai lembab dengan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan
sepanjang tahun. Sebaran jenis tanaman ini utamanya di daerah equator, melebar
dari Sri Langka ke Asia Tenggara hingga Australia Utara. Luas areal pertanaman
nipah di Indonesia diperkirakan 700.000 ha, terluas dibandingkan dengan Papua
Nugini (500.000 ha) dan Filipina (8.000 ha) (www.kehati.or.id, 2009). Iklim basah
dan mengandung cukup banyak bahan organik. Walaupun tergolong tumbuhan
yang potensial, pemanfaatan nipah secara konvensional masih sangat jarang
dilakukan. Hal ini dikarenakan kurangnya referensi dan pengetahuan masyarakat
mengenai tumbuhan nipah dan cara pengelolaannya.
Nipah tumbuh subur hanya pada lingkungan air yang asin. Jarang dijumpai
langsung di pantai. Kondisi optimum adalah saat bagian dasar palem dan
rimpangnya terendam air asin secara reguler. Karena itu nipah mendiami daerah
muara sungai yang masih mendapat arus pasang surut dari sungai. Konsentrasi
garam optimum adalah 1-9 per mil. Tanah rawa nipah berlumpur dan kaya akan
4

endapan alluvial, tanah liat atau humus, kandungan garamnya bukan organik,
kalsium, sulfur, besi dan mangan tinggi, yang mempengaruhi aroma dan warna
gelapnya. pH sekitar 5; kandungan oksigen rendah kecuali lapisan paling atas.
Perbanyakan generativ dengan biji (buah) dan vegetatif dengan rimpang yang
bercabang.
Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang
kering sementara air surut. Bentuknya sekilas menyerupai pohon kelapa sawit
yang tumbuh di wilayah tergenang air dengan buah yang berbentuk unik, yakni
bertandan, menyerupai kumpulan buah bulat pipih berkulit keras tersusun
membulat dan berwarna coklat (Natsir, 2013).
Tumbuhan nipah tumbuh di bagian belakang hutan bakau. Tumbuhan ini
paling banyak ditemukan di bagian tepi sungai atau laut yang memasok lumpur ke
pesisir. Walaupun dapat bertahan dengan air laut, tumbuhan nipah tumbuh lebih
baik di daerah rawa yang memiliki tanah berliat serta kaya bahan organik. Hal
tersebut dikarenakan tumbuhan nipah lebih ideal untuk tumbuh di daerah dengan
perairan tawar serta berlumpur terutama curah hujan tahunan sekitar 1500
mm. Tumbuhan nipah memiliki ketahanan tubuh yang sangat tinggi, tumbuhan
ini dapat bertahan hidup di atas lahan yang kering sementara air surut, tumbuhan
ini juga umumnya bebas dari serangan hama serta penyakit.

Gambar 1. Tanaman Nipah (Nypa fruticans Wurmb)


(Sumber : Natsir, 2013)

Di wilayah barat Nusantara dipakai secara besar-besaran untuk penggulung


rokok. Janurnya (tunas muda) diambil, sesudah sirip daunnya dipotong dan
lidinya dibuang, kemudian kulit bagian bawah beserta daging daunnya dikoyak
5

dari kulit arinya dengan kedua tangan. Selain dijadikan pembungkus rokok daun
nipah juga dapat di buat hiasan, pembungkus makanan tikar pandan/purun, topi
hujan serta kerajinan tangan lainnya. Sedangkan lidinya (tulang anak daun) dapat
dijadikan sapu lidi. Daun nipah yang tua produktif untuk atap dan dinding rumah
(Alrasyid, 2001).

b. Klasifikasi Nipah
Nipah juga dikenal di beberapa negara lain, tumbuhan ini dikenal dengan
nama (dalam bahasa Inggris) Attap Palm (Singapura), Nipa Palm atau losa
(Filipina), atau umumnya disebut Nypa palm. Nama ilmiahnya adalah Nypa
fruticans Wurmb, dan diketahui sebagai satu-satunya anggota marga Nypa.
Tumbuhan ini merupakan satu-satunya jenis palma dari wilayah mangrove.
Menurut Ditjenbun (2006), berdasarkan taksonomi dari tanaman nipah
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Ordo : Arecales
Familia : Arecaceae
Genus : Nypa
Spesies : Nypa fruticans Wurmb

c. Akar dan Batang Nipah


Pohon nipah memiliki akar serabut, akar serabutnya dapat mencapai
panjang 13 m. Karena perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang
sifatnya labil maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke
laut. Nipah tidak mempunyai batang secara jelas sebagaimana batang
palma lainnya. Batangnya sangat pendek dan berupa rimpang yang
terbenam di dalam tanah yang tidak kelihatan. Melalui rimpang ini akan tumbuh
tangkai- tangkai daun yang cukup panjang, jumlahnya antara 3–5 tangkai. Cabang
tanaman nipah tumbuh mendatar membentuk rumpun, setiap cabang mempunyai
perakaran sendiri. Oleh karena batang tak tampak maka pelepah (tangkai daun)
menyerupai batang yang keluar.
6

Tumbuhnya tegak dan bercabang membentuk rumpun dan membentuk


seperti semak-semak. Batang nipah memiliki tebal batang ± 60 cm kulit tangkai
mengkilat dan keras, sedangkan di bagian dalamnya berupa empulur. Akar
serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Karena perakaran nipah ini hanya
terletak dalam lumpur panjang tangkainya 1-1,5 m, dengan kulit yang mengkilap
dan keras, berwarna hijau pada yang muda dan berangsur menjadi coklat sampai
coklat tua sesuai perkembangan umurnya, bagian dalamnya lunak seperti gabus.

Gambar 2. Akar nipah (Nypa fruticans Wurmb)


(Sumber : Purnama, 2015)

d. Daun Nipah
Dikarenakan batang nipah tertanam dalam tanah atau lumpur maka hanya roset
daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah nampak seolah-olah tak
berbatang. Dari rimpangnya muncul daun-daun majemuk menyirip khas palma,
tegak atau hampir tegak, menjulang 6 hingga 9 m di atas tanah. Daun-daunnya
semua timbul pada rimpang mendatar yang terbenam di dalam tanah berlumpur.
Tumbuhan ini berdaun sirip tegak dengan ujung yang lancip, ibu tulang daun
pada sisi bawah dengan sisik berbentuk garis, lemas dan berpasangan. Ciri-ciri
lain mempunyai daun yang lebarnya sekitar 3–5 cm dan panjang 70–120 cm.
Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda
berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap
daun mencapai 25-100 helai. Perbungaannya terletak di ujung batang berupa
kumpulan bunga yang bersatu membentuk sebuah kepala. Tongkol bunga
7

bercabang 2–3 kali, dengan banyak pelepah daun tegak berwarna orange. Daun-
daun nipah muda yang belum terbuka disebut pucuk.

Gambar 3. Pelepah dan daun nipah


(Sumber : Natsir, 2013 )

e. Bunga Nipah
Di ketiak daun terdapat karang bunga majemuk, untuk bunga jantan
tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga, atau kuning di bagian
bawahnya, sedangkan untuk bunga betina tersusun dalam bentuk bola dan
bengkok ke arah samping. Tulang daun nipah sangat keras seperti halnya pada
daun kelapa. Pada ujung daunnya runcing. Pelepah daun nipah tumbuh saling
bertumpukan membentuk rumpun.

Gambar 4. Bunga nipah


(Sumber : Subiandono dkk, 2011)
8

Setiap untaian bunga jantan memiliki sekitar 4 bulir bunga dengan panjang
kisaran 5 cm, bunga ini dilindungi oleh seludang bunga dengan bagian serbuk sari
menjulur keluar. Panjang dari tangkai badan bunga dapat mencapat 100 hingga
170 cm. Untuk buahnya, tumbuhan nipah bertipe buah batu dengan mesokarp
yang bersabut, berbulat telur terbalik dan tipis dengan kira-kira 3 rusuk berwarna
coklat kemerahan dengan ukuran 11 x 13 cm.

f. Buah Nipah
Tandan buah nipah berbentuk bulat dengan warna kecoklatan, kaku dan
berserat. Setiap buahnya memiliki satu biji berbentuk oval seperti telur. Diameter
kepala buahnya dapat mencapai 45 cm. Buah ini muncul dari tangkai bunga yang
akan tumbuh sampai menyentuh lumpur, setelah masak, kepala buah akan pecah
menjadi banyak buah. Dalam satu tandan buahnya dapat mencapai antara 30-50
butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar.

Gambar 5. Buah nipah


(Sumber : Purnama, 2015)
Buah yang masak gugur ke air dan mengapung mengikuti arus pasang surut
atau aliran air hingga tersangkut di tempat tumbuhnya. Kerap kali buah telah
berkecambah akan dihanyutkan arus ke tempat yang baru. Daging buah nipah
mempunyai warna putih dan bentuk bulat seperti buah kolang kaling. Pada buah
muda mempunyai rasa dan tekstur yang mirip dengan kolang-kaling. Dengan
demikian buah ini dapat diolah menjadi manisan basah dan semi basah atau dapat
juga dikalengkan/dibotolkan dalam larutan gula. Pada daging buah yang tua
9

mempunyai tekstur yang keras dan dapat diolah menjadi tepung. Pemanfaatan
kulit buah nipah masih belum optimal, mengingat potensi kulit nipah cukup besar
ketersediaanya. Pada satu pohon nipah dapat menghasilkan buah kurang lebih
seberat 5 kg dan menghasilkan limbah kulit buah kurang lebih sekitar 3 kg. Kulit
buah nipah itu sendiri mengandung 36,5% selulosa dan kadar lignin sebesar
27,3% (Tamunaidu dkk, 2011).

g. Perkembangbiakan Nipah
Perkembangbiakan nipah dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara
generatif dan vegetatif. Perkembangbiakan yang dilakukan secara generatif adalah
melalui proses perkawinan bunga jantan dan betina, bunga jantan memiliki sekitar
4 bulit bunga dengan serbuk sari menjulur keluar dan bunga betina tersusun dalam
bentuk bola biasanya bengkok ke arah samping, sehingga menghasilkan buah dan
biji. Sementara perkembangbiakan secara vegetatif dilakukan melalui rimpang
yang tertanam dalam tanah dengan menumbuhkan tunas-tunas baru dari rimpang
yang menjalar dalam tanah. Rimpang nipah akan melakukan percabangan di
dalam tanah.

h. Pemanfaatan Nipah
Nipah memiliki fungsi berbagai macam, seperti sebagai dekorasi, kesehatan,
serta dikonsumsi. Dedaunan nipah dapat dianyam menjadi tikar, topi, dan tas atau
keranjang. Daun nipah juga sering digunakan sebagai atap bangunan. Daun nipah
tersebut dapat tahan selama 3 hingga 5 tahun (Alrasyid, 2001).
Masyarakat menggunakan daun muda yang masih menggulung sebagai
pembungkus rokok. Bagian tulang anak daun yang masih muda digunakan untuk
mengobati sariawan atau sakit tenggorokan. Pucuk daun muda yang masih
menguncup digunakan sebagai obat batuk dengan cara dimemarkan dan ditumbuk
lalu diperas airnya, kemudian air perasan tersebut dicampur dengan madu dan
diminum (Siregar, 2012). Daun yang masih muda digunakan sebagai obat diare,
dengan cara merebus daun muda tersebut menggunakan air, lalu meminum air
rebusannya. Nipah juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pembuatan gula.
Gula nipah dibuat dari nira, dengan cara penyadapan, pohon dibersihkan tangkai
manggar sambil digoyang-goyang dan pukul-pukul lembut dengan benda tumpul,
10

sehari satu kali selama satu bulan. Setelah satu bulan, tangkai buah muda dipotong
miring dan dibiarkan selama satu hari, setelah itu dimasukkan dalam wadah untuk
menampung nira yang keluar. Pengumpulan nira sehari dua kali yaitu pagi dan
sore, dalam satu hari terkumpul nira maksimum sebanyak 1,5 liter/pohon.
Sadapan ini dapat bertahan sampai tiga bulan, umumnya satu pohon disadap satu
manggar.
Kandungan gizi gula nipah cukup baik hal tersebut ditunjukkan oleh kadar
karbohidrat (89,61%), protein (5,95%), kadar Ca (44,58 mg/kg), dan kalori
sebesar 3.172 cal/gr. Dibandingkan dengan gula merah yang lain, gula nipah
mengandung NaCl (garam dapur) yang menyebabkan rasanya sedikit asin yang
secara tidak langsung makanan yang dibuat dengan menambahkan gula ini
rasanya menjadi gurih.

Gambar 6. Gula Nipah


(Sumber : Heriyanto dkk, 2011)

Selain Gula, nipah juga dapat dibuat menjadi tepung (Bustomi, 2006).
Tepung nipah dapat dihasilkan dengan mengolah buah nipah yang sudah tua,
Tepung buah nipah mempunyai kandungan gizi cukup baik yang potensial untuk
dikembangkan menjadi makanan alternatif manusia. Salah satunya yaitu
mengandung protein nabati yang diperlukan oleh tubuh. Protein nabati tersebut
tersusun dari berbagai asam amino. tepung buah nipah mempunyai sembilan jenis
11

asam amino esensial. Sembilan jenis asam amino tersebut yaitu Histidin, Arginin,
Threonin, Valin, Methionin, Isoleusin, Leusin, Phenil alanin, dan Lysin.

2. Pengaruh Salinitas terhadap Tanaman


Garam (NaCl) merupakan senyawa yang mengandung unsur natrium yang
merupakan unsur hara mikro esensial bagi tumbuhan. Peran utama natrium dalam
tanaman adalah untuk menggantikan sebagian kalium yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan maksimum (Iswadi, 2004). Klor diserap oleh tanaman dalam bentuk
ion Cl-, merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis.
Fungsi klor berkaitan langsung dengan pengaturan tekanan osmosis di dalam sel
tanaman (Novizan, 2002).
Pada kondisi garam tinggi, tumbuhan akan menghadapi dua masalah yaitu
memperoleh air dari tanah yang potensial airnya negatif dan mengatasi
konsentrasi ion tinggi natrium, karbonat dan klorida yang kemungkinan beracun.
Salah satu metode adaptasi tanaman terhadap salinitas adalah melalui pengaturan
osmotik dengan cara mensintesis senyawa-senyawa asam amino prolin, asam
amino lain, galaktosil gliserol dan asam organik.
Salinitas secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana
garam dapat larut dalam jumlah yang berlebihan dan berakibat buruk bagi
pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis diantaranya garam khlorida, sulfat dan
bikarbinat dari natrium, kalsium dan magnesium, masing-masing akan
memberikan berbagai tingkat salinitas. Hasil analisis jaringan daun terhadap
unsur-unsur Cl, Na, Mg, K, P, N total didapatkan bahwa salinitas memberikan
pengaruh terhadap peningkatan kadar NaCl dalam tanah, meningkatkan N terlarut
dan bertambahnya sintesa protein di dalam jaringan tanaman sejenis kacang merah
(Vigna radiata L).
Masalah salinitas bisa timbul tidak hanya di daerah non irigasi, tetapi juga
dapat timbul di daerah beririgasi. Salinitas dan luas daun biasanya merupakan
hubungan yang terbalik. Dengan meningkatnya salinitas, kehilangan air per
tanaman melalui transpirasi juga berkurang. Tidak hanya luas daun, juga fiksasi
CO2 neto per unit luas daun juga dapat berkurang, sedangkan respirasi meningkat.
Laju yang rendah dari fiksasi CO2 neto selama periode cahaya mungkin
disebabkan oleh defisit air dan penutupan stomata secara parsial, kehilangan
12

turgor dari sel mesofil, yaitu karena akumulasi garam pada apoplas atau secara
langsung karena toksisitas ion.
Salinitas juga dapat meningkatkan respirasi sel akar, yang memerlukan
karbohidrat banyak untuk mempertahankan respirasi dalam kondisi salin.
Tingginya kebutuhan karbohidrat diduga ditimbulkan dari adanya
kompartementasi ion, sekresi ion, atau perbaikan dari kerusakan seluler. Kenaikan
CO2 atmosfer di atas normal dapat meningkatkan laju fotosintesis dan dapat
memegang peranan penting dalam kondisi salinitas tinggi. Untuk tanaman yang
tumbuh dalam kondisi salin, mungkin harus mengkompensasi untuk turunnya
pembukaan stomata, luas daun dan lebih tingginya laju respirasi yang pada
gilirannya dapat meningkatkan toleransi secara nyata (Lubis, 2008).
Pengaruh NaCl terhadap sintesis protein diduga karena toksisitas
Cl- (pada tanaman yang sensitif/peka), sedangkan pada tanaman yang lebih toleran
lebih diakibatkan oleh ketidakseimbangan Na+/K+. Pengaruh buruk konsentrasi
NaCl yang tinggi terhadap kadar K dan sintesis protein pada barley dapat
diimbangi dengan pemberian KCl. Penggantian K+ oleh Na+ memberi
kemungkinkan terjadinya penyesuaian osmotik pada daun-daun yang
berkembang, tetapi tidak dapat mempertahankan sintesis protein (Rachmawati,
2000).

2.2 Hasil Penelitian yang Relavan


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syakir dkk (2008) pengaruh salinitas
terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu sambiloto. NaCl berpengaruh terhadap
luas daun, bobot segar dan kering terna sambiloto. Bobot kering daun tertinggi
diperoleh pada perlakuan 2 g/l NaCl (8,6 g/tanaman) dengan interval penyiraman
2 hari sekali dan diperoleh kadar sari larut alkohol tertinggi (13,65%). Penyiraman
NaCl 1 g/tanaman dengan interval penyiraman 2 hari sekali menghasilkan kadar
andrograpolida tertinggi (1,18%) peningkatannya sebesar 0,69% dibandingkan
dengan perlakuan penyiraman air (0,70%) mengatakan bahwa salinitas
menurunkan hasil tanaman tomat karena penurunan berat basah dan jumlah buah
per tanaman serta berpengaruh pada luas daun. Penurunan tersebut disebabkan
oleh rendahnya suplai air terhadap daun selama pertumbuhan, lebih dari itu karena
kekurangan suplai ion mineral, asam organik atau gula.
13

Hasil penelitian Natsir (2013), konsentrasi bioetanol yang dihasilkan oleh


nira nipah yang tumbuh pada salinitas 5,5 ppt adalah 8,57%-21,94%, konsentrasi
bioetanol yang dihasilkan oleh nira nipah yang tumbuh pada salinitas 8 ppt adalah
10,31%-23,80%, dan nira nipah yang tumbuh pada salinitas 15 ppt adalah
12,04%-15,71%. Dengan demikian pengaruh salinitas sangat berdampak pada
hasil nira nipah. Salinitas yang baik untuk pertumbuhan tanaman nipah adalah 8
ppt.
Hasil penelitian oleh Hasanah dkk (2011), tentang pengaruh salinitas
terhadap komponen hasil empat belas kultivar sorgum cekaman salinitas saat
tahap vegetatif meningkatkan kandungan padatan terlarut dalam batang saat
panen. Cekaman salinitas saat tahap vegetatif tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman, diameter batang, bobot segar tajuk, dan bobot kering tajuk.
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Khairunisa dkk (2004), respon
tanaman kedelai variatas jayawijaya terhadap beberapa konsentrasi NaCl yaitu
0.25, 50, dan 75 ml. Perlakuan NaCl diberikan sejak perkecambahan biji sampai
pertumbuhan tanaman. Berdasarkan pengamatan kualitatif berupa persentasi
perkecambahan, jumlah daun, berat segar tajuk dan berat kering tajuk dapat
disimpulkan bahwa NaCl konsentrasi 50 ml sudah mulai menurunkan kualitas
pertumbuhan tanaman kedelai variatas Jayawijaya sehingga kedelai varietas ini
tergolong varietas yang sensitif terhadap kadar garam di atas 50 ml.
Hasil penelitian yang dilakukan Agus dkk (2012), Penelitian menggunakan
rancangan petak terbagi, menggunakan 3 varietas yaitu Arjuna, Bisma, dan
Sukmaraga; dan perlakuan salinitas yang terdiri dari kontrol, salinitas awal 15 mM
+ salinitas lanjutan 45 mM, salinitas awal 30 mM + salinitas lanjutan 45 mM,
salinitas 45 mM, salinitas awal 15 mM + salinitas lanjutan 60 mM, salinitas awal
30 mM + salinitas lanjutan 60 mM, salinitas awal 45 mM + salinitas lanjutan 60
mM, dan salinitas 60 mM. Penelitian dilaksanakan menggunakan larutan Kimura
B standar dan pH larutan dijaga pada level 5,5–5,8 dengan menggunakan 0,1 N
HCl atau NaOH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan salinitas awal
yang lebih rendah dapat meningkatkan toleransi tanaman jagung pada fase
vegetatif bila kemudian menemui kondisi salinitas yang lebih tinggi. Bila terjadi
salinitas pada tingkat 45 mM, perlakuan salinitas awal 15 mM dapat
14

meningkatkan toleransi ketiga varietas yang diuji; sedangkan bila terjadi salinitas
60 mM, varietas Arjuna dan Bisma lebih baik diberi perlakuan salinitas awal 30
mM, sedangkan varietas Sukmaraga pada perlakuan salinita awal 15 mM. Varietas
Arjuna menunjukkan toleransi terhadap salinitas yang lebih baik dibandingkan
Sukmaraga dan Bisma.

2.3 Kerangka Pikir


Nipah (Nypa fruticans Wurmb) termasuk tanaman dari suku Palmae,
tumbuh di sepanjang sungai yang terpengaruh pasang surut air laut. Tanaman
tumbuh rapat bersama, seringkali membentuk komunitas murni yang luas di
sepanjang sungai dekat muara hingga sungai dengan air payau. Luas areal
pertanaman nipah di Indonesia diperkirakan 700.000 ha, penyebarannya meliputi
wilayah kepulauan Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya
(Subiandono, E., dkk, 2011). Daun nipah tumbuh dari rimpang yang tertanam
dalam tanah, rimpang ini menyebar dalam tanah dan akan terus tumbuh. Buahnya
membulat seperti buah pandan dengan panjang bonggol hingga 45 cm. Sebaran
jenis tanaman ini utamanya di daerah equator, melebar dari Sri Langka ke Asia
Tenggara hingga Australia Utara.
Nipah tumbuh subur hanya pada lingkungan air yang asin. Jarang dijumpai
langsung di pantai. Kondisi optimum adalah saat bagian dasar palem dan
rimpangnya terendam air asin secara reguler. Karena itu nipah mendiami daerah
muara sungai yang masih mendapat akibat arus pasang surut dari sungai.
Konsentrasi garam optimum adalah 1-9 per mil. Pemanfaatan nipah mulai dari
batang, daun dan bunga menjadi berbagai produk seperti atap, kerajinan, gula,
tepung dan bioetanol.
Salinitas merupakan banyak kandungan garam alam yang terlarut baik
pada sungai, laut maupun tanah. Pada laut ataupun sungai salinitas karena
banyaknya kandungan garam terlarut dalam satu liter air. Sementara pada tanah,
salinitas adalah tingkat keracunan tanah yang dipengaruhi oleh banyaknya
kandungan garam terlarut dalam air atau pun pengaruh dari pasang surutnya air
laut. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan tanaman dapat berpengaruh secara
langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung diakibatkan tingginya larutan
garam (NaCl) yang terlarut dan tingginya pengaruh osmotik. Sedangkan
15

pengaruh tidak langsung adalah karena pengaruh buruknya terhadap sifat fisik dan
kimia tanah.
Adapun bagan kerangka pikir adalah sebagai berikut:

Nipah (Nypa fruticans Wurmb)

Obat- Obatan Bioetanol Atap dan Gula Nipah Tepung


Tradisional Dinding

Salinitas

Pengaruh Salinitas

Morfologi dan Anatomi Daun


Nipah
Gambar 7. Bagan Kerangka Pikir
16

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui pengaruh
salinitas terhadap morfologi dan anatomi daun nipah.
1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu studi morfologi
dan anatomi daun (Nypa fruticans Wurmb) pada berbagai salinitas.
2. Definisi Operasional Variabel
1. Nipah (Nypa fruticans Wurmb) merupakan tanaman endemik sejenis palem
yang tumbuh didaerah rawa, tepi pantai, hutan bakau/mangrove. Nipah tumbuh
subur hanya pada lingkungan air payau dan asin. Jarang dijumpai langsung di
pantai.
2. Salinitas secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana garam
dapat larut dalam jumlah yang berlebihan dan berakibat buruk bagi
pertumbuhan tanaman.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2017. Lokasi pengambilan
sampel daun nipah di Desa Lare Lare, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu.
Pengamatan anatomi daun nipah dilakukan di Laboratorium Sel dan Jaringan
Universitas Cokroaminoto Palopo.

3.3 Prosedur Penelitian

1. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain refraktometer
salinitas, mikroskop, pinset, silet/cutter, cawan petri, bagan warna daun (BWD),
kertas label, objek glass, deck glass, kantong plastik, mistar, mikrometer sekrup,
tissue, alat tulis dan camera digital. Adapun bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun nipah dan aquades.
17

2. Prosedur Kerja
1) Tahap Persiapan Penentuan lokasi Sampel
Penentuan lokasi pengambilan sampel daun nipah berdasarkan pada
salinitas air tempat tumbuh tanaman nipah. Penentuan dilakukan dengan
pengukuran salinitas menggunakan alat refraktometer. Dengan rentan salinitas 0-5
ppt dan 6-12 ppt (part-per-thousand), untuk meminimalisir jauhnya rentan
salinitas dari tempat tumbuh tanaman nipah maka lokasi pengambilan sampel
pertama menuju lokasi pengambilan sampel kedua berjarak kurang lebih 1km.
Pengukuran dan penentuan salinitas perairan tanaman nipah dilakukan 2 minggu
sebelum pengambilan sampel. Pengukuran dilakukan 2 kali dalam sehari, yaitu
saat pasang dan surut. Dimulai dari tanaman nipah yang hidup paling dekat
dengan pantai dan tanaman nipah yang hidup jauh dari bibir pantai.
2) Pengukuran Salinitas Air
Pengukuran salinitas air dilakukan jauh-jauh hari sebelum pengambilan
sampel sekitar 2 minggu sebelum pengambilan sampel, dengan tujuan untuk
menghindari rentan salinitas yang jauh. Adapun tahapan pengukuran salinitar air
dilakukan dengan cara mempersiapkan alat-alat pengukuran salinitas seperti
refraktometer salinitas, pipet tetes, tissue, aquades dan alat tulis. Setelah semua
alat siap, selanjutnya mengambil sampel air dengan menggunakan pipet tetes.
Membuka penutup kaca refraktometer salinitas, meneteskan sekitar 3 tetes sampel
air pada prisma biru dan meneutup kembali penetup kaca refraktometer salinitas
dengan perlahan. Selanjutnya, melihat skala melalui lensa pada sisi lain
refraktometer salinitas. Apabila tampak kurang jelas skala pada refraktometer
salinitas ada baiknya memutar pengatur skala pada refraktometer salinitas. Selain
itu, untuk melihat batasan skala juga memerlukan cahaya. Setelah batasan skala
pada refraktometer salinitas tampak jelas terlihat batasan antara warna putih dan
biru pada skala refraktometer salinitas. Kemudian mencatat skala dengan alat
tulis. Setelah pengkuran selesai membuka kembali penutup kaca dan
membersihkan sisa sampel air dengan menggunakan tissue. Untuk mencegah
adanya kontaminasi dari sampel air sebelumnya sebaiknya prisma biru dan
penutup kaca bagian dalam dibersihkan dengan aquades.
18

3) Tahapan Persiapan Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel daun nipah dari hasil penentuan lokasi dilakukan
dengan memotong daun nipah yang berada pada pelepah kedua atau tiga dari
pelepah pohon nipah yang paling tua, dihitung dari pelepah bawah ke atas. Untuk
pengambilan anak daun diambil anak daun ke 25 dari satu pelepah daun. Untuk
satu lokasi sampel dipilih 3 pohon, dari tiap pohon diambil masing-masing 3 anak
daun. Pengambilan sampel serta pengamatan dilakukan dalam 1 hari dengan
tujuan daun masih segar dan baik untuk pengamatan selanjutnya.
4) Pengamatan Morfologi
Pengamatan morfologi daun nipah dilakukan dengan cara makroskopik
meliputi pengamatan pada warna anak daun, panjang anak daun, lebar anak daun,
tebal anak daun dan ketebalan tulang anak daun. Kemudian mencatat hasil
pengamatan. Setelah pengamatan selesai sampel daun dimasukkan kedalam
plastik untuk pengamatan lanjutan. Pengukuran warna daun menggunakan bagan
warna daun (BWD), seperti gambar dibawah ini:

Gambar 8. Bagan warna daun (BWD) dengan skala 2-5


(Sumber : Amanahtani, 2015)

5) Pengamatan anatomi
Pengamatan anatomi daun nipah dilakukan dengan cara mikroskopik dari
penampang melintang daun. Pengamatan dimulai dengan mempersiapkan
mikroskop serta alat-alat seperti pinset, objek glass, deck glass, cawan petri,
kertas label dan cutter. Bagian anatomi daun yang diamati adalah epidermis,
dinding sel, mesofil dan stomata.
19

Untuk pengamatan epidermis, dinding sel dan mesofil, dilakukan dengan


cara menyayat daun nipah secara melintang, kemudian hasil sayatan diletakkan
diatas objek glass kemudian ditetesi air/aquades dan selanjutnya di tutup dengan
deck glass setalah itu diamati dibawah mikroskop.
Untuk pengamatan stomata yaitu dengan menggunakan kuteks. Daun
nipah diolesi dengan kuteks bening pada bagian epidermis bawah daun dan
dibiarkan sampai kering. Stelah kering kemudian dikupas atau dipisahkan dari
daun. kuteks yang telah kering tersebut kemudian diletakkan diatas objek glass
selanjutnya ditetesi dengan air/aquades lalu ditutup dengan deck glass. Setalah itu
kemudian diamati di bawah mikroskop.
3. Teknik Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif dengan
menyebutkan bagian-bagian pada daun nipah dari bentuk morfologi dan anatomi.

4. Diagram Alir Penelitian

Tahap Persiapan

Alat Bahan

Penentuan Salinitas Air Pengambilan Sampel Daun Nipah

Pengamatan Morfologi Pengamatan Anatomi

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian


20

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini tentang studi perbandingan morfologi dan anatomi daun
nipah (Nypa fruticans Wurmb) pada berbagai salinitas berbeda yaitu pada salinitas
0-5 ppt dan pada salinitas 6-12 ppt. Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan
melalukan penentuan rentan salinitas air dari tanaman nipah yang dilakukan
beberapa hari sebelum pengambilan sampel dari rentan salinitas yang telah
ditentukan. Pengukuran salinitas dilakukan dua kali dalam sehari atau pada saat
pasang dan surut. Penentuan rentan salitas dilakukan dengan menggunakan alat
refrakto meter (Salinitas). Sehingga dapat ditentukan lokasi sampel yang berada
pada salitas 0-5 ppt atau salionitas terendah dan pada 6-12 ppt atau salinitas
tertinggi.
Setelah penentuan lokasi sampel dilakukan maka pengambilan sampel pun
dilakukan. Namun, sebelum pengambilan sampel masih harus dilakukan
pengecekan salinitas trakhir dengan tujuan menghindari perubahan rentan salinitas
yang jauh dari penetapan lokasi sampel. Pengambilan sampel dilakukan
bersamaan dengan pengamatan morfologi daun nipah. Pengamatan morfologi
meliputi panjang anak daun, lebar anak daun, tebal anak daun, tebal tulang anak
daun dan warna anak daun.
Untuk pengamatan anatomi selanjutnya dilakukan pengamatan
mikroskopis di laboratorium. Pengamatan miokroskopis meliputi dinding sel,
epidermis, mesofil dan stomata pada anatomi anak daun nipah.
Berdasarkan hasil dari pengamatan morfologi dan anatomi daun nipah
(Nypa fruticans Wurmb) yang telah dilakukan pada berbagai salinitas berbeda.
Tanaman nipah (Nypa fruticans Wurmb) yang berada pada salinitas 0-5 ppt atau
bisa dikatakan tanaman nipah yang paling jauh dari bibir pantai dengan tingkat
salinitas yang rendah dan tanaman nipah yang berada pada salinitas 6-12 ppt atau
tanaman nipah yang paling dekat dengan bibir pantai dengan tingkat salinitas
paling tinggi. Dapat dilihat beberapa perbedaan morfologi dan anatomi dari
sampel yang telah diamati. Baik dari perbedaan panjang anak daun, perbedaan
tebal daun, perbedaan lebar daun, tulang daun dan bagian anatomi daun.
21

1. Morfologi Daun Nipah


Hasil pengamatan morfologi anak daun nipah (Nypa fruticans Wurmb)
pada salinitas 6-12 ppt yang telah dilakukan dengan beberapa parameter hasilnya
dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil pengamatan morfologi daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) pada
salinitas 6-12 ppt
Sampel
Parameter S1 S2 S3
Panjang anak daun 64,00 cm 77,00 cm 72,40 cm
Lebar anak daun 3,90 cm 4,80 cm 4,90 cm
Tebal anak daun 0,25 mm 0,28 mm 0,28 mm
Tebal tulang anak daun 0,42 mm 0,46 mm 0,44 mm
Warna anak daun 4,00 (BWD) 4,00 (BWD) 5,00 (BWD)
Sumber : Data primer selama pengamatan (2017)

Berdasarkan tabel di atas hasil pengamatan morfologi pada anak daun


nipah yang berada pada salinitas 6-12 ppt menunjukkan perbedaan yang cukup
nyata dari ciri–ciri daun nipah pada umumnya. Dimana pada umumnya daun
nipah memiliki panjang 70-120 cm. S1 hanya memiliki panjang daun 64 cm.
Untuk lebar daun semua sampel masih menunjukkan lebar daun yang sesuai
dengan ciri – ciri umum daun nipah yaitu 3-5 cm.
Hasil pengamatan morfologi daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) pada
salinitas 0-5 ppt yang telah dilakukan dengan beberapa parameter hasilnya dapat
dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil pengamatan morfologi daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) pada
salinitas 0-5 ppt
Sampel
Parameter S1 S2 S3
Panjang anak daun 111,00 cm 102,00 cm 111,40 cm
Lebar anak daun 5,20 cm 5,00 cm 5,40 cm
Tebal anak daun 0,25 mm 0,24 mm 0,20 mm
Tebal tulang anak daun 0,53 mm 0,50 mm 0,48 mm
Warna anak daun 5,00 (BWD) 5,00 (BWD) 5,00 (BWD)
Sumber : Data primer selama pengamatan (2017)

Berdasarkan tabel 2 di atas hasil pengamatan morfologi pada anak daun


nipah yang berada pada salinitas 0-5 ppt menunjukkan perbedaan yang cukup
22

nyata dari hasil pengamatan morfologi anak daun nipah pada salinitas 0-5 ppt.
Dimana pada panjang daun untuk yang paling pendek saja pada S2 berkisar
102,00 cm. Untuk yang terpanjang yaitu pada S3 berkisar 111,40 cm. Perbadaan
juga terlihat pada lebar anak daun yaitu pada salinitas 6-12 ppt anak daun terlebar
hanya berkisar 4,90 cm, sementara itu pada salinitas 0-5 ppt anak daun terlebar
berkisar 5,40 cm. Pada lebar daun, nipah yang berada pada salinitas 6-12 ppt
memiliki ukuran lebih kecil dari pada nipah yang berada pada salinitas 0-5 ppt.

2. Anatomi Daun Nipah


Hasil pengamatan anatomi anak daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) pada
salinitas 6-12 ppt yang telah dilakukan dengan beberapa parameter hasilnya dapat
dilihat pada tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil pengamatan anatomi daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) pada
salinitas 6-12 ppt
Salinitas Sampel

S1 S2 S3

6-12 ppt

Sumber : Data primer selama pengamatan (2017)

Berdasarkan pada hasil pengamatan anatomi daun nipah pada tabel diatas
bagian anatomi anak daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) yang tersusun dari
23

bagian dinding sel, epidermis, mesofil dan stomata. Pada bagian dinding sel yang
menyatu dengan epidermis dapat dilihat tampak 2 garis tebal yang menyatu
melindungi bagian mesofil dari daun. Untuk bagian mesofil sendiri dapat kita lihat
dari hasil pengamatan diatas, bagian mesofil yang paling dominan terlihat adalah
bagian jaringan palisade atau jaringan tiang kemudian selanjunya yang tampak
terlihat jelas adalah jaringan pengangkut. Sementara itu untuk jaringan bunga
karang hampir tidak terlihat sama sekali. Kemudian untuk hasil pengamatan
stomata pada anak daun nipah dapat kita lihat stomata pada anak daun tampak
kurang terlihat.
Hasil pengamatan anatomi anak daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) pada
salinitas 0-5 ppt yang telah dilakukan dengan beberapa parameter hasilnya dapat
dilihat pada tabel 4 sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil pengamatan anatomi daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) pada
salinitas 0-5 ppt
Salinitas Sampel

S1 S2 S3

0-5 ppt

Sumber : Data primer selama pengamatan (2017)

Berdasarkan pada hasil pengamatan anatomi daun nipah pada tabel 4


diatas bagian anatomi anak daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) yang tersusun
24

dari bagian dinding sel, epidermis, mesofil dan stomata. Untuk bagian dinding sel
dan epidermis pada anak daun nipah yang berada pada salinitas 0-5 ppt, terlihat
pada hasil pengamatan diatas hanya memiliki 1 lapisan saja yang melindungi
jaringan mesofil. Sementara untuk bagian mesofil dari anak daun yang berada
pada salinitas 0-5 ini memiliki jaringan tiang yang berukuran lebih kecil di
banding dengan yang berada pada salinitas 6-12 ppt. Pada jaringan pengangkut
juga tampak terlihat ukuran yang berbeda dari keduanya, dimana untuk anak daun
yang berada pada salinitas 6-12 ppt memiliki jaringan pengangkut yang lebih
besar dibandingkan dengan yang berada pada salinitas 0-5 ppt walau pun masih
demikian jaringan spons tetap tidak tampak jelas.

4.2 Pembahasan
1. Morfologi Daun Nipah
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi pada anak daun nipah yang
berada pada berbagai salinitas. Mulai dari pengamatan anak daun nipah pada
salinitas 0-5 ppt dan pada salinitas 6-12 ppt. Anak daun nipah yang berada pada
salinitas 0-5 ppt memiliki beberapa perbedaan dengan anak daun nipah yang
berada pada salinitas 6-12 ppt mulai dari panjang anak daun, lebar anak daun,
tebal anak daun, tebal tulang anak daun hingga warna anak daun.
Panjang anak daun nipah, secara umumnya daun nipah memiliki panjang
70-120 cm. Namun pada anak daun nipah pada salinitas 6-12 ppt hanya memiliki
anak daun terpanjang sekitar 77 cm dan yang terpendek sekitar 64 cm. Sehingga
bisa dikatakan bahwa untuk anak daun nipah yang berada pada salinitas 0-5 ppt
masih ada yang berada di bawah ciri-ciri daun nipah pada umumnya.
Bila dibandingkan dengan panjang anak daun nipah yang berada pada
salinitas 0-5 ppt justru menunjukkan panjang anak daun yang sesuai dengan ciri-
ciri anak daun nipah pada umumnya. Dimana anak daun terpanjang berkisar
111,40 cm dan untuk anak daun terpendek berkisar 102,00 cm. Hasil pengamatan
ini menunjukkan perbandingan yang nyata dalam perbandingan panjang anak
daun nipah antara anak daun yang berada pada salinitas 0-5 pp dan 6-12 ppt.
Dimana salinitas sangat berpengaruh terhadap panjang anak daun nipah, semakin
tinggi salinitas yang ditempati hidup oleh tanaman nipah maka akan semakin
25

berkurang pula panjang dari anak daun nipah. Hal ini sebagai proses adaptasi pada
daun nipah untuk mengurangi penguapan atau transpirasi.
Lebar anak daun nipah berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan pada salinitas 6-12 dan 0-5 ppt. Dapat kita bandingkan pada salinitas 6-
12 ppt lebar anak daun paling lebar berkisar 4,90 cm dan anak daun yang paling
sempit berkisar 3,90 cm. sementara itu pada salinitas 0-5 ppt anak daun terlebar
berkisar 5,40 cm dan yang paling sempit berkisar 5,00 cm. Pada lebar daun, nipah
yang berada pada salinitas 6-12 ppt memiliki ukuran lebih kecil dari pada nipah
yang berada pada salinitas 0-5 ppt. Untuk ukuran dan terlebar pada salinitas 6-12
ppt belum bisa menyamai ukuran terkecil atau tersempit dari anak daun yang
berada pada salinitas 0-5 ppt. Namun semua anak daun nipah baik yang berada
pada salinitas 6-12 ppt maupun yang berada pada salinitas 0-5 ppt, lebar anak
daun menunjukkan lebar daun yang sesuai dengan ciri – ciri umum daun nipah
yaitu 3-5 cm.
Menurut Yuniati (2004), salinitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan
adanya cekaman yang akan menimbulkan dampak yang berbeda pada setiap
tanaman. Pada tanaman, pelebaran daun terhambat oleh salinitas karena
berkurangnya tekanan turgor sel.
Tebal anak daun nipah berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan
pada salinitas 6-12 dan 0-5 ppt. Dapat kita lihat perbedaan tebal anak daun nipah
yang berada pada salinitas 6-12 ppt memiliki tebal daun yang paling tebal berkisar
0,28 mm dan daun tertipis berkisar 0,25 mm. Hasil ini justru berbanding terbalik
dengan tebal daun yang berada pada salinitas 0-5 ppt. Untuk tebal anak daun
nipah yang berada pada salinitas 0-5 ppt anak daun paling terbal hanya berkisar
0,25 mm dan anak daun paling tipis berkisar 0,20 mm. Penebalan pada anak daun
nipah terjadi karena penebalan bertambahnya kutikula atau lapisan lilin pada
permukaan daun. Adanya perbedaan yang sangat nyata pada ketebalan kutikula
daun beberapa tumbuhan mangrove yang tumbuh di habitat berbeda ini,
menunjukkan adanya penyesuaian diri terhadap lingkungan tumbuhan ini berada.
Hasil ini menunjukkan bahwa tebal anak daun nipah yang berada pada
salinitas 6-12 ppt atau bisa kita katakan anak daun yang berada pada tingkat
salinitas yang tinggi memiliki anak daun yang tebal dibandingkan dengan anak
26

daun yang berada pada salinitas 0-5 ppt atau yang berada pada tingkat salinitas
yang rendah. Tebal daun yang berada pada kondisi yang salin akan melakukan
modifikasi sedemikian rupa agar kondisi tanaman tetap mendapatkan nutrisi dari
daun dan agar tidak kehilangan cukup banyak air untuk proses metabolisme
dalam tanaman. Apabila kondisi salin tanaman tidak melakukan modifikasi baik
dari panjang daun, lebar daun dan tebal daun maka bisa dipastikan kebutuhan
tanaman akan nutrisi akan semakin besar. Kebutuhan nutrisi yang lebih besar dari
kemampuan daun itu sendiri untuk memberikan asupan maka akan mengalami
gangguan sehingga bisa berujung pada kerusakan dan kematian.
Tebal tulang anak daun berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan pada salinitas 6-12 dan 0-5 ppt. Dapat kita lihat, perbedaan tebal tulang
anak daun yang berada pada salinitas 6-12 ppt memiliki tebal tulang anak daun
yang cukup nyata dengan tebal tulang anak daun palling tebal berkisar 0,46 mm
dan tulang anak daun terkecil berkisar 0,42 mm. Hasil ini justru berbanding jauh
dari hasil pengamatan tebal tulang anak daun nipah yang berada pada salinitas 0-5
ppt. Dimana tebal tulang anak daun yang terkecil berkisar 0,48 mm dan tulang
anak daun paling tebal berkisar 0,53 mm.
Pada tebal tulang anak daun nipah yang berada pada salinitas 6-12 ppt atau
yang berada pada tingkat salinitas yang tinggi memiliki ukuran tebal tulang anak
daun lebih kecil dibandingkan dengan tebal tulang anak daun yang berada pada
salinitas 0-5 ppt atau yang berada pada salinitas yang lebih rendah.
Warna anak daun nipah berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan pada salinitas 6-12 dan 0-5 ppt. Pada warna anak daun nipah yang
berada pada salinitas 6-12 ppt menunjukkan warna daun berada pada skala 4 dan
5. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan nitrogen (N) dalam tanah yang cukup
sehingga memberikan nutrisi bagi tanaman. Pada warna anak daun nipah yang
berada pada salinitas 0-5 ppt semua sampel anak daun menunjukkan skala 5. Hasil
ini justru menujukkan bahwa semakin tingginya salinitas atau kandungan garam
terlarut pada air tempat tumbuhnya tanaman nipah bukan jaminan bagi tanaman
untuk memperoleh unsur N yang cukup untuk tanaman. Nitrogen (N) merupakan
unsur utama yang berperan dalam pembentukan klorofil, sehingga dengan
terhambatnya metabolisme Nitrogen (N) maka akan mengganggu pembentukan
27

klorofil. Terganggunya pembentukan klorofil akan mengakibatkan terganggunya


proses fotosintesis pada tanaman, sehingga akan mengganggu pertumbuhan
tanaman mengingat bahwa klorofil merupakan pigmen utama dalam fotosintesi.
Dengan dilihatnya perbedaan secara morfologi pada anak daun nipah yang
berada pada salinitas berbeda ini, maka dapat kita mengetahui bagaimana
pengaruh salinitas terhadap anak daun tanaman nipah yang berada pada daerah
atau wilayah yang memiliki salinitas yang tinggi melakukan sedikit modifikasi
pada anak daun. Dengan tujuan agar tanaman tetap mendapatkan nutrisi yang
cukup dan tidak mengalami kondisi kekurangan air. Karena apa bila tanaman
mengalami keadaan tidak memiliki air dan nutrisi yang cukup bisa dipastikan
akan mengalami gangguan dalam proses pertumbuhannya dan mengalami
kematian.
Adanya cekaman garam selain mengubah aktivitas metabolisme juga
menyebabkan perubahan pada tumbuhan yang mencakup ukuran daun yang lebih
kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi,
penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun (Kartikaningtyas dkk,
2014).

2. Anatomi Daun Nipah


Berdasarkan hasil pengamatan anatomi pada anak daun nipah yang berada
pada berbagai salinitas. Mulai dari pengamatan anatomi anak daun nipah yang
berada pada salinitas 6-12 ppt dan 0-5 ppt. Dengan melihat perbandingan anatomi
anak daun nipah berdasarkan stomata, dinding sel, epidermis dan mesofil.
Stomata pada anak daun nipah pada salinitas 6-12 ppt menunjukkan
jumlah stomata yang relatif sedikit dibandingkan dengan stomata pada anak daun
yang berada pada salinitas 0-5 ppt. Baik dari jumlah stomata maupun pada ukuran
stomata. Penambahan konsentrasi garam mengakibatkan adanya penurunan indeks
stomata dan ukuran stomata (panjang dan lebar stomata) pada ke-empat sumber
benih yang diamati, walaupun dengan tingkat penurunan yang beragam. Hal ini
terjadi karena tanaman mengalami keracunan garam akibat konsentrasi ion yang
tinggi. Dalam kondisi ini, untuk bertahan hidup tanaman akan melakukan
penyesuaian dengan beberapa mekanisme untuk mencegah keluarnya air secara
28

berlebihan pada proses transpirasi yang terjadi melalui stomata, kutikula dan
lentisel (Kartikaningtyas dkk, 2014).
Epidermis anak daun nipah pada salinitas 6-12 ppt menunjukkan
penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun. Selain itu, tampak pula
beberapa lapisan epidermis pada anatomi anak daun nipah pada salinitas 6-12 ppt.
Pada salinitas 6-12 ppt telihat 2 lapisan epidermis. Epidermis yang tersusun diatas
jaringan mesofil atau epidermis multilateral (berlapis banyak) (Mulyani, 2006).
Ini menunjukkan adanya perubahan atau modifikasi dari daun nipah yang
berada pada salinitas yang lebih tinggi. Pada lapisan epidermis anak daun nipah
yang berada pada salinitas 0-5 ppt hanya terdapat 1 lapisan saja baik itu lapisan
epidermis atas maupun lapisan epidermis bawah. Pembentukan lapisan epidermis
pada daun nipah ini tidak berfungsi untuk perlindungan, tetapi untuk pengeluaran
zat makanan, senyawa air dan membantu proses metabolisme dalam daun tetap
agar stabil dan penyaluran zat tetap terjaga. Walapun demikian ternyata
modifikasi yang terjadi pada epidermis daun nipah hanya terjadi pada lapisan
epidermis atas daun sementara lapisan epidermis bagian bawah daun hanya
terdapat 1 lapisan epidermis saja.
Dinding sel anak daun nipah yang berada pada salinitas berbeda sesuai
dengan hasil pengamatan anatomi yang telah dilakukan. Pada salinitas 6-12 ppt
memiliki dinding sel yang lebih tampak tebal dibandingkan dengan dinding sel
anak daun nipah yang berada pada salinitas 0-5 ppt. Perbedaan dinding sel yang
bisa kita lihat atau tampak nyata yaitu pada dinding sel epidermis. Pada dinding
sel epidermis.
Jaringan mesofil pada anatomi anak daun nipah pada salinitas 6-12 ppt dan
0-5 ppt tampak hampir tak terlihat adanya perbedaan. Seperti tampak pada gambar
berikut:

A B
Gambar 10. Mesofil Anak daun nipah (A antomi daun nipah pada
salinitas 6-12 ppt, B antomi daun nipah pada salinitas 0-5 ppt)
(Sumber : Data primer selama pengamatan 2017)
29

Pada mesofil anak daun nipah salinitas 6-12 ppt terlihat jaringan palisade
atau jaringan tiang tampak lebih besar namun tidak terlalu beraturan dan pada
anak daun nipah salinitas 0-5 ppt terlihat lebih kecil namun lebih tersusun rapi.
Bila di perhatikan lagi hampir seluruh bagian mesofil dari kedua anak daun yang
terlihat dominan hanya jaringan tiangnya saja, sementara untuk jaringan bunga
karang atau spons hampir tidak terlihat. Menurut Frohne 1985, model tipe daun
berdasarkan susunan jaringan palisadenya dapat dibagi menjadi 2, yaitu tipe daun
bifasial dan equifasial. Daun nipah masuk kedalam tipe daun equifasial.
Mesofil daun terletak di sebelah dalam epidermis dan tersusun dari
jaringan parenkim. Parenkim memiliki ruang-ruang antar sel. Umumnya sel
parenkim berdinding tipis tetapi ada juga yang berdinding tebal. Dinding tebal ini
merupakan tempat terakumulasinya hemiselulosa sebagai cadangan makanan.
Mesofil mengalami diferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang.

Gambar 11. Tipe daun Equifasial


(Sumber: Frohne 1985.)

Seperti yang telihat pada gambar 9. Dimana bagian mesofil anak daun
nipah atau bagian palisade dan spons yang ada pada bagian ini lebih tampak
jaringan palisade daripada jaringan spons atau bunga karang. Jaringan tiang lebih
kompak daripada jaringan spons yang memiliki ruang antar sel yang luas.
Meskipun jaringan palisade tampak rapat namun pada jaringan ini masih ada
ruang antar sel.
Jaringan pengangkut pada anak daun nipah yang berada pada salinitas 6-
12 ppt tampak telihat memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan
jaringan pengangkut yang ada pada anak daun 0-5 ppt. Hal ini merupakan salah
satu modifikasi dari daun agar bisa mengatur jumlah air dan zat yang masuk dan
keluar dari dalam daun.
30

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai studi perbandingan morfologi dan
anatomi daun nipah (Nypa fruticans Wurmb) pada berbagai salinitas dapat
disimpulkan bahwa:
1. Perbandingan morfologi daun tanaman nipah (Nypa fruticans Wurmb) yang
hidup pada salinitas berbeda. Hasil perbandingan morfologi daun tanaman
pun terlihat berbeda nyata. Semakin tinggi salinitas maka akan semakin
berkurang pula ukuran dari daun.
2. Perbandingan anatomi daun tanaman nipah (Nypa fruticans Wurmb) yang
hidup pada salinitas berbeda. Perbedaan yang terlihat nyata pada bagian
epidermis daun dan dinding sel. Dimana semakin tinggi salinitas maka
semakin besar perubahan atau pertambahan epidermisnya.
3. Perbandingan secara kualitas daun, pada salinitas yang rendah memiliki
kualitas pada panjang, lebar, tebal tulang dan warna daun. Sementara pada
salinitas yang tinggi hanya memiliki tebal daun yang lebih.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitan ini maka disarankan untuk penelitian
selanjutnya untuk penentuan salinitas air tempat atau habitat tanaman, ada
baiknya dilakukan 1-2 minggu sebelum pengambilan sampel. Kemudian untuk
penggunaan mikroskop, sebaiknya menggunakan pembesaran yang paling besar
agar kiranya hasil pengamatan yang diambil lebih tampak jelas. Untuk
pemanfaatan masyarakat sebaiknya pemilihan daun nipah yang baik dalam
pembuatan kerajinan memilih daun nipah pada salinitas rendah atau yang paling
jauh dari pantai. Untuk Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nipah
memiliki banyak manfaat yang bisa dikembangkan selain daun, pemanfaatan
pelepah dan buah nipah.
31

DAFTAR PUSTAKA

Amanahtani. 2015. Bagan Warna Daun. Penebar Swadaya: Klaten.


Agus, R. Suwignyo, R. Hayati, dan Mardiyanto. 2012. Pengaruh Perlakuan
Salinitas Awal Rendah terhadap Pertumbuhan dan Toleransi Salinitas
Tanaman Jagung. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya: Sumatra. Ogan Ilir 30662 Sumatera Selatan.
Alrasyid, H. 2001. Pedoman Pengelolaan Hutan Nipah (Nypa fruticans Wurmb)
secara Lestari. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang
Kehutanan. Departemen Kehutanan: Bogor.
Baharudin dan I. Taskirawati. 2009. Hasil Hutan Bukan Kayu. Buku ajar. Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar: Makassar.
Bustomi, S., D. Wahjono, dan N. M. Heriyanto. 2006. Klasifikasi Potensi
Tegakan Hutan Alam Berdasarkan Citra Satelit di Kelompok Hutan
Sungai Bomberai Sungai Besiri di Kabupaten Fakfak, Papua. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam III (4) : 437-458.

Ditjenbun, 2006. Daftar Komoditi Binaan Direktorat Jendral Perkebunan


berdasarkan keputusan menteri pertanian nomor 511/KPTS/PD
310/9/2006.
Frohne S. 1985. Anatomisch-mikrochemische. Drogenanalyse. Georg Thiem
Hasanah, U., Taryono, dan P. Yudono. 2011. Pengaruh Salinitas Terhadap
Komponen Hasil Empat Belas Kultivar Sorgum (Sorghum Bicolor .L
Moench). Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Hartini, S., G. B. Saputro, M. Yulianto, dan Suprajaka. 2010. Assessing The Used
of Remotely Sensed Data for Mapping Mangrove Indonesia. Selected
topics in power system and remotely senseing. In 6th WSEAS
international conference of remote sensing (REMOTE 10). Japan. October
4-6 2010; pp, 210-215.
Heriyanto, N.M., E. Subiandono dan E. Karlina. 2011. Potensi dan Sebaran Nipah
(Nypa Fruticans Wurmb) sebagai Sumberdaya Pangan (Potency And
Distribution of Nypa Palm (Nypa fruticans Wurmb) As Food Resource).
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi: Bogor.
Iswadi, Y., 2004. Studi Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Larutan NaCl
terhadap Petumbuhan, Hasil, dan Kualitas Tanaman Seledri (Apium
graveolens L.) yang Ditanam dengan Teknik Vertikultur. Skripsi
Departemen Budidaya Petanian, Fakultas Pertanian IPB. 63 hal.
Kartikaningtyas, D., Q. Octiva, Suharyanto dan S. Sunarti. 2014. Tanggapan
Anatomis dari Beberapa Sumber Benih (Acacia manigum Willd).
Terhadap Kondisi Cekaman Garam. Jurnal Pemulihan Tanaman Hutan.
32

Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 8 (3) : XI/2014


(184-197).
Khairunisa, R. Yuniali dan S.L. Nurusman. 2004. Pengaruh Salinitas terhadap
Pertumbuhan Kedelai (Glycine Max L. Merr). Perpustakaan Universitas
Indonesia. Jakarta. UI - Artikel Jurnal.
Khatiresank, B.L., Bingham 2001. Biology of Mangrove and Mangrove
Ecosystems. Adv in marn Bio : 81251.
Lubis, M. S. 2008. Pertumbuhan dan Kandungan Protein Jagung di bawah
Cekaman NaCl . Jurusan Pendidikan Biologi: Yogyakarta.

Mulyani S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.


Natsir, Rosdiana. 2013. Hubungan Salinitas Perairan dengan Kualitas Bioetanol
yang di Hasilkan oleh Nipah (Nypa fruticans). Skripsi sarjana. Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Novizan, 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Penerbit Agromedia Pustaka:
Jakarta. 114 hal.
Nugroho, A. Setiawan. 2007. Pengeruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Empat Varietas Padi Sawah. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah: Yogyakarta.
Purnama, Siti. 2015. Potensi Nipah Yang Melimpah. Disbun Provjabar. Bandung.
Rachmawati, D. 2000. Tanggapan Tanaman Sorgum terhadap Cekaman NaCl:
Pertumbuhan dan Osmoregulasi. Biologi. 2: 515-529.
Siregar, B.S. 2012. Analisis Finansial serta Prospek Pengolahan Nipah (Nypa
fruticans) Menjadi Berbagai Produk Olahan. Skripsi. Universitas Sumatra
Utara: Medan

Subiandono, E., Herianto, N.M ., Karlina dan Endang. 2011. Potensi Nipah (Nypa
fruticans (Thunb.) Wurmb). Sebagai Sumber Pangan dari Hutan Mangrove.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Buletin
Plasma Nutfah 17 (1) : 54-60

Syakir, M., Maslahah, Nur. dan M. Januwati. 2008. Pengaruh Salinitas terhadap
Pertumbuhan, Produksi dan Mutu Sambiloto (Andrographis paniculata
nees). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bul. Littro. XIX (2) :
129 – 137.

Tamunaidu, P. and Saka, S. 2011. Comparativve Study of Nutrient Supplements


and Natural Inorganic Components in Ethanolic Fermentation of Nipa Sap.
Jurnal of The Japan Institute of Energy, 02 : 181-186.
33

Yuniati, R. 2004. Pelapisan Galur Kedelai Glycine max (L.) Merrill Toleran
Terhadap NaCl Untuk Penanaman di Lahan Salin. Makara Journal of
Science. 8 (1) : 21-24.

Anda mungkin juga menyukai