Anda di halaman 1dari 36

Laporan kasus

TUMOR SINONASAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT FK Unsyiah/
RSUD dr. Zainoel Abidin Muda Aceh

Oleh:
ANDHIKA CITRA BUANA

BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016
BAB I

PENDAHULUAN
Tumor sinonasal adalah penyakit dimana terjadinya pertumbuhan sel (ganas) pada sinus
paranasal dan rongga hidung. Lokasi hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan
rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung
sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini.

Karsinoma sinonasal terdiri atas 5% dari semua kanker pada kepala dan leher dengan
insidensi di dunia kira-kira 1 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Karsinoma
sinonasal yang berasal dari sinus maksila 60%, kavum nasi 22%, sinus etmoid 15%, sinus
frontal dan sinus sphenoid 3%. Secara histopatologi jenis squamous cell carcinoma adalah
yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 55% diikuti dengan jenis non epithelial neoplasm
20%, tumor kelenjar 15%, undifferentiated carcinoma 7%, dan jenis lain 3%. Usia rata-rata
pada pasien dengan tumor karsinoma yaitu antara 50-60 tahun. Di Departemen THT FKUI
RS Cipto Mangunkusumo, karsinoma sinonasal ditemukan pada 10-15% dari seluruh tumor
ganas THT. Laki-laki ditemukan lebuh banyak dengan rasio laki-laki banding perempuan
yaitu 2:1.

Etiologi karsinoma sinonasal belum diketahui dengan pasti, namun diduga beberapa zat
kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, asap industri,
dan penyamakan kulit terlibat dalam beberapa jenis karsinogenesis pada karsinoma sinonasal.
Khususnya, terpapar debu kayu dan penyamakan kulit berhubungan dengan meningkatnya
risiko adenokarsinoma. Penyebab karsinoma sinonasal lainnya adalah minyak bahan
tambang, kromium, dan isoprophyl oils, pematrian danpengelasan, dan sebagainya. Alkohol,
asap rokok, makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi
keganasan. Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras seperti
beech dan oak, merupakan faktor risiko utama yang telah diketahui untuk karsinoma
sinonasal. Peningkatan risiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas
yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 4- tahun atau lebih sejak
pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama : Sakdiah Ben


Tanggal Lahir : 01 Desember 1952
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Bireuen
No. CM : 1-11-06-89
Tanggal Masuk : 4 Januari 2017
Tanggal Pemeriksaan : 5 Januari 2017

2.2 Anamnesis

Keluhan utama : Benjolan di pipi kanan.


Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RSUDZA dengan keluhan benjolan
di pipi kanan sejak 3 bulan SMRS. Benjolan semakin lama semakin membesar. Pasien
mengaku benjolan muncul setelah 2 bulan pasien melakukan operasi pengangkatan
tahi lalat di pipi kanannya. Pasien mengaku karena penekanan benjolan tersebut ke
mata membuat penglihatannya terganggu karena sulit membuka matanya. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada wajah kanan dan kepala. Pasien memiliki riwayat mimisan
selama seminggu.
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi dialaminya sejak 10 tahun lalu. Pasien
pernah dioperasi dengan diagnosa Melanoma pada 7 bulan lalu
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
Riwayat penggunaan obat : Amlodipin 1x5mg, valsartan 1x80 mg
Riwayat kebiasaan sosial :

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Internus

Keadaan Umum : Baik, kesan sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Suhu : 36,9oC
Pernafasan : 18 x/menit

Pemeriksaan Kulit

Warna : Kuning langsat


Turgor : Cepat kembali
Sianosis : Negatif
Ikterus : Negatif
Edema : Negatif

PemeriksaanKepala
Kepala : Normocephali
Rambut : Hitam
Wajah : Asimetris (+)
Di pipi kanan terdapat massa berukuran 3x3 cm, dengan konsistensi
padat, permukaan rata, immobile, nyeri tekan (-)
Mata : konjungtiva anemi (-/-), ikterik (-/-),sekret (-/-),RCL (+/+), RCTL
(+/+), pupil bulat isokor
Telinga : Serumen (-/-) ,normotia
Hidung : Sekret kekuningan (+/+), konka edema (+/-) mukosa hiperemis (+/-),
nafas cuping hidung (-)
Mulut
o Bibir : Kering (-), sianosis (-)
o Lidah : Simetris, tremor (-), hiperemis (-), kesan kotor/putih (-)
o Tonsil : Hiperemis (-/-)
o Faring : Hiperemis (-)

Pemeriksaan Leher
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Pembesaran KGB (-)
Pemeriksaan Thorax
Inspeksi
o Statis : Simetris, bentuk normochest, iga tampak jelas
o Dinamis : Pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi epigastrium (-),
iga tampak jelas (+)
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, iga tampak jelas (+)
Kanan Kiri
Palpasi Fremitus N Fremitus N
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Normal Vesikuler Normal
Ronchi (-) wheezing (-) Ronchi (-) wheezing (-)

Jantung

Auskultasi : BJ I > BJ II, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi(-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), defans muscular (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), tapping pain (-)
Auskultasi : Peristaltik 3x/menit, kesan normal

Tulang Belakang
Bentuk : Simetris
Nyeri tekan : Negatif

Kelenjar Limfe
Pembesaran KGB: Tidak ditemukan

Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
Fraktur - - - -

Status Neurologis

GCS : E4 M6 V5
Pupil : Isokor, bulat, ukuran 3 mm/3 mm
Reflek Cahaya : Langsung (+ /+), tidak langsung (+/+)
Tanda Meningeal : Negatif
Nervus Cranial : Dalam batas normal

2.4 PemeriksaanPenunjang
Laboratorium
Jenis pemeriksaan Hasil (01-12-2016) Hasil (03 -01-20170 Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 13,8 13,9 12,0-15,0 g/dL
Hematokrit 41 41 37-47 %
Eritrosit 49 5,0 4,2-5,4 x106/mm3
Leukosit 9,1 9,0 4,5-10,5 x103/mm3
Trombosit 306 275 150-450 x103U/L
MCV 83 82 80-100 fL
MCH 28 28 27-31 pg
MCHC 34 34 32-36 %
RDW 13,2 12,8 11,5-14,5%
MPV 9,2 8,6 7,2-11,1 fL
LED 26 35 <20mm/jam
Hitung Jenis
Eosinofil 3 3 0-6%
Basofil 0 1 0-2%
Netrofil Segmen 0 0 2-6
Netrofil Segmen 47 48 5-70%
Limfosit 43 43 20-40%
Monosit 7 5 2-8%
Waktu perdarahan 2 2 1-7 menit
Waktu pembekuan 8 7 5-15 menit
Kimia Klinik
SGOT 24 19 < 31 U/L
SGPT 26 23 <34 U/L
Abumin 4,25 3,5-5,2 g/dl
Natrium 147 146 135-145 mmol/L
Kalium 3,3 4,1 3,5-4,5 mmol/L
Klorida 113 111 90-110 mmol/L
Ureum 26 26 13-43 mg/dl
Kreatinin 0,78 0,79 0,51-0,95 mg/dl
Gula Darah Puasa 108 111 60-110 mg/dl
Gula Darah 2 Jam PP 164 100-140 mg/dl

Thorax PA (14 Desember 2016)

Kesimpulan : Cardiomegaly dengan LVH/LVD

CT-Scan KepalaTanpaKontras (09 Desember 2016)


Kesimpulan :

CT Scan sinus coronal, Axial tanpa kontras: Massa sinonasal kanan.

Ctsan sinus coronal, Axial dengan kontras: Massa sinonasal kanan dengan perluasaan ke
KGB di submandibula kanan dan kiri ukuran 1 cm.

2.5 Diagnosa

Karsinoma sinonasal

2.6 Penatalaksanaan

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftrixone 1 gr / 12 jam

- Inj. Asam traneksamat 500mg / 8 jam

- Valsartan 1x 80 mg

- Amlodipin 1x 10mg

2.7 Planning

- Maksilektomi dan Kemoterapi

2.8 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia


Quo ad functionam : Dubia
Quo ad Sanactionam : Dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah yaitu:
pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (tip), ala nasi,
kolumela, dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang
dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang
berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari
tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal.
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di
bagian bawah hidung, yaitu: sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago
nasalis lateralis inferior yang disebut kartilago alar mayor, dan kartilago septum (Soetjipto,
2011).

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Lubang
masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares
posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring (Soetjipto, 2011).
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi dan tepat di belakang nares
anterior disebut vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar
sebasea dan rambut-rambut yang disebut vibrise (Soetjipto, 2011). Setiap kavum nasi
mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding lateral, medial, inferior, dan superior. Dinding
lateral terdapat 4 buah konka. Konka inferior adalah yang terbesar dan letaknya paling
bawah, konka media yang lebih kecil, konka superior yang lebih kecil lagi, dan konka
suprema adalah yang terkecil (Soetjipto, 2011).
Di antara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut
meatus. Berdasarkan letaknya, terdapat tiga meatus yaitu meatus superior, meatus medius,
dan meatus inferior. Meatus superior terletak di antara konka superior dan konka media. Di
daerah ini terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Meatus medius terletak di
antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara
sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior. Meatus inferior terletak di antara
konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada daerah ini
terdapat muara duktus nasolakrimalis (Soetjipto, 2011; Snell, 2006).
Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang
rawan. Bagian atas dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid dan bagian posterior
dibentuk oleh os vomer. Bagian tulang rawan yaitu kartilago septum (lamina kuadrangularis)
dan kolumela. Pada bagian tulang rawan septum dilapisi perikondrium, bagian tulang dilapisi
periosteum, sedangkan bagian luar dilapisi mukosa hidung (Snell, 2006; Soetjipto, 2011).
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung yang dibentuk oleh os maksila dan
os palatum (permukaan atas palatum durum). Dinding superior atau atap hidung yang sempit
dibentuk oleh lamina kribosa, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.
Lamina kribosa merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-
lubang tempat masuknya serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga hidung
dibentuk os sfenoid (Snell, 2006; Soetjipto, 2011).

Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari arteri etmoid anterior dan posterior.
Bagian bawah hidung diperdarahi oleh cabang arteri maksilaris interna, yaitu ujung arteri palatina
mayor, dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang
arteri fasialis. Bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina,
arteri etmoid anterior, arteri labialis anterior, dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus
Kiesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh
trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama yang
sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya.
Vena-vena ini membentuk suatu pleksus kavernosus yang rapat di bawah membrana mukosa.
Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis anterior, dan sfenopalatina (Soetjipto,
2011; Snell, 2006).
Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Nervus maksilaris dari nervus trigeminus
berfungsi untuk impuls aferen sensorik, nervus fasialis untuk gerakan otot pernapasan pada
hidung luar. Ganglion sfenopalatina berguna mengontrol diameter vena dan arteri hidung,
dan juga produksi mukus, sehingga dapat mengubah pengaturan hantaran, suhu, dan
kelembaban aliran udara (Snell, 2006).
Kompleks Ostiomeatal (KOM) adalah celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi
oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi yang membentuk KOM adalah
prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi, dan
resesus frontal. KOM adalah unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase
dari sinus-sinus yang terletak di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior, dan frontal.
Bila terjadi obstruksi pada KOM, maka akan terjadi perubahan patologis yang signifikan
pada sinus yang terkait (Soetjipto, 2011).

Anatomi Sinus Paranasal


A. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila terletak di dalam
korpus maksilaris dan sinus ini berbentuk piramid. Dinding anterior sinus yaitu permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-
temporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superior
adalah dasar orbita, dan dinding inferior yaitu prosesus alveolaris dan palatum (Soetjipto,
2011).
Sinus maksila bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus semilunaris.
Karena sinus etmoid anterior dan sinus frontal bermuara ke infundibulum, kemudian ke hiatus
semilunaris, kemungkinan penyebaran infeksi dari sinus-sinus ini ke sinus maksila adalah
besar (Snell, 2006).
Membrana mukosa sinus maksilaris dipersarafi oleh nervus alveolaris superior dan nervus
infraorbitalis (Snell, 2006).
B. Sinus Frontal
Sinus frontal terletak di dalam os frontalis, terdapat dua buah yaitu kanan dan kiri yang
dipisahkan oleh septum tulang. Kedua sinus ini biasanya tidak simetris (menyimpang dari
bidang median). Setiap sinus berbentuk segitiga, meluas ke atas, di atas ujung medial alis
mata dan ke belakang ke bagian medial atap orbita (Snell, 2006).
Masing-masing sinus frontal bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui infundibulum.
Membrana mukosa dipersarafi oleh nervus supraorbitalis (Snell, 2006).

C. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak di dalam korpus os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Batas-batas sinus ini adalah
bagian superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofise, sebelah inferior adalah atap
nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna, dan
di sebelah posterior berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons (Soetjipto, 2011).
Setiap sinus bermuara ke dalam resesus sfenoetmoidalis di atas konka nasalis superior.
Membrana mukosa dipersarafi oleh nervus etmoidalis posterior (Snell, 2006).
D. Sinus Etmoid
Sinus etmoid terdapat di dalam os etmoid, di antara konka media dan dinding medial orbita.
Sinus etmoid terdiri dari sel-sel yang jumlahnya bervariasi. Sinus ini terpisah dari orbita oleh
selapis tipis tulang, sehingga infeksi dengan mudah menjalar dari sinus ke dalam orbita.
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil dan banyak, terletak di depan lempeng yang menghubungkan
bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus
etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior
dari lamina basalis (Snell, 2006; Soetjipto, 2011).
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior terdapat bagian sempit yang disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Pada
daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat
bermuara ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
menyebabkan sinusitis frontal dan bila di infundibulum menyebabkan sinusitis maksila.
Membrana mukosa dipersarfi oleh nervus etmoidalis anterior dan posterior (Soetjipto, 2011;
Snell, 2006).
2.2. Fisiologi Sinus Paranasal
Sistem Mukosiliar
Sistem transpor mukosiliar adalah sistem pertahanan aktif rongga hidung terhadap virus,
bakteri, jamur, atau partikel berbahaya lain yang terhirup bersama udara. Efektivitas sistem
transpor mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lendir. Palut lendir ini dihasilkan
oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar seromusinosa submukosa (Soetjipto, 2011).
Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transport mukosilier. Rute pertama adalah gabungan
sekresi sinus frontal, maksila, dan etmoid anterior. Sekret ini bergabung di dekat
infundibulum etmoid, selanjutnya berjalan menuju tepi bebas prosesus unsinatus, dan
sepanjang dinding medial konka inferior menuju nasofaring melewati bagian anteroinferior
orifisium tuba Eustachius. Transpor aktif berlanjut ke epitel bersilia dan epitel skuamosa pada
nasofaring, dan jatuh ke bawah dibantu gaya gravitasi dan proses menelan (Soetjipto, 2011).
Rute kedua adalah gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid bertemu di
resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian postero-superior orifisium tuba
Eustachius (Soetjipto, 2011).
Sekret yang berasal dari meatus superior dan septum bergabung dengan sekret rute pertama,
yaitu di inferior dari tuba Eustachius. Sekret pada septum berjalan vertikal ke arah bawah
terlebih dahulu kemudian ke belakang dan menyatu di bagian inferor tuba Eustachius. Ini
sebab mengapa pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip), tapi belum tentu
ada sekret di rongga hidung (Soetjipto, 2011).
Fungsi Sinus Paranasal
Beberapa teori mengemukakan, fungsi sinus paranasal yaitu: (1) sebagai pengatur
kondisi udara, (2) sebagai penahan suhu, (3) membantu keseimbangan kepala, (4) membantu
resonansi suara, (5) peredam perubahan tekanan udara, dan (6) membantu produksi mukus
untuk membersihkan rongga hidung (Soetjipto, 2011).

2.2 Definisi

Tumor sinonasal adalah penyakit dimana terjadinya pertumbuhan sel (ganas) pada sinus
paranasal dan rongga hidung. Lokasi hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan
rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung
sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini.

2.3 Epidemiologi

Karsinoma sinonasal terdiri atas 5% dari semua kanker pada kepala dan leher dengan
insidensi di dunia kira-kira 1 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Karsinoma
sinonasal yang berasal dari sinus maksila 60%, kavum nasi 22%, sinus etmoid 15%, sinus
frontal dan sinus sphenoid 3%. Secara histopatologi jenis squamous cell carcinoma adalah
yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 55% diikuti dengan jenis non epithelial neoplasm
20%, tumor kelenjar 15%, undifferentiated carcinoma 7%, dan jenis lain 3%. Usia rata-rata
pada pasien dengan tumor karsinoma yaitu antara 50-60 tahun. Di Departemen THT FKUI
RS Cipto Mangunkusumo, karsinoma sinonasal ditemukan pada 10-15% dari seluruh tumor
ganas THT. Laki-laki ditemukan lebuh banyak dengan rasio laki-laki banding perempuan
yaitu 2:1.

2.4 Etiologi

Etiologi karsinoma sinonasal belum diketahui dengan pasti, namun diduga beberapa zat
kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, asap industri,
dan penyamakan kulit terlibat dalam beberapa jenis karsinogenesis pada karsinoma sinonasal.
Khususnya, terpapar debu kayu dan penyamakan kulit berhubungan dengan meningkatnya
risiko adenokarsinoma. Penyebab karsinoma sinonasal lainnya adalah minyak bahan
tambang, kromium, dan isoprophyl oils, pematrian danpengelasan, dan sebagainya. Alkohol,
asap rokok, makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi
keganasan. Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras seperti
beech dan oak, merupakan faktor risiko utama yang telah diketahui untuk karsinoma
sinonasal. Peningkatan risiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas
yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 4- tahun atau lebih sejak
pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan.

2.5 Patofisiologi

Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor seperti
bahan karsinogen yaitu bahan kimia inhalan, debu industri, sinar ionisasi dan lainnya dapat
menimbulkan kerusakan ataupun mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan tubuh yaitu
gen proliferasi dan diferensiasi. Dalam proses diferensiasi ada dua kelompok gen yang
memegang peranan penting, yaitu gen yang memacu diferensiasi (proto-onkogen) dan yang
menghambat diferensiasi (anti-onkogen). Untuk terjadinya transformasi dari satu sel normal
menjadi sel kanker oleh karsinogen harus melalui beberapa fase yaitu fase inisiasi dan fase
promosi serta fase progresi. Pada fase inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase promosi sel yang
telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat terjadinya kerusakan gen. Sel
yang tidak melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh promosi sehingga tidak berubah
menjadi sel kanker. Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh karsinogen yang sama atau
diperlukan karsinogen yang berbeda.

Sejak terjadinya kontak dengan karsinogen hingga timbulnya sel kanker memerlukan
waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase induksi ini belum timbul
kanker namun telah terdapat perubahan pada sel seperti dysplasia. Fase selanjutnya adalah
fase in situ dimana pada fase ini kanker mulai timbul namun pertumbuhannya masih terbatas
jaringan tempat asalnya tumbuh dan belum menembus membran basalis. Fase in situ ini
berlansung sekitar 5-10 tahun. Sel kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus
membran basalis dan masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut
juga dengan fase invasive yang berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi
(penyebaran) sel-sel kanker menyebar ke organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau
ke organ-organ jauh dalam kurun waktu 1-5 tahun.

Sel-sel kanker tersebut akan tumbuh terus tanpa batas sehingga menimbulkan kelainan
dan gangguan. Sel kanker ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya,
mengadakan infiltrasi, invasi, serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini dan diberikan
terapi.
2.6 Jenis Histopatologi

Tabel 2.1 Klasifikasi Jenis Tumor

Benigna Maligna
Epitel - Fungiform papilloma - Squamous cell
- Inverted papilloma - Basal cell carcinoma
- Columnar papilloma - Transitional cell carcinoma
- Adenoma - Adenocarcinoma
- Adenoid cystic
- Melanoma
- Olfactory neuroblastoma
- Undifferentiated carcinoma
Non-epitel - Fibroma - Soft-tissue sarcoma
- Chondroma - Rhabdomyocarcoma
- Osteoma - Leimyocarcoma
- Neurilemmoma - Fibrocarcoma
- Neurofibroma - Liposarcoma
- Hemangioma - Angiosarcoma
- Myxosarcoma
- Hemangiopericytoma
- Connective tissue sarcoma
-Chondrosarcoma
- Osteosarcoma
Limforetikuler - Lymphoma
- Plasmacytoma
- Giant cell tumor

2.6.1 Tumor Jinak Hidung

Hampir seluruh jenis histopatologi tumor jinak dapat tumbuh pada sinonasal.
Termasuk tumor jinak epitelial yaitu sinonasal papilloma dan salivary gland-type adenoma,
dan yang non-epitelial yaitu neurofibroma, haemangioma, myxoma, osteoma, chondroma,
dan lain-lain. Juga tumor odontogenik misalnya ameloblastoma, adamantinoma, dan lain-lain.
Beberapa jenis tumor jinak ada yang mudah kambuh atau secara klinis bersifat ganas karena
tumbuh agresif mendestruksi tulang, misalnya inverted papilloma, displasia fibrosa atau pun
ameloblastoma. Pada jenis ini tindakan operasi harus radikal.2,7

Secara umum tumor jinak tersering adalah sinonasal papilloma (schneiderian


papilloma). Tumor ini berasal dari epitel mukosa saluran pernafasan bersilia yang merupakan
derivat dari ektoderm yang melapisi rongga hidung dan sinus paranasal disebut dengan
membran Schneiderian, menghasilkan tiga tipe morfologi papilloma yang berbeda,
diantaranya inverted papilloma, oncocytic papilloma, dan exophytic papilloma atau secara
keseluruhan disebut dengan Schneiderian papilloma. Schneiderian papilloma ini hanya
mewakili 0,4-4,7% dari semua tumor sinonasal.2,7,10

Inverted papilloma terjadi di sepanjang dinding lateral rongga hidung (middle


turbinate atau ethmoidal recesses), dengan ekstensi sekunder ke sinus paranasal (terutama
maksila dan etmoid). Sangat jarang inverted papilloma yang berasal dari sinus paranasal.
Oncocytic papillomas terjadi paling sering di sepanjang dinding lateral hidung tetapi juga
dapat berasal dalam sinus paranasal (maksila atau ethmoid). Exophytic papilloma hampir
selalu terbatas pada septum nasi. Tipe inverted dan oncocytic sangat jarang terjadi pada
septum nasi. Sinonasal papilloma biasanya unilateral, tetapi dapat juga terjadi papilloma
bilateral. Tumor ini memiliki kecenderungan untuk menyebar di sepanjang mukosa ke daerah
sekitarnya, termasuk nasofaring. Walaupun jarang sinonasal papiloma ini dapat berasal dari
luar saluran sinonasal, diantaranya pada faring, telinga tengah, mastoid, nasofaring, dan
kantung lakrimalis. Migrasi ektopik dari membran Schneiderian selama embriogenesis
mungkin dapat menjelaskan terjadinya papilloma yang menyimpang ini.2,7,11

Inverted Papilloma (Schneiderian papilloma, inverted type, ICD-O 8121/1),


pemeriksaan fisik berupa massa berwarna merah atau abu-abu, tidak transparan, konsistensi
padat sampai lunak dan rapuh, berbentuk polipoid dengan permukaan berbelit atau berkerut.
Pemeriksaan histopatologi tumor ini memiliki pola pertumbuhan endofit atau "inverted",
dilapisi membran epitel yang proliferatif, tumbuh ke bawah ke dalam stroma yang
mendasarinya. Sel epitel ini berlapis-lapis (5-30 lapis) dan bervariasi, terdiri dari sel
skuamosa, sel transisional, dan sel kolumnar (mungkin ketiganya ada dalam satu lesi),
bercampur dengan mucocytes (sel goblet) dan kista musin intraepitel. Sel skuamosa
nonkeratin dan sel transisional lebih dominan, dan sering dilapisi selapis sel epitel kolumnar
bersilia. Ketiga jenis sel dapat muncul bersamaan pada satu lesi dengan proporsi yang
bervariasi. Infiltrasi sel radang kronis menyusup pada semua lapisan epitel permukaan. Sel-
sel epitel pelapis merupakan sel normal dengan inti seragam. Sel-sel atipik dan pleomorfik
mungkin dapat dijumpai. Komponen epitel dapat menunjukkan gambaran clear cell yang
luas, mengindikasikan adanya konten glikogen yang berlimpah. Aktivitas mitosis sedikit dan
biasanya dapat dilihat pada lapisan basal dan parabasal, tetapi tidak dijumpai mitosis yang
atipik. Fokus keratinisasi permukaan dijumpai pada 10-20% kasus dan sel-sel displastik
dijumpai pada 5-10% kasus. Hal ini bukan merupakan tanda-tanda keganasan, tetapi penting
untuk dievaluasi. Kelenjar saliva minor biasanya tidak dijumpai. Komponen stroma
bervariasi dari miksomatus sampai fibrosa, dengan atau tanpa disertai sel radang (terutama
neutrofil) dan vaskularisasi yang bervariasi. Kelenjar seromusinosa normal jarang absen dari
tumor ini, karena epitel neoplastik menggunakan saluran-saluran dan kelenjar sebagai jalan
untuk memperluas ke dalam stroma. Inverted papilloma yang besar dapat menghambat
drainase sinus di dekatnya. Akibatnya, tidak jarang juga menemukan polip hidung normal
pada spesimen inverted papilloma, yang teridentifikasi dengan penampilan terlalu miksoid
dan transiluminasi, sedangkan inverted papilloma tidak akan seperti itu.

Gambar 2.1 Inverted Papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak seperti pita yang
tumbuh ke dalam stroma. B-C. Gambaran mikroskopis, tampak epitel skuamosa tumbuh
hiperplastik ke dalam stroma membentuk polipod. D. Inverted papilloma dengan pelapis
epitel respiratori bersilia yang hiperplastik, dan tampak transmigrasi neutrofil dari basal
membran ke epitel. E. Inverted papilloma dengan epitel skuamosa dan epitel respiratori
bersilia. F. Gambaran koilosit pada infeksi HPV

Oncocytic Papilloma (Schneiderian papilloma, oncocytic type, ICD-O 8121/1) ,


pemeriksaan fisik berupa massa fleshy berwarna merah kehitaman sampai coklat, atau abu
abu, berbentuk papilari atau polipoid, berhubungan dengan obstruksi hidung dan epistaksis
yang intermitten. Pola pertumbuhan tumor ini dapat exophytic dan endophytic. Pemeriksaan
histopatologi menunjukkan sel epitel proliferatif, tersusun berlapis-lapis (2 - 8 lapis sel) yang
terdiri dari sel-sel bentuk kolumnar tinggi, inti sel kecil, gelap (hiperkromatin), relatif
seragam, kadang-kadang vesikular, dan anak inti kurang jelas. Sitoplasma eosinofilik
berlimpah (bengkak) dan bergranul, dan pada permukaan paling luar dapat dijumpai beberapa
sel epitel bersilia. Pada lapisan epitel ini khas dijumpai beberapa kista kecil berisi musin atau
sel radang neutrofil (mikroabses). Kista ini tidak dijumpai pada submukosa. Umumnya tidak
dijumpai kelenjar saliva minor. Komponen stroma bervariasi, dari miksomatus sampai
fibrous, disertai infiltrasi sel radang limfosit, sel plasma, dan neutrofil, namun hanya sedikit
eosinofil dan vaskularisasi yang bervariasi.2, 7, 13

Gambar 2.2 Oncocytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan


exophytic (panah putih) dan inverted (panah hitam). B dan C. Gambaran mikroskopis,
tampak pelapis epitel onkositik berlapis, disertai kista berisi musin dan mikroabses pada
intraepitel.3

Exophytic Papilloma (Schneiderian papilloma, exophytic type, ICD-O 8121/0),


pemeriksaan fisik exophytic papilloma berupa massa papillary atau warty, exophytic,
verrucous, cauliflower-like lesions, ukuran rata-rata 2 cm, berwarna abu-abu, merah muda
atau coklat, tidak transparan, melekat pada septum hidung dengan dasar relatif luas,
konsistensi kenyal sampai keras padat. Tampak massa bertangkai melekat pada mukosa.
Pemeriksaan histopatologi tampak pola papilar dengan fibrovascular core yang dilapisi oleh
epitel yang berlapis-lapis (5-20 lapis sel), bervariasi dari sel skuamosa (epidermoid), sel
transisional (intermediet), sampai sel kolumnar pseudostratifikasi bersilia (sel saluran
pernapasan), disertai mucocytes (goblet cell), dan kista musin intraepitel. Tidak dijumpai
keratinisasi pada permukaan, kecuali pada tumor yang teriritasi atau jika papilloma sangat
besar dan menggantung ke vestibulum hidung, dimana tumor terkena efek pengeringan oleh
udara. Mitosis jarang dan tidak pernah atipik. Stroma berupa fibrovascular core diinfiltrasi
oleh sedikit sel radang.2,7,12
Gambar 2.3 Exophytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan
exophytic pada septum nasi. B. Gambaran mikroskopis, tampak struktur papilar dengan epitel
skuamosa. C. Tampak pelapis epitel skuamosa hiperplastik, koilositik.

2.6.2 Tumor Ganas Hidung

Keganasan tersering pada sinonasal adalah squamous cell carcinomas (70%), dan
selanjutnya adenocarcinomas (10-20%), lymphoma malignum, sinonasal undifferentiated
carcinoma dan salivary gland-type adenocarcinomas. Dengan predileksi tersering pada sinus
maksila (70-80%), diikuti oleh sinus etmoid dan rongga hidung (20-30%), sedangkan sinus
frontal dan sfenoid jarang dijumpai (kurang dari 1%). Sekitar 80% ditemukan pada usia 45-
85 tahun dan insiden pada pria dua kali lebih sering dibandingkan pada wanita. 2

a. Squamous Cell Carcinoma


Squamous cell carcinoma (ICD-O 8070/3) merupakan tumor ganas epitel yang
berasal dari epitel mukosa rongga hidung atau sinus paranasal yang terbagi atas tipe
keratin dan nonkeratin. Sinonim keratinizing SCC adalah SCC, sedangkan
nonkeratinizing carcinoma adalah schneiderian carcinoma, cylindrical cell carcinoma,
transitional (cell) carcinoma, Ringertz carcinoma, respiratory epithelial carcinoma.
SCC sinonasal paling sering muncul pada sinus maksila (60-70%), diikuti rongga
hidung (12-25%), sinus etmoid (10-15%) dan sfenoid dan sinus frontal (< 1%). SCC
pada vestibulum hidung harus dianggap sebagai karsinoma kulit daripada epitel
mukosa sinonasal.2,3,14,15
Pola pertumbuhan SCC sinonasal dapat berupa massa exophytic, fungating
atau papillary, konsistensi rapuh, mudah berdarah, sebagian nekrosis, massa berbatas
tegas atau infiltratif. Karsinoma rongga hidung dapat menyebar ke lokasi yang
berdekatan dengan rongga hidung atau sinus etmoid, atau dapat meluas ke rongga
hidung kontralateral, tulang, sinus maksila, palatum, kulit dan jaringan lunak hidung,
bibir, atau pipi, juga rongga kranium. Karsinoma sinus maksila dapat menyebar ke
rongga hidung, palatum, sinus paranasal lain, kulit atau jaringan lunak hidung atau
pipi, orbita, kranium, atau pterygopalatine dan ruang infratemporal. Metastasis
kelenjar getah bening jarang terjadi dibandingkan SCC dari tempat lain di kepala dan
leher.
SCC merupakan karsinoma yang paling sering pada saluran sinonasal. Tumor
berdiferensiasi baik yang menunjukkan gambaran keratinisasi umumnya dapat
didiagnosa dengan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus. Pada pemeriksaan
hapusan ini menunjukkan sel-sel tumor pleomorfik atipik, diantaranya sel-sel bentuk
spindel, poligonal, dan sel-sel keratin. Spindle cell SCC harus dibedakan dari tumor-
tumor sel spindel lainnya, seperti spindle cell melanomas, sarkoma dan tumor
neurogenik.2

Gambar 2.4 Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus pada SCC dengan Diff-Quik
stain. A. Poorly differentiated tumor cells. B. Spindled tumor cells. C. Fragmen
debriskeratin dan sel- sel keratin dengan inti tidak jelas.

Keratinizing SCC pada sinonasal memiliki gambaran histopatologi identik


dengan SCC dari tempat lain di kepala dan leher. Dimana tampak diferensiasi sel
skuamosa, disertai keratin ekstraselular atau keratin intraselular (sitoplasma merah
muda, sel diskeratotik) dan tampak jembatan antar sel (intercellular bridges). Tumor
ini dapat dibagi menjadi karsinoma diferensiasi baik, sedang, dan buruk. Meskipun
pada karsinoma yang diferensiasi buruk hanya tampak berupa fokus-fokus. Invasi ke
stroma membentuk sarang-sarang atau untaian, atau mungkin hanya sel-sel ganas
yang terisolasi. Sering disertai reaksi stroma desmoplastik. 2, 3
Gambar 2.5 Keratinizing SCC. A. Pembesaran kecil, tampak massa keratin pada
beberapa tempat. B. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar,
pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat.

Tipe nonkeratin juga memiliki pola pertumbuhan papillary atau exophytic


tetapi sering tumbuh ke bawah (inverted atau endophytic), membentuk pita-pita yang
saling berhubungan, pleksiformis, atau sarang-sarang epitel. Sarang tumor berbentuk
bulat, atau sejajar membran basal, seperti pola karsinoma kandung kemih. Tumor
terdiri atas sel-sel kolumnar atau transisional yang tersusun memanjang, berorientasi
tegak lurus ke permukaan, tidak dijumpai keratin.2,3,14,15

Secara umum SCC sinonasal adalah tumor yang hiperselular, inti sel
pleomorfik, hiperkromatin, rasio inti/sitoplasma meningkat, dispolarisasi, dan
aktivitas mitosis meningkat, termasuk mitosis atipik. Pada kasus invasi sel tumor
halus pada membran basal, mungkin tidak didiagnosa sebagai karsinoma invasif,
bahkan mungkin didiagnosa sebagai papilloma dengan displasia berat atau karsinoma
in situ. Seharusnya tumor ini didiagnosa sebagai karsinoma invasif. Pada kedua jenis
tumor ini dapat terjadi epitel displasia ringan, sedang sampai berat (karsinoma in
situ).2,3,7
Gambar 2.6 Nonkeratinizing SCC. A dan B. Pembesaran kecil tampak struktur sarang-
sarang dan papilar. C. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar,
pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat. D. Tipe sel
transisional.

Varian dari SCC sangat jarang terjadi di saluran sinonasal. Secara


histopatologi varian-varian ini identik dengan SCC dari tempat lain di kepala dan
leher yang frekuensinya juga lebih sering dibandingkan dengan SCC sinonasal.
Verrucous carcinoma (ICD-O 8051/3) merupakan varian SCC derajat rendah, dengan
gambaran khas berupa massa papillary atau warty exophytic dengan diferensiasi sel
yang sangat baik, dan epitel berkeratin. Papillary SCC (ICD-O 8052/3) adalah suatu
exophytic SCC dengan konfigurasi papilar yang berbentuk seperti jari tipis, disertai
fibrovascular core. Basaloid SCC (ICD-O 8083/3) merupakan varian SCC yang
agresif, dengan gambaran khas berupa sarang-sarang, berisi sel-sel epitel basaloid
atipik, dengan aktivitas mitosis meningkat, inti sel hiperkromatin, rasio inti/sitoplasma
juga meningkat. Kadang-kadang dapat dijumpai nekrosis tipe komedo. Kadang-
kadang juga dijumpai arsitektur mirip suatu adenoid cystic carcinoma berupa susunan
pseudoglandular. Diferensiasi skuamosa juga dapat dijumpai, baik dalam sarang
basaloid, sebagai fokus terpisah dari tumor, atau sebagai karsinoma epitel permukaan
atau karsinoma in-situ. Spindle cell carcinoma (ICD-O 8074/3) memiliki gambaran
khas berupa pola bifasik, yaitu SCC dan komponen sel spindel malignan yang
umumnya jauh lebih banyak, sehingga mirip dengan sarkoma. Adenosquamous
carcinoma (ICD-O 8560/3) lebih jelas diterangkan pada bab tumor oral dan laringeal.
Secara singkat, umumnya dianggap sebagai varian dari SCC, dimana pada mukosa
permukaan dijumpai komponen SCC, juga komponen karsinoma dengan diferensiasi
kelenjar yang jelas berbentuk ductus atau tubulus dan sering bercampur dengan SCC.
Acantholytic SCC (ICD-O 8075/3) merupakan varian terakhir dari SCC yang
insidennya juga sangat jarang terjadi.

Gambar 2.7 SCC. A. Papillary SCC. B. Verrucous Carcinoma. C. Basaloid SCC. 2

Diagnosa banding yang menantang pada SCC yaitu membedakan antara


poorly differentiated SCC (nonkeratinizing) dari saluran sinonasal dengan tumor
derajat tinggi lainnya seperti undifferentiated nasopharyngeal carcinoma.
Membedakan antara nonkeratinizing SCC dengan SNUC juga sulit, tetapi biasanya
pada SCC banyak dijumpai sel-sel berukuran besar. Problem diagnosa lainnya yaitu
basaloid SCC yang memiliki sifat agresif. Pada pemeriksaan sitologi tumor ini mirip
dengan adenoid cystic carcinoma, SNUC, dan olfactory neuroblastoma. Maka harus
dievaluasi secara cermat adanya sel keratin yang mendukung suatu SCC.2,3,17

b. Adenocarcinoma
Adenocarcinoma berasal dari epitel saluran pernafasan atau kelenjar
mukoserous (60%). Tumor ini dibagi menjadi tipe intestinal dan tipe non-intestinal.2
Intestinal Type Adenocarcinomas (ITACs) (ICD-O 8144/3) merupakan tumor
ganas primer yang berasal dari epitel kelenjar pada traktus sinonasal, yang secara
histopatologi mirip dengan adenokarsinoma dan adenoma pada intestinal. Lokasi
paling sering yaitu sinus etmoid (40%), diikuti oleh kavum nasi (27%) dan sinus
maksilaris (20%). Gejala awal cenderung tidak spesifik dan bervariasi, mulai dari
obstruksi hidung unilateral, diikuti dengan rhinorrhea jernih atau purulent, dan
epistaksis. Pada keadaan lanjut, tumor tumbuh besar sampai ke pipi, dapat menginvasi
ke orbita, pterygopalatine, fossa infratemporal, kavitas pada kranial, dan biasanya
dapat menimbulkan rasa nyeri, gangguan neurologi, gangguan visual dan
exopthalmus.2,3,7,20
Pemeriksaan fisik pada ITACs dijumpai massa tumor dengan bentuk yang
bervariasi, dapat berupa massa flat sampai yang menonjol keluar (polipoid, papilar
atau nodular), menggembung, irregular, berwarna merah tua, putih keabuan, atau
merah muda yang tumbuh di rongga hidung atau sinus paranasal. Umumnya
konsistensi tumor rapuh, sebagian disertai ulserasi, perdarahan dan nekrotik. Beberapa
lesi dapat dijumpai massa gelatin atau musinous.
Pemeriksaan hapusan adenokarsinoma menunjukkan kelompokan sel tumor
yang kohesif dan sel-sel individu (tersebar), inti sel vesikular, anak inti menonjol, dan
sitoplasma sedang. Adanya diferensiasi kelenjar dan sekresi musin mempertegas
diagnosa tumor ini. Adenokarsinoma primer menunjukkan gambaran diferensiasi tipe
intestinal dan sel goblet. Sediaan hapusan adenokarsinoma musinus akan
menunjukkan sekresi musin yang banyak, dan dapat disertai kelompokan kecil sel
seperti terapung didalamnya. Tumor musinus cenderung hiposelular disebabkan efek
dilusi genangan musin. Sel-sel memanjang dengan inti sel–sitoplasma polaritas
merupakan karakteristik dari ITACs. Adenokarsinoma tipe sel goblet (tipe kolon)
menunjukkan sel-sel tumor dengan sitoplasma banyak bervakuola bulat hingga inti sel
terdorong ke tepi. 17

Gambar 2.8 A. Primary ITACs, sel tumor dengan sitoplasma sedang, dan sel
kolumnar (Inset). B dan C. Tipe kolon, sel goblet dengan sitoplasma banyak
(berlimpah).

Barnes membagi tumor ini menjadi lima kategori : papillary, colonic, solid,
mucinous dan mixed. Kleinsasser dan Schroeder membagi ITACs menjadi empat
kategori : papillary tubular cylinder cell (PTCC) types I-III (I=well-differentiated,
II=moderately-differentiated, III=poorly-differentiated), alveolar goblet type, signet-
ring type dan transitional type. Tipe papillary, colonic dan solid pada klasifikasi
Barnes menunjukkan gambaran yang sesuai dengan tipe PTCC I,II dan III.

Papillary type (papillary tubular cylinder cell I atau well-differentiated


adenocarcinoma), ditemukan sekitar 18% kasus, menunjukkan gambaran mikroskopis
yang didominasi oleh struktur papilar dengan fibrovascular stalk, dan kadang-kadang
disertai kelenjar bentuk tubular, dilapisi oleh sel-sel kolumnar tinggi tanpa silia,
dengan susunan terpolarisasi baik dan tegak lurus terhadap membran basal,
bertingkat, tumpang tindih, atau disorganisasi. Sel-sel dengan sitoplasma eosinofilik,
inti sel bulat-oval, hiperkromatin sampai vesikular, dengan atau tanpa anak inti
menonjol, dan aktivitas mitosis rendah. Pada beberapa kasus ditemukan sel goblet
diantara sel kolumnar sama seperti yang terlihat pada usus. Latar belakang tumor
sering kotor, tampak daerah hemoragik, nekrotik, dan inflamasi.2,3,7

Colonic type (papillary tubular cylinder II or moderately - differentiated


adenocarcinoma), ditemukan sekitar 40% kasus, menunjukkan gambaran yang
didominasi oleh struktur kelenjar tubular yang berdiferensiasi baik sampai sedang,
mirip dengan adenokarsinoma pada usus besar. Kadang-kadang dijumpai struktur
papilar. Pleomorfisme inti sel dan aktivitas mitosis meningkat.2,3,7,23

Solid type (papillary tubular cylinder III atau poorly-differentiated


adenocarcinoma), ditemukan sekitar 20% kasus, menunjukkan gambaran diferensiasi
sel yang buruk, berupa pertumbuhan yang solid dan trabekular dengan formasi
tubulus minimal dan terisolasi. Terjadi proliferasi difus sel kuboid kecil, inti sel
pleomorfik, vesikular, anak inti menonjol, dan aktivitas mitosis meningkat.2,3,7

Analog dengan adenokarsinoma kolon, beberapa ITACs didominasi oleh


mukus yang berlebihan (>50%) hingga diklasifikasikan sebagai mucinous type
(alveolar goblet cell dan signet ring) meliputi tiga pola pertumbuhan. Pola pertama
ditandai oleh kelompokan kecil sel yang solid, kelenjar individual, signet ring cells,
atau struktur sepertim papilar yang pendek dengan atau tanpa fibrovascular core;
musin umumnya intraselular dan dapat ditemukan matriks mukomiksoid. Pola kedua
ditandai oleh kelenjar dengan lumen dilatasi berisi mucus, beberapa di antaranya
dapat pecah dan menimbulkan respon inflamasi yang agresif. Dan pola ketiga ditandai
oleh kelompokan sel tumor yang tergenang dalam matriks musinous dikelilingi oleh
septa fibrosa yang tipis, yang membentuk pola tipe alveolar. Sel tumor terutama
bentuk kuboid atau sel goblet tampak dalam lapisan tunggal di pinggiran kolam
musin, hingga pola ini disebut juga dengan varian alveolar-goblet cell. Ekstravasasi
mukus dapat menimbulkan reaksi inflamasi, hingga dapat dijumpai multinucleated
giant cells.2,3,7

Tipe mixed (transitional) terdiri dari campuran dua atau lebih dari pola yang
telah dijelaskan sebelumnya. Terlepas dari tipe histologisnya, secara histologi
gambaran ITACs menyerupai mukosa usus normal dan dijumpai vili, sel Paneth, sel
enterochromaffin dan muskularis mukosa. Sel enterochromaffin dapat
mengekspresikan beberapa jenis peptida, diantaranya yaitu gastrin, glucagon,
serotonin, cholecystokinin, dan leu-enkephalin. Pada beberapa kasus dapat ditemukan
tumor yang berdiferensiasi sangat baik yang terdiri dari vili yang bentuknya baik,
dilapisi oleh sel kolumnar, berkas sel otot polos yang menyerupai muskularis mukosa
yang dijumpai di bawah vili.2,3,7

Pemeriksaan imunohistokimia ITACs adalah positif difus untuk penanda epitel


seperti pancytokeratin, epithelial membrane antigen, B72.3, Ber-EP4, BRST-1, Leu-
M1, dan human milk fat globule (HMFG-2). Positif dengan CK20 (735-86%) dan
reaksi bervariasi dengan CK7 (43%-93% kasus). CDX-2, suatu faktor transkripsi inti
sel, yang terlibat dalam diferensiasi sel-sel epitel usus dan diekspresikan difus pada
adenokarsinoma usus, umumnya diekspresikan pada ITACs. Pewarnaan claudins dan
villin juga dapat diekspresikan pada ITACs. Sedangkan pewarnaan CEA masih dalam
pertentangan pada beberapa literatur. Sebaran atau kelompokan sel-sel yang positif
terhadap chromogranin juga sering dijumpai; sel-sel neuroendokrin dapat
mengekspresikan berbagai hormon peptida, termasuk serotonin, cholecystokinin,
gastrin, somatostatin dan leu-enkephalin. 2,3,7

Adenokarsinoma tipe nonintestinal (Non-ITACs) adalah tumor traktus


sinonasal yang tidak menunjukkan gambaran histopatologi adenokarsinoma tipe
saliva dan ITACs (sel-sel goblet, absorptive, endocrine, Paneth). Adenokarsinoma ini
dibagi menjadi tipe low grade dan high grade. Lokasi tersering yaitu pada sinus
ethmoid. Gejala klinis diantaranya obstruksi hidung dan epistaksis, jarang dijumpai
rasa nyeri.2,3,24 Tumor ini memiliki gambaran makroskopis yang bervariasi,
diantaranya berbatas tegas sampai kondisi buruk dan invasif, pertumbuhannya flat
sampai berupa tonjolan keluar atau papillar, berwarna putih sampai merah muda, dan
konsistensi dari keras sampai rapuh.2,3

Baik low grade atau high grade, tumor ini dijumpai pada submukosa, tanpa
keterlibatan permukaan, atau dapat juga melibatkan epitel bersilia yang melapisi
saluran pernapasan. Low grade adenocarcinoma menunjukkan struktur kelenjar atau
papilar, tumor berbatas tegas, tetapi tidak berkapsul, kadang-kadang dijumpai invasi.
Tampak proliferasi kelenjar berukuran kecil dan seragam atau asinus, yang tersusun
dalam pola back to back, dengan sedikit atau tanpa intervensi stroma. Kadang-kadang
dijumpai gambaran rongga kistik irregular yang besar. Kelenjar dilapisi oleh satu lapis
sel kolumnar sampai kuboid, tidak bersilia, dengan inti sel bentuk bulat, seragam,
terletak di basal atau kadang-kadang tersusun pseudostratifikasi, karena hilangnya
polaritas inti sel; dan sitoplasma eosinofilik. Pleomorfisme sel ringan sampai sedang,
dan aktivitas mitosis sesekali terlihat; tidak dijumpai mitosis atipik dan nekrosis.
Varian adenokarsinoma ini terdiri dari papillary, clear cell, dan oncocytic. Namun
beberapa kombinasi pola morfologi sel dapat terlihat dalam satu tumor. Meskipun
secara histologi seperti jinak, namun proliferasi kelenjar yang kompleks, tidak adanya
dua lapisan sel atau tidak adanya komponen sel basal atau myoepitel, tidak adanya
kapsul, dan ditemukan invasi ke dalam submukosa, maka gambaran-gambaran ini
mendukung untuk diagnosa suatu malignansi.2,3,7,24

High-grade adenocarcinomas merupakan tumor invasif dengan pola


pertumbuhan dominan solid (sheet like pattern), walaupun pola pertumbuhan kelenjar
dan papilar juga dapat terlihat. Tumor ini ditandai dengan pleomorfisme sel sedang
sampai berat; aktivitas mitosis tinggi, termasuk mitosis atipik; nekrosis dan invasi
perineural.2,3

Pemeriksaan imunohistokimia untuk tumor ini secara konsisten dan intens


CK7 reaktif, tetapi berbeda dengan ITACs, yang reaktif terhadap CK20, CDX-2,
villin, claudin, chromogranin, dan synaptophysin. 2,17
Gambar 2.9 ITACs. A. Tipe papilar. B. Tipe kolon. C. Tipe solid. D. Tipe musin. E.
NonITACs.

c. Limfoma Maligna
Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural
killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa
limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan T. Limfoma pada nasal jarang
ditemukan di western countries, umumnya dijumpai di negara-negara Asia.5
Dikarakteristikkan dengan infiltrat limfomatosa difus yang meluas ke mukosa
nasal dan sinus paranasal, dengan pemisahan yang luas dan destruksi mukosa kelenjar
sehingga memperlihatkan clear cell change. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic
bodies selalu ditemukan. Dinding pembuluh darah sering ditemukan angiosentrik,
angiodestruksi dan deposit fibrinoid. Ukuran sel-sel limfoma bervariasi mulai dari
kecil, sedang hingga berukuran besar. Sel-sel memiliki sitoplasma pucat dan granul
azurofilik pada sitoplasmanya yang dapat dilihat dengan pewarnaan Giemsa.
Beberapa kasus berhubungan dengan infiltrat inflamatori yang mengandung limfosit
kecil, histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil.5
Gambar 2.10 Nasal NK/T cell lymphoma. A. Mukosa intak dan terlihat sebaran
infiltrat sel-sel limfoma. B. Infiltrat limfoid mukosa merusak kelenjar mukosa hingga
tidak tampak lagi struktur kelenjar.5

d. Sinonasal Undifferentiated Carcinoma (SNUC)


Sinonasal undifferentiated carcinoma (ICD-O 8020/3) merupakan suatu
karsinoma yang sangat agresif dan secara klinikopatologi menunjukkan gambaran
khas berupa karsinoma dengan penyakit lokal yang luas. Tumor ini memiliki sel-sel
yang pleomorfik, nekrosis sering dijumpai dan harus dibedakan dari lymphoepithelial
carcinoma dan olfactory neuroblastoma. Nama lain tumor ini yaitu anaplastic
carcinoma.2,3,19
Tumor ini negatif terhadap EBV. Beberapa kasus muncul setelah radioterapi
pada nasopharyngeal carcinoma. Rongga hidung, antrum maksila, dan sinus etmoid
merupakan lokasi yang sering terlibat, tunggal atau kombinasi. Tumor ini juga sering
meluas ke daerah sekitarnya. Gejala klinis berupa obstruksi hidung, epistaksis,
proptosis, bengkak periorbita, diplopia, nyeri wajah, dan gejala yang melibatkan saraf
kranial. Makroskopis tumor berupa massa berukuran lebih dari 4 cm, fungating, batas
tidak jelas, destruksi tulang, dan menginvasi ke struktur sekitarnya. Selain menginvasi
beberapa sinus, tumor ini juga menghancurkan dinding sinus dan tulang orbita.
Penetrasi ke dalam rongga tengkorak juga sering terjadi. Sedangkan ekstensi ke dalam
nasofaring atau rongga mulut jarang dijumpai. Tumor dapat bermetastasis ke kelenjar
getah bening leher dan metastasis jauh (seperti hati, tulang, dan paru-paru).2,7,16
SNUC merupakan tumor malignan yang tumbuh dari membran schneiderian
dan memiliki karakteristik tumbuh agresif dan prognosis buruk. Karena prognosis
sangat buruk, maka sangat penting untuk dapat membuat diagnosis yang benar dari
awal sehingga pengobatan dapat diberikan. Dalam hal ini, biopsi aspirasi jarum halus
memainkan peranan penting dalam diagnosis tumor sinonasal. Pemeriksaan hapusan
SNUC umumnya cenderung sangat selular, terdiri dari kelompok-kelompok kecil sel-
sel tumor berukuran kecil sampai sedang, sebagian dapat dijumpai sel-sel tumor
diskohesif, tidak dijumpai sel stroma pada kelompokan sel tersebut. Hal ini
merupakan gambaran penting untuk membedakan SNUC dari sarkoma, dan tumor
jenis lainnya. Sel-sel tumor pleomorfik, rasio inti banding sitoplasma sangat tinggi,
sesekali tampak inti sel molding, membran inti irregular, kromatin homogen sampai
kromatin kasar, anak inti menonjol , dan vakuola intrasitoplasmik dapat dilihat pada
beberapa sel tumor. Latar belakang hapusan biasanya massa nekrotik.2,3,17
Pada pemeriksaan histopatologi SNUC menunjukkan bentuk sarang-sarang,
lobulus, trabekula, dan lembaran-lembaran, tanpa diferensiasi skuamosa dan kelenjar.
Beberapa kasus dijumpai adanya displasia berat pada epitel permukaan. Inti sel
berukuran sedang sampai besar, sitoplasma sedikit dan eosinofilik. Anak inti juga
dengan ukuran yang bervariasi, biasanya tunggal dan menonjol. Aktivitas mitosis
sangat tinggi, sering dijumpai nekrosis dan apoptosis, juga invasi limfovaskular.2
Diagnosa banding SNUC sangat luas, yaitu tumor-tumor small round blue
cells, terutama metastasis small cell carcinoma (neuroendocrine) dari paru, limfoma,
olfactory neuroblastomas, sarkoma, dan lain-lain. Pola diskohesif mirip dengan
limfoma. Namun pada latarbelakang SNUC primer tidak akan dijumpai
lymphoglandular bodies. Sementara itu membedakan antara SNUC dengan small cell
carcinoma lebih sulit lagi, karena sama-sama dijumpai nuclear molding, dan SNUC
juga imunoreaktif positif terhadap neuroendocrine markers. Namun jika diamati lebih
detail pada inti sel pada SNUC akan menunjukkan satu atau lebih anak inti dan tidak
dijumpai “salt and pepper chromatin” yang khas pada small cell carcinoma.
Membedakan SNUC dari olfactory neuroblastoma juga penting, karena prognosisnya
lebih baik pada olfactory neuroblastoma. Gambaran rosettes dan neurofibrillary
(neuropil) tidak akan dijumpai pada SNUC.
Gambar 2.11 Sinonasal undifferentiated carcinoma. A, B dan C. Pemeriksaan
hapusan, tampak kelompokan kecil sel tumor berukuran kecil-sedang, tanpa sel
stroma, inti sel pleomorfik, vakuola intrasitoplasmik, dan sel-sel tumor diskohesif.
Latar belakang hapusan massa nekrotik D. Pembesaran kecil, tampak sel-sel tumor
membentuk trabekular atau lembaran-lembaran. E. Pembesaran besar, tampak
kelompokan sel berdampingan dengan daerah nekrosis yang luas, dan aktivitas
mitosis meningkat.3

Karsinoma ini imunoreaktif terhadap pan-cytokeratins dan simple keratins


(CK7, CK8 dan CK19), tetapi tidak terhadap CK4, CK5/CK6 dan CK14. Kurang dari
setengah kasus telah dilaporkan positif terhadap EMA, neuron specific enolase, atau
p53. Tumor ini negatif terhadap CEA, sedangkan hasil positif terhadap
synaptophysin, chromogranin, atau protein S100 masih jarang diamati.2

e. Salivary Gland-Type Adenocarcinomas


Tumor tipe kelenjar saliva pada saluran sinonasal sangat jarang terjadi, dan
mayoritas adalah ganas. Secara histopatologi identik dengan tumor kelenjar saliva
mayor.2
Adenoid cystic carcinoma (ICD-O 8200/3) merupakan tumor tipe kelenjar
saliva ganas yang paling sering pada saluran sinonasal. Paling sering dijumpai pada
sinus maksila (60%) dan rongga hidung (25%). Tumor ini sering membahayakan,
gejala yang muncul termasuk obstruksi hidung, epistaksis, nyeri, parestesia atau
anestesia. Pembengkakan palatum dan wajah, dan goyang pada gigi-geligi dapat
menjadi tanda penting. Kebanyakan tumor telah berukuran besar dan infiltrasi luas
pada saat didiagnosis. Tumor ini sulit untuk dideteksi dengan radiografi foto polos
dan sering meluas melalui tulang sebelum ada bukti destruksi tulang secara radiografi.
Selain itu, penyebaran tumor sering tidak terdeteksi oleh teknik radiografi. Prognosis
jangka panjang adalah buruk dengan tingkat kelangsungan hidup 10 tahun hanya 7%.
Kebanyakan pasien meninggal akibat penyebaran lokal daripada metastasis.
Acinic cell carcinoma (ICD-O 8550/3), pada beberapa kasus dilaporkan
muncul pada rongga hidung dan sinus maksila. Tanda dan gejala tidak spesifik,
terutama obstruksi hidung and epifora. Mucoepidermoid carcinomas (ICD-O 8430/3)
harus dapat dibedakan dari varian yang lebih agresif dari SCC, terutama
adenosquamous carcinoma. Epithelial-myoepithelial carcinoma (ICD-O 8562/3),
beberapa kasus dilaporkan melibatkan septum hidung, rongga hidung, dan sinus
maksila. Tanda dan gejala tidak spesifik, diantaranya obstruksi hidung dan massa
berbentuk polipoid. Clear cell carcinoma, N.O.S., (ICD-O 8310/3), sangat penting
untuk menyingkirkan kemungkinan suatu metastasis renal clear cell carcinoma.
Secara mikroskopis tumor ini terdiri atas sel-sel jernih, bentuk poligonal, yang
tersusun membentuk lembaran. Tumor ini mengandung glikogen, tetapi tidak
dijumpai musin. Beberapa varian lain dari karsinoma tipe kelenjar saliva yang sangat
jarang ditemukan pada saluran sinonasal diantaranya : malignant myoepithelioma
(ICD-O 8982/3), carcinoma ex pleomorphic adenoma (ICD-O 8941/3), polymorphous
low-grade adenocarcinoma (ICD-O 8525/3) ,dan basal cell adenocarcinoma.

Gambar 2.12 Salivary gland-type carcinomas. A dan B. Adenoid cystic


carcinoma. C dan D. Mucoepidermoid carcinoma. E. Clear cell carcinoma.
BAB IV

ANALISA KASUS

Tumor hidung dan sinus paranasal merupakan tumor yang erada di rongga yang
dibatasi tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor tumbuh di
daerah ini sulit diketahui dini. Epistaksis, hidung tersumbat dan rhinore merupakan gejala
yang sering dikeluhkan oleh pasien. Gejala dan tanda klinis dan beberapa gambaran
histologis keganasan ini, memerlukan pemeriksaan histopatologis melalui biopsi untuk
menentukan jenisnya. Pemeriksaan CT Scan atau MRI mempunyai peranan penting untuk
menentukan asal atau perluasan tumor serta pengobatan yang akan dilakukan.

Pada anamnesis didapatkan bahwasannya pasien mengeluhkan benjolan di wajah


sebelah kanan yang semakin membesar. Hal ini sesuai dengan teori dimana gejala yang
dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor
didalam maxilla biasanya tanpa gejala. Gejala yang timbul setelah tumor besar mendorong
atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi dan orbita.
Apabila mengenai bagian wajah maka perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pada
pipi, disertai dengan rasa nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika sudah mengenai nervus
trigeminus.

Pasien juga mengeluhkan beberapa bulan sebelumnya mengalami mimisan yang terus
menerus, hidung tersumbat dan adanya benjolan pada bola mata serta nyeri kepala. Hal ini
sesuai dengan teori mengenai gejala nasal dari karsinoma sinonasal dimana berupa obstruksi
hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya dapat bercampur dengan darah atau terjadi
epistaksis, khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.
Gejala orbita dapat menyebabkan manifestasi klinis diplopia, penonjolan bola mata,
oftamolplegia, gangguan visus dan epifora. Selanjutnya adalah gejala intrakranial
menyebabkan sakit kepala hebat, oftamolplegia dan gangguan visus. Jika perluasannya
sampai ke fossa kranii media maka saraf-saraf kranial lainnya juga terkena.

Dari pemeriksaan hidung (rhinoskopi anterior) didapatkan mukosa hiperemis,


dijumpai sekret berwarna kekuningan konka hipertropi, devisiasi septum dan parese udara
terhambat pada hidung sebelah kanan serta kavum nasi lateral terdorong ke arah medial.
Deviasi septum dapat terjadi pada tumor ganas sinonasal karena desakan tumor terhadap
tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung yang akan menyebabkan hidung tersumbat
dan menghambat aliran udara pada hidung. Dan sesuai teori dimana jika kavum nasi lateral
terdorong ke medial maka menunjukkan bahwasannya tumor berada di sinus maksilaris.

Pada pemeriksaan penunjang CT Scan orbita didapatkan interpretasi massa sinonasal


kanan dengan perluasaan ke KGB di submandibula kanan dan kiri ukuran 1 cm. Pemeriksaan
radiologi dengan tomografi komputer sinus paranasal (SPN) sangat penting pada karsinoma
sinonasal karena untuk menilai batas tulang traktus sinonasal dan nasal tulang tengkorak.
Pada proses keganasan tampak struktur non homogen, destruksi tulang sekitar dan invasi ke
struktur sekitar. Tomografi komputer memiliki akurasi paling tinggi dalam menilai perluasan
ke infratemporal dan memiliki akurasi paling rendah dalam menilai perluasan ke nasofaring,
orbita dan sinus ethmoid.

Penatalaksanaan pada tumor sinonasal bisa dengan pembedahan atau lebih sering
bersama dengan modalitas terapi lainnya seperti radiasi dan kemoterapi yang masih menjadi
pengobatan untama untuk keganasan hidung dan sinus paranasal. Pada pasien ini dillakukan
pembedahan rhinotomi lateral dengan maksilektomi. Dimana sesuai dengan teori dimna
pnegobatan pada tumor nasal adalah pengangkatan tumor secara keseluruhan, tanpa
meninggalkan sisa, mengingat tumor ini cenderung kambuh. Sebagai pilihan utama adalah
pengangkatan tumor dan eksisi dengan pendekatan rinoskopi lateral atau degloving bila
massa tumor ada di traktus sinonasal dan dengan mastoidektomi untuk massa tumor di telinga
tengah dan kavum mastoid.
BAB V

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai