Askep Acute Kidney Injury Dan Gagal Ginj PDF
Askep Acute Kidney Injury Dan Gagal Ginj PDF
KUMPULAN ASUHAN
KEPERAWATAN
(Askep Acute Kidney
Injury dan Gagal Ginjal
Kronis)
2012
Definisi
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48
jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 µmol/L) atau
meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam
ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal
untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan
Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (AKI
“klasik”) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease atau AoCKD). Dahulu, hal di
atas disebut sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam,
sehingga parameter dan batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada
kriteria untuk membuat diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap penyakit
Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan
para nefrolog dan intensives di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF
menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu
pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury dianggap
lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria yang melengkapi definisi AKI
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 2
menyangkut beberapa hal antara lain (1) kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap
penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi
prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif
yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului peningkatan Cr serum;
(4)penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat belum
adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat
Klasifikasi Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni
(1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan
obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI. Salah satu cara klasifikasi etiologi AKI dapat dilihat
pada Tabel 1.
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 3
AKI Prarenal I. Hipovolemia
obstruksi
- usus
- Kehilangan darah
saluran
- (luka bakar)
- Aritmia
- Vasokonstriksi ginjal
takrolimus,
- amphotericin B
- kompresi)
- Glomerulonefritis, vaskulitis
- Toksin
hemolisis,
(bakteri,
- idiopatik
sulfonamida
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 5
AKI pascarenal I. Obstruksi ureter
eksternal
keganasan, darah
Klasifikasi AKI
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri
dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau
kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang
menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel 2. (Rusli,
2007).
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam, >24
jam
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 6
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
minggu
Bulan
2.1.2 Patofisiologi
Patofisiologi dari AKI dapat dibagi menjadi komponen mikrovaskular dan tubular,
bentuk lebih lanjutnya dapat dibagi menjadi proglomerular dan komponen pembuluh medulla
ginjal terluar. Pada AKI, terdapat peningkatan vasokonstriksi dan penurunan vasodilatasi pada
respon yang menunjukkan ginjal post iskemik. Dengan peningkatan endhotelial dan
kerusakan sel otot polos pembuluh, terdapat peningkatan adhesi leukosit endothelial yang
menyebabkan aktivasi system koagulasi dan obstruksi pembuluh dengan aktivasi leukosit dan
Pada tingkat tubuler, terdapat kerusakan dan hilangnya polaritas dengan diikuti oleh
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 7
apoptosis dan nekrosis, obstruksi intratubular, dan kembali terjadi kebocoran filtrate
glomerulus melalui membrane polos dasar. Sebagai tambahan, sel-sel tubulus menyebabkan
kerjasama vascular. Mekanisme positif feedback kemudian terjadi sebagai hasil kerjasama
(Bonventre, 2008).
Pendekatan Diagnosis
1. Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan
berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS,
penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi
ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor
kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal
jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan
status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan
dengan data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya
mioglobin, hemoglobin, asam urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan
dengan gejala dan tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut,
suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri
pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut.
Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada
Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 8
disfungsi saraf otonom (Sinto, 2010).
2. Pemeriksaan Penunjang
tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang
didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga
menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan
pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast
yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown”
granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast
eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan
pigmented “muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial (Schrier et al, 2004).
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas
urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI,
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 9
Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah
pemeriksaan urin residu pascaberkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung
dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil
kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto
polos abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi.
Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab renal yang
belum jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan
tersebut terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non-ATN yang memiliki tata laksana
Penatalaksanaan
1. Terapi nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari enyakit dasarnya dan kondisi
komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian nutrisi berdasarkan status
katabolisme diajukan oleh Druml pada tahun 2005 dan telah dimodifikasi oleh Sutarjo seperti
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 10
2. Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin
Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah digunakan
Obatobatan tersebut antara lain diuretik, manitol, dan dopamin. Diuretik yang bekerja
menghambat Na+/K+-ATPase pada sisi luminal sel, menurunkan kebutuhan energi sel
thick limb Ansa Henle. Selain itu, berbagai penelitian melaporkan prognosis pasien
AKI non-oligourik lebih baik dibandingkan dengan pasien AKI oligourik. Atas dasar
hal tersebut, banyak klinisi yang berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi
dan mengurangi kebutuhan dialisis. Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas
dialisis, diuretik dapat menjadi pilihan pada pasien AKI dengan kelebihan cairan
tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai bagian
a. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 11
keadaan dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes
cairan dengan pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila
b. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI
pascarenal. Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak
terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-
6 jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari.
Usaha tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk
(keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan
dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan toksisitas (Robert,
2010).
sehingga dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria.
Namun kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan
ginjal lebih jauh karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan
menurunkan kecepatan aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada pemberian
manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat
(Sja’bani, 2008).
tata laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal.
menghambat Na+/K+-ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 12
dan natriuresis. Sebaliknya, pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan
vasokonstriksi.
Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu
terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga tidak
terdapat korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin.
Respons dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang
meliputi status volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi,
dalam dunia nyata tidak ada dopamin “dosis renal” seperti yang tertulis pada literatur.
terbukti bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia
miokard, takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain.
Jika tetap hendak digunakan, pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan
respons selama 6 jam. Jika tidak terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar
digunakan untuk pengobatan penyakit dasar seperti syok, sepsis (sesuai indikasi)
3. Dialisis
Menurut Workeneh (2012), indikasi dialisis pada pasien dengan AKI adalah sebagai
berikut:
5. Uremia
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 13
2.1.7 Komplikasi dan Penatalaksanan
konservatif, sesuai dengan anjuran yang dapat dilihat pada tabel berikut:
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 14
Sistem Persyarafan (B3)
Gelisah”.
a. Gejala : Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi, poliuria 2-6 liters / day
(kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria 12-21 hari (fase akhir), disuria,
a. Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan (dehidrasi), mual
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 15
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui
alkalosis respiratorik.
3. Intervensi
Kriteria hasil : Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler
Intervensi:
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 16
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
R/ Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap
terapi
cairan
muntah
Intervensi:
R/ Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 17
R/ Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut
Intervensi:
Kriteria hasil :
Intervensi:
kemerahan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 18
b.Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
menurunkan iskemia
kulit
Definisi CKD
National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009, mendefenisikan gagal ginjal kronis
sebagai suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m2
selama tiga bulan atau lebih. Dimana yang mendasari etiologi yaitu kerusakan massa
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 19
ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nephrons ke arah suatu
Dalam CKD juga terdapat kondisi Acute On CKD (AoCKD). Perbedaan antara
1. Pada AKI kondisi umum ginjal masih bagus, sedangkan pada AoCKD kondisi
2. Pada AKI sebelumnya telah disertai dengan penyakit akut baik pra-renal, renal
3. Pada AoCKD selalu diawali dengan penyakit kronis, sedangkan AKI tidak
4. Pada AoCKD ada gejala klinis khas seperti anemia, peningkatan kadar fosfat
dalam darah dan tekanan darah tinggi, sedangkan pada AKI tidak ada.
Klasifikasi
Menurut KDOQI, ada 5 tingkatan atau stage dari CKD seperti yang ditunjukkan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 20
Suffixes:
proteinuria
Etiologi
berikut :
1. Diabetes Mellitus
2. Hipertensi
4. Penyakit tunulointerstisial
vaskulitis positif
4. Atheroemboli
5. Hipertensi nefrosklerosis
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 21
7. Acute kidney injury (AKI) yang tidak tertangani
1. Membranous nephropathy
5. Membranoproliferative glomerulonephritis
meliputi :
1. Diabetes Mellitus
3. Rheumatoid arthritis
5. Scleroderma
6. Sindrom Goodpasture
7. Wegener granulomatosis
8. Postinfectious glomerulonephritis
9. Endocarditis
11. Sifilis
15. Emas
16. Penisilamin
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 22
17. Amiloidosis
19. Neoplasia
3. Sjögren syndrome
4. Hipokalemia kronis
5. Hiperkalsemia kronis
6. Sarkoidosis
8. Logam berat
9. Radiasi nefritis
11. Cystinosis
Obstruksi saluran kemih dapat disebabkan oleh salah satu dari berikut ini:
1. Urolitiasis
3. Tumor
4. Retroperitoneal fibrosis
5. Striktur uretra
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 23
6. Neurogenic bladder
Manifestasi Klinik
Ada beberapa manifestasi klinik gagal gagal ginjal kronik : ( Schrier, 2003)
5. Hipertensi
6. Gangguan neurologi
7. Osteodistrofi ginjal
8. Gangguan pertumbuhan
9. Gangguan perdarahan
Patofisiologi
Perjalanan penyakit dari CKD akan digambarkan dalam bagan berikut ini: (Novoa
et al, 2010)
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 24
Gambar 4. Hipertensif nefropathy
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 25
Gambar 5. Diabetic Nefropathy
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 26
Gambar 6. Nefropaty kronik akibat Renal Mass Reduction (RMR)
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 27
Gambar 7. Nefropaty akibat ureteral obstruction
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 28
Gambar 8. Mekanisme CKD
Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 29
D3 pada GGK.
b. Pemeriksaan lain
1. Foto polos abdomen: untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
2. IVP (Intra Vena pielografi): untuk menilai system pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
3. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginajl, tebal parenkim ginjal, kepadatan
dan prostat.
4. Renogram, untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 30
Penatalaksanaan
1. Stage 1 dan 2
Pada CKD stage 1 fungsi ginjal sebenarnya normal tapi terdapat beberapa tanda
adanya kelainan pada ginjal. CKD stage 2 ditandai dengan menurunnya sebagian
ginjal pada klien, dan untuk mengurangi resiko terkait. Yang perlu dikaji adalah
a. Hematuria
b. Proteinuria
penting bagi kita untuk memastikan kestabilan nilainya. Ulangi test 14 hari
berikutnya.
term eGFR fall >15% atau [creatinine] meningkat >20%; atau yang terbaru
b. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50
bagi klien dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 31
2. Stage 3
Dalam CKD stage 3 ini nilai eGFR 30-60%: eGFR 45-59 (3A) atau 30-44 (3B).
b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika
sistem ginjal
sebagai ARF. NICE menyarankan untuk meminta advis dari specialist ketika
b. Hb – bila di bawah 110 g/l, terapi spesifik perlu dilakukan. Hb turun secara
c. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi
klien dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 32
untuk mencegah nephrotoxic drugs
3. Stage 4+5
Tanda CKD stage4 adalah adanya penurunan fungsi ginjal yang parah, 15-30% (eGFR
yang sangat parah (endstage atau ESRF/ESRD), <15% (eGFR kurang dari 15 ml/min).
b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika
sistem ginjal
Dalam 3 bulan :
d. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi
klien dengan tekanan darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 33
teratur dan gaya hidup.
h. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk
Pada penderita Gagal Ginjal Kronis stadium terminal dengan fungsi ginjal yang tersisa
di bawah 10-15% maka ginjal tidak dapat memengeluarkan zat-zat sisa metabolisme,
mengatur keseimbangan asam-basa, dan fungsi ginjal yang lain sehingga memerlukan
penanganan yang disebut Terapi Pengganti Ginjal atau Renal Replacement Therapy (RRT).
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 34
Terapi Pengganti Ginjal yang secara umum digunakan saat ini ada dua pilihan yaitu
Dialisis dan Transpalantasi Ginjal. Dialisis sendiri ada dua metode yaitu Hemodialisis dan
Menurut Philip et al (2005), indikasi dan kontraindikasi dari RRT ini adalah seperti
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 35
1. Hemodialisis
Hemodialisis merupakan suatu membrane atau selaput semi permiabel. Membran ini
dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut membrane yaitu
proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membrane semi permiabel. Terapi
hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-
sisa membrane atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
membrane, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permiabel
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi,
1. NaCl/sodium klorida
2. CaCl/kalium klorida
3. MgCl2/magnesium klorida
6. Dextrose
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 36
Gambar 11. Mekanisme Hemodialisis (Mehta et al, 2003)
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 37
Gambar 13. Akses pembuluh darah untuk HD (Davis, 2005)
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap
akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu penderita.
Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia
penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien
tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal
(Wijayakusuma, 2008).
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir
metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan
bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara
kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet
rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari
resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 38
pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan
pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan (Brunner & Suddarth, 2001).
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang
antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam
darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik (Brunner &
Suddarth, 2001).
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju
filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru
perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah :
INDIKASI KARAKTERISTIK
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 39
1. Uremia 1. lemah, asteriksis, kejang, mual &
turun
EKG
3. Kelebihan cairan
4. Asidosis metabolik
cairan
Absolut Relatif
• Gagal jantung
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 40
fungsi ginjal yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum
berupa hipertensi (20-30% dari dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-
15% dari dialisis), sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5% dialisis), sakit tulang
belakang(2-5% dialysis), 5% dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada anak-
anak (<1% dari dialisis). Sedangkan komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah
2. Peritoneal Dialisis
Peritoneal Dialisis merupakan dialisis yang berlangsung di dalam rongga perut. Cairan
dialisis (dialisat) dimasukkan ke dalam rongga perut melalui kateter two way (disebut
Tenckhoff Catheter) yang lembut dan didiamkan dalam beberapa waktu(disebut dwell time).
Darah dengan cairan dialisis dibatasi oleh membran peritonium yang berfungsi sebagai media
pertukaran zat. Ketika cairan dialisis (dialisat) berada di rongga peritonium maka terjadi
pertukaran zat. Zat yang masih berguna akan terserap kembali dalam darah sedangkan zat
yang tidak berguna dan kelebihan air akan terserap ke dalam cairan dialisis melalui proses
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 41
Gambar 14. Ilustrasi Peritoneal dialysis (Davis, 2005)
Menurut Wijaya (2010) Peritonal Dialisis dilakukan setiap hari dan cairan dialisis
harus senantiasa berada di rongga perut agar terjadi pembersihan darah scara adekuat.
pasien aktif melakukan aktivitas sehari-hari, dilakukan 3-6 kali perhari dengan jumlah
cairan dialisis sebanyak 2 liter tiap satu putaran. Cairan dialisis berada dalam rongga
bantuan mesin ketika pasien sedang tidur. Mesin secara otomatis akan melakukan
penukaran cairan dialisis sebanyak 4-8 kali pada malam hari selama 8-12 jam ketika
pasien tidur.
1. Peritonitis
3. Tidak terjadi lonjakan penurunan tekanan darah yang drastis separti pada hemodialisis
4. Tahan lama asalkan dilakukan dengan benar sesuai petunjuk serta dilakukan secra
higienis
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 42
Absolut Relatif
• Adanya hernia yang tidak dapat • Tidak tahan terhadap adanya cairan di
dioperasi abdomen
• Penyakit usus
3. Transplantasi Ginjal
adalah suatu metode terapi dengan cara operasi dimana seseorang yang mengalami gagal
ginjal menerima ginjal yang sehat dari pendonor yang masih hidup atau yang telah meninggal,
untuk menganbil alih fungsi ginjalnya yang sudah tidak berfungsi lagi. Kedua ginjal yag lama
tidak dibuang dan tetap pada tempat yang semula, kecuali kedua ginjalnya mengalami infeksi
atau tekanan darah tinggi. Ada dua jenis transplantasi ginjal: orang-orang yang berasal dari
donor hidup dan orang-orang yang berasal dari berhubungan donor yang telah meninggal
1. Tes kecocokan golongan darah (blood Type Matching). Tes ini untuk melihat apakah
2. Tes kecocokan jaringan (Tissue Matching). Tes ini untuk melihat kesamaan dari
protein yang dinamakan HLA (Human Leucocyte Antigen yang ada dalam darah dan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 43
jaringan antara donor dan penerima donor. (recipient) Kecocokan 100 persen antara
donor dan recipent sulit untuk dicapai kecuali kembar. Untuk itu dicari kompabilitas
yang setinggi mungkin. Donor dan recipient dikatakan memiliki compatibilitas yang
terbaik apabila terdapat kesamaan pada 6 set antigen, diikuti selanjutnya dengan 5 set
antigen, 4 set antigen dan seterusnya. Namun saat ini dengan perkembangan obat –
transplantasi meskipun tidak terdapat kecocokan jaringan (zero antigen match). Atas
dasar tersebut kecocokan jaringan dapat dianggap sebagai keuntungan (benefit) namun
3. Uji Cocok Silang (Crossmatching). Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
antibodi dalam tubuh recipient yang dapat merusak HLA. Hasil tes positif
transplantasi ginjal tidak mungkin untuk dilakukan. Sebaliknya hasil tes negatif
menunjukkan tidak adanya respon negatif dari tubuh recipient sehingga operasi dapat
dilakukan.
Terjadinya penolakan tubuh terhadap ginjal yang baru mungkin saja terjadi. Sistem
pertahanan tubuh mungkin saja mengenali jaringan di ginjal yang baru sebagai benda asing
yang masuk di dalam tubuh serta melakukan reaksi yang negatif terhadap ginjal yang baru.
Untuk mencegah terjadinya reaksi penolakan ini, pasien perlu mengonsumsi obat-obatan
ginjal. Obat-obat imunosupresan bekerja dengan jalan menekan sistem imun tubuh sehingga
Berkurangnya sistem imun dalam tubuh akibat obat immunosupresan akan menyebabkan
tubuh lebih rentan terhdapa infeksi. Untuk itu pasien akan diberikan juga obat – obat
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 44
Tindakan yang diperlukan pascatransplantasi ginjal
Selain mengkonsumsi obat –obatan yang diberikan oleh dokter seumur hidupnya,
pasien juga diharuskan secara berkala memeriksakan ginjalnya. Diet tinggi protein bagi
pasien pasca transplantasi juga perlu dijalani. Pasien yang sebelumnya menjalani dialisis akan
merasakan bahwa diet pasca transplant tidak akan seketat seperti saat dialisis.
Gambar 15. Perbandingan antara CRRT, IHD dan PD (Mehta et al, 2003)
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 45
ASUHAN KEPERAWATAN
Gelisah”.
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 46
Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.
Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan
natrium
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, pembatasan
3. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis
4. PK Anemia
Asuhan Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan
natrium
Intervensi :
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 47
2. Identifikasi sumber potensial cairan :
b. Makanan
pembatasan cairan
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, pembatasan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 48
Rasional : 1. Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi
3. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis
ditoleransi
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 49
4. PK Anemia
olahraga yang berat dan anjurkan pemakaian sikat gigi yang lembut)
5. Pantau hitung sel darah merah dan kadar hematokrit sesuai indikasi
3. Sel darah merah membutuhkan zat besi, asam folat dan vitamin untuk
Kasus
Ny. A usia 65 tahun mengeluh sulit berkemih dan sakit pinggang sebelah kanan, disertai
lemah, mual, sakit kepala, nafsu makan akhir-akhir ini berkurang, dan penurunan berat badan
yang cukup drastis. Ny. A menceritakan bahwa ia pernah menderita urolithiasis atau batu
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 50
ginjal sekitar 1 tahun yang lalu. Ny. A mengeluhkan edema di sekitar mata, ekstremitas pucat
dan edema, Ny. A mengatakan tangan dan kakinya terasa dingin, sehingga terasa sangat
lemah untuk digerakkan. Nafasnya pun pendek dan cepat, sekitar 28 x/menit. Ny. A
mengeluhkan kencingnya sedikit sekali, diperkirakan produksi urin tidak sampai 300ml dan
terjadi lebih dari 1 bulan, urin berwarna coklat seperti teh. TD 130/ 90 mmHg. Nadi 110 x/
menit, suhu Badan 36,2 C. Ny.A telah memeriksakan diri ke RSP Unair, dengan hasil ureum
urin meningkat, BUN dan kreatinin meningkat, serta dokter mendiagnosa Ny. A mengalami
Pengkajian
Anamnesa, meliputi :
1. Identitas pasien
Nama : Ny. A
Umur : 65 tahun
Berat badan : 45 kg
Alamat : Surabaya
kanan.
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 51
2.3 Riwayat penyakit dahulu
3. Pemeriksaan fisik
a. B1(BREATH)
b. B2(BLOOD)
c. B3(BRAIN)
d. B4(BLADDER)
Oliguria (produksi urine 300cc/24 jam), adanya rasa nyeri saat buang air
e. B5(BOWEL)
Clinis : Pucat, nafsu makan menurun, mual dan muntah, pucat, turgor jelek
dan edema
f. B6(BONE)
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 52
Klien mengalami kelemahan serta edema ekstremitas
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Urin
mereabsorbsi natrium
b. Darah
HT: menurun karena adanya anemia. Hb 5 gr/ dl
Albumin = 60 g/dl
c. Osmolalitas Serum
350 mOsm/ kg
d. Pelogram Letrograd
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 53
e. Ultrasonografi ginjal
Ginjal berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm dan tidak
g. EKG
Tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi
Analisa Data
Hipertensi sitemik
Curah jantung ↓
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 54
DS:- Aliran darah ginjal ↓ Gangguan keseimbangan
(mmol/L)) ↓
(normal 3,5 – 5 ↓
hiponatremia, dan
hiperkalemia
DS: - klien mengatakan mual, Sindrom uremik Perubahan nutrisi kurang dari
Mual, muntah
anoreksia
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 55
DS: - klien mengeluh nafas Sindrom uremik Gangguan pola nafas tidak
Hb↓
Distribusi O2 ↓
Sesak
- Ekstremitas pucat, ↓
darah
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 56
DS:- klien mengatakan lemah Sindroma uremik Intoleransi aktivitas
- Kebutuhan klien ↓
oleh keluarga. ↓
Letargi (kelemahan)
Diagnosa Keperawatan
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
keletihan.
Intervensi
Tujuan:
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 57
Kriteria hasil :
Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung
dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
0-10)
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
pembatasan cairan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 58
c. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
muntah
Intervensi:
Intervensi
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 59
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
Rasional: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga setelah dilakukan perawatan 2X24 jam
Criteria hasil :
Intervensi:
kemerahan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 60
untuk menurunkan iskemia
keletihan
perawatan 2x 24 jam
Kriteria hasil :
a. Klien kooperatif
Intervensi :
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 61
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam
48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 µmol/L) atau
meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam
(Molitoris et al, 2007). Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya
Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya kerusakan
ginjal yang terjadi lebih daeri 3 bulan berupa kelainan structural atau fungsional dengna
penurunan laju filtrasi glomerulus dengan etiologi yang bermacam-macam, disertai kelainan
komposisi darah atau urin dan kelainan dalam tes pencitraan. Secara laboratorik dinyatakan
penyakit ginjal kronik apabila pemeriksaan klirens kreatinin <15mg/dl (NKF-DOQI, 1997)
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 62
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/12-50-0210_JAG_DCP_Guidelines
Ginjal Kronik Prehemodialisis Dengan Diabetes Mellitus dan Non Diabetes Mellitus. Diakses
Volume 6 Issue 7.
Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of internal medicine. Ed
http://indonesiannursing.com/2008/07/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-akut/. Diakses
Hadi, Sjahfiri. 1996. Penatalaksaan Acute kidney injury. Dexa Media, No. 4, Vol.9,
Jakarta: EGC
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 63
J. M Lopez Novoa et al. Common Pathophysioogical Mechanism Of Chronic Kidney
Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and classification: time for
Mohani CI. Diuretika pada kasus dengan oligouria. Dalam Dharmeizar, Marbun MBH,
editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and symposium on
Molitoris BA, Levin A, Warnock DG, et al; Acute Kidney Injury Network. Improving
12 Mei 2012.
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pd
Philip O’Reilly, MD, Ashita Tolwani, MD. Renal Replacement Therapy III:IHD,
Roesli R. Kriteria “RIFLE” cara yang mudah dan terpercaya untuk menegakkan
diagnosis dan memprediksi prognosis gagal ginjal akut. Ginjal Hipertensi. 2007;7(1):18-24.
Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. Acute renal failure: definitions, diagnosis,
Schrier RW. Renal and Electrolyte Disorders. 6th edition. Lippincolt Williams and
Willkins;2003
Scott, Eric. 2008. Identifying Acute Kidney Injury In High Risk Patients. AGE Health
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 64
MR Publication : Scotland
Sinto, Robert, Ginova Nainggolan. 2010. Acute Kidney Injury :Pendekatan Klinis dan
MBH, editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and
Sutarjo B. Poliuria pada gagal ginjal akut. Dalam Dharmeizar, Marbun MBH, editor.
Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and symposium on
http://www.ygdi.org/_kidneydiseases.php?view=_transplantasi_detail&id=3
Wijaya, Ari M., (2010). Terapi Pengganti Ginjal atau Renal Replacement Terapy.
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 65
Lampiran WOC GGK
Faktor yang dapat berubah:
GFR
ureum dan nitrogen non protein Kelebihan volume cairan MK: kelebihan volume
Perfusi jaringan
Pruritus
MK: gangguan proses pikir
MK: gangguan intregitas kulit MK: penurunan perfusi jaringan
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 66
Keseimbangan Retensi substansi
asam basa
Perfusi jaringan
Produksi asam konsentrasi Ca+
Risiko cedera
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 67
Hormonal
Eritroprotein Rennin
Pembentukan
Sekresi rennin
RBC
tergganggu
Pembentukan angiotensi II
Kadar NL
Hipertansi
PK anemia
Oksihemoglobin
Suplai O2
Gangguan
proses pikir
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 68
Chronic Kidney Disease
Lampiran WOC AKI
AKI MK:
69
-Kurang Pengetahuan
-Ansietas
Mikrovaskuler Tubular
Apoptosis
Adhesi leukosit endhotel Angiotensin II Edema
meningkat
nekrosis
MK: Kelebihan
Vasokonstriksi pembuluh darah
volume cairan
Aktivasi system koagulasi Obstruksi intratubuler
Edema, CRT ↑, RR>, nadi
Obstruksi pembuluh cepat-lemah , pucat, akral Kebocoran filtrat
dingin, basah
70
Oliguri MK: Gangguan pola eliminasi urin
Retensi cairan Fase diuresis ginjal Ekskresi kalium Peningkatan Peningkatan metabolit
interstisial ↑ dan pH ↓ menurun metabolit pada pada gastrointestinal
jaringan otot
Urin hipotonis
Edema paru, MK: Ketidak Peningkatan ureum
asidosis metabolik Pengeluaran cairan seimbangan cairan Kelelahan, kram dalam saluran
tubuh berlebih dan elektrolit otot ↑ cerna
Anoreksia
MK: Penurunan
Curah Jantung
71
MK: Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Penatalaksanaan
73
74