Dosen Pengampu:
Dr. Sayekti Suindyah, MM
KELOMPOK 6 :
1. Ahmad Nasruddin (15042107)
2. Arif Rohman (15052109)
3. Puri Dwi Rahani (15042143)
4. Muthiatur Rohmah (15042137)
5. Wiwik Puji Rahayu (15042154)
6. Fitri Citra Lestari (15042118)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Model indeks tunggal didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari suatu
sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks harga pasar. Secara khusus dapat
diamati bahwa kebanyakan saham cenderung mengalami kenaikan harga jika
indeks harga saham naik. Kebalikannya juga benar, yaitu jika indeks harga saham
turun, kebanyakan saham mengalami penurunan harga. Hal ini menyarankan
bahwa return-return dari sekuritas mungkin berkorelasi karena adanya reaksi
umum (common respone) terhadap perubahan-perubahan nilai pasar. Dengan
dasar ini, return dari suatu sekuritas dan return dari indeks pasar yang umum dapat
dituliskan sebagai hubungan:
𝑅𝑖 = 𝑎𝑖 + 𝛽𝑖 . 𝑅𝑀
𝑅𝑀 = tingkat return dari indeks pasar, juga merupakan suatu variabel acak.
Variabel 𝑎𝑖 merupakan komponen return yang tidak tergantung dari return pasar.
Variabel 𝑎𝑖 dapat dipecah menjadi nilai yang diekspektasi (expected value) 𝑎𝑖
dan kesalahan residu (residual error) 𝑒𝑖 sebagai berikut:
𝑎𝑖 = 𝛼𝑖 + 𝑒𝑖
2
𝑅𝑖 = 𝑎𝑖 + 𝛽𝑖 . 𝑅𝑀 + 𝑒𝑖
Model indeks tunggal membagi return dari suatu sekuritas ke dalam dua
komponen, yaitu sebagai berikut ini.
Bagian return yang unik (𝛼𝑖 ) hanya berhubungan dengan peristiwa mikro
(micro event) yang mempengaruhi perusahaan tertentu saja, tetapi tidak
mempengaruhi semua perusahaan-perusahaan secara umum. Contoh dari
peristiwa-peristiwa mikro misalnya adalah pemogokan karyawan, kebakaran,
penemuan-penemuan penelitian dan lain sebagainya. Bagian return yang
berhubungan dengan return pasar ditunjukan oleh Beta (𝛽𝑖 ) yang merupakan
sensitivitas return suatu sekuritas terhadap return dari pasar. Secara konsensus,
return pasar mempunyai Beta bernilai 1. Suatu sekuritasyang mempunyai Beta
bernilai 1,5 misalnya mempunyai arti bahwa perubahan return pasar sebesar 1%
akan mengakibatkan perubahan return dari sekuritas tersebut dengan arah yang
sama sebesar 1,5%.
Model indeks tunggal dapat juga dinyatakan dalam bentuk return ekspektasi
(expected return). Return ekspektasi dari model ini dapat diderivasi dari model
sebagai berikut:
E(𝑅𝑖 ) = E(𝛼𝑖 + 𝛽𝑖 . 𝑅𝑀 + 𝑒𝑖 ),
Atau:
Dari property ke-2 di bab 6 diketahui bahwa nilai ekspektasi dari suatu konstanta
adalah bernilai konstanta itu sendiri, maka E(𝛼𝑖 ) = 𝛼𝑖 dan E(𝛽𝑖 . 𝑅𝑀 ) = 𝛽𝑖 . 𝐸(𝑅𝑀 )
3
dan secara konstruktip (lihat contoh 9.2) nilai E(𝑒𝑖 ) = 0, maka return ekspektasi
model indeks tunggal dapat dinyatakan sebagai:
E(𝑅𝑖 ) = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖 . E( 𝑅𝑀 ).
Contoh 9.1:
Sedang besarnya nilai return realisasi berdasarkan model indeks tunggal untuk
sekuritas ini adalah sebesar:
𝑅𝑖 = 19% + 𝑒𝑖
Dari contoh ini terlihat bahwa nilai return realisasi merupakan nilai return
ekspektasi ditambah dengan kesalahan residu. Jika ternyata nilai return realisasi
nantinya sama dengan nilai return yang diharapkan, berarti investor mengestimasi
nilai return ekspektasi tanpa kesalahan. Jika ternyata nilai return realisasi sebesar
misalnya 21%, maka besarnya kesalahan estimasi (𝑒𝑖 ) adalah sebesar 21% - 19%
= 2%.
4
Model indeks tunggal akan mampu mengurangi jumlah variabel yang
perlu ditaksir karena untuk portofolio model indeks tunggal mempunyai
karakteristik sebagai berikut. Beta portofolio 𝛽𝑝 merupakan rata-rata tertimbang
dari beta saham-saham yang membentuk portofolio tersebut. Dinyatakan dalam
rumus,
𝛽𝑝 = 𝑋𝑖 𝛽𝑖
𝑎𝑝 = 𝑋𝑖 𝑎𝑖
E(𝑅𝑝 ) = 𝑎𝑝 = 𝛽𝑝 + 𝛽𝑝 E( 𝑅𝑚 )
σ𝑝 2 = 𝛽𝑝 2 σ m2 = ƩXi2 σei2
Apabila nilai N menjadi makin besar (artinya makin banyak saham yang
digunakan untuk membentuk portofolio), maka kecillah nilai term kedua dari
persamaan tersebut. Karena term tersebut menunjukkan resiko sisa terhadap risiko
portofolio menjadi semakin kecil apabila kita memperbesar jumlah saham yang
ada dalam portofolio. Apabila kita mempunyai N yang besar sekali, maka term
tersebut akan menjadi sangat kecil dan mendekati nol. Sedangkan term yang
pertama disebut sebaagai systematic risk. Penjumlahan kedua terms tersebut
disebut sebagai resiko total dari portofolio (σ𝑝 ).
5
𝛽𝑝 . Kalau kita menganggap risiko residual mendekati nol, mka risiko portofolio
mendekati
σ𝑝 2 = [𝛽𝑝 2 σ m2]1/2 = 𝛽𝑝 σ m = σ m [Ʃ Xi βi ]
Karena σ m nilainnya sama, tidak peduli saham apapun yang kita analisis,
ukuran kontribusi risiko suatu saham terhadap risiko portofolio yang terdiri dari
banyak saham akan tergantung pada βi.
Kalau kita melakukan pengamatan maka akan Nampak bahwa pada saat
“pasar” membaik (yang ditunjukan oleh indeks pasar yang tersedia) harga saham-
saham individual juga meningkat. Demikian pula sebaliknya pada saat pasar
memburuk maka harga saham-saham akan turun harganya. Hal ini menunjukan
bahwa tingkat keuntungan suatu saham nampaknya berkorelasi dengan perubahan
pasar. Kalau perubahan pasar bisa dinyatakan sebagai tingkat keuntungan indeks
pasar, maka tingkat keuntungan suatu saham bisa dinyatakan sebagai,
𝑅𝑖 =𝑎𝑖 +𝛽𝑖 𝑅𝑚
𝑎𝑖 adalah bagian dari tingkat keuntungan saham I yang tidak dipengaruhi oleh
perusahaan pasar. Variabel ini merupakan variabel yang acak.
𝑅𝑚 adalah tingkat keuntungan indeks pasar. Variabel ini merupakan variabel yang
acak.
6
𝛽𝑖 adalah beta, yaitu parameter yang mengukur perubahan yang diharapkan pada
𝑅𝑖 kalau terjadi perubahan pada 𝑅𝑚
𝑎𝑖 = 𝛼𝑖 +𝑒𝑖
Persamaan dasar
7
𝑅𝑖 =𝑎𝑖 +𝛽𝑖 𝑅𝑚 +𝑒𝑖 untuk setiap saham i = 1,., N
Berdasarkan asumsi
Per definisi
(2) variance 𝑅𝑚 = σ𝑚 2
8
tingkat keuntungan terdiri dari dua bagian, yaitu risiko yang unik (σ𝑒𝑖 2) an resiko
yang berhubungan dengan pasar 𝛽𝑖 2σ𝑚 2. Sebaliknya covariance semata-mata
tergantung pada risiko pasar. Ini berarti berarti bahwa model indeks tunggal
menunjukan bahwa satu-satunya alasan mengapa saham-saham “bergerak
bersama” adalah bereaksi terhada gerakan pasar.
Pernyataan tersebut bisa diilustrasikan dengan data yang ada dalam table
5.1. Misalkan kita mengamati tingkat keuntungan suatu saham dan indeks pasar
seperti yang ditunjukan pada kolom (1) dan (2). Kolom (3) merupakan reproduksi
kolom (1). Sementara ini kita terima dulu bahwa 𝛽𝑖 = 0,975. Kolom (5)
merupakan kolom (2) dikalikan 0,975. Nilai 𝑒𝑖 diperoleh sebagai berikut.
Perhatikan perhatikan bahwa rata-rata 𝑒𝑖 = 0. Karena jumlah kolom (5) = 9, maka
jumlah (4) harus = 13. Karena 𝑎𝑖 merupakan konstanta, maka nilai 𝑎𝑖 pada setiap
bulannya adalah 39/5 = 2,6.
σ𝑖 2 = 𝛽𝑖 2σ𝑚 2 + σ𝑒𝑖 2
= 30,42 + 4,732
= 35,152
9
sering para analisis menggunakan beta historis sebelum mereka menggunakan
judgement untuk memperkirakan beta di masa yang akan datang.
10
koefisien determinasi perlu diperhatikan untuk menggunakan nilai-nilai taksiran
tersebut.
Beta sekuritas indiviidu cenderung mempunyai koefisien determinasi
(yaitu bentuk kuadrat dari koefisien korelasi) yang lebih rendah dari beta
portofolio. Koefisien determinasi menunjukkan proporsi perubahan nilai 𝑅𝑖 yang
bisa dijelaskan oleh 𝑅𝑚 . Dengan demikian semakin besar nilai koefisien
determinasi semakin akurat nilai estimated beta tersebut. Beta portofolio
umumnya lebih akurat dari beta sekuritas individual karena dua hal. Pertama, beta
mungkin berubah dari waktu ke waktu. Ada sekuritas yang betanya berubah
menjadi lebih besar, ada pula yang mengecil. Pembentukan portofolio
memungkinkan perubahan tersebut menjadi saling meniadakan, atau paling tidak
mengecil. Kedua, penaksiran beta memungkinkan kesalahan tersebut diperkecil.
Karena itu, semakin banyak sekuritas yang dipergunakan untuk membentuk
portofolio, semakin besar nilai koefisien determinasinya. Dengan demikian maka
beta portofolio historis akan merupakan predictorbeta masa depan yang lebih baik
dibandingkan dengan beta sekuritas individual.
b. Menyesuaikan Taksiran Beta Historis
Apakah kita bisa memperbaiki akurasi penaksiran beta historis untuk keperluan
estimasi beta di masa yang akan datang? Pengamatan yang dilakukan Blume
(1971) menunjukkan fenomena yang menarik, sebagaimana disajikan pada Tabel
5.2 berikut ini, Blume mengamati beta dari berbagai portofolio pada dua periode
yang berurutan, yaitu beta pada periode Juli 1954 - Juni 1961 dan periode Juli
1961 – Juni 1968. Beta-beta periode pertam tersebut disusun menurut
peringkatnya, dimulai dari beta yang terkecil sampai dengan beta yang terbesar.
Tabel 5.2 Beta berbagai portofolio yang disusun sesuai peringkatnya untuk
dua periode waktu yang berurutan
1 0,393 0,620
2 0,612 0,707
11
3 0,810 0,861
4 0987 0,941
5 1,138 0,995
6 1,337 1,169
12
c. Beta Fundamental
Pengguna beta bukan hanya bisa memperkecil jumlah variabel yang harus
ditaksir dan penggunaan data (beta) historis (setelah disesuaikan) lebih bisa
dikendalikan tetapi penggunaan beta juga memungkinkan kita mengidentidfikasi
faktor-faktor fundamental yang mungkin mwmpwngaruhi beta tersebut. Faktor-
faktor fundamental ini yang tidak bisa mengidentifikasi kalau kita menggunakan
matrik koefesien korelasi historis, belum bisa diidentifikasi faktor (faktor-faktor)
apa yang menyebabkan, misalnya, koefesiaen korelasi saham i dengan j ternayata
rendah (atau tinggi) pada periode waktu tertentu.
Beta merupakan ukuran resiko yang berasal dari hubungan antara tingkat
keuntungan suatu saham dengan pasar, resiko ini berasal dari beberapa faktor
fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan
tersebut. Faktor-faktor yang diidentifikasi mempengaruhi nilai beta adalah:
13
laverage yang tinggi akan cenderung mempunyai beta yang tinggi dan
sebaliknya.
(3) Financial laverage perusahaan yang menggunakan adalah perusahaan
yang mempunyai financial laverage, semakin besar proporsi hutang yang
dipergunakan semakin besar financial laverage-nya kalau kita menaksir
beta saham maka kita menaksir beta i equity. Semakin besar proporsi
hutang yang digunakan oleh perusahaan, pemilik modal sendiri akan
menanggung resiko yang makinbesar karena itu semakin tinggi financial
laverage , semakin tinggi beta equity.
(1) Deviden payot (yaitu pertandingan antara deviden perlembr saham dengan
laba per lembar saham)
(2) Pertumbuhan aktiva adalah (perubahan aktiva pertahun)
(3) Laverage (yaitu rasio antara hutang dengan total aktiva)
(4) Likuiditas (yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar)
(5) Asset size (yaitu nilai kekayaan total)
(6) Variabelitas keuntungan (yaitu devisi standar dari earnings price ratio)
(7) Beta akunting (yaitu beta yang timbul dari regresi time series laba
perusahaan terhadap rata-rata keuntungan semua (atau sampel)
perusahaan.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mean-variance model mempunyai kelemahan dalam dua hal. Pertama, kita perlu
menakar variabel yang sangat banyak kalau kita membentuk portofolio dengan
jumlah sekuritas yang memadai. Sebagai missal kalau portofolio kita terdiri dari
20 sekuritas, maka kita perlu menaksir 20(20-1)/2 = 90 covariances. Kedua, nilai
inikoefisien korelasi (yag sangat penting dalam penentuan resiko portofolio)
sangat sulit ditaksir dengan menggunakan data historis artinya, koefisien korelasi
periode yang lalu mungkin sekali sangat berbeda dengan koefisien korelasi saat
ini.
Model indeks tunggal mencoba mengatasi hal tersebut. Model indeks tunggal
mendasarkan dari pada pemikiran bahwa tingkat keuntungan suatu sekuritas
dipengaruhi oleh tingkat keuntungan portofolio pasar. Dengan menggunakan
model indeks tunggal bisa diresudusir jumlah variabel yang perlu ditaksir, karena
tidak perlu lagi ditaksir koefisien korelasi untuk menaksir deviasi standar
portofolio. Disamping itu beta juga merupakan variabel yang relative
stabil.dengan menggunakan modifikiasi tertentu, beta historis nampaknya bisa
dipergunakan untuk memperkirakan beta dimasa yang akan datang dengan cukup
baik. Akhirnya, beberapa variabel fundamental nampaknya bisa diidentifikasikan
sehingga lebih memudahkan untuk memperkirakan beta dimasa yang akan datang.
15
DAFTAR PUSTAKA
Husnan Suad. 2009. Dasar-dasar teori portofolio dan analisis sekuritas : edisi
keempat. Yogyakarta. UPP STIM YKPN
16