Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran saat ini telah berkembang
dengan pesat. Salah satu diantaranya adalah teknik transplantasi organ manusia.
Transplantasi organ manusia merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian
organ tubuh pasien yang tidak berfungsi lagi dengan organ dari manusia lain yang
masih berfungsi dengan baik.1
Sejak kesuksesan transplantasi ginjal yang pertama kali pada 23 Desember
1954, maka teknologi medis transplantasi mengalami perkembangan yang luar
biasa. Riset dan pengembangan terus menerus dilakukan sehingga saat ini sudah
ada teknologi yang memungkinkan pengawetan organ, penemuan obat-obatan anti
penolakan yang semakin canggih dan baik sehingga memungkinkan berbagai
organ manusia dapat ditransplantasikan dan donor tidak melulu berasal dari
kalangan keluarga sedarah saja, tapi siapapun bisa menjadi donor dengan adanya
obat-obatan anti penolakan ini. Di Indonesia sendiri transplantasi pertama berhasil
dilakukan pada tahun 1977 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.1
Abad ini transplantasi organ telah menjadi salah satu jalan keluar yang paling
berarti dalam dunia kedokteran modern, banyak nyawa manusia yang tertolong
dengan cara transplantasi organ ini. Didukung dengan semakin majunya ilmu dan
teknologi bidang tra\nsplantasi organ manusia maka tingkat keberhasilan dari
transplantasi yang dilakukan pun semakin tinggi. Tingkat kelangsungan hidup
dari pasien penerima donor pun saat ini sangat tinggi, sehingga akibatnya
permintaan untuk melakukan transplantasi maupun akan organ itu sendiripun
meningkat secara global diseluruh dunia termasuk di Indonesia.1
Tingginya permintaan transplantasi yang tentu saja diikuti dengan tingginya
permintaan organ tersebut tidak diikuti dengan tingginya tingkat persediaan
organ. Menurut data dari WHO tranplantasi organ telah dilakukan di 91 negara di
dunia. Pada tahun 2005 ada sekitar 66.000 ribu transplantasi ginjal, 21.000
transplantasi hati dan 6000 transplantasi ginjal dilakukan diseluruh dunia.1

1
2

Sedangkan menurut laporan dari Mayo Clinic lebih dari 101,000 orang tengah
menanti untuk operasi transplantasi organ tubuh, dan dari jumlah tersebut setiap
tahunnya meningkat terus, dan ironisnya tidak semua orang yang membutuhkan
donor tersebut akan mendapatkan donor sebagaimana yang diharapkan. Setiap
harinya 19 orang meninggal dalam penantian untuk mendapatkan donor organ.2
Di Indonesia menurut Usul Majadi Sinaga dalam pidato pengukuhan guru
besarnya di Universitan Sumatera Utara mengatakan ada lebih 100.000 orang
penderita gagal ginjal di Indonesia, yang membutuhkan donor ginjal.3
Berdasarkan data tersebut diatas terlihat bahwa kebutuhan akan donor organ
manusia di Indonesiapun cukup tinggi. Akan tetapi tingginya kebutuhan akan
organ tersebut di Indonesia juga tidak diikuti dengan ketersediaan organ. Mencari
donor organ tubuh di Indonesia masih sangat sulit. Kesadaran masyarakat
Indonesia, baik itu individu maupun anggota keluarganya untuk mendonorkan
organ tubuh masih sangat rendah. Rendahnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya menjadi donor organ didorong oleh kurangnya pemahaman terhadap
pentingnya ketersediaan organ bagi manusia lain, bagi kelangsungan hidup
penderita gagal organ, disamping sosiokultur dan pandangan keagamaan yang
menghambat kesadaran untuk mendonorkan organnya. Sehingga tidaklah
mengherankan donor sangat sulit didapatkan di Indonesia. 3
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih merasa tidak rela jika organ
tubuhnya diambil ketika dirinya atau kerabatnya meninggal dunia. Kondisi ini
sangat disayangkan, mengingat banyak pasien yang mengidap penyakit ginjal,
jantung, mata yang sebenarnya masih memiliki peluang untuk sembuh dan hidup
normal terpaksa putus harapan karena donor organ yang dibutuhkannya tak
kunjung tiba.3
Di negara-negara maju, maupun negara-negara yang berazaskan agama saat
ini kesadaran untuk mendonorkan organ tubuh tinggi. Banyak orang yang secara
sadar menuliskan izin pengambilan organ tubuhnya jika ia meninggal. Bahkan,
banyak kerabat orang yang meninggal mengizinkan dilakukannya pengambilan
organ vital, tanpa perintah khusus dari almarhum. Tentunya, untuk kasus ini
diperlukan proses hukum tertentu.3
3

Akibat buruk yang muncul dari masalah kekurangan ketersediaan orga


sedangkan permintaan akan donor organ yang tinggi adalah munculnya
perdagangan organ illegal, wisata illegal dan lebih lanjut dapat mendorong
perdagangan manusia. Keterbatasan organ menyebabkan harga organ menjadi
tinggi, sehingga yang muncul dalam masyarakat adalah karena kebutuhan
ekonomi tidak jarang ditemui pemasangan iklan secara terang-terangan menjual
organnya, kemudia kasus penculikan bayi dari Rumah Sakit maupun klinik-klinik
bersalin disinyalir sebagai perolehan organ secara illegal. Penjualan organ secara
illegal maupun pengambilan organ secara paksa harus dicegah.3

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan referat ini adalah :
1. Mengetahui definisi, klasifikasi serta indikasi transplantasi organ
2. Mengetahui sejarah perkembangan dan dasar hukum transplantasi organ
3. Mengetahui laporan kasus transplantasi organ yang terjadi di Indonesia

1.2 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan
kepada mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara / RSUP Haji Adam Malik Medan mengenai definisi, klasifikasi, indikasi,
sejarah, dasar hukum serta laporan kasus mengenai transplantasi organ.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Sejarah Transplantasi


Dalam beberapa kepustakaan disebutkan bahwa transplantasi organ sudah
dilakukan sejak tahun 600 SM. Adalah Susruta dari India yang melakukan
transplantasi kulit. Seorang dokter di Cina, Pien Chi'ao melakukan pertukaran
jantung. Kemudian, muncullah John Hunter (1728- 1793) yang dianggap sebagai
pioner bedah eksperimental, termasuk bedah transplantasi yang mampu membuat
kriteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan transplantasi yang
tumbuh di tempat baru.4
Pada awal abad ke-20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan
transplantasi dengan menemukan golongan darah sistem ABO dan sistem Rhesus.
Saat ini, perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan
tindakan transplantasi. Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa
ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di
bidang transplantasi maju dengan pesat. 4
Kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan pengawetan organ, penemuan
obat-obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai organ dan
jaringan dapat ditransplantasikan. Beberapa jenis transplantasi yang sudah pernah
dilakukan adalah pencangkokan arteri mammaria interna di dalam operasi lintas
koroner oleh dr. George E Green, pencangkokan jantung dari jantung kera ke
manusia oleh dr. Bernard, pencangkokan sel-sel substansia nigra dari jenazah bayi
ke penderita Parkinson oleh dr.Andreas Bjorknlund, serta pencangkokan organ
seperti ginjal, hati dan sumsum tulang.4
Saat ini, kemajuan ilmu dan teknologi telah meningkatkan pelaksanaan
transplantasi. Di Cina, pada tahun 1999 tercatat hanya 24 transplantasi hati, tahun
2000 jumlahnya mencapai 78, tahun 2003 tercatat dilakukan 356 transplantasi,
dan pada tahun 2004jumlahnya telah mencapai 507. Tidak hanya hati, jumlah
transplantasi keseluruhan organ di Cina memang meningkat sangat drastis.
Setidaknya telah terjadi tiga kali lipat melebihi Amerika Serikat.5

4
5

Di Indonesia sendiri, salah satu transplantasi yang paling banyak dilakukan


adalah transplantasi ginjal. Total jumlah transplantasi ginjal yang pernah
dilakukan di Indonesia dalam periode tahun 1977- 2006 adalah sebanyak 479
dimana pelaksanaan tertinggi di RS PGI Cikini Jakarta (277 kali) transplantasi
ginjal sejak ginjal telah dikerjakan sejak tahun 1985 di 2 Rumah Sakit yaitu
sebanyak 58 kali di RS Telogorejo dan sebanyak 2 kali di RSUP dr.Kariadi.5
Peningkatan jumlah pelaksanaan transplantasi ini mengakibatkan peningkatan
jumlah permintaan organ. Sayangnya, organ yang tersedia tidak mampu
mengimbangi jumlah permintaan. Pada akhirnya, ketidakseimbangan ini menjadi
salah satu penghalang kemajuan per kembangan transplantasi. Di Indonesia
sendiri, dikarenakan sulitnya mendapatkan donor organ, banyak pasien berobat ke
luar negeri seperti Cina dan India. Diperkirakan lebih dari 1.000 warga Indonesia
yang menjalani pencangkokan ginjal di luar negeri.3

2.2. Transplantasi Organ


2.2.1 Pengertian
Transplantasi berasal dari bahasa Inggris yakni ‘to transplant’ yang berarti ‘to
move from one place to another’ artinya: ‘berpindah dari satu tempat ke tempat
yang lain’.7
Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau
sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke
tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan menggantikan
organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih
berfungsi dari donor.8
Di dalam PP No. 18 Tahun 1981 yang dimuat dalam LN 1981 No. 23 tentang
‘Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau
Jaringan Organ Tubuh Manusia’, dirumuskan pengertian sebagai berikut:
“Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan
atau jaringan organ tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau tubuh
orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat atau jaringan organ
6

tubuh yang tidak berfungsi dengan baik” (Pasal 1 butir (f) PP No. 18 Tahun
1981.8
Ratna Suprapti Samil mendefinisikan transplantasi sebagai: “pemindahan
suatu jaringan atau organ tertentu dari suatu tempat ke tempat lain dengan kondisi
tertentu”. 8 Menurut Soekidjo Notoatmodjo, transplantasi adalah: “tindakan medis
untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia kepada tubuh
manusia yang lain atau tubuhnya sendiri.” 9
Terdapat dua hal penting yang mendasari transplantasi, yaitu dan implantasi.
Eksplantasi adalah usaha mengeluarkan atau mengambil jaringan atau organ dari
donor yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal. Sedangkan implantasi
adalah usaha penempatan organ atau jaringan atau jaringan yang telah yang telah
diambil dari tubuh donor untuk ditempatkan pada tubuh pendonor itu sendiri atau
ditempatkan pada tubuh resipient lain.10
Transplantasi merupakan terapi pengganti yang merupakan upaya terbaik
untuk menolong pasien yang mengalami kegagalan organ tubuhnya dengan organ
tubuh dirinya sendiri atau organ tubuh orang lain. Di samping pertimbangan
medis dan kesehatan, tranplantasi juga harus mempertimbangkan dari segi non
medis yakni agama, budaya, hukum, kepercayaan dan sebagainya. 8

2.2.2. Jenis-Jenis Transplantasi


Berdasarkan sifat pemindahan organ atau jaringan tubuh yang dipindahkan ke
tubuh yang lain, transplantasi dibedakan atas: 8
a. Autograft, yaitu:
Pemindahan organ jaringan atau organ dari satu tempat ke tempat lain dalam
tubuh pasien sendiri. Misalnya, operasi bibir sumbing, misalnya dari pantatnya
atau dari pipinya.
b. Allograft, yaitu:
Pemindahan jaringan atau organ dari tubuh ke tubuh yang lain yang sama
spesiesnya, yakni antara manusia dengan manusia.Transplantasi ‘allograft’ yang
sering terjadi dan tingkat keberhasilannya tinggi antara lain: transplantasi ginjal,
7

dan kornea mata. Di samping itu juga sudah terjadi transplantasi hati, meskipun
keberhasilannya belum tinggi.

c. Xenograft, yaitu:
Pemindahan jaringan atau organ dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama
spesiesnya, misalnya anatar spesies manusia dengan binatang. Yang sudah terjadi
contohnya pencangkokan hati manusia dengan hati baboon, meskipun tingkat
keberhasilannya masih kecil.
Menurut Nyoman Suwasti, pemindahan organ tubuh dapat terjadi dari tubuh
sendiri ke tubuh orang lain, sehingga dari sudut penerima transplantasi dapat
dibedakan menjadi:7
a. Auto-transplantasi, adalah:
Pemindahan suatu jaringan atau organ untuk ke tempat lain dari tubuh orang
itu sendiri.
b. Homo-transpalantasi, adalah:
Pemindahan suatu organ atau jaringan dari tubuh seseorang ke tubuh orang
lain.
c. Hetero transplantasi, adalah:
Pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies
lainnya.
Chrisdiono M. Achadiat mengatakan bahwa dalam dunia kedokteran, dikenal
ada tiga kategori transplantasi, yaitu:11
1. Transplantasi autologous, yakni:
Pemindahan organ tubuh dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya, pada
orang yang sama, misalnya pemindahan kulit paha ke tangan atau wajah. Dalam
hal ini donor dan resipien adalah orang yang sama.
2. Transplantasi homologous, yakni:
Pemindahan organ tubuh dari satu orang kepada orang lain. Donor dalam keadaan
hidup ataupun dalam keadaan sudah meninggal. Contoh transplantasi homologous
dari donor yang sudah meninggal adalah kornea mata.
3. Transplantasi heterologous, yakni:
8

Pemindahan organ dari spesies yang berbeda, misalnya tulang rawan hewan
untuk mengganti katub jantung manusia. Jika organ yang dipasang pada resipien
adalah buatan manusia, tidak disebut sebagai transplantasi, melainkan ‘implant’.
2.2.3.Pengaturan Hukum Transplantasi
Di Indonesia pengaturan hukum transplantasi organ adalah dalam UU No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No. 18/1981 tentang Bedah Mayat Klinis
dan Bedah Mayat Anatomis, serta Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh
Manusia. PP ini merupakan pelaksanaan dari UU No. 9/1960 tentang Pokok-
pokok Kesehatan, yang telah dicabut. 8
2.2.4.Tujuan Transplantasi
Transplantasi organ merupakan suatu tindakan medis memindahkan sebagian
tubuh atau organ yang sehat untuk menggantikan fungsi organ sejenis yang tidak
dapat berfungsi lagi. Secara legal transplantasi hanya boleh dilakukan untuk
tujuan kemanusiaan dan tidak boleh dilakukan untuk tujuan komersial (pasal 33
ayat 2 UU 23/ 1992).8
2.2.5.Tenaga Kesehatan Yang Berwenang
Di Indonesia transplantasi hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kewenangan, yang melakukannya atas dasar adanya persetujuan dari
donor maupun ahli warisnya (pasal 65 ayat 1 UU No. 36/2009). Dokter yang
melakukan transplantasi adalah dokter yang bekerja di RS yang ditunjuk oleh
Menkes (pasal 11 ayat 1 PP 18/1981).8
2.2.6.Syarat Pelaksanaan Transplantasi
Pengambilan organ baru dapat dilakukan jika donor telah diberitahu tentang
resiko operasi, dan atas dasar pemahaman yang benar tadi donor dan ahli waris
atau keluarganya secara sukarela menyatakan persetujuannya (pasal 65 ayat 2 UU
No. 36/2009). 8
2.2.7.Transplantasi Dari Donor Jenazah
Dari segi etika, transplantasi dari donor jenazah tidak mempunyai masalah
dari segi etika dan moral. Pasal 14 PP No 18/1981 menyatakan bahwa
pengambilan organ dari korban yang meninggal dunia dilakukan atas dasar
9

persetujuan dari keluarga terdekat. Jika setelah lewat 2 x 24 jam keluarga tidak
ditemukan, maka dapat dilakukan pengambilan organ tanpa izin keluarga. 8

2.2.8.Transplantasi Dari Donor Hidup


Transplantasi organ dari donor hidup mendatangkan lebih banyak
permasalahan dari segi etika dan moral dan Transplantasi organ dari donor hidup
dan wajib memenuhi beberapa syarat.8

2.3 .Indikasi Transplantasi


Transplantasi organ padat menyelamatkan nyawa pasien yang menderita
kegagalan organ terminal dan meningkatkan kualitas hidup. Transplantasi organ
secara bertahap terus berkembang dalam dua dekade terakhir dan memberikan
hasil yang sangat baik pada anak-anak dan dewasa muda, dan semakin ditantang
oleh proporsi pasien transplantasi lansia dengan komorbiditas yang terus
meningkat. Transplantasi ginjal meningkatkan kelangsungan hidup pasien melalui
dialisis, dan transplantasi yang menyelamatkan nyawa sangat diperlukan untuk
mengobati pasien dengan penyakit hati, jantung, atau paru-paru yang irreversible.
Program transplantasi organ padat terus berkembang tetapi masih jauh dari
kebutuhan global, dengan perbedaan besar di antara negara-negara.12

Menurut data dari Global Observatory on Donation and Transplantation (GODT),


analisis dari kegiatan transplantasi 2010 untuk 95 negara, yang mewakili hampir 90%

populasi dunia, menunjukkan bahwa ∼106.879 transplantasi organ padat dilakukan di

seluruh dunia: 73.179 transplantasi ginjal (46% dari donor hidup), 21.602
transplantasi hati (15% dari donor hidup), 5582 transplantasi jantung, 3927
transplantasi paru-paru, 2362 transplantasi pankreas, dan 227 usus kecil. Kegiatan ini
meningkat 2,12% selama 2009, tetapi diperkirakan jauh dari kebutuhan global. Di sisi
lain, ada perbedaan geografis yang sangat besar pada aktivitas transplantasi mulai dari
> 70 transplantasi per juta populasi (p.j.p.) di negara maju hingga 0–2,4 p.j.p. di
negara berkembang. Implementasi program transplantasi membutuhkan altruisme
sosial untuk donasi organ, optimalisasi praktik klinis transplantasi, dan upaya
ekonomi oleh sistem perawatan kesehatan yang jelas. Komitmen semacam itu organ
10

bertujuan untuk meningkatkan harapan hidup, kondisi klinis, dan kualitas hidup
penerima transplantasi organ padat.12

2.3.1 Indikasi Potensial untuk Transplantasi Ginjal


Transplantasi ginjal adalah pengobatan pilihan pada kebanyakan pasien
dengan gagal ginjal stadium akhir / end stage renal disease (ESRD) dan tumor
ginjal. Dalam dekade terakhir, perbaikan signifikan dalam manajemen
transplantasi sekarang memungkinkan sebagian besar pasien dengan ESRD
dipertimbangkan untuk transplantasi ginjal, kecuali ada kontraindikasi yang jelas.
Meskipun ada peningkatan risiko kematian dalam beberapa bulan pertama setelah
transplantasi, kelangsungan hidup jangka panjang dan kualitas hidup secara
signifikan lebih tinggi pada pasien yang memiliki transplantasi ginjal
dibandingkan dengan pasien yang menjalani dialisis.13

2.3.2 Indikasi Transplantasi Hati


Transplantasi hati adalah transplantasi kedua yang paling sering dilakukan
setelah transplantasi ginjal. Menurut laporan 2010 dari European Liver
Transplant Registry, indikasi utama untuk transplantasi hati adalah sirosis (58%),
kanker (14%), penyakit koleastasis (10%), gagal hati akut (8%), penyakit
metabolik (6%) ), dan penyakit lainnya (4%).14

2.3.3. Indikasi Transplantasi Jantung dan Paru


Transplantasi jantung diindikasikan pada pasien yang menderita gagal jantung
refrakter akibat kardiomiopati (53,5%), penyakit arteri koroner (30,8%), penyakit
jantung bawaan (9%), retransplant karena gagal cangkok sebelumnya (2,6%),
penyakit jantung katup ( 1,4%), dan untuk entitas lain (2,7%). Sedangkan indikasi
utama untuk transplantasi paru adalah insufisiensi pernapasan sekunder akibat
fibrosis paru idiopatik (30%), emfisema / penyakit paru obstruktif kronis (26%),
15
dan fibrosis kistik (14%). Transplantasi jantung-paru telah dilakukan dengan
frekuensi yang hampir stabil dalam tiga dekade terakhir dan indikasi utama adalah
penyakit jantung bawaan (35,7%), hipertensi arteri paru (27,6%), dan fibrosis
kistik (14%). 16
11

2.4. Organ yang bisa di Transplantasi


Organ yang sudah dapat ditransplantasi adalah jantung, ginjal, hati, pancreas,
intestine dan kulit, sedangkan jaringan, adalah kornea mata, tulang, tendon, katup
jantung, dan vena. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi transplantasi organ,
di satu sisi banyak membantu orang orang yang mengalami kegagalan fungsi
organ, tetapi disisi lain menjadi suatu dilemma etis dikarenakan harus dilakukan
ketika jantung masih berdenyut.16
Menurut Kartono Mohamad, hanya ada tiga jenis transplantasi organ yang
dapat diambil dari donor hidup (living donor) yaitu: transplantasi ginjal, kulit dan
sumsung tulang. Jadi transplantasi organ lainnya seperti kornea mata, jantung,
paru-paru, diambil dari donor mati (cadaver).7
Sebenarnya pengambilan organ yang berasal dari donor hidup seperti ginjal,
sebenarnya tidak bertentangan dengan tujuan ilmu kedokteran ialah
penyembuhan, sedangkan pengambilan organ tubuh yang sehat sebenarnya
berlawanan dengan penyembuhan. Walaupun demikian, donor tersebut masih
dapat hidup terus secara sehat dan oleh karena itu secara etis masih dapat
diterima. 8
Dalam hal ini Pasal 65 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa:
’pengambilan organ atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memeperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat
persetujuan dari pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya’.8
Dari bunyi Pasal 65 ayat (2) tersebut, dapat disimpulkan bahwa selama donor
tersebut sehat dan mengijinkan untuk diambil organ tubuhnya untuk
ditransplantasikan, selama itu pula dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.
Sesuatu yang sangat penting pula dari aspek yuridis ialah donor memberikan ijin
secara sukarela yiatu persetujuan yang diberikan tanpa ada tekanan dalam bentuk
fisik maupun psikis dan persetujuan itu dalam bentuk tertulis. Hal ini sangat perlu
baik bagi dokter, resipien maupun donor itu sendiri. Konsekuensi dari ijin secara
sukarela (free consent) itu adalah donor tersebut mempunyai hak untuk mencabut
persetujuan (consent) yang telah ia berikan. 8
12

Dalam PP No. 18 Tahun 1981 maupun UU No. 36 Tahun 2009, sama-sama


ditegaskan bahwa donor maupun keluarganya dilarang untuk memperoleh
imbalan finansial. Pasal 64 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 menegaskan bahwa:
Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
Demikian juga dalam ayat (3) ditegaskan bahwa: ’organ dan/atau jaringan tubuh
dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. 8
Selanjutnya dalam Pasal 192 ditegaskan bahwa: Setiap orang yang dengan
sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama sepuluh (10) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).18
Jadi secara yuridis formal, cukup jelas bahwa hukum tertulis melarang
memeperjualbelikan organ tubuh dengan dalih/alasan apapun. Sementara dalam
kehidupan sehari-hari sering kita temui adanya pihak-pihak yang menawarkan
suatu organ tubuh tertentu dengan mengharapkan imbalan finansial sebagai kontra
prestasinya. Imbalan ini sangat mereka butuhkan untuk biaya hidup dan lain-lain.
Dengan hal yang demikian, sudah saatnya pula untuk memperhatikan kepentingan
donor serta adanya jaminan kesehatan atau tidak adanya efek samping yang
berbahaya, akibat proses eksplantasi salah satu organ tubuhnya, singkatnya agar
pihak donor tidak dirugikan dengan proses transplantasi.8

2.5. Data Transplantasi Organ Di Indonesia


2.5.1. Transplantasi Ginjal
Informasi tentang transplantasi ginjal dirangkum dari 11 pusat: Jakarta (RS Dr.
Cipto Mangunkusumo), Surabaya (RS Dr. Soetomo), Yogyakarta (RS Dr.
Sardjito, Malang (RS Dr. Saiful Anwar), Bali (RS Sanglah), Solo (Dr. .Rumah
sakit Moewardi), Palembang (RS. Dr. Hoesin), Aceh (RS Dr. Zainoel Abidin),
Medan (RS H. Adam Malik), Bandung (RS Dr. Hasan Sadikin), dan Padang (Dr.
M. Djamil rumah sakit) diperoleh melalui korespondensi formal dimulai pada
September 2017 dari Departemen Urologi di setiap rumah sakit pendidikan pusat.
13

Rangkuman total transplantasi ginjal di Indonesia di tampilkan pada gambar di


bawah ini.20

Gambar 2.1. Jumlah total transplantasi yang dilakukan di Indonesia. Jumlah transplantasi ginjal
diwakili oleh sumbu X. Tahun kurung di bawah masing-masing pusat menunjukkan periode waktu,
dari mana data dilaporkan. Tahun dimulainya transplantasi untuk daerah Bali, Aceh, Medan, Bandung,
dan Padang tidak diketahui. 20

Tanggapan dari masing-masing pusat transplantasi diperoleh dalam jangka


waktu 2 bulan sejak awal korespondensi. Ada total 629 transplantasi ginjal yang
tercatat dari 12 pusat di seluruh Indonesia (Gbr. 1). Sebagian besar transplantasi
ginjal dilakukan di Jakarta (n = 491, 78,1%) antara 2011 hingga akhir 2017.
Surabaya memiliki transplantasi terbanyak kedua (n = 41, 6,5%) diikuti oleh
Yogyakarta (n = 36, 5,7% ), Semarang (n = 26, 4,1%), dan Malang (n = 14,
2,2%). Yogyakarta memiliki timeline transplantasi paling awal, dimana mereka
melaporkan data sejak tahun 1991. Ada juga beberapa transplantasi yang tidak
tercatat di Indonesia sebelum tahun 1990, sebelum munculnya sistem rekam
medis yang baik. Namun, diasumsikan bahwa jumlahnya di bawah 100 kasus.
14

Tabel 2.1 Karakteristik Transplantasi Ginjal di Semarang

Pada Tabel di atas, dari 26 transplantasi yang dilakukan di Rumah Sakit


Umum Dr. Kariadi dari Januari 2014 hingga Juli 2018, terdapat 5 kasus kematian
(19,2%), dua di antaranya terjadi selama periode pemulihan pasca operasi dan
sisanya dalam 12 bulan setelah keluar dari rumah sakit. Penyebab dua kematian
"awal" adalah infark miokard akut. Tanda-tanda akut penolakan allograft atau
infeksi tidak ditemukan pada kedua pasien. Kematian ketiga terjadi 7 bulan pasca
transplantasi pada pria berusia 39 tahun dengan riwayat infark miokard dan erosi
lambung. Penyebab kematian ditentukan sebagai gagal jantung karena
kardiomiopati iskemik dan hipertensi. Syok septik adalah penyebab kematian
untuk dua kematian lainnya dengan satu terkait dengan pneumonia bakteri dan
yang lainnya dengan situs infeksi primer yang tidak diketahui. Ada tiga kasus
penolakan allograft, satu pasien dengan tiga kali pencocokan HLA pra-
transplantasi dan yang lainnya dengan dua kali pencocokan HLA. Regimen
imunosupresif paska transplantasi dihentikan dan ketiga pasien menjalani dialisis
ulang. 20
15

Hasil penelitian Marbun yang dilakukan di Jakarta menyebutkan bahwa


dalam 3 tahun pertama setelah transplantasi ada 28 pasien (20,28%) yang
meninggal. Delapan (28,57%) meninggal akibat kegagalan cangkok, sementara 20
pasien (71,43%) meninggal karena penyebab lain. Sebanyak 8 pasien (40%)
meninggal karena sepsis, 2 pasien (10%) meninggal karena edema paru akut, 2
kematian (10%) disebabkan oleh hepatitis dan 1 pasien meninggal karena stroke.
Tujuh (35%) penyebab kematian pasien masih belum diketahui.21

2.5.2. Transplantasi Hati

Sembilan transplantasi hati donor hidup/living donor liver transplantation


(LDLT) dilakukan pada 6 anak dan 3 dewasa mulai Desember 2010 didukung
oleh rekan dari luar negeri (Cina, Singapura dan Jepang). LDLT dewasa pertama
dilakukan di rumah sakit RSCM Jakarta, Indonesia. Indikasi transplantasi hati
pada kasus pediatrik ini adalah 4 atresia bilier dan 2 penyakit hati autoimun
sementara pada dewasa adalah 2 HCC dengan hepatitis B dan satu survivor dari
prosedur Kasai. Semua donor terkait secara genetik dan ada satu donor
mengalami kebocoran bilier yang segera dirawat dengan stent internal, sisanya
sehat dan dapat melanjutkan rutinitas mereka setelah 2 minggu.
Tidak ada mortalitas operatif pada pasien anak sementara satu pasien dewasa
meninggal 32 hari pasca operasi karena aspirasi yang disebabkan oleh sepsis
kebocoran empedu. Semua pasien anak dan pasien dewasa pertama bertahan
sampai sekarang dengan kualitas hidup yang baik. Yang lain meninggal setelah
satu tahun karena penolakan. Asites yang berkepanjangan dan hipertensi portal
adalah komplikasi yang paling umum, keduanya berhasil dikelola secara
konservatif. Semua kasus pediatrik menerima lobus hati lateral kiri dan donor
dewasa memberikan segmen hati 5, 6, 7, 8 dengan tetap mempertahankan vena
hepatika media.22
16

2.6. Dasar Hukum Transplantasi Organ di Dunia


Pembahasan mengenai transplantasi organ telah dilakukan oleh WHO
diantaranya tahun 1987 di Jenewa tanggal 4-15 May, yang telah menghasilkan
WHA 40.13 mengenai Pengembangan Prinsip-prinsip Dasar bagi Transplantasi
Organ Manusia. Disini sidang menegaskan kembali bahwa perdagangan demi
mendapatkan keuntungan dari organ manusia sebagai mahluk hidup adalah tidak
sesuai dengan nilai manusia yang paling mendasar. Hal ini bertentangan dengan
Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia dan jiwa dari Konstitusi WHO.
Kemudian dalam sidang yang ke 42 di Jenewa menghasilkan WHA42.5
mengenai Pencegahan dan Penjualan Organ Manusia dengan rekomendasi negara
negara anggota memasukkan kedalam perundangannya untuk mencegah organ
trafficking yang tidak dapat dicegah dengan efektif menggunakan alat lain selain
aturan perundangan.
Tahun 1991, dalam sidangnya telah menghasil WHA44.25 yang
merekomendasikan kepada negara-negara anggotanya untuk memasukkan
Petunjuk Prinsip ini kedalam fomulasi kebijakan dalam transplantasi organ
manusia dan dengan maksud yang sesuai untuk menyebarluaskan multi organ
donor dari donor mati bagi transplantasi manusia. WHA 44.25 ini penting karena
meletakkan Petunjuk Prinsip. Ada 9 Petunjuk Prinsip yang secara garis besar
kesembilan petunjuk prinsip tersebut menekankan kepada donasi organ manusia
yang sukarela dan tidak komersial. Dasar ini juga menekankan lebih condong
kepada penggunaan donor organ mati ketimbang donor hidup, dan penggunaan
donor yang masih berhubungan secara genetis ketimbang yang tidak. Prinsip
dasar ini tidak ditujukan pada akses, keselamatan dan keajaiban, akan tetapi pada
aturan profesional dan perundangan. Adanya ketidakseimbangan antara
persediaan organ, sel, dan jaringan dalam prakteknya termasuk juga insentif yang
diberikan, keuntungan yang diperoleh, atau eksploitasi dalam pendonoran organ
manusia, menjadikan dasar bagi dibuatnya Prinsip Dasar ini. Sebagai contoh
adalah telah dilaporkan dari enam wilayah WHO, adanyanya eksploitasi terhadap
donor ginjal hidup dan perdagangan (trafficking) organ manusia untuk
transplantasi.
17

Hal penting lainnya yang telah dihasilkan oleh WHO dalam sidangnya pada
tanggal 22 May 2004, adalah resolusi WHA57.18 mengenai organ manusia dan
transplantasi jaringan yang menghimbau kepada negara anggota untuk mengatur
masalahtransplantasi organ kedalam hukum nasionalnya. Adanya kekuatiran
mengenai kurangnya pasokan organ menyebabkan timbulnya organ traficking dan
penggunaan organ hewan sebagai alternatif dalam penyedian organ.
Berdasarkan hasil Sidang WHA40.13, WHA42.5 and WHA44.25 mengenai
organ transplantasi dan pengadaannya dan WHA57.18 mengenai organ traficking,
maka dalam Sidang yang ke 62 pada bulan Mei 2009, untuk memperbaiki
Petunjuk Prinsip yang disesuaikan dengan perkembangan dan laporan
transplantasi organ saat ini. Petunjuk prinsip tersebut merupakan petunjuk bagi
negara-negara dalam menyusun ketentuan mengenai transplantasi organ dan
memasukkan prinsip tersebut kedalam aturan nasionalnya. Petunjuk prinsip
tersebut meliputi:
Petunjuk Prinsip 1
Sel, jaringan dan organ dapat dipindahkan dari tubuh orang yang telah
meninggal untuk kepentingan transplantasi jika:
a. adanya persetujuan sebagaimana disyaratkan oleh Undang-undang telah
diperoleh. Dan
b. Tidak ada alasan yang diyakini bahwa orang yang meninggal tersebut
keberatan terhadap pemindahan tersebut.
Petunjuk Prinsip 2
Dokter yang menentukan bahwa donor yang potential telah meninggal tidak
dapat terlibat secara langsung dalam pemindahan sel, jaringan dan organ atau
prosedur transplantasi yang akan datang, dan juga bertanggungjawab terhadap
perawatan penerima donor dari sel, jaringan dan organ.
Petunjuk Prinsip 3
Donasi dari orang yang meninggal dikembangkan kepada potensi pengobatan
yang maksimum, akan tetapi orang hidup dewasa dapat mendonasikan organ jika
diperbolehkan oleh hukum negaranya. Secara umum donor hidup seharusnya ada
hubungan genetis, ada hubungan hukum dan emosional dengan si penerima donor.
18

Donor hidup dapat disetujui apabila adanya pemberitahuan dan persetujuan secara
sukarela didapatkan, ketika petugas medis profesional dari donor secara
teroganisasi memastikan dan menindaklanjuti, dan ketika memilih kriteria dari
donor diaplikasikan dengan teliti dan seksama dan dimonitor. Donor hidup harus
diinformasikan mengenai kemungkinan resiko, keuntungan dan konsekwensi dari
donasi secara lengkap dan mudah dimengerti, donor hidup tersebut haru
secara hukum cakap dan mampu untuk mencerna informasi, dan bertindak
menurut kemauannya, dan terbebas dari pengaruh maupun tekanan.
Petunjuk Prinsip 4
Tidak ada sell, jaringan dan organ yang dapat dipindahkan dari tubuh anak
kecil hidup untuk keperluan transplantasi selain dari pada pengecualian yang
sempit dibawah hukum nasional. Ukuran yang spesifik sebaiknya ditempatkan
untuk melindungi anak kecil tersebut, dan apabila mungkin dilakukan harus ada
persetujuan didapatkan sebelum donasi dilakukan. Hal yang berlaku untuk anak
kecil tersebut, berlaku juga bagi orang yang kurang cakap.
Petunjuk Prinsip 5
Sel, jaringan dan organ didonasikan secara cuma-cuma, tanpa ada pembayaran
dalam bentuk monoter atau dalam penghargaan lain dari nilai uang. Pembelian,
atau menawarkan untuk membeli sel, jaringan dan organ untuk transplantasi atau
penjualan organ jenasah oleh orang hidup atau saudaranya adalah dilarang.
Larangan terhadap penjualan atau pembelian terhadap sel, jaringan dan organ,
tidak berlaku bagi penggantian yang masuk akal dan pengeluaran yang timbul
yang dapat diperiksa kebenarannya dari donor, termasuk hilangnya pendapatan,
atau pembayaran biaya penyembuhan, proses dan penyimpanan dan penyediaan
dari cell, jaringan dan organ manusia bagi transplantasi.
Petunjuk Prinsip 6
Promosi donasi yang kemanusiaan atas sel, jaringan dan organ yang dimaksud
pengiklanan atau penayangan di masyarakat dapat dilakukan sesuai dengan aturan
hukum nasional. Pengiklanan mengenai tersedianya sel, jaringan dan organ,
dengan menyebutkan penawaran atau mencari pembayaran kepada seseorang
untuk, sel, tisue, atau organ, atau kepada saudaranya dimana seseorang meninggal
19

adalah dilarang. Menjadi perantara yang melibatkan pembayaran kepada individu


atau pihak ketiga juga dilarang.
Petunjuk Prinsip 7
Dokter dan tenaga medis lainnya sebaiknya tidak terlibat dalam prosedur
transplantasi, dan asuransi kesehatan dan pembayar lain sebaiknya tidak
mengganti pembayaran seperti prosedur, jika sel, jaringan dan organ terkait telah
diperoleh dari eksploitasi atau paksaan atau pembayaran kepada donor ataupun
saudara dari donor mati.
Petunjuk Prinsip 8
Seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan profesional yang terlibat dalam
pengadaan dan prosedur transplatasi sel, jaringan dan organ dilarang untuk
menerima pembayaran apapun yang melebihi biaya yang dapat dibenarkan bagi
pelayanan yang dilakukan.
Petunjuk Prinsip 9
Alokasi dari organ, sel dan jaringan harus berdasarkan pada kriteria, norma
etis bukan kepada uang atau pertimbangan lainnya. Pengaturan mengenai alokasi
ini ditentukan oleh komite yang sesuai dan sah, harus adil, benar dan transparan.
Petunjuk Prinsip 10
Prosedur yang berkualitas tinggi, aman dan berkemampuan merupakan hal
pokok yang sama bagi donor dan penerima. Hasil dalam jangka panjang dari
jaringan, sel dan organ dapat dievaluasi oleh donor hidup dan juga penerima
donor sehubungan dengan keuntungan dan kerugian.
Tingkat keamanan dan efikasi dan kualitas dari sel, jaringn dan organ manusia
untuk transplantasi sebagai produk kesehatan, harus terus dipelihara dan
dioptimalkan secara terus menerus. Hal ini memerlukan penerapan dari sistem
kualitas termasuk pengusutan dan kesiapsiagaan, dengan situasi yang merugikan
dan laporan reaksi, secara nasional maupun terhadap ekpor produk manusia
Petunjuk Prinsip 11
Organisasi dan pelaksana dari kegiatan donasi dan transplantasi, termasuk
juga hasil klinis harus transparan dan terbuka kepada pengamatan, dengan tetap
menjamin kerahasiaan dan privasi dari donor dan penerima donor tetap terjaga.
BAB III
KESIMPULAN

Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau


sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke
tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan menggantikan
organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih
berfungsi dari donor.
Di dalam PP No. 18 Tahun 1981 yang dimuat dalam LN 1981 No. 23 tentang
‘Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau
Jaringan Organ Tubuh Manusia’, dirumuskan pengertian sebagai berikut:
“Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan
atau jaringan organ tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau tubuh
orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat atau jaringan organ
tubuh yang tidak berfungsi dengan baik” (Pasal 1 butir (f) PP No. 18 Tahun 1981.
Organ yang sudah dapat ditransplantasi adalah jantung, ginjal, hati, pancreas,
intestine dan kulit, sedangkan jaringan, adalah kornea mata, tulang, tendon, katup
jantung, dan vena. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi transplantasi organ,
di satu sisi banyak membantu orang orang yang mengalami kegagalan fungsi
organ, tetapi disisi lain menjadi suatu dilemma etis dikarenakan harus dilakukan
ketika jantung masih berdenyut
Di Indonesia pengaturan hukum transplantasi organ adalah dalam UU No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No. 18/1981 tentang Bedah Mayat Klinis
dan Bedah Mayat Anatomis, serta Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh
Manusia. PP ini merupakan pelaksanaan dari UU No. 9/1960 tentang Pokok-
pokok Kesehatan, yang telah dicabut

20
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Yusuke Shimazono. Tersedia di:


http://www.who.int/bulletin/volumes/85/12/06-039370 Diakses pada 7 April
2019
2. Transplant Center. Tersedia di: http://www.mayoclinic.org/transplant/organ-
donation.html (Diakses 7 April 2019)
3. Usul Majadi Sinaga,"Pidato Pengukuhan Menjadi Guru Besar Tetap Dalam
Bidang Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Sumater Utara", 28 Juli 2007
4. Zulkarnaen, M. Faizal. "Implementasi Medikolegal Transplantasi Organ dari
Donor Jenazah untuk Peningkatan Kesehatan Masyarakat." (2016).
5. Gao Feng, Media Daratan China MengungkapBukti Baru Pengambilan
Organ di China dalamEra Baru No. 3, Jakarta, 2007, hal. 1.
6. Susalit E., Transplantasi (Cangkok Ginjal) dan Permasalahannya di
Indonesia dalam Simposium Awam: Gagal Ginjal, Dialisis dan
Transplantasi, Jakarta, 2002, hal. 2.
7. Suwasti, Nyoman., Aspek Yuridis Transplantasi Organ Dalam Hubungannya
Dengan UU Kesehatan, Kertha Patrika, Majalah Ilmiah FH UNUD, Bali,
1994.
8. Simbolon, Melinda. "Transplantasi Organ Tubuh Terpidana Mati." Lex et
Societatis 1.1 (2013).
9. Notoatmodjo, Soekidjo., Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,
2010. Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU No. 21 Tahun
2007, Fokusmedia, Bandung, 2007.
10. Hidayah, Nur. Kemaslahatan transplantasi organ tubuh sebagai mahar
nikah. Diss. IAIN Walisongo, 2014.
11. Achadiat. M. Chrisdiono, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam
Tantangan Zaman, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 2007
12. World Health Organization. 2012a. Global observatory on donation and
transplantation http://www.transplant-observatory.org
22

13. Traitanon, Opas, and Lorenzo Gallon. "Indications for Renal Transplantation:
Evaluation of Transplant Candidates." Kidney Transplantation,
Bioengineering and Regeneration. Academic Press, 2017. 187-197.
14. European Liver Transplant Registry. 2012. Tersedia di: http://www.eltr.org
Diakses pada 7 April 2019
15. International Society for Heart and Lung Transplantation Registry. 2011.
Tersedia di: http://ishlt.org Diakses pada 7 April 2019
16. Christie, Jason D., et al. "The Registry of the International Society for Heart
and Lung Transplantation: 29th adult lung and heart-lung transplant report—
2012." The Journal of heart and lung transplantation 31.10 (2012): 1073-
1086.
17. Fitria, Cemy Nur. "Etika Biomedis." Profesi (Profesional Islam): Media
Publikasi Penelitian 8 (2012).
18. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
19. Suplit, Tommy, et al. "Kidney transplantation in Indonesia: An update."
Asian Journal of Urology (2019).
20. Maruhum Bonar H. Marbun, Vidhia Umami, and Endang Susalit. A 3-Year
Survival Rate of Kidney Transplant Recipient in Cipto Mangunkusumo
General Hospital in Indonesia. J Ren Med 2017;1:1-5
21. Lalisang, T., N. A. Lalisang, and Y. Mazni. "The progress of living donor
liver transplantation at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta Indonesia."
HPB 18 (2016): e572.
22. Nomor, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. "Tahun 2016
Tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ.[cited: Mar 2017] Available
from: http://hukor. depkes. go. id/uploads/produk_hukum/PMK_No.
_38_ttg_Penyelenggaraan_Transplantasi_ Organ_. pdf." (38).

Anda mungkin juga menyukai