Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ANALISIS FISIKOKIMIA

“KROMATOGRAFI KERTAS, KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN


KROMATOGRAFI KOLOM"

Oleh :

Kelompok : 3
Nama Anggota : 1. Anti Malep R. (A 183 005)
2. Dhia Larissa (A 183 008)
3. Jesicha DYM(161 066)

Dosen Pengampu : Melvia Sundalian, M.Si.,Apt.

JURUSAN FARMASI
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
BANDUNG
TAHUN 2019
A. Kromatografi Kertas

Kromatografi kertas merupakan bentuk kromatografi yang paling sederhana,


mudah, dan murah. Kromatografi kertas telah berkembang lebih dahulu
dibandingkan kromatografi kolom yang ditemukan oleh Mikhail Tswett. Runge,
F.F (1834-1843) melakukan spot test campuran zat warna dari ekstrak tumbuh-
tumbuhan pada pita kain dan kertas. Pada tahun 1850 ia memisahakan larutan
garam dengan kertas. Selanjutnya Goppel Sroeder, F (1868) menganalisis zat
warna, hidrokarbon, dan alkohol pada berbagai minuman menggunakan kertas.
Walaupun mulai tahun 1906 berkembang kromatografi kolom, tetapi kromatografi
kertas tetap berkembang dengan baik, diantaranya Wilson, J.N. (1940) mempelajari
tentang teori pada kromatografi kertas (ppg.spada.ristekdikti.go.id).

1. Prinsip

Kromatografi kertas merupakan suatu metode pemisahan campuran menjadi


komponen-komponennya berdasarkan distribusi komponen tersebut pada dua fasa,
yaitu fasa diam dan fasa gerak (ppg.spada.ristekdikti.go.id).

Fasa diam berupa air yang terikat pada selulosa kertas, sedangkan fasa
geraknya berupa pelarut organik non polar yang sesuai. Pemisahan komponen-
komponen dalam campuran terjadi akibat partisi komponen-komponen diantara
fasa diam (polar) dan fasa gerak (nonpolar). Bahan pendukung fasa diam dapat
berupa kertas selulosa murni, seperti kertas whatman nomor 1 dan nomor 3 yang
terdiri dari a-selulosa 98-99% dan b-selulosa 0,3-1,0%. Selain itu, juga bisa
digunakan kertas selulosa yang telah dimodifikasi, seperti kertas yang diasetilasi
dengan zat kimia untuk pemisahan steroid, kertas yang diimpregnasi dengan
minyak untuk pemisahan amina, serta kertas yang diberi zat tambahan. Untuk
mendapatkan tingkat kepolaran yang berbeda, fasa diam berupa air dapat diganti
dengan glikol, formamida, atau alkohol. Selain fasa gerak berupa pelarut murni,
dapat juga dalam bentuk campuran alkohol, asam-asam, ester, fenol, atau amina
sehingga didapatkan tingkat kepolaran yang sesuai (ppg.spada.ristekdikti.go.id).

Fasa diam berupa kertas juga dapat dilapisi dengan zat-zat yang non polar
seperti lateks, minyak mineral, atau minyak silikon dengan fasa gerak berupa
larutan polar. Kromatografi kertas dengan fasa diam non polar dan fasa gerak polar

1
sering disebut kromatografi fasa terbalik. Sistem ini dapat digunakan untuk
memisahkan asam-asam lemak dan komponen-komponen non polar lainnya
(ppg.spada.ristekdikti.go.id).

Tabel 1. Pelarut Kromatografi Kertas Beserta Tingkat Kepolaran

Pelarut Organik Tingkat kepolaran


Parafin cair Non polar
Petroleum eter
Sikloheksana
Karbon tetraklorida
Benzene
Toluene Kloroform
Dietil eter Etil asetat
Aseton
n-propanol etanol
asetonitril methanol
air Polar

2. Mekanisme Kerja
Pelaksanaan pemisahan dengan kromatografi kertas terbagi dalam tiga tahap,
yaitu penotolan campuran, pengembangan dan identifikasi. Pada tahap penotolan,
campuran yang mengandung komponen-komponen yang akan dipisahkan
ditotolkan pada bagian bawah kertas (biasanya sekitar 2 cm dari tepi bawah)
menggunakan mikropipet atau pipa kapiler sehingga akan meluas membentuk noda
yang bulat. Pada tahap pengembangan, ujung kertas kromatogram yang telah
terdapat noda kering dimasukkan dalam bejana tertutup sehingga tercelup dalam
pelarut yang dipilih sebagai fasa gerak dan pencelupan tidak sampai merendam
noda totolan campuran (ppg.spada.ristekdikti.go.id).

Gambar 1. Ilustrasi tahap pengembangan kromatografi kertas

Pelarut (fasa gerak) akan merembes ke dalam kertas secara lambat berdasarkan
gaya kapiler. Sambil bergerak pelarut tersebut membawa komponen - komponen

2
campuran ikut bergerak. Komponen - komponen dalam campuran akan bergerak
pada laju yang berbeda atau mengalami migrasi diferensial karena memiliki
perbedaan kepolaran. Hal ini menyebabkan komponen-komponen dalam campuran
akan terpisah satu sama lain (ppg.spada.ristekdikti.go.id).
Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-
masing komponen dalam fase diam dan fase gerak. Berbagai mekanisme pemisahan
terlibat dalam penentuan kecepatan migrasi. Kecepatan migrasi komponen sampel
tergantung pada sifat fisika kimia dari fase diam, fase gerak dan komponen sampel.
Retensi dan selektivitas kromatografi juga ditentukan oleh interaksi antara fase
diam, fase gerak dan komponen sampel yang berupa ikatan hidrogen, pasangan
electron donor atau pasangan elektron-akseptor (transfer karge), ikatan ionion,
ikatan ion-dipol, dan ikatan van der Waals (Wulandari, 2011).
Faktor pendorong migrasi meliputi gaya gravitasi, elektrokinetik, dan
hidrodinamik. Faktor penghambat migrasi meliputi friksi molekul, elektrostatik,
adsorbsi, kelarutan, ikatan kimia dan interaksi ion. Adanya gaya gravitasi yaitu
gaya yang menarik benda selalu menuju ke bawah, elektrokinetik yaitu pergerakan
molekul karena adanya listrik dan hidrodinamik yaitu pergerakan suatu cairan,
dapat mendorong pergerakan molekul analit sehingga mempercepat migrasi analit.
Sedangkan adanya friksi molekul yaitu gaya yang muncul dengan arah gerakan
yang berlawanan dengan arah gerakan molekul, adanya elektrostatik yaitu gaya
yang dikeluarkan oleh medan listrik statik (tidak berubah/bergerak) terhadap objek
bermuatan yang lain, adanya sifat adsorbsi yaitu suatu proses yang terjadi ketika
suatu fluida, cairan maupun gas pada suatu padatan atau cairan (zat penjerap,
sorben) dan membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan, adanya kelarutan
analit, adanya ikatan kimia dan atau interaksi ion antara analit fase diam dan fase
gerak dapat menghambat pergerakan molekul analit (Wulandari, 2011).

3. Prosedur
Setetes larutan cuplikan yang mengandung campuran yang akan dipisahkan
ditotolkan pada daerah yang telah diberi tanda di atas sepotong kertas kromatografi
dimana totolan tersebut akan meluas membentuk noda yang bulat. Bila noda telah
kering, kertas dimasukkan dalam bejana tertutup yang sesuai dengan satu ujung,

3
dimana totolan ditempatkan, tercelup dalam pelarut yang telah dipilih sebagai fasa
gerak. Totolan noda tidak boleh tercelup karena apabila tercelup berarti senyawa
yang dipisahkan akan terlarut dari kertas (ppg.spada.ristekdikti.go.id).
Pelarut bergerak melalui serat-serat dari kertas oleh gaya kapiler dan
menggerakkan komponen-komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak
dalam arah aliran pelarut. Perlu diperhatikan bahwa permukaan dari kertas jangan
sampai terlalu basah dengan pelarut karena akan menyebabkan daerah noda
menjadi kabur atau bahkan tidak akan terpisah sama sekali
(ppg.spada.ristekdikti.go.id).
Apabila permukaan pelarut telah bergerak sampai jarak yang cukup jauh atau
setelah waktu yang ditentukan, maka kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari
permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran kertas dibiarkan kering. Jika
senyawa-senyawa berwarna, maka senyawa tersebut akan terlihat sebagai pita-pita
atau noda-noda (ppg.spada.ristekdikti.go.id).

4. Evaluasi Noda
Untuk noda yang berwarna evaluasi noda dapat dilakukan dengan visualisasi
langsung dengan menggunakan cahaya matahari, atau dapat dibantu dengan
menggunakan lampu UV yang memberikan pencahayaan pada panjang gelombang
tertentu. Untuk noda yang tidak berwarna beberapa jenis visualisasi dari zona
kromatografi diperlukan untuk mengevaluasi noda hasil kromatografi. Sebagian
besar senyawa akan menyerap sinar UV atau sinar tampak atau fluoresensi tetapi
beberapa senyawa membutuhkan visualisasi yang sesuai untuk mengamati noda
hasil kromatografi. Visualisasi dapat dilakukan dengan cara penyemprotan dengan
pereaksi penampak noda (Wulandari, 2011).
Tabel 2. Pereaksi Penampak Bercak

Pereaksi Komponen yang Warna yang


Ditampakkan Terbentuk
Anilin ftalat Gula pereduksi Berbagai warna
Anisaldehida dalam asam karbohidrat Berbagai warna
sulfat dan asam asetat

4
Pereaksi Komponen yang Warna yang
Ditampakkan Terbentuk
Stibium triklorida dalam Steroid, glikosida, Berbagai warna
kloroform steroid, lemak alifatik,
vitamin A
Brom kresol hijau Asam karboksilat Noda kuning
dengan dasar hijau
2,4-dinitrofenilhidrazin Aldehida dan keton Kuning sampai
merah
deagendorf Alkalopid dan asam Jingga
organik
Besi (III) klorida fenol Berbagai warna
Fluoresen, Br2 Senyawa tak jenuh Noda kuning
dengan dasar
merah muda
ninhidrin Asam amino, gula Biru
amino, asam fosfatida

5. Faktor Retardasi
Faktor retardasi (Retardation faktor=Rf) adalah parameter yang digunakan
untuk menggambarkan migrasi senyawa dalam KLT. Nilai Rf merupakan
parameter yang menyatakan posisi noda pada fase diam setelah dielusi. Penentuan
harga Rf analit, yaitu membandingkan jarak migrasi noda analit dengan jarak
migrasi fase gerak/eluen. Retardasi faktor dapat dihitung sebagai rasio :

Jarak yang ditempuh komponen


Rf =
Jarak yang ditempuh pelarut

Karakteristik dari noda kromatografi adalah saat pengembangan noda yang


terbentuk semakin lama semakin melebar. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada
metode kromatografi planar tetapi juga terjadi pada tiap - tiap teknik kromatografi.
Perluasan noda terjadi karena adanya efek difusi eddy, difusi longitudinal dan efek
dari tahanan alih massa, yang memberikan mekanisme retensi zat terlarut tertentu
(Wulandari, 2011).

5
Terjadinya pelebaran pita atau noda dari solut disebabkan oleh
ketidakmerataan diameter dari partikel fase diam yang menyebabkan perbedaan
dorongan kapiler, yang secara otomatis akan menghasilkan kecepatan aliran yang
tidak merata dari fase gerak saat melalui pipa kapiler. Efek difusi longitudinal
terjadi karena zat terlarut (solut) yang berada ditengah konsentrasinya (Wulandari,
2011).
Efek difusi eddy hanya disebabkan oleh ukuran partikel dan keseragaman
ukuran partikel fase diam dan tidak dipengaruhi oleh kecepatan alir dari fase gerak.
Adanya perbedaan distribusi massa tersebut menimbulkan perluasan noda pada
kromatrografi (Wulandari, 2011).
Nilai Rf dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pelarut, suhu, ukuran bejana,
jenis kertas, dan sifat campuran. Jenis pelarut dan komposisi dari pelarut dapat
mempengaruhi koefisien partisi. Perubahan suhu menyebabkan terjadinya
perubahan koefisien partisi dan kecepatan aliran. Volume bejana mempengaruhi
homogenitas atmosfer sehingga mempengaruhi kecepatan penguapan dari
komponen-komponen pelarut. Jika bejana besar, bisa menyebabkan perambatan
menjadi lebih lama. Pori-pori kertas dan ketebalan kertas mempengaruhi
perambatan. Karakteristik komponen yang akan dipisahkan juga mempengaruhi
nilai Rf karena kelarutan dalam eluen dan partisi komponen-komponen tersebut di
antara fasa tetap dan fasa gerak berbeda-beda (ppg.spada.ristekdikti.go.id).

B. Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi Lapis Tipis adalah salah satu metode pemisahan kromatografi
yang fleksibel dan banyak digunakan. Metode analisis kromatografi lapis tipis
(KLT) telah menjadi bagian dari teknik analisis rutin pada laboratorium analisis dan
pengembangan produk karena memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan utama
metode analisis kromatografi lapis tipis dibandingkan metode analisis kromatografi
cair kinerja tinggi adalah analisis beberapa sampel dapat dilakukan secara simultan
dengan menggunakan fase gerak dalam jumlah kecil sehingga lebih hemat waktu
dan biaya analisis serta lebih ramah lingkungan. Teknik pemisahannya sederhana
dengan peralatan yang minimal (Wulandari, 2011).

6
1. Prinsip
Kromatografi melibatkan pemisahan terhadap campuran berdasarkan
perbedaan - perbedaan tertentu yang dimiliki oleh senyawanya. Perbedaan yang
dapat dimanfaatkan meliputi kelarutan dalam berbagai pelarut serta sifat polar.
Kromatografi biasanya terdiri dari fase diam (fase stationer) dan fase gerak (fase
mobil).Fase gerak membawa komponen suatu campuran melalui fase diam, dan
fase diam akan berikatan dengan komponen tersebut dengan afinitas yang berbeda-
beda. Jenis kromatografi yang berlainan bergantung pada perbedaan jenis fase,
namun semua jenis kromatografi tersebut berdasar pada asas yang sama (Rohman,
2009).
Pemisahan yang terjadi dalam kromatografi dilaksanakan dengan memanipulasi
sifat-sifat dari senyawa, yaitu :
a. Kecenderungan suatu molekul untuk larut dalam cairan (kelarutan);
b. Kecenderungan suatu molekul untuk bertaut dengan suatu serbuk padat
(absorbsi);
c. Kecenderungan suatu molekul untuk menguap.

2. Cara Kerja
KLT yang menggunakan lempeng gelas atau alumunium yang dilapisi dengan
lapisan tipis alumina, silika gel, atau bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis
pada umumnya dijadikan metode pilihan pertama pada pemisahan dengan
kromatografi.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat,
dengan menggunakan zat penjerap berupa serbuk halus yang dipaliskan serta rata
pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom
kromatografi terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan,
pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara
pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi lapis tipis dengan
penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf
yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis tidak tetap, jika dibandingkan dengan
yang diperoleh pada kromatografi kertas. Oleh karena itu pada lempeng yang sama

7
di samping kromatogram zat yang di uji perlu dibuat kromatogram zat pembanding
kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda (Dirjen POM, 1979, hal. 782).
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang
memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir – butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan
dipisah berupa larutan , ditotolkan berupa berupa bercak atau pita (awal). Setelah
plat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok.
Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bahwa kondisi
dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi
ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan kertas saring yang terbasahi oleh
pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). (Karena pelarut
bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari
campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak
sebagai perbedaan bercak warna.
Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah (sifat penjerap)
dan sistem larutan pengembang harus dipilih dengan tepat karena keduanya
bekerjasama untuk mencapai pemisahan. Selain itu hal yang juga penting adalah
memilih kondisi kerja yang optimum yang meliputi sifat pengembangan, jarak
pengembangan , atmosfer bejana dan lain- lain . Jarak pengembangan senyawa
pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf.
Sifat – sifat umum dari penyerap- penyerap untuk kromatografi lapis tipis
adalah mirip dengan sifat – sifat penyerap untuk kromatografi kolom. Dua sifat
penting dar penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya, karena adhesi
terhadap penyokong sangat tergantung pada mereka. Besar partikel yang biasa
digunakan adalah 1 – 25 mikron . Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil
pemisahan adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus. Kebanyakan
penyerap yang digunakan adalah silika gel. Silika gel yang digunakan kebanyakan
diberi pengikat yang dimaksudkan untuk memberi kekuatan pada lapisan dan
menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang digunakan kebanyakan

8
kalsium sulfat. Tetapi biasanya dalam perdagangan silika gel telah diberi pengikat.
Jadi tidak perlu mencampur sendiri dan diberi nama dengan kode silika gel G
(Sastrohamijojo 1985).

3. Fase Diam dan Fase Gerak


Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil
dengan diameter partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Semakin
kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase
diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Silika gel salah satu contoh fase diam yang terbentuk dari silikon dioksida
(silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang
besar. Namun, pada permukaan silika gel, atom silikon berlekatan pada gugus -
OH.Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si.
Permukaan silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk
ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana
halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.
Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina dari aluminium oksida.
Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Pada dasarnya sifat
serta penggunaannya mirip silika gel.

4. Prosedur
Pada KLT, fasa diam berupa plat yang biasanya disi dengan silica gel. Sebuah
garis pensil digambar dekat bagian bawah fasa diam dan setetes
larutan sampelditempatkan di atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa
kapiler. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel.
Pembuatan garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan dengan
tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram berkembang.
Ketika titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup
yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah garis. Digunakan
gelas tertutup untuk memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap
pelarut.

9
Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik. Komponen-komponen yang
berbeda dari campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran
dipisahkan memiliki warna yang berbeda.Diagram menunjukkan plat setelah
pelarut telah bergerak sekitar setengah jalan. Pelarut diperbolehkan untuk naik
hingga hampir mencapai bagian atas plat yang akan memberikan pemisahan
maksimal dari komponen-komponen pewarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut
dan fase diam.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Untuk identifikasi
menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat
bila dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan
sebagai berikut (Gritter et al, 1991): Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa
murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard. Perlu diperhatikan bahwa
harga-harga Rf yang diperoleh berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan
penyerap yang digunakan, meskipun daftar dari harga-harga Rf untuk berbagai
campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh (Gritter et al, 1991).

5. Deteksi Bercak
Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna, yaitu
:
a. Menggunakan pendarflour
b. Penunjukkan bercak secara kimia

C. Kromatografi Kolom

Kromatografi sebagai sistem pemisahan mempunyai rancangan terdiri dari fase


diam dan fase gerak. Fase diam ditempatkan di dalam kolom atau direkatkan pada
sebuah pelat kaca atau penyangga logam untuk dapat dialiri fase gerak. Fase gerak
dapat dialirkan melalui ujung kolom atau dinaikkan/diturunkan pada bidang
kromatografi sambil membawa komponen-komponen senyawa sampel melewati
kolom atau pelat berisi penjerap. Dengan demikian, kromatografi dibagi menjadi
dua bagian besar, yakni kromatografi kolom dan kromatografi bidang/planar.

10
Kromatografi kolom adalah sebutan untuk semua jenis upaya pemisahan
menggunakan kolom sebagai wadah fase diamnya. Kromatografi cair yang
dilakukan di dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk
pemisahan campuran dalam jumlah besar. Pada kromatografi kolom, campuran
yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penjerap yang
berada pada tabung kaca, tabung logam, atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fase
gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabka oleh gaya
berat (gaya gravitasi) atau dorongan dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak
melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi
ketika keluar dari kolom. (Wonoraharjo, 2013)

Kromatografi kolom mengandalkan proses pemisahan pada distribusi analisis


pada fase diam dan fase gerak. Kolom akan berisi fase diam, baik berupa fase diam
padat maupun fase diam cair dan kemudian dialiri fase gerak cair maupun fase
gerak gas. Kolom harus dapat dilewati fase gerak, karena itu kolom harus berpori.
Fase diam harus merupakan material berpori dan butiran fase diam harus diatur
sedemikian rupa sehingga fase gerak dapat melewatinya sambil membawa
komponen-komponen campuran yang hendak dipisahkan.

Dalam kromatografi kolom modern, kolom yang digunakan adalah keluaran


indusri, dimana fase diam dan rancangannya telah diatur dan tidak dapat diubah-
ubah. Kolom jadi seperti ini di satu pihk sangat menguntungkan pengguna karena
tidak mengharuskan pengguna untuk mencari-cari kombinasi yang cocok dengan
fase geraknya untuk memenuhi tujuan pemisahan. Di lain pihak, kolom modern
tidak memberi kesempatan pengguna untuk mendapatkan hasil pemisahkaannya
secara riil. Hasil pemisahan yang didapat berupa spektrum yang menunjukkan
keterpisahan komponen-komponen campuran, karena keterpisahan itu, maka dapat
dilakukan analisis kualitatif untuk menentukan senyawa terkandung dan juga
analisis kuantitatif yang menetukan jumlah senyawa yang ada dibandingkan dengan
jumlah senyawa standarnya. Untuk beberapa kesempatan, kolom kromatografi
dirancang untuk mendapatkan senyawa hasil pemisahannya yang disebut
kromatografi preparatif (Wonorahardjo, 2013)

11
1. Kromatografi Kolom Konvensional
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di dasarkan pada
pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa, baik
pengotornya maupun hasil isolasinya. Sebelumnya dilakukan percobaan tarhadap
kromatografi lapis tipis sebagai pencari kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok
dengan pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan hasil isolasinya terpisah
secara sempurna (Gritter, 1991).
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa
pita pada bagian atas kolom, penjerap yang berada dalam tabung kaca, tabung
logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fase gerak), dibiarkan mengalir melalui
kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau gaya gravitasi. Pita
senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan
dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih
banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kemasan
adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60, kieselgur, Al2O3, dan
Diaion (Gritter, 1991)
Cara pembuatannya ada dua macam (Gritter, 1991):

1. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi
kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.

2. Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan
pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom
melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk
semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mapat,
setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas adsorben
kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terlebih dahulu dilarutkan
dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel
dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit demi
sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur tetesannya, serta
cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-
fraksi.

12
Kolom dapat dibuat dari berbagai jenis material, seperti stainless steel,
aluminium, tembaga, gelas dan paduan silika. Sebagian besar sistem kolom modern
terbuat dari gelas atau paduan silika. Kolom konvensional dibuat dari material
pendukung yang dilapisi fase diam dari berbagai pembebanan yang dikemas di
dalam kolom. Kolom kapiler terdiri dari tabung kapiler panjang yang didalamnya
dilapisi dengan fase diam (fase diam dapat juga direkatkan langsung pada
permukaan silika). Sebagian besar kolom kapiler terbuat dari paduan silika yang
dilapisi polimer di bagian luarnya. Paduan silika sangat mudah pecah sedangkan
lapisan polimer tersebut bertindak sebagai pelindungnya.

Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya perbedaan daya serap
dari masing-masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam sedikit
pelarut lalu di masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat
menyerap. Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih
lambat dari senyawa non polar terserap lebih lemah dan turun lebih cepat. Zat yang
di serap dari larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada
kolom. Pelarut lebih lanjut / dengan tanpa tekanan udara masin-masing zat akan
bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom.

1.1 Kolom kromatografi


Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi
(gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang
dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran
pelarut. Terdapat beberapa penopang atau sejenis pelat di dalam tabung, di
atas keran, untuk menahan penjerap. Penopang tersebut berupa segumpal
kecil wol kaca atau kapas yang ditutupi dengan pasir bersih 50-100 mesh
setebal 30-60 mm. Penopang juga dapat berupa piringan kaca masir. Kadang
dipakai pula selapisan pasir diatas kaca masir untuk mencegah penyumbatan.

1.2 Penjerap
Sifat, derajat atau tingkat keaktifan penjerap, dan ukuran partikelnya betul-
betul penting dalam pengembangan sistem kromatografi. Penjerap dapat
dibuat dan diperlakukan dengan berbagai cara untuk mengubah sifat dan
kapasitasnya, dan sejumlah usaha telah dilakukan untuk mengendalikan

13
penjerap dan memaparkan tata kerja untuk menghasilkan penjerap yang
setara. Ukuran partikel penjerap untuk kolom biasanya lebih besar daripada
untuk KLT. Ukuran partikel biasanya 63-250 mikrometer untuk kolom yang
dijalankan dengan gaya tarik bumi. Kolom yang dijalankan memakai tekanan,
biasanya berukuran 40-63 mikrometer atau lebih halus.
1.2.1 Alumina
Alumina (Al2O3) adalah salah satu penjerap yang paling banyak
dipakai dan terdapat dalam beberapa bentuk modifikasi. Ia
mempunyai titik aktif Al+, al-OH, Al-, Al-OH+ dan bergantung pada
pembuatannya, juga Na+ atau H+.
1.2.2 Silika gel
Silika gel (SiO2) atau asam silikat, seperti alumina, merupakan
penjerap yang paling banyak dipakai dan dapat dianggap sebagai
penjerap yaang paling sederhana. Silika gel dapat dipakai dengan
semua pelarut, ia menunjukkan kemampuan berikatan hidrogen
dengan beberapa linarut dan pelarut jika ada air.

Silika gel bertingkat keaktifan I biasanya dapat dibuat dengan pemanasan pada
150°-160°C selama 3-4 jam sambil sesekali diaduk. Silika gel tingkat I merupakan
produk anhidrat; tingkat II -V dibuat dengan menambahkan air 10, 12, 15 dan 20%.

2. Kromatografi Cair Vakum

Kromatografi Suction Column and Vacuum Liquid Chromatography (VLC)


atau kromatografi cair vakum (KCV) adalah suatu bentuk kromatografi kolom yang
khususnya berguna untuk fraksinasi kasar yang cepat terhadap suatu
ekstrak. Dimana kondisi vakum adalah alternatif untuk mempercepat aliran fase
gerak dari atas ke bawah. Dan metode ini juga sering digunakan untuk fraksinasi
awal dari suatu ekstrak yang non-polar atau ekstrak semipolar (Raymond, 2006).

Suction coloumn merupakan alat kromatografi yang merupakan modifikasi


kromatografi kolom serapan. Prinsip pemisahannya sama dengan kromatografi
kolom serapan. Bedanya terletak pada adanya isapan pompa vakum di bagian

14
bawah kolom ini. Alat ini dirancang mengingat pada kromatografi kolom serapan
yang pengerjaannya memakan waktu yang cukup lama. Prinsip pemisahan
komponen kimia berdasarkan adsorpsi dan partisi serta dipercepat dengan isapan
pompa vakum. Seperti halnya kromatografi kolom serapan, senyawa yang akan
dipisahkan dilarutkan dengan pelarut yang cocok kemudian dimasukkan dalam
kolom isap, selanjutnya ditambahkan eluen, eluen yang mengalir turun yang
disebabkan oleh isapan pompa vakum. Hasil pemisahan ditampung dalam setiap
fraksi. Volume penampungan 25 ml/fraksi dan untuk berat sampel q 10 - 30 gram
volume penampungan 50 ml/fraksi. Adsorben yang digunakan sedikit lebih berbeda
yaitu 35 gram silica gel 7733 dan 10 gram silika gel 7731 (Gritter, 1991).

Manfaat dari kromatografi ini yaitu menentukan ciri senyawa aktif penyebab
efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan
kasar bila diuji dengan sistem biologi. Dalam hal ini kita harus memantau cara
ekstraksi dan pemisahan pada setiap tahap, yaitu untuk melacak senyawa aktif
tersebut sewaktu dimurnihkan. Kadang-kadang keaktifan hilang selama proses
fraksinasi akibat ketidakmantapan senyawa itu, dan akhirnya mungkin saja
diperoleh senyawa berupa kristal tetapi keaktifan seperti yang ditunjukkan oleh
ekstrak asal(Harborne, 1987).

Fasa diam yang digunakan dikemas dalam kolom yang digunakan dalam KCV.
Proses penyiapan fasa diam dalam kolom terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a) Cara Basah

Preparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan melarutkan fasa diam
dalam fase gerak yang akan digunakan. Campuran kemudian dimasukkan ke
dalam kolom dan dibuat merata. Fase gerak dibiarkan mengalir hingga
terbentuk lapisan fase diam yang tetap dan rata, kemudian aliran dihentikan.

b) Cara kering

Preparasi fasa diam dengan cara kering dilakukan dengan cara memasukkan
fase diam yang digunakan ke dalam kolom kromatografi. Fase diam tersebut
selanjutnya dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan.

15
Preparasi sampel cara basah dilakukan dengan melarutkan sampel dalam
pelarut yang akan digunakan sebagai fasa gerak dalam KCV. Larutan dimasukkan
dalam kolom kromatografi yang telah terisi fasa diam. Bagian atas dari sampel
ditutupi kembali dengan fasa diam yang sama. Sedangkan cara kering dilakukan
dengan mencampurkan sampel dengan sebagian kecil fase diam yang akan
digunakan hingga terbentuk serbuk. Campuran tersebut diletakkan dalam kolom
yang telah terisi dengan fasa diam dan ditutup kembali dengan fase diam yang sama.

Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan


dengan kolom konvensional yaitu:

1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil disbanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak
lebih lambat (10-100μl/menit).

2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal
jika digabung dengan spectrometer massa.

Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat karenanya


jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel
klinis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI.

Gritter, Roy J. James, Bobbitt. dan Arthur Schwarting. 1991. Pengantar


Kromatografi Edisi Kedua. Bandung : Penerbit ITB.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB.

Raymond, Chang. 2006. Kimia dasar edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Rohman. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 1985. Kromatografi, Edisi Kedua. Yogyakarta :


Liberty.

Stahl Egon. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung :
ITB.
Wonorahardjo, Surjani. 2013. Metode-metode Pemisahan Kimia. Jakarta:
Akademia Permata.

Wulandari, Lestyo. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember : PT Taman Kampus


Presindo.

http://ppg.spada.ristekdikti.go.id/pluginfile.php/1665/mod_resource/content/1/KB
2.pdf (diakses pada tanggal 15 Maret 2019).

17

Anda mungkin juga menyukai