Anda di halaman 1dari 23

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL

BATCH SHEET V
INJEKSI TESTOSTERON PROPIONAT

BAB I
NAMA ZAT AKTIF DAN BENTUK YANG DIGUNAKAN

1.1 Nama Zat Aktif


Testosteron, Testosteron Propionat

1.2 Bentuk Yang Digunakan


Larutan dalam minyak pada vial 10 ml
BAB II
MONOGRAFI ZAT AKTIF

2.1 Testosteron Propionat


Rumus Molekul : C22H32O3
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih atau putih krem, tidak
berbau dan stabil di udara
Kelarutan : Tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam
dioksan, dalam eter dan dalam pelarut organik lain, larut
dalam minyak nabati
BM : 344,49
BJ :
Titik lebur : 118-123°C
OTT : Alkali dan zat pengoksidasi
pH : 4-7,5
Stabilisator : Dapar pH 4-7,5, pensuspensi Tylose 0,1%
Daftar obat : Obat keras berupa sediaan injeksi
Penyimpanan : Pada wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya
(Sumber: Farmakope Indonesia edisi V, hal 1254)
BAB III
FORMULA DAN METODA PEMBUATAN

3.1 Formula
Testosteron 10 mg/ml
Injeksi dalam vial 10 mL no. I

3.2 Formula Lengkap


3.2.1 Larutan dalam minyak
Testosteron Propionat 11,9 mg/ml
Oleum pro injectionum ad 10 ml
3.2.2 Suspensi Testosteron
Testosteron 1%
Natrii Dihydrogen Phosphas 0,32%
Dinatrii Hydrogen Phosphas 0,568%
Fenil merkuri nitrat 0,001%
Tilose 0,1%
Aqua pro injectionum ad 10 mL

3.3 Metode Pembuatan


Proses sterilisasi akhir dengan metode aseptik (Laminar Air Flow)
BAB IV
MONOGRAFI ZAT TAMBAHAN

4.1 Oleum Arachidis


Pemerian :.Minyak kacang tanah adalah cairan berwarna
kuning atau kuning pucat yang memiliki bau dan
rasa samar, hampir tidak berasa. Pada sekitar 3°C
menjadi berembun, dan pada suhu yang lebih
rendah itu sebagian membeku.
Kelarutan :.Sangat mudah larut dalam etanol, larut dalam
benzene, CCl4 dan minyak
BJ : 0,915 g/cm3
Titik lebur : 283°C
Titik beku : -5°C
Kegunaan : Pelarut pada injeksi intramuskular, pengemulsi
Penyimpanan : Pada wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya dan
pada keadaan kering
(Sumber: HOPE 6th, hal.476)

4.2 Natrii Dihydrogen Phosphas

Gambar 4.1 Struktur Natrii Dihydrogen Phosphas

Pemerian :.Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih,


tidak berbau dan asin
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air, sangat mudah larut dalam
etanol 95%
Berat molekul : 156,01
pH : 4,1-4,5
BJ : 1,915 g/mol
Penyimpanan : Tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering.
Kegunaan : Sebagai larutan penyangga, zat tambahan.
(Sumber: Farmakope Indonesia edisi III hal 409, HOPE 6th, hal.659)

4.3 Dinatrii Hidrogen Phosphas

Gambar 4.2 Struktur Dinatrii Hydrogen Phosphas

Berat Molekul : 358,14


Pemerian :.Serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak
berbau, rasa asin. Dalam udara kering merapuh
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, air panas, praktis
tidak larut dalam etanol 95%
pH : 9,0-9,4
Kegunaan : Sebagai larutan penyangga, zat tambahan
Penyimpanan : Tertutup rapaT, ditempat sejuk dan kering.
(Sumber: Farmakope Indonesia edisi III, halaman 227 HOPE 6th, hal.656)

4.4 Fenil Merkuri Nitrat

HgNO3 HOHg

Gambar 4.3 Struktur Fenil Merkuri Nitrat

Rumus Molekul : C12H11Hg2NO4


Berat Molekul : 634,45
Pemerian : Terdiri dari senyawa fenilmerkuri hidroksida dan
fenil merkuri nitrat dalam jumlah molekul yang
sama dan berupa serbuk Kristal, putih dengan
aromanya yang ringan
Kelarutan : Mudah larut dalam glicerin, larut dalam minyak
lemak, agak sukar larut dalam air, dan praktis
tidak larut dalam etanol
Titik leleh : 187-190°C
Kegunaan : Sebagai bahan pengawet dan antiseptik
Penyimpanan : Tertutup rapat, terlindung dari cahaya ditempat
sejuk dan kering..
(Sumber: HOPE 6th, hal.496)

4.5 Tilose
Pemerian :..Hablur berwarna putih, hampir putih, tidak
berbau, rasa asin. Dalam udara kering merapuh
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter, dan
toluene, mudah tercampurkan dengan air
pH : 6-8,5
BJ : 0,52 g/cm3
Titik leleh : 227°C
Kegunaan : Sebagai bahan pengawet dan antiseptik
Penyimpanan : Tertutup rapat, terlindung dari cahaya ditempat
sejuk dan kering..
(Sumber: HOPE 6th, hal.118)

4.6 Aqua Pro Injectionum (API)


Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan
dengan cara sterilisasi A atau C.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berasa, tidak berbau dan tidak
berwarna.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar, elektrolit.
OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan
obat dan zat tambahan lainnya yang mudah
terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air
atau kelembaban).
Stabilitas : Air stabil dalam setiap keadaan (padat, cairan, uap
panas).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam
wadah bertutup kapas berlemak harus digunakan
dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.
Penggunaan : Untuk pembuatan injeksi.
(Sumber: Farmakope Indonesia edisi III, hal.97)
BAB V
PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN

5.1 Perhitungan Bahan


5.1.1 Konsentrasi Testosteron Propionat
Diketahui : BM Testosteron Propionat = 344,49
: BM Testosteron = 288,42
C Testosteron diperoleh dari perhitungan:
𝐵𝑀 Testosteron Propionat
C = 𝑥 𝐶 Testosteron
𝐵𝑀 Testosteron
344,49
= 288,42 𝑥 10 𝑚𝑔

= 11,9 mg
5.1.2 Volume sediaan yang akan dibuat
A. Larutan dalam minyak
Vvial = n . c + 6 mL
= 1 . 10,7 + 6 mL
= 10,7 + 6 mL
= 16,7 mL ~ 17 mL
B. Suspensi Testosteron
Vvial = n . c + 6 mL
= 1 . 10,5 + 6 mL
= 10,5 + 6 mL
= 16,5 mL ~ 15 mL

5.2 Penimbangan Bahan

Tabel 5.1 Penimbangan Bahan Larutan dalam minyak


Bahan Satuan Dasar Volume Produksi
1 ml 1 vial/17 ml
A 11,9 mg 202,3 mg

Ket: A : Testosteron Propionat


Tabel 5.2 Penimbangan Bahan Suspensi Testosteron
Bahan Satuan Dasar Volume Produksi
1 ml 1 vial/15 ml
A 10 mg 150 mg
B 3,2 mg 48 mg
C 5,7 mg 85,5 mg
D 0,0001 mg 0,015 mg
E 1 mg 15 mg
Ket: A : Testosteron
B : NaH2PO4
C : Na2HPO4
D : Fenilmerkuri nitrat
E : Tilose
BAB VI
PROSEDUR

6.1 Alat dan Bahan


Gelas kimia, gelas ukur, batang pengaduk, corong, kertas saring, kaca arloji,
spatel, pinset, alat suntik dan membran filter, vial 10 ml, laminar air flow, otoklaf,
Testosteron Propionat, Oleum Arachidis, Testosteron, NaH2PO4, Na2HPO4, Fenil
merkuri nitrat, tilose, Aqua pro injection.

6.2 Sterilisasi
6.2.1 Sterilisasi alat
Tabel 6.1 Sterilisasi Alat
Alat Sterilisasi Waktu

Beaker glass Oven 170 oC 30’


Corong & Kertas Saring Otoklaf 115-116 oC 30’
Ampul Oven 170 oC 30’
Kaca arloji Api langsung 20’’
Spatel logam Api langsung 20’’
Batang pengaduk Api langsung 20’’
Tutup vial (Karet) Otoklaf 115-116 oC 30’’

6.2.2 Sediaan obat


Larutan sediaan obat diisikan kedalam vial didalam laminar air flaw
(LAF) dengan menggunakan spuitt 1 ml (Aseptik).

6.2 Prosedur Pembuatan


6.2.1 Larutan dalam minyak
Testosteron Propionat dilarutkan dalam Oleum Arachidis sampai 17
ml. Larutan disaring dengan kertas saring dan filtrat pertama dibuang.
Setelah itu larutan diisikan kedalam 1 vial sebanyak 11 ml , pengisisan
ampul dilakukan di dalam laminar air flow (LAF), dikemas.
6.2.2 Suspensi Testosteron
Ditimbang NaH2PO4 sebanyak 48 mg kemudian dilarutkan dalam
sebagian aqua pro injeksi. Ditimbang Na2HPO4 sebanyak 85,5 mg
dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi. Setelah itu kedua larutan
tersebut dicampurkan dan diaduk. Kemudian campurkan tilose sebanyak 15
mg kedalam larutan tersebut. Disuspensikan testosterone sebanyak 150 mg
kedalam larutan secara aseptik, Kemudian ditambahkan aqua pro injeksi
sampai 15 mL. Larutan disaring, filtrat pertama dibuang. kemudian
dimasukkan dalam vial.
BAB VII
EVALUASI SEDIAAN

7.1 Evaluasi Sediaan


Tabel 7.1 Jenis Evaluasi Sediaan
JENIS EVALUASI HASIL EVALUASI

1. EVALUASI FISIKA
a) Penetapan pH (FI IV,1039- pH 5
1040)
b) Bahan partikulat dalam injeksi
(FI IV,981-984) Tidak ada
c) Penetapan volume injeksi
dalam wadah (FI IV,1044) 10 ml
d) Uji keseragaman sediaan (FI
IV,990-1001) Seragam
e) Uji kejernihan (FI IV,998) Jernih
f) Uji kebocoran
2. EVALUASI BIOLOGI Tidak Bocor
a) Uji Efektivitas Sterilitas
Antimikroba (FI IV, 858-855) Tidak dilakukan
b) Uji Sterilitas (FI IV,855-863) Tidak dilakukan
c) Uji Endotoksin Bakteri (FI
IV,905-907) Tidak dilakukan
d) Uji pirogen (FI IV,908-909)
e) Uji kandungan zat antimikroba Tidak dilakukan
(FI IV,939-942) Tidak dilakukan
f) Uji potensi antibiotik (FI
IV,891-899) Tidak dilakukan

7.1.1 Uji pH (Farmakope Indonesia edisi IV, hal.1039-1040)


Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator
universal. Dengan pH meter: Sebelum digunakan, periksa elektroda dan
jembatan garam. Kalibrasi pH meter. Pembakuan pH meter: Bilas elektroda
dan sel beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan sedikit larutan uji.
Baca harga pH. Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan dengan
pengenceran larutan uji.
7.1.2 Uji kejernihan (Lachman, hal.1355)
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh
seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan
cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan
berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan
suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat
dilihat dengan mata.
7.1.3 Uji keseragaman volume (Farmakope Indonesia, hal.1044)
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat
keseragaman volume secara visual.
7.1.4 Uji kebocoran (Lachman edisi III, hal.1354)
Letakkan ampul di dalam zat warna (biru metilen 0,5 – 1% ) dalam
ruangan vakum. Tekanan atmosfer berikutnya kemudian menyebabkan zat
warna berpenetrasi ke dalam lubang, dapt dilihat setelah bagian luar ampul
dicuci untuk membersihkan zat warnanya. Catatan: Tidak dilakukan untuk
vial dan botol karena tutup karetnya tidak kaku.

7.2 Evaluasi Lain


Tabel 7.2 Jenis Evaluasi Lain
No Jenis Evaluasi Penilaian

1 Penampilan fisik wadah Baik


2 Jumlah sediaan 1 vial
3 Kejernihan Baik-Jernih
4 Brosur -
5 Kemasan -
6 Kebocoran ampul Tidak ada yang bocor
7 Etiket -
8 Keseragaman volume Volume seragam
BAB VIII
ASPEK FARMAKOLOGI

8.1 Indikasi

8.2 Kontra Indikasi

8.3 Dosis

8.4 Efek Samping

8.5 Interaksi Obat

8.6 Peringatan

8.7 Cara Pemakaian dan Penyimpanan


8.7.1 Cara pemakaian
Cara pemakaian intramuskular
8.7.2 Penyimpanan
Simpan di wadah tertutup dan terlindung dari cahaya matahari.

8.8 ADME
8.8.1 Absorpsi
8.8.2 Distribusi
8.8.3 Metabolisme
8.8.4 Ekskresi
BAB IX
PEMBAHASAN

Pada praktikum steril dibuat sediaan injeksi intramuskular dengan


bahan aktif Testosteron. Pada pembuatan kali ini digunakan 2 metode
pembuatan, yaitu dengan cara larutan dalam minyak menggunakan
Testosteron propionat dan dengan cara suspensi dengan pensuspensi tilose.
Pemilihan testosterone propionat sebagai zat aktif karena testosterone
propionate tidak dapat larut air tetapi dapat larut dalam minyak nabati
sehingga dapat dibuat dalam bentuk sediaan injeksi intramuskular. Berbeda
dengan testosterone propionate, testosterone tidak dapat larut air, alkohol,
maupun minyak nabati. Testosteron dapat dibuat dalam sediaan oral, tetapi
zat ini dapat dioksidasi oleh bakteri usus gugus 17ß-hidroksi menjadi 17ß-
keto yang tidak aktif. Selain itu testosteron mempuyai waktu paruh pendek
karena dapat cepat diserap dalam saluran cerna dan cepat mengalami
degradasi hepatik.
Pada Testosteron propionat yang dibuat dengan pembawa minyak
lebih bagus dibandingkan daripada suspensi (testosterone) karena pembawa
minyak mempunyai waktu paruh pendek sehingga dapat cepat diserap
dalam saluran cerna dan cepat mengalami degradasi hepatik,
Pada pembuatan sediaan injeksi ini tidak perlu adanya zat tambahan
pengisotonis karena sediaan dalam bentuk larutan minyak tidak memiliki
titik beku. Karena bentuknya yang merupakan larutan minyak maka
pemberiannya intramuskular karena apabila intravena maka akan terjadi
penimbunan yang akhirnya pembuluh darah bisa menjadi tersumbat.
Sedangkan, dalam bentuk larutan suspensi juga tidak perlu pengisotonis
karena sediaan tersebut menggandung zat pensuspensi.
Selanjutnya, langkah yang dilakukan adalah menimbang bahan. Bahan
yang akan digunakan ditimbang diatas kaca arloji, hal ini bertujuan untuk
mencegah hilangnya volume bahan pada saat pembuatan dan juga untuk
tidak adanya penempelan atau sisa bahan bila ditimbang selain diatas kaca
arloji.
Pada pembuatan larutan dalam minyak, pertama Testosteron propionat
yang sudah ditimbang dilarutkan dengan minyak kacang 17 ml, minyak
kacang yang digunakan disterilisasi terlebih dahulu. Minyak kacang
digunakan karena minyak kacang memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai oleum pro injection yang disebutkan sebelumnya. Minyak kacang
memiliki bilangan asam tidak lebih dari 0,5, bilangan iodine 85 sampai 105,
dan bilangan penyabunan 188 sampai 196. Kemudian larutan minyak
tersebut disaring menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan partikel yang terdapat dalam larutan minyak karena dalam
syarat sediaan injeksi intramuskular bentuk larutannya harus jernih. Larutan
yang telah disaring kemudian dimasukkan kedalam vial dan pengerjaannya
harus di Laminar Air Flow (LAF) karena memiliki fungsi untuk bekerja
secara aseptis yang mempunyai pola pengaturan dan penyaring aliran udara
sehingga larutan menjadi steril. Dalam memasukkan larutan kedalam ampul
digunakan jarum suntik yang telah ditempelkan dengan bakteri filter.
Bakteri filter bertujuan untuk menghilangkan bakteri yang berada dalam
larutan secara mekanik. Untuk pengisian ampul, jarum suntik panjang yang
digunakan karena lubangnya yang kecil sehingga mudah memasukan
larutan kedalam ampul sampai bawah sehingga mencegah larutan menempel
pada dinding ampul. Tutup vial yang terbuat dari akret sebelum digunakan
harus disterilisasi terlebih dahulu dengan direndam menggunakan etanol
yang kemudian diotoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit.
Sedangkan pada pembuatan suspensi Testosteron digunakan
konsentrasi 10mg/mL yang bertujuan untuk memenuhi kekurangan tubuh
terhadap hormone testosterone. Berdasarkan literatur, testosteron memiliki
pH stabil antara 4-7,5. pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain
adalah 7,4 dan disebut isohidri. Karena tidak semua bahan obat steril pada
pH cairan tubuh, pH harus berada di antara rentang 4-7,5 bertujuan untuk
mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit pada saat disuntikkan.
Hal pertama yang dilakukan adalahh Na2HPO4 dilarutkan dalam
sebagian aqua pro injeksi. Kemudian, NaH2PO4 dilarutkan dalam sebagian
aqua pro injeksi dan kedua larutan dicampurkan. Aqua pro injeksi (a.p.i)
yang digunakan didihkan dahulu selama 10 menit, hal ini bertujuan untuk
menghilangkan CO2 dari a.p.i tersebut karena CO2 dalam suatu sediaan
dapat bereaksi dengan salah satu zat dan dapat membentuk endapan.
Na2HPO4 dan NaH2PO4 ditambahkan sebagai stabilisator. Kemudian,
ditambahkan tilose. Tilose yang digunakan adalah bentuk larutan. Tilose
ditambahkan sebagai pensuspensi dari zat aktif testosteron sehingga
testosteron dapat tercampurkan dengan homogen. Setelah itu, ditambahkan
testosteron dalam larutan. Kemudian, ditambahkan aqua pro injeksi sampai
15 ml. Kemudian suspensi tersebut disaring menggunakan kertas saring. Hal
ini bertujuan untuk menghilangkan partikel yang terdapat dalam larutan
minyak karena dalam syarat sediaan injeksi intramuskular bentuk larutannya
harus jernih. Larutan yang telah disaring kemudian dimasukkan kedalam
vial dan pengerjaannya harus di Laminar Air Flow (LAF) karena memiliki
fungsi untuk bekerja secara aseptis yang mempunyai pola pengaturan dan
penyaring aliran udara sehingga larutan menjadi steril. Dalam memasukkan
larutan kedalam ampul digunakan jarum suntik yang telah ditempelkan
dengan bakteri filter. Bakteri filter bertujuan untuk menghilangkan bakteri
yang berada dalam larutan secara mekanik. Untuk pengisian ampul, jarum
suntik panjang yang digunakan karena lubangnya yang kecil sehingga
mudah memasukan larutan kedalam ampul sampai bawah sehingga
mencegah larutan menempel pada dinding ampul.
BAB X
KESIMPULAN

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa


formula sediaan injeksi dalam minyak Testosteron Propionat tidak perlu
penambahan NaCl sebagai zat pengisotonis. Metode sterilisasi yang digunakan
adalah metode aseptik menggunakan laminar air flow (LAF). Dan jumlah vial
yang dihasilkan sediaan ini yaitu sebanyak 1 vial yang telah memenuhi syarat
kejernihan, keseragaman volume, dan jumlah sediaan.
BAB XI
ETIKET DAN LABEL

12.1 Etiket
12.2 Label
BAB XII
KEMASAN DAN BROSUR

12.1 Nomor Registrasi


Nomor registrasi atau nomor pendaftaran obat jadi adalah nomor identitas
yang dikeluarkan oleh Badan POM setelah proses registrasi obat jadi tersebut
disetujui. Nomor registrasi ini wajib dicantumkan pada kemasan, baik pada
kemasan primer maupun kemasan sekunder. Tujuannya adalah untuk
membedakan antara obat yang telah teregistrasi dengan yang belumteregistrasi,
sehingga konsumen dapat terhindar dari penggunaan obat palsu, tidak memenuhi
syarat kualitas dan keamanan, serta obat yang belum memiliki ijin edar di
Indonesia. Penulisan nomor registrasi ini diatur oleh Badan POM.
No registrasi obat jadi yang beredar di Indonesia terdiri atas 15 digit.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Keterangan :
DIGIT 1 : Menunjukkan nama obat jadi
D : Nama Dagang
G : Nama Generik
DIGIT 2 : Menunjukkan golongan obat
N : Golongan Obat Narkotik
P : Golongan Obat Psikotropika
K : Golongan Obat Keras
T : Golongan Obat Bebas Terbatas
B : Golongan Obat Bebas
DIGIT 3 : Menunjukkan jenis produksi
I : Obat jadi impor
E : Obat jadi untuk keperluan ekspor
L : Obat jadi produksi dalam negeri/local
X : Obat jadi untuk keperluan khusus (misalnya untuk
keperluan donasi bencana tsunami)
J : Obat jadi terjangkau (diproduksi oleh Kimia Farma)
S : Obat jadi siaga (diproduksioleh Indo Farma)
DIGIT 4 dan 5 : Menunjukkan tahun persetujuan obat jadi
86 : Obat jadi yang telah di setujui pada periode 1986
08 : Obat jadi yang telah di setujui pada periode 2008
DIGIT 6,7 dan 8 : Menunjukkan nomor urut pabrik, (jumlah pabrik 100 dan
diperkirakan kurang dari 1000)
DIGIT 9, 10 dan 11 : Menunjukkan nomor urut obat jadi yang disetujui untuk
masing-masing pabrik (jumlah obat jadi untuk tiap pabrik
ada yang lebihdari 100 dan diperkirakan tidak lebih dari
1000)
DIGIT 12 dan 13 : Menunjukkan bentuk sediaan obat jadi. Macam sediaan
yang ada lebih dari 26 macam, yaitu antara lain:

Gambar 12.1 Macam dan kode sedian obat jadi


DIGIT 14 : Menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi
A : Menunjukkan kekuatan obat jadi yang pertama di setujui
B : Menunjukkan kekuatan obat jadi yang kedua di setujui
C : Menunjukkan kekuatan obat jadi yang ketiga di setujui
DIGIT 15 : Menunjukkan kemasan berbeda untuk tiap nama, kekuatan
dan bentuk sediaan obat jadi (untuk satu nama, kekuatan,
dan bentuk sediaan obat jadi diperkirakan tidak lebih dari
10 kemasan)
1 : Menunjukkan kemasan utama
2 : Menunjukkan beda kemasan yang pertama
3 : Menunjukkan beda kemasan yang kedua, dst.
12.2 Nomor Batch
12.2.1 Produksi Ruahan
Digit 1 : Untuk produk (tahun)
1990 : 0
1991 : 1
Digit 2 dan 3 : Kode produk dari produk ruahan
01 : Kloramfenikol salep mata
02 : Sulfacetamid salep mata
Digit 4,5 dan 6 : Urutan produk
001, 002 sampai 999 dan kembali ke 001
12.2.2 Obat Jadi
2-6 digit pada produk ruahan ditambah didepan
Digit 1 : Untuk tahun pengemasan
1990 : A
1991 : B
Contoh : D 02302025
12.3 Kemasan
12.4 Brosur
BAB XIII
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia


Edisi kelima.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia


Edisi ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 10. Jakarta :
Buku kedokteran EGC

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


no.920/MenKES/Per/X/1995 tentang Pendaftaran Obat Jadi Impor

Rowe, R.C., Sheckey, P.J., and Quinn, M.E. 2009. Handbook of


Pharmaceutical Excipient, 6th Ied, 2009.USA: Pharmaceutical
Press and American Pharmacists Association. London

Reynold, James EF. 1982. Martindale the extra pharmacopeia, 28th edition.
London: The pharmaceutical press

Anda mungkin juga menyukai