Anda di halaman 1dari 3

ABDUL HARIS NASUTION

Abdul Haris Nasution dilahirkan pada tanggal 3 Desember


1918 di Huta Pungkut, Kecamatan Kotanopan, Tapanuli Selatan,
sebagai putera kedua H. Abdul Halim Nasution dan ibu Zahara Lubis.
Pada tahun 1932, ia menyelesaikan pendidikannya di Hollandsche
Inlandsche School (HIS), Kotanopan dan melanjutkan pendidikannya
di Sekolah Raja Hoofden School, sekolah pamong praja, Bukit
Tinggi. Pada tahun 1935, Abdul Haris Nasution melanjutkan
pendidikannya di Hollandsche lnlandsche Kweekschool (HIK),
Sekolah Guru Menengah di Bandung. Kemudian ia mengikuti ujian Algemene Middelbaare
School B (AMS) di Jakarta, sehingga pada tahun1938 ia memperoleh dua ijazah sekaligus.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikannya, Abdul Haris Nasution yang dikenal
dengan nama panggilan Pak Nas menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Rupanya pekerjaan
sebagai guru kurang cocok dengan dirinya. Ia mulai tertarik pada bidang militer, dan kemudian
mengikuti pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps
Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung pada tahun 1940-1942.

PERANAN
Pada tanggal 18 September 1948 meletus Pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI) di Madiun. Dalam rangka menumpas Pemberontakan PKI, Presiden Soekarno
memerintahkan Abdul Haris Nasution membuat konsep operasi penumpasan. Sebagai Wakil
Panglima Besar dan anggota Dewan Siasat Militer Abdul Haris Nasution dapat
mengkonsepsikan dengan segera rencana pokok untuk menindak PKI, seperti yang diminta oleh
Presiden.
Konsep itu pada pokoknya menyelamatkan pemerintah, menindak pemberontakan
dengan menangkap tokoh-tokohnya dan membubarkan organisasi pendukung atau
simpatisannya. Konsep ini kemudian disampaikan kepada Presiden dan disetujui Presiden.
Selanjutnya Abdul Haris Nasution melaporkan semua tindakannya kepada Panglima Besar
Jenderal Soedirman. Untuk mengatasi pemberontakan Madiun kemudian diadakan Sidang
Dewan Siasat Militer.
Sebagai Kepala Staf Operasi, Abdul Haris Nasution bertugas menyiapkan rencana-
rencana operasi. Disamping itu dalam kedudukannya sebagai Panglima Siliwangi, Nasution
memerintahkan brigade-brigadenya untuk bergerak ke arah Solo dan Semarang, serta melakukan
serangan ke Madiun dari arah barat.
Tidak berapa lama setelah Pemberontakan PKI di Madiun dapat ditumpas, kemudian Belanda
melakukan Agresi Militer II pada tanggal 19 Desember 1948 dan berhasil merebut ibukota Republik
Indonesia Yogyakarta. Jauh sebelum Agresi Militer II Belanda tersebut, Presiden telah mengeluarkan
Penetapan Presiden Nomor 14 tertanggal 14 Mei 1948, tentang reorganisasi APRI. Pada tanggal 28
Oktober 1948, Komando Djawa dan Komando Sumatera dibentuk. Kolonel Abdul Haris Nasution
ditetapkan sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD). Markas Besar Komando Djawa
itu membawahi 4 Divisi dan tiga Daerah Militer (Teritorium Militer). Setiap Panglima Divisi
ditetapkan merangkap sebagai Gubernur Militer, kecuali Panglima Divisi IV /Siliwangi.

Ketika Yogyakarta diserbu oleh Belanda, Panglima Tentara Teritorium Djawa (PTTD)
sedang mengadakan inspeksi ke Jawa Timur. Pada tanggal 19 Desember 1948 pagi Letnan Kolonel
Kretarto, melaporkan kepada Kolonel Abdul Haris Nasution bahwa Belanda telah membombardir
Wlingi, Kepanjen, Maospati, Tuban dan lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta. Setelah menerima
laporan itu Kolonel Abdul Haris Nasution bersama seluruh stafnya mengambil keputusan untuk
segera kembali ke Yogyakarta. Dengan terburu-buru, pada pagi hari itu rombongan meninggalkan
Jawa Timur dengan menggunakan Kereta Api Luar Biasa (KLB) menuju Yogyakarta. Selama dalam
perjalanan, di setiap stasiun Abdul Haris Nasution mendapat laporan mengenai situasi terakhir
Yogyakarta yang telah jatuh ke tangan musuh. Beliau mendapat saran-saran dari para komandan
setempat agar PTTD membatalkan niatnya untuk kembali ke daerah yang sudah diduduki musuh dan
supaya tetap memimpin gerilya di daerahnya. Akan tetapi PTTD bersikeras meneruskan perjalanan.
Akhirnya setelah perjalanan terhenti beberapa kali karena selalu dibayangi oleh pesawat-pesawat
Belanda, pada pukul 16.00 rombongan tiba di stasiun Srowot di daerah Prambanan.

Setelah diketahuinya dengan jelas bahwa musuh telah menguasai Maguwo, Abdul Haris
Nasution memerintahkan kepada seluruh rombongan menuju arah utara ke lereng Gunung Merapi.
Dari sana, dimulailah perjalanan gerilya ke beberapa tempat lainnya. Selama menduduki jabatannya
sebagai Panglima Komando Djawa, AH. Nasution menyusun hampir semua instruksi dan perintah
kepada para Komandan Divisi dan Brigade. Hanya untuk hal-hal yang khusus seperti logistik, ia
dibantu oleh Mayor Rudy Pirngadi, dan soal kesehatan dibantu oleh Kolonel drg. Mustopo. Instruksi
yang diberikannya sewaktu menjabat sebagai Panglima Tentara Teritorium Djawa antara lain
meliputi seluruh aspek perjuangan gerilya dalam mempertahankan kemerdekaan mulai dari taktik
tempur, menghindari agitasi, perhubungan, nonkooperasi, kekacauan, kabar bohong, pembentukan
pagar desa, dan kesehatan. Dengan instruksi-instruksinya itu tiap komandan di daerah mempunyai
pegangan yang pasti untuk melanjutkan perjuangan melawan Belanda, sehingga kesatuan-kesatuan
dibawahnya merasa tetap mempunyai pemimpin dan tidak berjuang sendiri.

Selama berlangsungnya Agresi Militer II Belanda, AH. Nasution menggagas pembentukan


Pemerintahan Militer serta perangkat pemerintahannya yang terdiri dari pemerintahan, pengadilan,
dan badan administrasi negara yang digagasnya akhirnya terbentuk di daerah-daerah basis gerilya.
Dalam pemerintahan militer ini disusun pedoman kerja yang terdiri dan pertahanan de facto militer,
pertahanan de facto pemerintahan, dan pelaksanaan kesejahteraan rakyat. Untuk pelaksanaan
pertahanan militer, pemerintahan militer mempunyai pasukan yang mobil dan teritorial atau gerilya
desa khususnya dan seluruh rakyat umumnya. Keadaan mobilisasi umum memberi hak kepada
pemerintahan militer untuk mengerahkan semua tenaga. Selanjutnya untuk pertahanan de facto
pemerintahan dijalankan oleh kepala daerah (residen, bupati dan camat otonomi) atas nama dan di
bawah perintah taktis kepala pemerintahan militer.

Sementara itu, berhubung jatuhnya ibukota Yogyakarta, maka Pemerintahan Darurat dan
Pemerintahan Pengasingan didirikan di Bukit Tinggi. Hubungan dengan Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) dan wakil-wakil RI di India terus dilakukan oleh MBKD melalui Radio
Republik Indonesia (RRI). Melalui hubungan ini, pemerintah Belanda tidak mampu menghapuskan
keberadaan Negara RI dengan TNI nya yang tetap berdiri meskipun dalam ancaman agresi militer
mereka.

https://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Haris_Nasution

https://sejarah-tni.mil.id/2018/02/05/jenderal-besar-tni-abdul-haris-nasution-1918-2000/

Anda mungkin juga menyukai