Anda di halaman 1dari 37

1

FILSAFAT MANAJEMEN, NILAI-NILAI


MANAJEMEN, DAN LINGKUNGAN
KONTEMPORER
Oleh

Fridiyanto

A. PENDAHULUAN
1. Latarbelakang

Ilmu manajemen tidak dapat berdiri sendiri, manajemen pada dasarnya


merupakan ilmu terapan yang lahir dari beragam ilmu-ilmu dasar seperti
Antropologi, Psikologi, Sosiologi, Agama, yang diintegrasikan ke dalam sebuah
ilmu untuk mengelola organisasi untuk mencapai efektifitas dan tujuan organisasi.
Olehkarena itu para ahli dan praktisi manajemen tidak bisa menghindari untuk
mempelajari ilmu-ilmu yang mengkonstruksi Ilmu Manajemen, agar apa yang
dirumuskan atau diaplikasikan benar-benar dengan prinsip ilmiah.

Filsafat merupakan matter of science atau “induk pengetahuan” yang dalam


perkembangannya melahirkan sebuah ilmu baru yang lebih sistematis dan bisa
diukur dengan metode ilmiah. Dengan mempelajari filsafat seseorang atau individu
semestinya mampu berpikir secara filosofis yang mendalam dan radikal mengenai
sesuatu hal yang sedang dipikirkan atau ingin diselesaikan atau dicari jawabannya.

Tidak hanya penting berfilsafat, dalam Ilmu Manajemen, seorang pemimpin,


manajer harus memahami konsep-konsep mengenai nilai. Apa itu nilai, bagaimana
membentuk nilai dan untuk apa nilai-nilai yang dibangun oleh organisasi tersebut
harus dipahami secara utuh oleh seorang manajer. Sehingga dengan pemahaman
terhadap nilai-nilai tersebut, maka seorang pemimpin akan semakin mudah untuk
menggerakkan roda organisasi.
2

Permasalahan lain dalam ilmu manajemen adalah lingkungan kontemporer.


Lingkungan kontemporer adalah sebuah kondisi dimana sebuah organisasi harus
mampu menyesuaikan diri dengan ketidakpastian yang datang dari dalam maupun
luar organisasi. Lingkungan kontemporer hadir dikarenakan banyaknya perubahan
sosial politik ekonomi dan teknologi, sehingga menuntut seorang manajer untuk
mampu menghadapi dinamika tersebut. Untuk itulah seorang manajer harus mampu
dan siap merumuskan falsafah dan nilai-nilai organisasi untuk menghadapi era
ketidakpastian.

Pentingnya memikirkan secara radikal mengenai manajemen, maka kajian


filsafat manajemen, nilai-nilai manajemen, dan bagaimana relasinya dengan
lingkungan kontemporer menjadi penting dibahas.

2. Fokus Pembahasan
a. Islam dan Manajemen
b. Penggunaan filsafat dalam manajemen
c. Perubahan penting dalam filsafat manajemen
d. Nilai dan sistem nilai relasinya dengan manajemen
e. Pola-pola nilai dalam menjalankan manajemen
f. Lingkungan manajemen kontemporer

B. PEMBAHASAN
1. Islam dan Manajemen

Jika manajemen dipahami sebagai sebuah keteraturan dan sistematis, maka


sebenarnya dalam Islam terkandung apa yang di dalam manajemen sering dijadikan
pembahasan, misalnya: Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan, Pengawasan,
Kepemimpinan dan berbagai topik lainnya. Misalnya ketika berbicara pemimpin,
di dalam Al-Qur’an Surat al-Mudatstsir: 38.

   


 
3

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”1

2. Penggunaan Filsafat Manajemen


a. Filsafat?
Inggris: philosophy, Yunani: philosophia (cinta akan kebijaksanaan)
philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos
(kebijaksanaan, pengtetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
inteligensi).2 Berfilsafat adalah cara berpikir yang senantiasa bersifat
ilmiah, karena itu tidak semua aktifitas berpikir bisa dikatakan berfilsafat.3
Beberapa definisi pokok filsafat adalah:
1) Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik
serta lengkap tentang seluruh realitas.
2) Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta
nyata.
3) Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan
pengetahuan: sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan
nilainya.
4) Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan
pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang
pengetahuan.
5) Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda melihat apa
yang anda katakan dan untuk membantu mengatakan apa yang
anda lihat.4

Dalam arti lebih luas, titik berangkat filsafat adalah pengetahuan


mana saja tentang kenyataan yang mendahului penelitian filosofis.
Ini mencakup pengetahuan biasa sehari-hari individu, warisan
budaya masa lalu, dan hasil ilmu-ilmu khusus lainnya.filsafat

1
Al-Mudatstsir: 38
2
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia,2002) ,hlm. 242.
3
Suparlan Suhartono, Dasar-dasar Filsafat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,1995), hlm. 37.
4
Ibid, hlm. 242.
4

membantu pengetahuan-pengetahuan sepanjang jelas prinsip


dasarnya.5 Filsafat merupakan ilmu universal, karena filsafat
menyimak seluruh kenyataan dan menyelidiki sebab-sebab dasariah
dari segala sesuatu. Filsafat melangkah terus hingga mencapai sebab
terakhir dan mutlak dari segala yang ada. Titik tolak filsafat adalah
manusia, sehingga filsafat selalu mempertanyakan apa saja yang
berusaha menjelaskan apa, bagaimana dan untuk apa itu manusia.

b. Mengapa Mempelajari Manajemen?


Ilmu manajemen merupakan ilmu yang sangat penting namun fakta
dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari level individu, masyarakat, dan
kehidupan bernegara, mengisyaratkan lmu manajemen belum aplikatif.
Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang dapat membuktikan bahwa Ilmu
Manajemen itu penting: Mengapa masih banyak masyarakat Indonesia yang
pra sejahtera? Mengapa masih banyak sekolah yang bobrok? Mengapa
sumber daya alam Indonesia banyak dikelola oleh asing? Mengapa
Indonesia terus berada dalam grup negara berkembang. Mengapa? Jika
dilihat dari perspektif manajemen adalah bahwa semuanya tidak
menerapkan prinsip dan fungsi manajemen. Apa itu manajemen?
Pertanyaan ini pun masih sering dijawab secara mekanis dan dangkal,
sehingga Ilmu Manajemen sering dianggap hanya ilmu tata surat.
Seorang ahli manajemen, Gibson mengemukakan dua alasan
penting mengapa harus belajar manajemen.6 Pertama, masyarakat kita
tergantung pada spesialisasi berbagai lembaga dan organisasi untuk
menyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang kita inginkan. Kedua,
individu yang tidak terlatih sebagai manajer sering menemukan dirinya
dalam posisi manajerial. Gibson mengatakan bahwa keberhasilan Amerika,
Kanada, Jepang, Perancis, dan negara industri lainnya yaitu terletak pada
pengelolaan produktivitas, penguasan terhadap perubahan, dan pengelolaan

5
Ibid, hlm. 243.
6
Gibson dkk, Mmanajemen (Edisi Ksembilan Jilid 1), (Jakarta: Erlangga, 1997), hlm. 5.
5

angkatan kerja. Jika merujuk kesuksesan negara maju tersebut, maka dapat
dipastikan bahwa peran ilmu manajemen sangat penting dalam kemajuan
tersebut.
Peter F Drucker mengatakan bahwa pentingnya mempelajari
manajemen agar oganisasi dapat mencapai tujuannya efektif dan efisien.
Efektif maksud Drucker adalah doing the right things dan efisien adalah
doing things right.7

c. Sejarah Manajemen
Praktik manajemen yang merupakan usaha-usaha terorganisasi yang
diarahkan oleh orang-orang bertanggung jawab atas perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian telah ada ribuan tahun
lalu.8 Pembangunan Piramida di Mesir, Tembok Besar di Cina, Borobudur
di Indonesia merupakan sebuah proyek besar manusia yang tidak mungkin
bisa diwujudkan tanpa adanya praktik manajemen dalam mengerjakannya.
Jika merujuk dalam khasanah Islam, praktik manajemen telah
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, dan Khlufarrasyidin dan begitu juga
generasi Khalifah berikutnya, seperti Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyah,
Turki Osmani sebagai contoh. Ketika wilyah kekuasaan Islam begitu luas,
tentunya kerja-kerja manajemen harus dilakukan.
Pada masa Rasulullah telah ada pendelegasian tugas, demokratisasi,
keadilan, dan pembagian wewenang. Tidak hanya itu, masa klasik juga
terdapat pemikir Islam yang memikirkan manajemen, sebagaimana
ditampilkan dalam tabel berikut.

7
Peter F. Drucker dalam Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen,
(Jakarta: Kencana, 2008),hlm. 7.
8
Stephen P. Robbins/ Mary Coulter, Manajemen (edisi kedelapan/ Jilid 1), Alih bahasa oleh Harry
Slamet, (Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 30.
6

Tabel 1
Pemikir Islam Klasik dan Manajemen9

No Nama Pakar Nama Kitab


1 Abu Yusuf (789 M) Kitab al-Kharaj
2 Qudamah Kitab al-Kharaj
3 Ibnu Qutaibah (889 M) ‘Uyun al-Akhbar dan Kitab al-
Shira wa al-Syu’ara
4 Al-Jahsyayri (942) Kitab al-Wuzara’ wa al-Kuttab
5 Ibnu al-Isfahani (967 M) Kitab al-Ghani
6 Al-Baghdadi (994 M) Kitab al-Fihrist
7 Al-Mawardi (1054 M) Kitab al-Ahkam al Sulthaniyah
8 Ibnu al-Tiqtaqa (1087) Kitab al-Fakhri
9 Ibnu al-Kahatib Al-Ikhatah fi Tarikh al-Ghanatah
10 Ibnu Khaldun Kitab A’mal al-A’lam al-Thani
11 Al-Maghribi Azhar al-Riyad fi al-Akhba al-
Iyad
12 Ibnu Haris al-Khusyahni (971 M) Kitab al-Qudhat bi Qurthubah
13 Ibnu al-Bassam Al-Dhakirah fi Mahasin al-
Jazirah
14 Ibnu ‘Abdun Kitab al-Hishbah
15 Al_maqrizi Kitab al-Khitat
16 Al-Juwaini Al-Nujum al-zakhirah fi Muluk
Mishr al-Qahirah
17 Al-Sayuthi Tarikh al-Khulafa dan Husnah
al-Muhadarah

9
Haji Mustafa Daud (1995) yang dikutip oleh Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen:
Pengetahuan Praktis bagi Pimpinan dan Eksekutif, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm.13-14.
7

Berdasarkan tabel di atas bahwa sebenarnya secara filosofis dan


praktis konsep manajemen telah ada dan dipraktikkan, jauh sebelum Barat
mulai memikirkan manajemen menjadi kajian akademis, yang menurut
Robbins baru dimulai tahu 1900-an. Sementara menurut Azhar bahwa di
abad 20 an beberapa ilmuwan Islam yang banyak meneliti dan menulis
tentang manajemn di antaranya Mu’in al-Din, Zahid Ali, Jurji Zaidan,
Khuda Bukhsh, Husaini, Imamuddin, Ali al-Nadwi, Syed Othman Alhabshi.
Di Barat pada tahun 1776, Adam Smith menerbitkan sebuah doktrin
ekonomi klasik yang dikenal dengan The Wealth of Nations, yaitu sebuah
doktrin ekonomi yang mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan
diperoleh organisasi dan masyarakat dari pembagian kerja, perincian
pekerjaan ke dalam tugas spesifik yang berulang-ulang. Adam Smith
mengambil contoh dari sebuah pabrik peniti, bahwa sepuluh orang masing-
masing melakukan pekerjaan khusus, secara bersama-sama dapat
menghasilkan lebih 48.000 peniti dalam satu hari. Namun hal itu tidak akan
terjadi jika setiap orang bekerja sendiri menghasilkan sepuluh peniti saja
dalam satu hari. Pernyataan Smith ini tentulah sangat filosofis untuk
menggambarkan betapa pentingnya manajemen.
Ilmu manajemen juga berkembang pada masa Revolusi Industri
yang terjadi awal Abad 18 di Inggris itu meluas hingga ke Amerika.
Dampak Revolusi Industri adalah tenaga mesin dengan cepat menggantikan
tenaga manusia yang membuat efisiensi dan efektif dalam memproduksi
barang. Sehingga dibutuhkanlah para manajer untuk meramalkan
permintaan, memastikan bahan baku, memberi tugas. Namun teori formal
manajemen belum muncul, karena pemikiran-pemikiran manajemen
muncul pada awal tahun 1900-an.10 Pada masa berikutnya menurut Robbins
muncullah pemikiran-pemikiran manajemen, diantaranya: Manajemen
Ilmiah, Teori Administrasi Umum, Kuantitatif, Perilaku Organisasi, Sistem
dan Kontingensi.

10
Ibid, hlm. 31.
8

d. Konsep Dasar Manajemen


Perlu dikemukakan kembali beberapa definisi manajemen dari para pakar,
sebagai berikut:
George Terry: “the accomplishing of a predetermined objective through
the efforts of other people.” (Mencapai tujuan yang ditetapkan terlebih
dahulu dengan menggunakan kegiatan orang lain).
Harold Koonts dan O. Donnell: manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian upaya anggota organisasi
dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Marry Parker Follet : Seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui
orang lain.
John F. Mee: management is art of securing maximum results with
minimum of efforts so as to secure maximum properity and happiness for
both employer and employ and give the public the best possible service.
(manajemen adalah seni untuk mencapai hasil yang maksimal dengan usaha
yang inimal dalam usaha mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan
maksimal, baik bagi pimpinan maupun para pekerja serta memberikan
pelayanan yang sebaik mungkin kepada masyarakat).
Stephen P. Robbins membuat sebuah pertanyaan dalam salah satu
bab bukunya “Apakah Manajemen Itu?”11. Robbins menjawabnya dengan
sangat sederhana bahwa manajemen adalah apa yang dilakukan oleh
manajer. Penjelasan lebih jauhnya adalah manajemen merupakan proses
pengkoordinasian aktivitas-aktivitas kerja, sehingga dapat selesai secara
efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas sebenarnya konsep dasar
manajemen sangatlah sederhana yaitu mencapai efisiensi dan efektifitas
agar dapat mencapai tujuan organisasi. Namun dalam praktiknya
pencapaian tujuan organisasi tersebut tidaklah mudah dicapai. Maka

11
Ibid,hlm. 8.
9

dibutuhkanlah berbagai kajian-kajian khusus dalam manajemen. Maka saat


ini dalam studi manajemen menjadi sangat spesifik. Misalnya terdapat
manajemen dengan studi khusus: Manajemen Perubahan, Manajemen
Resiko, Manajemen Konflik, Manajemen Sarana dan Prasarana,
Manajemen Proyek, Manajemen Strategis, Manajemen Operasional,
Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Sistem Informasi,
Manajemen Personalia. Masih begitu banyak studi spesifik manajemen,
dimana hal ini dibangun dengan tujuan utama agara dapat sinergis dengan
manajemen dalam kerangka besarnya.
e. Manajemen sebagai Ilmu yang Filosofis dan Sistemik
Manajemen sebagai ilmu yang filosofis dan sistemik yang penulis
maksud bahwa melalui Ilmu Manajemen sebuah organisasi dapat
memahami dirinya sendiri dan hubungan dirinya terhadap hal-hal lain.
Sehingga apa yang berlangsung di organisasi tidak hanya sibuk dengan
dirinya sendiri namun melupakan bahwa banyak faktor-faktor di luar
organisasi yang pasti akan memengaruhi organisasi. Untuk itulah seorang
pemimpin organisasi harus memiliki kecakapan berpikir filosofis dan
mampu mengartikulasikan setiap kebijakan maupun tindakan organisasi
secara sistematis.
Pemikiran sistemik merupakan suatu sisntesis interdisipliner
pengetahuan ilmiah yang berlaku.12 Berpikir filosofis dan sistemik dalam
manajemen, maka universalisme itu dibangun atas empat pilar berikut:
1) Organisme yang maksudnya falsafah, menempatkan organisme
pada pusat skema konseptual.
2) Holisme dalam hal ini memerhatikan fenomena-fenomena
sebagai organisme-organisme yang menunjukkan keteraturan,
keterbukaan, pengaturan diri, dan tujuan tertentu.
3) Konstruksi model yaitu mengupayakan memetakan konsepsinya
tentang fenomena nyata. Hal ini dilakukan dengan

12
Peter P. Schoderbek dalam Winardi, Pemikiran Sistemik dalam Bidang Organisasi dan
Manajemen, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hlm. 20
10

mengabstraksi dari fenomena riil, ciri yang bersifat relevan,


guna menerangkan dan memprediksi perilaku sistem yang
bersangkutan
4) Pemahaman bahwa: (a) kehidupan pada sebuah sistem
organismik merupakan sebuah proses yang berkelanjutan; (b)
bahwa orang mencapai pengetahuan tentang keseluruhan, bukan
dengan jalan mengobservasi bagian-bagiannya, tetapi secara
keseluruhan; (c) apa yang diobservasi bukanlah realitas, tetapi
lebih merupakan konsepsi sang pengamat tentang realitas.13

f. Mengapa Organisasi dan untuk apa Manajemen dalam Organisasi?


Harold Koontz mengemukakan bahwa kegunaan organisasi adalah:
1) Sebagai alat mencapai tujuan, maka individu yang bekerja sendiri
dianggap akan lebih mudah jika organisasi membantunya.
2) Organisasi sebagai alat melestarikan pengetahuan.
3) Organisasi sebagai sumber karir.
4) Organisasi menumbuhkan kesempatan kerja.
5) Dalam tatanan bernegara organisasi membantu pemerintah dalam
mengendalikan masyarakat.14

Sementara Stephen P. Robbins menyatakan bahwa tujuan organisasi adalah


untuk memenuhi kepuasan masyarakat dan kesejahteraan sosial, sedangkan
untuk tujuan internal organisasi adalah:

1) Mendapatkan keuntungan dan kelangsungan hidup organisasi.


2) Pertumbuhan anggaran biaya, keuntungan, jumlah karyawan, bangunan,
dan kantor.
3) Mengadakan perluasan pasar, dan meningkatkan pendapatan pasar.

13
Ibid, hlm. 22.
14
Harold Koontz dalam Soenyoto Rais, Pengelolaan Organisasi, (Surabaya: Airlangga Press,
1994), hlm. 7-8.
11

4) Kepemimpinan yang cakap.15

Setelah memahami pentingnya organisasi, maka muncullah pertanyaan


bagaiamana mengelola organisasi dengan baik dan mengapa fungsi manajemen
menjadi sangat penting? Soedanyoto mengemukkan lima alasan, diantaranya:

1) Setiap anggota dari struktur organisasi akan mengetahui dengan jelas


kegiatan apakah yang harus dilaksanakan.
2) Hubungan kerja diantara anggota ditentukan dengan jelas.
3) Kegiatan para anggota dikoordinasikan sehingga terarah dan terpadu dan
terjadinya kesimbangan dalam tindakan.
4) Adanya pelimpahan kewenangan yang cukup dilakukan secara teratur.
5) Para pegawai dan sumber daya organisasi dapat dimaksimalkan dan berdaya
guna.16

Dapat dilihat bahwa organisasi membutuhkan manajemen agara dapat


mencapai nilai ekonomis dan serta efektif dan efisien dalam mencapai apa yang
menjadi tujuan organisasi.

g. Mazhab Filsafat Manajemen

Sebelum lebih luas mendiskusikan filsafat manajemen, tentunya harus


diketahui siapa-siapa saja para filosuf manajemen yang mempengaruhi konsep dan
praktik manajemen. Gibson mengemukakan tiga pendekatan pokok terhadap
pemikiran manajemen, yaitu Pendekatan Klasik, Pendekatan Perilaku, dan
Pendekatan Ilmu Manajemen.17 Jika merujuk Winardi terdapat lima mazhab
pemikiran manajemen.18

1) Mazhab Manajemen Ilmiah (1890-1916)


Mazhab filsafat manajemen ilmiah berkeyakinan bahwa semua tugas yang
berkenaan dengan produksi fisik harus dianalisis melalui metode ilmiah

15
Stephen P. Robbins dalam Soenyoto, Ibid, hlm. 9.
16
Ibid, hlm. 12.
17
Gibson, Op.cit.,hlm.7
18
Winardi, Pengantar Ilmu Manajemen: Suatu Pendekatan Sistem, (Bandung: Nova),hlm. 49.
12

yang meliputi: observasi, pengumpulan data, perumusan hipotesis,


pengujian, dan implementasi aktual.
2) Mazhab Manajemen Adminsitratif (1910-1930)
Mazhab ini fokus pada prinsip bahwa departemen, koordinasi dan
organisasi tercakup dalam desain dan manajemen organisasi-organisasi.
Prinsip ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan: proses, tujuan,
tempat dan waktu.
3) Mazhab Hubungan Manusia (1930-1950)
Marry Follet dan Elton Mayo merupakan tokoh penting mazhab hubungan
manusia. Masalah pokok yang dibahas adalah bagaiamana masyarakat dpat
melampaui batas-batas yang ditentukan oleh sumber-sumber daya fisiknya
dan kemampuan-kemampuan individual? Mazhab ini berkeyakinan bahwa
faktor fisikal yang mempengaruhi determinan tunggal produktifitas,
melainkan sangat dipengaruhi oleh dimensi sosioemosional kelompok
sosial.
4) Mazhab Ilmu Tentang Perilaku (1950)
Prinsip utama mazhab filsafat ini adalah bidang manajemen yang
berhubungan dengan: perilaku individual, perilaku kelompok, perilaku
organisasi-organisasi. Pijakan filosofisnya adalah bahwa manusia di dalam
organisasi hanya dapat dipahami apabila hal tersebut diamati, dilukiskan,
dan diterangkan atas dasar ilmiah (induktif). Mazhab ini lebih menekankan
pada deskripsi perilaku manusia.
5) Ilmu Manajemen (Management Science) (1950)
Management science berbeda dengan Scientific Management sebagaimana
dinomor satu. Ilmu manajemen merupakan cabang dalam bidang
manajemen yang menggunakan pendekatan rasional, logikal, sistematik dan
ilmiah dalam menganalisis permasalahan manajemen. Mazhab ini
berpandangan bahwa setiap masalah manajemen semestinya dipelajari
berdasarkan orientasi sistem. Praktiknya mazhab ini sering
mengembangkan model-model ilmiah yang memproyeksikan alternatif
tindakan dalam membaca resiko dan rumusan kebijakan yang optimal.
13

Tabel 2
Mazhab Filsafat dan Pemikiran Manajemen19
Mazhab Tokoh Ciri Pokok
Manajemen Ilmiah F.Taylor Metode ilmiah yang diterapkan
F.Gilberth terhadap problem produksi.
H. Gantt
Studi tentang waktu.

Studi tentang gerakan.

Organisasi fungsional.
Manajemen Administratif H. Fayol Prinsip-prinsip manajemen.
L. Urwick
J. Mooney Orientasi makro untuk desain
A. Riley administratif.

Mengandalkan diri pada


pengalamlan dan intuisi dan
bukan pada data empirik.
Hubungan Manusia Mary Parker Pentingnya motivasi manusia.
Follet
Elton Mayo Pendekatan kelompok
terhadap manajemen
Dimulainy eksperimentasi
ilmiah terhadap problem
manusia.
Ilmu tentang Perilaku Chris Argyris Penerapan metode ilmiah
Rensis Likert terhadap problem individual
Herbert Simon dan problem perilaku
James March organisasi.

Titik berat atas ilmu jiwa,


sosiologi dan antropologi
untuk riset dalam teori
organisasi.
Ilmu tentang Manajemen P.M. Blackett Model-model matematik
George Dantzig tentang problem manajemen.
Russel Ackoff Metode ilmiah.
Richard Bellman
Penggunaan tim
interdisipliner.

Pendekatan sistem

19
N.Paul Loomba dan Winardi dalam Winardi, Op.cit., hlm. 49.
14

h. Buku Manajemen Klasik Terlaris sebagai Landasan Filosofis


Manajemen Kontemporer
Untuk melihat bagaimana pemikiran-pemikiran filosofis yang
mempengaruhi ilmu manajemen, maka dalam sub bab ini akan dibahas
singkat beberapa buku manajemen yang sudah dianggap klasik. Buku-buku
inilah yang banyak menjadi landasan filosofis bagi peneliti dan praktisi
manajemen kontemporer. John L. Pierce mengatakan ada lima buku
manajemen klasik yang terlaris20, sebagai berikut:
1) Thomas J. Peters dan Robert H. Waterman, Jr “Menciptaan
Keunggulan”. Dalam buku ini awalnya mengemukakan pertanyaan,
apa yang menghasilkan kesuksesan perusahaann? : apakah teknik yang
canggih? Apakah manajemen berbasis sasaran? Apakah penggunaan
komputer yang lebih banyak untuk mengkoordiasikan beragamnya
aktifitas? Ataukah kecanggihan dalam perencanaan strategis? Untuk
menjawab ini penulis melakukan riset di tiga puluh tujuh perusahaan.
Hasilnya mengatakan bahwa diantara perusahaan yang sukses tidak satu
pun diantaranya yang membutuhkan (mengandalkan) teknologi tinggi.
Satu-satunya yang dibutuhkan adalah waktu, energi, dan kesediaan
pihak manajemen berpikir ketimbang menggunakan rumus-rmus
manajemen.

Buku ini menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan yang tampil


luar biasa, berupaya keras ntuk menjalankan segala sesuatu secara
sederhana. Perusahaan ini mengandalkan struktur organisasi yang
sederhana, tujuan yang sederhana, dan komunikasi yang sederhana. Dari
buku ini ditampilkan delapan ciri khas manajemen “sederhana”: 1)
kecendrungan ke arah tindakan; 2) bentuk yang sederhana dan staf yang
ramping; 3) kontak terus menerus dengan pelanggan; 4) peningkatan

20
John L. Pierce dan John W. Newstrom, The Manager’s Bookshelf: Mosaik Pemikiran
Kontemporer di Bidang Bisnis dan Manajemen, (Jakarta: Prentice Hall dan Indeks, 2005), hlm. 53.
15

produktivitas melalui orang; 5) otonomi operasional untuk mendorong


kewirausahaan; 6) tekanan pada satu nilai bisnis utama; 7) tekanan
untuk melakukan apa yang paling mereka ketahui; 8) kontrol yang
sekaligus longgar dan ketat.

2) W. Edwards Deming “Keluar dari Krisis”


Deming terkenal setelah pada tahun 1980 mempublikasikan buku putih
NBC yang berjudul “If Japan Can, Why Can’t We?”. Deming adalah
salah satu tokoh terpenting dalam transformasi Jepang yang dimulainya
dari tahun 1950. Buku berjudul “Out of the Crisis” merupakan konsep
Deming yang telah diaplikasikan, sehingga menjadi Teori Deming.
Deming dengan sangat ambisius manyatakan tujuannya dibuku ini:
“Tujuan buku ini adalah transformasi gaya Amerika. Transformasi
gaya manajemen Amerika bukanlah pekerjaan melakukan rekonstruksi,
pun bukan perbaikan. Hal itu membutuhkan bangunan yang seluruhnya
baru, dari fondasi hingga ke atas. Mutasi, mungkin adalah kata yang
tepat, kecuali bahwa mutasi menyiarkan spontanitas yang tidak teratur.
Transformasi harus terjadi dengan upaya terarah.”21
Deming tidak hanya membicarakan produktivitas dan kendali mutu
namun secara filosofis dan radikal mengupas tentang hakikat organisasi
dan bagaimana organisasi sebaiknya diubah. Deming mendeteksi bahwa
kemandekan organisasi dikarenakan tidak adanya satu tujuan
pendorong, manajemen yang hanya didasarkan pada angka-angka yang
terlihat, karyawan yang tidak aktif dan tidak setia, dan asumsi-asumsi
pribadi manajer yang menghamba, dan kegagalan untuk menyelaraskan
pelaku manusia dengan komputer untuk mengendalikan.
Teori Deming didasarkan pada variabilitas dimana-mana dalam
segala hal. Hanya melalui studi dan anlisis variabilitas dengan
menggunakan statistik, suatu fenomena dapat dipahami cukup baik
untuk memanipulasi dan mengubah-ubahnya. Bagi Deming, dunia

21
W.Edwards Deming, Out of the Crisis, (Cambridge: MIT Press, 1986).
16

statistik bukanlah hanya ranah dan wewenag akademis belaka,


melainkan statistik adalah gaya cara hidup, yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Deming mengajukan empat belas langkah yang harus ditempuh oleh
manajemen, sebagai berikut:
a. Ciptakan ketetapan tekad demi perbaikan produk dan jasa, yang
bertujuan agar mampu bersaing, tetap bertahan dalam bisinis,
dan menyediakan pekerjaan.
b. Anutlah filosofi yang baru karena kita berada dalam zaman
ekonomi yang baru. Manajemen Barat harus bersiap
menghadapi tantangan, mempelajari tanggung jawabnya, dan
harus mampu mengambil kepemimpinan untuk melakukan
perubahan.
c. Hentikan ketergantungan pada pengawasan untuk mencapai
kualitas , dan hilangkan pengawasan besar-besaran.
d. Akhiri praktek memberi ganjaran kepada perusahaan lain
berdasarkan harga jual. Sebaliknya minimalkan biaya totalnya,
dan gunakanlah satu pemasok setiap kurun waktu tertentu dan
kembangkanlah kesetiaan dengan pemasok tersebut.
e. Perbaiki terus menerus dan selamanya sistem produksi dan jasa
untuk memperbaiki kualitas dan prodktivitas.
f. Ciptakan pelatihan langsung di tempat.
g. Ciptakanlah kepemimpinan yang mampu membantu personil
bekerja lebih baik.
h. Hilangkanlah ketakutan sehingga setiap orang boleh bekerja
dengan efektif bagi perusahaan tersebut.
i. Hapuskanlah penghambat di perusahaan, untuk itu diperlukan
sinergitas dan kerja tim.
j. Buanglah slogan, desakan, dan target yang menuntut kesalahan
nol dan tingkat produktivitas yag baru.
k. Hilangkanlah standar kerja (kuota), gantilah kepemimpinan.
17

l. Hilangkanlah manajemen berdasarkan tujuan, hilangkanlah


manajemen berdasarkan numerik.
m. Hapuskanlah penghambatan terhadap hak-hak karyawan untuk
membanggakan hasil karyanya. Artinya perlu dihapus penilaian
tahunan, penilaian berdasarkan jasa, dan manajemen
berdasarkan tujuan.
n. Ciptakanlah suatu program pendidikan dan pengembangan diri
yang ketat.
o. Mintalah setiap orang dalam organisasi berupaya mencapai
transformasi.

Dalam buku keluar dari krisis ini, Deming mengingingka revolusi


terhadap praktik manajemen di Amerika. Deming menawarkan
paradigma baru bagi praktik-praktik manajemen yang menuntut
pemikiran ulang. Sebagaimana disampaikan Deming:”Diperlukan
keberanian untuk mengakui bahwa anda telah melakukan sesuatu yang
salah, untuk mengakui bahwa anda mempunyai sesuatu yang salah,
untuk mengakui bahwa anda mempunyai sesuatu untuk dipelajari,
bahwa ada suatu cara yang lebih baik.”

3) Kenneth Blanchard dan Spencer Johnson “Manajer Satu Menit”


Premis mendasar buku “The One Minute Manager” adalah: 1) kualitas
waktu yang dihabiskan bersama bawahan lebih penting daripada
kuantitasnya; 2) akhirnya bawahan harus benar-benar mengelola diri
sendiri. Blanchard mengusulkan hal-hal sebagai berikut: Tujuan satu
menit, Pujian satu menit, Teguran satu menit, dan masalah lain terkait
teknik manajemen. Jika dilihat apa yang disampaikan dibuku ini sangat
sederhana, jauh dari kesan akademis yang ketat dan bahasa yang berat.
Pesan inti Blanchard adalah bahwa manajemen yang efektif
membutuhkan agar anda sungguh-sungguh peduli terhadap bawahan
sambil berupaya menyampaikan apa yang diinginkan dilakukan oleh
personil.
18

4) Douglas McGregor “Sisi Manusiawi Perusahaan”


Sepanjang akhir 1950-an McGregor percaya bahwa kemajuan
industri besar selama setengah abad berikut akan terjadi pada sisi
manusiawi, yang disebutnya dengan Teori X (bahwa asumsi membatasi
pilihan), dan Teori Y (menyediakan beberapa asumsi alternatif).
Teori X Gregor memiliki pengaruh besar terhadap dunia
manajemen, berikut asumsi X yang disampaikan Gregor:
a. Rata-rata manusia mempunyai ketidaksukaan yang melekat
dalam dirinya terhadap pekerjaan dan akan menghindarinya
kalau dimungkinkan.
b. Karena sifat manusia berupa ketidaksukaan terhadap pekerjaan
ini, kebanyakan orang harus dipaksa, dikendalikan, diperintah,
dan diancam dengan hukuman agar mereka mengeluarkan upaya
yang memadai untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
c. Rata-rata manusia lebih suka diperintah, ingin menghindarkan
tanggung jawab, mempunyai ambisi yang relatif kecil, dan
menginginkan keamanan di atas segalanya.

Asumsi Teori X menjelaskan perilaku manusia yang diamati, tetapi


pengamatan lainnya tidak sesuai dengan pandangan ini. Sedangkan
Teori Y lebih bersifat dinamis yang menunjukkan kemungkinan
pertumbuhan dan perkembangan manusia, dan menekankan perlunya
adaptasi selektif.

d. Penggunaan upaya fisik dan mental dalam kerja adalah sesuatu


yang alami, sama seperti dalam permainan dan istirahat.
e. Pengendalian eksternal dan ancaman hukuman bukan hanya
sarana untuk mengeluarkan upaya untuk mencapai tujuan-tujuan
perusahaan. Orang akan melakukan pengarahan diri dan
pengendalian diri untuk mencapai tujuan yang ingin mereka
capai.
19

f. Komitmen terhadap tujuan adalah fungsi ganjaran yang


dikaitkan dengan pencapaiannya.
g. Manusia rata-rata belajar, dalam kondisi yang tepat, bukan
hanya menerima tetapi juga mencari tanggung jawab.
h. Kemampuan menggunakan tingkat imajinasi, kecerdasan dan
kreativitas yang relaiv tinggi dalam memecahkan masalah-
masalah organisasi terdistribusi secara luas, bukan hanya
terbatas.
i. Dalam kondisi kehidupan industri modern, kemampuan otak
manusia rata-rata hanya sebagian digunakan.

Asumsi Teori Y menantang sejumlah kebiasaan pikiran dan


tindakan manajerial yang sudah sangat mendarah daging yang
berdampak pada pengendalian diri.

5) Abraham Maslow “Maslow tentang Manajemen”


Ketika berbicara persoalan manajemen, nama Abraham Maslow tidak
pernah terlewatkan. Maslow dengan Teori Piramida Kebutuhan mampu
menjelaskan motivasi manusia untuk melakukan sebuah tindakan. Maslow
mengasumsikan manusia adalah:
a. Sehat secara psikologis.
b. Tidak bertumpu pada tingkat kebutuhan keamanan.
c. Sanggup tumbuh ke tingkat kematangan pribadi yang tinggi.
d. Berani dan mampu mengalahkan rasa takut.

Manusia memiliki:

a. Dorongan mencapai tujuan.


b. Kemampuan bersikap objektif tentang diri sendiri dan orang lain.
c. Kemampuan untuk dipercayai hingga batas tertentu.
d. Kehendak yang kuat untuk tumbuh, bereksperimen, dan melaksanakan
gagasannya.
e. Kemampuan menikmati kerjasama tim yang baik.
20

f. Kemampuan untuk dikembangkan hingga batas tertentu.


g. Kemampuan menyesuaikan diri dengan tujuan bersama.
h. Hati nurani dan perasaan.

Maslow juga menguraikan bahwa setiap manusia lebih suka:

a. Mencintai dan menghormati bosnya.


b. Menjadi penggerak utama ketimbang pembantu pasif.
c. Menggunakan keseluruhan kemampuannya.
d. Bekerja ketimbang bermalas-malasan.
e. Mempunyai peerjaan bermakna.
f. Dihargai dengan adil dan sepantasnya, terutama di depan orang banyak.
g. Merasa penting, dibutuhkan, berguna, bangga, dan dihormati.
h. Mempunyai tanggung jawab.
i. Mempunyai kepribadian, identitas, dan keunikan individu.
j. Menciptakan ketimbang merusak.
k. Tertarik ketimbang bosan.
l. Meningkatkan segala sesuatu, membenahi segala sesuatu, dan
melakukan hal-hal baik.

Asumsi Maslow tersebut memiliki konsekwensi, sebagai berikut:

a. Manajer yang otoriter tidak berfungsi bagi mereka.


b. Orang dapat memperoleh manfaat dengan dibebani, dipaksa, dan ditantang.
c. Setiap orang seharusnya diberi informasi selengkap mungkin.
d. Tipe-tipe manusia ini akan tampil dengan sangat baik dalam sesuatu yang
telah mereka pilih berdasarkan yang disukai.
e. Setiap orang mutlak merasa jelas dengan tujuan, arah, dan maksud
organisasi.

3. Perubahan Penting dalam Filsafat Manajemen


21

“The only constant thing in the world is change” dalil Albert Einstein, seorang
fisikawan yang terkenal dengan teori relativitasnya. Jika mengaplikasikan konsep
perubahan Einstein tersebut ke ilmu manajemen, maka dapat dilihat bahwa
perubahan selalu akan terjadi pada organisasi yang harus disikapi dengan merubah
manajemen dimulai dari filsosofinya. Filosofi manajemen selanjutnya akan
memengaruhi visi, misi, program, dan segala aktifitas organisasi. Sebelum merubah
filosofi manajemen, pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab adalah hal apa saja
yang membuat organisasi harus merubah filsafat manajemen yang ada di organisasi.

Terdapat sembilan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan22 sebagai


berikut:

a) Tantangan utama masa depan


Pandangan Peter F Drucker tantangan masa depan adalah pengetahuan.23
Sementara Alfin Tofler berpandangan bahwa tantangan masa depan adalah
gelombang informasi. Jika diperluas lagi, tantangan masa depan manajemen
bukan lagi hanya masalah teknikal belaka, tetapi sudah merembet ke
berbagai aspek, isu tenaga kerja, misalnya isu lingkungan, isu politik, isu
kemanusiaan, isu sara. Artinya dapat dilihat bahwa masa mendatang,
persoalan organisasi bukan hanya masalah manajemen dalam artian sempit.
Disinilah pentingya renungan filosofis dalam manajemen.
b) Perubahan konfigurasi ketenagakerjaan
Konfigurasi ketenagakerjaan merupakan prinsip perekrutan, penempatan,
alih wilayah kerja, promosi, dan berbagai permasalah personalia lainnya
yang akan mengalami dinamika yang biasa akan berubah karena hasil
penelitian, bahkan bisa dipengaruhi oleh politik internal organisasi, ataupun
pengaruh eksternal dari kelompok penekan (pressure group).
c) Tingkat pendidikan pekerja

22
Sondang P. Siagian, Teori Pengembangan Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm.4
23
Jika dirujuk Michel Focault pandangan Drucker ini agak bersamaan, bahwa pengetahuan akan
menjadi alat kekuasaan dan menguasai apa saja. Hal ini dapat dibaca dalam buku Focault yang
berjudul Power and Knowledge.
22

Organisasi menuntut produktivitas, namun jika merujuk prinsip Adam


Smith bahwa produktifitas semestinya harus bersamaan dengan tingkat
keahlian dan pengetahuan personil yang diperoleh melalui pendidikan.
Olehkarenaitu organisasi harus memfaslitasi personeel capacity building
terlebih dahulu untuk mencapai institutional building.
d) Teknologi
Teknologi berkembang dalam hitungan menit, baik itu elektronik, mesin,
ataupun perangkat-perangkat lainnnya, yang tidak bisa dihindari
mempengaruhi perubahan terhadap manajemen organisasi. Sebelum
berkembang teknologi informasi, manajemen sistem informasi atau yang
lebih dikenal dengan SIM belum begitu populer dalam dunia manajemen.
e) Situasi perekonomian mepengaruhi sistem manajemen.
Perekonomian nasional dan perekonomian dunia apakah mengarah pada
positif atau negatif akan mempengaruhi manajemen organisasi. Misalnya
harga minyak dunia akan mempengaruhi perekonomian di level nasional,
yang otomatis harus menjadi pertimbangan pihak manajemen yang
dampaknya akan luas. Contoh di dunia pabrik, ketika harga minyak naik,
biasanya buruh pasti akan demonstrasi menuntut naikkan upah. Tentunya
hal ini memicu perubahan dalam organisasi.
f) Berbagai kecendrungan sosial politik
Dalam sub ini Siagian hanya menulis kecendrungan sosial, namun penulis
menambahkan politik. Artinya permasalahan sosial tidak terlepas dari
permasalahan politik. Dua isu ini tidak bisa dihindari, pasti akan
mempengaruhi perubahan organisasi. Salah satu contoh, ketika terjadi
peralihan kekuasaan politik maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan
berdampak langsung terhadap organisasi.
g) Geopolitik
Di era global setiap permasalahan politik di suatu negara akan berdampak
secara global. Apa yang sedang terjadi di Ukraina dan Rusia, apa yang
terjadi di Timur Tengah: Suriyah, Irak, apa yang terjadi di Amerika Selatan:
Kuba, Venezuela, dan apa yang terjadi di Korea Utara, serta berbagai
23

belahan dunia lainnya, secara otomatis akan memicu berbagai hal, apakah
ekonomi, militer dan dunia binis. Bahkan dengan terjadinya sebuah
perubahan politik di sebuah negara maka secara otomatis akan membuka
peluang bisnis dan pasar. Misalnya Irak dan Kuba, dengan terjadinya
penggulingan Saddam Husein dan Moamar Qhadafi maka secara drastis
keran investasi dan eksplorasi tambang minyak terbuka lebar. Olehkarena
itulah, di era kontemporer, seorang pemimpin global harus disiapkan untuk
mempersiapkan organisasi global yang siap ekspansi bisnis. Contoh terbaru
di Indonesia adalah dengan adanya kebijakan baru dari Presiden Jokowi,
misalnya tidak memberikan grasi kepada terpidana mati narkoba asal Brasil,
Australia dan negara lain, ternyata berdampak luas terhadap sikap politik
negara bersangkutan, yang tidak tertutup kemungkinan akan menyebabkan
terhentinya berbagai kerja sama. Tidak hanya itu, langkah-langkah radikal
yang dilakukan oleh Mentri Perikanan ternyata banyak menuai protes, dan
ketakutan dari negara-negara tetangga yang berkepentingan atas lemahnya
pengawasan terhadap laut Indonesia. Artinya perubahan kepemimpinan di
Indonesia telah merubah pola-pola transaksi perikanan yang di dalamnya
berputar uang triliunan dari hasil illegal fishing.
h) Persaingan
Persaingan merupakan hal wajar dalam bisnis. Olehkarena itu perusahaan
atau organisasi dituntut untuk mampu meningkatkan daya saingnya, yaitu
dengan melakukan perubahan manajemennnya.
i) Pelestarian lingkungan
Global warming, Green Technology,Humanity merupakan isu yang harus
disikapi dunia bisnis. Sebuah korporasi atau organisasi besar belumlah
dianggap sukses sebelum mereka peduli terhadap isu-isu lingkungan dan
kemanusiaan. Olehkarena itu di dunia barat, persyaratan digunakannya
produk mereka yaitu adanya jaminan bahwa produk tersebut diproduksi
dengan tidak merusak lingkungan. Salah satu contoh konkrit, Uni Eropa
pernah memboikot ekspor kelapa sawit asal Indonesia, karena Uni Eropa
menganggap lahan-lahan sawit yang ada di Indonesia telah merusak
24

lingkungan. Sampai saat ini Uni Eropa masih begitu ketat menganut prinsip
ramah lingkungan.

Di dalam manajemen, terdapat sebuah kajian Manajemen Perubahan yang


difokuskan untuk mengkaji dan mempersiapkan perubahan dalam manajemen.
Uyung Sulaksana menyedehanakan tiga mazhab teori manajemen perubahan24,
sebagai berikut:

a. Mazhab Perspektif Individual


Pendukung mazhab ini terbagi dua: Para psikolog Behavioris dan psikolog
Gestald-Field. Bagi penganut Gestalt-Field perilaku bukan sekedar produk
stimuli eksternal, namun lebih bisa dijelaskan dari cara individu
menggunakan penalarannya untuntuk menginterpretasi stimuli. Maka dari
perspektif ini, jika di dalam organisasi para pendukung Festalt-Field
berupaya membantu para anggota organisasi dengan cara mengubah
pemahaman atas diri mereka sendiri dan situasi terkait, yang diyakini akan
mendorong perubahan perilaku. Sedangkan bagi kelompok behavioris
berpandangan bahwa semua perilku dipelajari; individu hanyalah penerima
pasif data eksternal dan obyektif. Atas dasar ini jika di dalam organisasi,
maka tindakan anggota organisasi dikondisikan oleh konsekwensi yang
diharapkan. Abraham maslow berupaya menggabungkan kedua pandangan
intrinsik dan ekstrinsik ini yang dikenal dengan human relations25.
b. Mazhab Dinamika Kelompok
Mazhab dinamika kelompok menekankan pencapaian perubahan organisasi
melalui tim atau kelompok kerja daripada tergantung individu. Tokohnya,
Kurt Lewin mengatakan bahwa orang-orang dalam organisasi bekerja
dalam kelompok, maka perilaku individual bisa dimodifikasi atau diubah
dikaitkan dengan praktek dan norma kelompok. Pemikir Dinamika
Kelompok lainnya, French dan Bell, mengatakan: “..upaya intervensi

24
Uyung Sulaksana, Manajemen Perubahan, (Jakarta: Manajemen Perubahan, 2004),hlm. 23.
25
Pandangan human relations Maslow mempertimbangkan bahwa kelompok sosial dalam organisasi
penting, sebagaimana juga menjadi pandangan Mazhab Dinamika Kelompok.
25

dalam pengembangan organisasi yang terpenting adalah aktivitas-aktivitas


pembangunan tim, yang bertujuan meningkatkan dan memperbaiki
efektivitas pelbagai tim-tim kerja dalam organisasi....berbagai pertemuan
team building bertujuan meningkakan efektivitas tim melalui manajemen
tuntutan tugas, tuntutan relasi, dan proses-proses kelompok (tim)
menganalisa cara-caranya beroperasi dalam segala hal, dan berupaya
mengembangkan strategi untuk memperbaikinya.”
c. Mazhab Sistem Terbuka
Mazhab ini berpandangan secara keseluruhan mengenai organisasi, tidak
seperti pandangan sebelumnya yang parsial. Mazhab sistem terbuka
berpandangan bahwa organisasi terdiri dari berbagai sub sistem yang
berkaitan, lalu berakhir pada kinerja keseluruhan. Mazhab ini menggunakan
metode deskripsi dan evaluasi untuk kemudian menentukan bagaimana cara
mengubah fungsi keseluruhan organisasi. Miller mengungkapkan empat sub
sistem utama organisasi untuk meningkatkan kinerja secara keseluruhan,
yaitu: Sub sistem tujuan dan nilai organisasi26; Sub sistem teknis27; Sub
sistem psikologi28; Sub sistem manajerial29.

Jika mengkaji perubahan filsafat manajemen, menurut penulis perlu


diperhatikan beberapa hal: a) setiap negara memiliki kekhasan nilai dan budaya
yang memengaruhi praktik manajemennya; b) setiap organisasi juga memiliki
karakteristik masing-masing yang bisa saja menjalankan filsafat dan praktik
manajemen yang berbeda. Namun untuk melihat proses perubahan filsafat dan

26
Sub sistem ini meliputi tujuan yang ditetapkan organisasi da nilai-nilai yang hendak dipromosikan
agar mencapai tujuan. Organisasi yang efektif harus menjamin bahwa tujuan dan nilai-nilainya haru
selaras.
27
Sub sistem ini merupakan kombinasi spesifik dari pengetahuan, teknik dan teknologi yang
dibutuhkan organisasi agar dapat berfungsi.
28
Sub sistem ini berkaitan dengan budaya organisasi yang menekankan pada nilai, norma yang
mampu mengikat orang menjad satu dalam organisasi.
29
Sub sistem ini menjangkau seluruh organisasi serta menghubungkan organisasi dengan
lingkungan, menentukan nilai-nilai,mengembangkan Renstra, merancang struktur, dan menerapkan
pengawasan. Susb sistem ini bertanggung jawab mengarahkan organisasi untuk mencapai tujuan.
26

pemikiran manajemen, dapat dilihat dalam pembahasan sebelumnya mengenai


mazhab manajemen.

Randall B. Dunham dalam buku “Management” yang ditulis tahun 1989


mengemukakan empat pemikiran manajemen kontemporer, sebagai berikut: the
systems perspective, Contingency Perspectives, the McKinsey 7-S Framework,the
Theory Z Perspective.30 Randall berpandangan bahwa teori klasik dan teori
perilaku telah melahirkan sebuah sintesis pemikiran manajemen baru.

The systems perspective, teori sistem merupakan cara berpikir organisasi. Para
teorikus sistem melihat organisasi sebagai jaringan yang kompleks dengan
lingkungan eksternal. Manajer dari departemen yang berbeda perlu untuk
berkomunikasi satu sama lainnya , dan perlu memahami derajat aktivitas
departemen mereka dan menyadari pengaruh dan dipengaruhi oleh departemen lain.
Hubungan diantara internal sistem organisasi juga perlu dilengkapi dengan
lingkungan luar. Maka manajer diharapkan sensitif terhadap kebutuhan lingkungan.
Teori sistem ini akan mempengaruhi Teori Kontingensi dan Teori McKinsey.

Contingency Perspectives, perspektif kontingensi bahwa seorang manajer


bergantung pada situasi. Walaupun manajer selalu membutuhkan perencanaan,
mengorganisasi, mengarahkan, dan mengawasi, namun manajer perlu untuk
memahami situasi. Konsekwensi dari keragaman situasi, maka seorang manajer
dituntut memiliki kecakapan sebagai berikut: Pertama, manajer harus
mengembangkan kecakapan diagnostik terhadap berbagai karakter keadaan;
Kedua, manajer harus mengidentifikasi ketepatan pendekatan gaya dari situasi yang
diidentifikasi; Ketiga, manajer harus mengembangkan fleksibilitas untuk merubah
gaya manajerial.

The McKinsey 7-S, Teori McKinsey merupakan produksi dua peneliti: Thomas
Peters dan Robert Waterman, Richard Pascale, dan Anthony Athos yang
bekerjasama dengan McKinsey, sebuah organisasi konsultan manajemen besar.

30
Randall B. Dunham dan John L. Pierce, Management, (USA: Scott, Foresman, 1989), hlm. 151.
27

Penelitian mereka menyimpulkan bahwa organisasi yang efektif terkait dengan


interdependensi tujuh faktor di organisasi yang harus harmonis. Tujuh faktor
tersebut, yaitu:

a. Strategi. Rencana tindakan yang dialokasikan organisasi memiliki sumber


daya dan komitmen terhadap rencana spesifik.
b. Struktur. Sebuah desain organisasi yang di dalamnya terdapat hirarki, dan
lokasi wewenang.
c. Sistem. Prosedur laporan dan proses rutin, seperti standar operasi prosedur.
d. Staf. Penting adanya organisasi personil.
e. Gaya. Gaya manajer dalam berperilaku untuk mencapai tujuan organisasi
mengacu pada budaya organisasi.
f. Kecakapan. Dibutuhkan personil yang cakap.
g. Tujuan sub ordinat. Memberikan peluang bagi anggota untuk berani
bereksperimen dengan metode baru.

The Theory Z Perspective, sepanjang tahun 1970-an dan 1980-an bisnis


Amerika dipegaruhi oleh kompetitor asal Jepang dan Amerika sedang mengalami
krisis produktivitas. Perusahaan Jepang masuk ke pasar Amerika dengan produk
kualitas tinggi namun dengan harga yang murah. Sehingga masa itu Jepang telah
maju selangkah daripada Amerika.

Para ilmuwan manajemen mengidentifikasi sejumlah praktik manajemen di


perusahaan asal Jepang yang dianggap efektif. Pad tahun 1981 seorang Profesor
Manajemen, William Ouchi menawarkan Teori Z untuk mengintegrasikan
meritokrasi Jepang dan gaya Amerika. Teori Z menekankan pada pengambilan
keputusan, tanggungjawab, evaluasi dan promosi, pengawasan, jalur karir, dan
konsen pada pekerja. Beberapa perusahaan Amerika yang sukses menerapkan
Teori Z adalah: Eastman Kodak, Hewlett-Packard, IBM, dan Procter&Gamble.
Meurut Randall bahwa Teori Z merupakan kembalinya pemikiran manajemen
perilaku dengan cara terbaiknya.

4. Nilai dan Sistem Nilai Relasinya dengan Manajemen


28

“What is value?” tulis Rowe Mason Dickel Mann Mockler dalam bukunya yang
berjudul “Strategic Management: A Methodological Approach.” Rowe
mendefinisikan nilai lebih menekankan pada kontribusi terhadap organisasi,
produk, dan stakeholders.

“A bussiness can succeed only when its products or services as having value.
Thus, a key element in the determination of value is acceptance by the customer.
Value is dependent on the vision of leaders, on the performance of the work
force, on the imagination of the engineers, and on the support of all the
functions in the organisation and the suppliers outside the organisation.”31
Dalam kegiatan manajemen, seseorang dapat memiliki falsafah di dalam atau
di luar manajemen.32 Menurut Terry falsafah manajemen adalah salah satu cara
berpikir dalam manajemen yang meliputi pengaatan, pengertian terhadap konsep
dan keyakinannya. Dalam manajemen tindakan seseorang terdapat dalamnya sistem
berpikir. Jika merujuk pendapat Tery tersebut, untuk itulah diperlukan seorang
manajer untuk mengkonstruksi falsafah, nilai yang relasinya adalah suasana
ekonomis yang diinginkan.

Semakin besar kesesuaian nilai antara kebutuhan serta nilai individu dan budaya
organisasi (norma dan nilai), semakin tinggi motivasi dan kinerja. 33 Dalam tesis
Burke ini bahwa dalam sebuah organsisasi seorang pemimpin harus memiliki
kesamaan nilai individu mereka dengan yang dimiliki organisasi. Kesesuaian ini
penting untuk mempermudah organisasi menghadapi berbagai perubahan.

Relasi nilai dan praktik manajemen, menurut Terry, seorang manajer akan
memperoleh tiga keuntungan utama dengan adanya falsafah dan nilai dalam
organisasi, yaitu:

a. Manajer akan mendapat dukungan penuh dari personilnya. Anggota


organisasi perlu mengetahui falsafah dan nilai yang dianut organisasi dan

31
Rowe Mason Dickel Mann Mockler, Strategic Management: A Methodological Approach, Fourth
Edition, (USA: Addision Wesley, 1994) ,hlm. 7.
32
George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),hlm. 22.
33
W.W. Burke dan G.H. Litwin, “A Causal Model of Organizational Performance and Change”,
Journal of Management, (Vol.18, 1992), hlm. 532-545
29

pemimpinnya agar kemudian angota dapat cendrung menaruh kepercayaan


kepada manajer karena telah mengetahui tindakan yang mungkin akan
diambil.
b. Terdapat suatu landasan untuk berpikir secara manajerial. Adanya falsafah
dan nilai yang dianut organisasi maka terdapat sebuah pedoman untuk
menghadapi situasi yang berubah-ubah.
c. Tersedia suatu kerangka manajemen yang dapat dimanfaatkan oleh manajer
untuk mengembangkan pikirannya. Menurut Terry manajer dapat saja
merubah falsafah menajemennnya mengingat begitu derasnya
perkembangan hasil penelitian manajemen, perkembangan sosial,
teknologi, dan lingkungan

Merujuk pendapat Terry bahwa nilai menjadi dasar dari falsafah manajemen,34
yang artinya nilai dapat mengungkapkan hal-hal yang berarti dan suatu hal yang
“sangat didambakan sekali.” Nilai yang dianut oleh organisasi dan manajer juga
sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang oleh Terry disimpulkannya bahwa
kebudayaan dan lembaga-lembaga menunjukkan dan memengaruhi cara hidup dan
cara menyelenggarakan manajemen.

5. Pola-pola Nilai dalam Menjalankan Manajemen

Contoh paling praktis untuk melihat penerapan nilai-nilai dalam manajemen


yaitu bisa dengan membandingkan manajemen versi Barat dan manajemen versi
Jepang.

Implikasi adanya perbedaan nilai adalah adanya konsep dan implementasi yang
berbeda dalam dunia manajemen Jepang dan Barat. Di Barat model yang paling
banyak digunakan dalam manajemen adalah model yang dikembangkan oleh Louis
Allen (1965).35 Allen memahami manajemen sebagai proses yang berurutan, yaitu:

a. Planning

34
Ibid,hlm. 23.
35
Riant Nugroho, Perencanaan Strategis in Action, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010),hlm.2.
30

b. Organizing
c. Leading (ada juga yang menggunkan actuating, implementing)
d. Controlling.

Di Jepang lebih banyak menggunakan urutan:

1. Plan
2. Do
3. Check
4. Action.36

Menurut Nugroho bahwa model yang digunakan Barat lebih universal dan
mudah diadopsi di berbagai lembaga. Sementara model yang lebih banyak
digunakan di Jepang dalam menerapkannya dibutuhkan penguasaan budaya
organisasi dan kapasitas manusia yang setara dengan budaya perusahaan di Jepang
dan manusianya, yang setara dengan karakter kompetensi.

Kunci perbedaan antara pandangan Barat dan Jepang dalam manajemen terletak
pada KAIZEN.37 Di Barat tidak ada tempat untuk konsep Kaizen.38 Sementara di
Jepang, Kaizen adalah filsafat setiap perusahaan sukses di Jepang, sehingga muncul
ungkapan, “Tanyakanlah kepada seorang manajer dalam sebuah perusahaan Jepang
yang sukses, apa yang dituntut oleh manajemen puncak, jawabannya
pasti,”KAIZEN”.’Kaizen dipopulerkan oleh para pakar manajemen: W.E. Deming
dan J.M. Juran permulaan tahun 1960. Dalam prinsip Kaizen bahwa manajemen
memiliki dua komponen utama: pemeliharaan dan penyempurnaan.39 Dalam tugas
pemeliharaan, manajemen melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya
dengan menerapkan Prosedur Operasi Baku (POB). Artinya, manajemen harus
menetapkan kebijakan, peraturan, petunjuk dan prosedur untuk semua operasi besar

36
Ibid, hlm. 2.
37
Masaki Imai, Kaizen (Ky’zen): Kunci Sukses Jepang dalam Persaingan, (Jakarta: PPM,
1996),hlm.3.
38
Ibid, hlm. 7.
39
Ibid,hlm.5. Setelah Perang Dunia II banyak perusahaan Jepang harus memulai dari awal lagi
secara total. Seluruh pelaku organisasi mendapat tantangan baru setiap hari, yang artinya setiap hari
juga membuat kemajuan. Dalam berusaha dibutuhkan kemajuan yang tidak ada akhirnya, inilah
KAIZEN, yang juga merupakan pandangan hidup rakyat Jepang.
31

kemudian mengawasinya dengan POB. Bila karyawan dapat menerapkan standar


tetapi tidak menjalankannya, maka disiplin harus ditegakkan. Bila personil tidak
dapat menerapkan standar, maka manajemen harus memberi pelatihan atau
merevisi standar hingga dapat dilaksanakan. Sementara tugas penyempurnaan
dapat dimaknai sebagi inovasi, dimana dilakukan penyempurnaan kecil yang
diperoleh sebagai hasil usaha berkesinambungan.

Jika diuraikan nilai-nilai yang dijalankan dalam manajemen di Jepang, yaitu:

1. Orientasi pelanggan.
2. Pengendalian Mutu Terpadu.
3. Robotik.
4. Gugus kendali mutu.
5. Sistem saran.
6. Otomatisasi.
7. Disiplin di tempat kerja.
8. Pemeliharaa Produktivitas Terpadu.
9. Kamban.40
10. Penyempurnaan mutu.
11. Tepat waktu.
12. Tanpa cacat.
13. Aktivitas kelompok kecil.
14. Hubungan kooperatif karyawan-manajemen.
15. Pengembangan produk baru.

Tabel 3
Pola Nilai KAIZEN dalam Manajemen Jepang41
Manajemen Puncak Manajemen Penyelia Karyawan
Madya dan Staf

40
Kamban berarti papan petunjuk, kartu atau catatan. Kamban menjadi sinonim dengan sebuah
sistem tepat waktu.
41
Ibid, hlm. 8.
32

Bertekadlah untuk Sebarluaskan dan Pergunakan Libatkan diri dalam


memperkenalkan implementasikan Kaizen dalam Kaizen melalui
Kaizen sebagai strategi sasaran Kaizen peranan fungsional sistem saran dan
perusahaan sesuai pengarahan aktifitas kelompok
manajemen kecil
puncak melalui
penyebarluasan
kebijakan dan
manajemen
fungsional silang
Berikan dukungan dan Pergunakan Formulasi rencana Praktekkan disiplin
pengarahan untuk Kaizen dalam untuk Kaizen dan di tempat kerja
Kaizen dengan kapabilitas berikan bimbingan
mengalokasikan fungsional kepada karyawan
sumber daya
Tetapkan kebijakan Tetapkan, pelihara Sempurnakanlah Libatkan diri dalam
Kaizen dan sasaran dan tingkatkan komunikasi pengembangan diri
fungsional silang standar dengan karyawan yang terus menerus
dan pertahankan supaya menjadi
moral tinggi. pemecah masalah
Pendukung yang lebih baik
aktifitas kelompok
kecil (seperti
gugus mutu) dan
sistem saran
individual.

Realisasi sasaran Usahakan Perkenalkan Libatkan diri dalam


Kaizen melalui karyawan sadar disiplin di tempat pengembangan diri
penyebarluasan Kaizen melalui kerja yang tersu menerus
kebijakan dan audit program latihan agar menjadi
intensil pemecah masalah
yang baik
Buat sistem, prosedur Bantu karyawan Berikan saran Tingkatkan
dan struktur yang memperoleh Kaizen keterampilan dan
membantu Kaizen keterampilan dan keahlian performa
alat pemecah pekerjaan dengan
masalah pendidikan silang

Jika dibandingkan nilai-nilai manajemen di Amerika dan di Jepang, maka dapat


dilihat sebagaimana ditabel berikut.

Tabel 4
33

Perbandingan Nilai Manajemen Amerika dan Jepang42

Amerika Jepang
Short term employement Lifetime employement
Pengambilan keputusan individu Pengambilan keputusan kolektif
Tanggungjawab individu Tanggungjawab kolektif
Evaluasi cepat dan promosi Evaluasi yang lambat dan promosi
Mekanisme pengawasan eksplisit Mekanisme pengawasan implisit
Jalur karir spesialisasi Jalur karir non spesialisasi
Konsen terbatas bagi individu sebagai Konsen menyeluruh bagi pekerja
person sebagai person

Jika dilihat perbedaan nilai antara Amerika dan Jepang dalam manajemen di
dalam tabel 4 dapat dipahami bahwa konsep manajemen tidak bisa dihindari dari
nilai-nilai yang dianut sebuah masyarakat suatu negara. Di Amerika masyarakatnya
yang individualis dan menganut liberalisme lebih cendrung menuntut kompetisi dan
kecakapan individu. Sementara di Jepang, dimana nilai-nilai tradisional masih
dijaga dan diaplikasikan, sehingga lebih menampakkan kolektifitas dalam praktik
manajemennya.

6. Lingkungan Manajemen Kontemporer

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada di luar batas organisasi.43


Benang merah lingkungan adalah pertimbangan atas faktor di luar organisasi itu
sendiri. Menurut Robbins dalam lingkungan terdapat perbedaan antara Lingkungan
Umum44, Lingkungan Khusus45, Lingkungan Aktual46 dan Lingkungan yang
dipersepsikan47.

42
Randall B. Dunham dan John L. Pierce, Management, (USA: Scot t, Foresman, 1989), hlm. 155.
43
Stephen P. Robbins, Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi, terj. Jusuf Udaya (Edisi
Ketiga,Cetakan I Jakarta: Prentice Hall,Inc, dan Penerbit Arcan, 1994), hlm. 226.
44
Lingkungan yang mencakup kondisi yang mungkin mempunyai dampak terhadap organisasi,
namu relevannya tidak sedemikian jelas.
45
Bagian dari lingkungan yang secara langsung relevan bagi organisasi dalam mencapai tujuannya.
Lingkungan khusus merupakan sesuatu yang khas bagi setiap organisasi dan berubah sesuai dengan
kondisinya.
46
Suatu kondisi objektif tentang apa yang dilihat.
47
Lingkungan yang dipersepsikan apa yang dilihat tergantung pada dimana memosisikannya yang
selanjutnya adalah persepsi yang menuntun manajer dalam membuat keputusan.
34

Setiap organisasi di industri dimana ia berada, apakah ia organasi laba atau nir
laba pastti akan menghadapi suatu kondisi dalam ketidakpastian.48 Kondisi
ketidakpastian ini menurut Robbins dikarenakan tidak ada organisasi yang secara
sempurna mampu mengumpulkan secara internal semua sumber yang dibutuhkan
untuk kelangsungan hidupnya. Di era kontemporer manajemen harus sensitif dan
tanggap mengelola lingkungan. Bahkan manajemen dituntut tidak hanya
kontemporer tetapi sudah harus futuristik.

Menarik membaca buku berjudul “Organisasi Abad 21: suatu hari, semua
organisasi akan melalui jalan ini” yang merupakan kumpulan tulisan: Jay A.
Conger, Noel M. Tichy, Edgar H.Schein, James A. Champy, Manfred F.R Kets de
Vries” yang dieditori oleh Subir Chowdhury, terbitan Prentice Hall, 2005. Dalam
buku ini mengungkapkan, dan memprediksikan permasalahan manajemen
kontemporer.49

Tidak hanya berfilsafat reflektif, artikel-artikel dalam buku ini secara futuristik
memproyeksikan permasalahan yang akan dihadapi organisasi. Salah satu
pembahasan masalah manajemen kontemporer adalah organisasi harus mampu
meningkatkan bakat angggotanya agar mampu merebut kemenangan. Tidak jauh
dari tesis Drucker tentang knowledge worker sub bab yang membahas mengenai
personil organisasi ini mengulas banyak persoalan bahwa organisasi akan
menghadapi permasalahan berkenaan dengan personil yang melanggar aturan.
Olehkarena itu organisasi harus mampu menerapkan manajemen yang
mengakomodir seluruh kepentingan personil organisasi. Ketika manajemen mampu
berdialektika dengan berbagai fenomena kontemporer, maka personil akan mampu
berinovasi, terlibat dalam berbagai perubahan, semakin termotivasi dalam
mengembangkan organisasi.

48
Ibid ,hlm. 392.
49
Subir Chowdhury (ed), Organisasi Abad 21: suatu hari, semua organisasi akan melalui jalan ini
(Prentice Hall dan Indeks Gramedia, 2005)
35

Dalam artikel berjudul “Kepemimpinan Global, dari A sampai Z” ditulis


Manfred F.R. Kets de Vries dan Elizabeth Florent Treay50 membahas bahwa era
kontemporer dibutuhkan kepemimpinan global. Kepemimpinan global yaitu sebuah
kepemimpinan yang tidak hanya terbatas budaya ataupun karakteristik
kepemimpinan yang tidak tergantung dalam konteks budaya yang terbatas.
Tentunya ide ini sangat menarik, karena dalam kajian budaya organisasi, seorang
pemimpin merupakan sang ideolog yang merancang dan menerapkan budaya
seperti apa yang dikehendakinya untuk diterapkan di organisasi. Tentu sangat
kontradiktif, ketika Manfred menyarankan bahwa seorang pemimpin kedepannya
tidak perlu lagi terbelenggu kultur terbatas.

Konsep kepemimpinan global yang dirumuskan oleh Manfred tersebut


sebenarnya untuk mempersiapkan diri agar organisasi harus mampu
mempersiapkan manajemen yang diterapkan dalam sebuah organisasi global.
Organisasi global disini maksudnya ketika organisasi berupaya menyeimbangkan
diri antara keunggulan ekonomi, maka diperlukan integrasi global yang diiringi
kesepakatan politis dengan stakeholders asing.

Lingkungan kontemporer tidak bisa dihindari oleh organisasi, olehkarenaitu


manajemen harus adaptif dan tidak terpaku pada teori-teori yang telah ada. Jika
teori-teori lama manajemen lebih menekankan pada proses dan kegiatan organisasi.
Maka dalam teori-teori kontemporer lebih fokus pada kesehatan dan
keberlangsungan organisasi.51 Manajemen harus mampu mengatasi setiap dinamika
yang terjadi di internal maupun eksternal organisasi. Kondisi ketidakpastian akan
selalu dihadapi organisasi, hingga bagaimana organisasi menyikapinya akankah
menjadi penghalang atau akan dijadikan peluang.

Untuk mengakhiri bab pembahasan ini, penulis ingin menyampaikan sebuah


prediksi menarik, bahwa suatu saat mesin akan memimpin manusia yang

50
Ibid,
51
Dicky Wisnu UR dan Siti Nurhasanah, Teori Organisasi: Struktur dan Desain, (Edisi Kedua,
Malang, UMM, 2005),hlm. 120.
36

disampaikan oleh Herbert A Simmon dalam bukunya yang berjudul “The


Corporation: Will it Be Managed by Machines?”:

“I suppose that managers will be called on, as automation proceeds, for more
of what might be described as “systems of thingking.” they will need, to work
effectively, to understand their organisations as large and complex dynamic
systems involving various sorts of man-machine and machine-machine
interactions. For this reason, persons trained in fields like servo-machine
engineering or mathemathical economics, accustomed to dynamic systems of
these kinds, and possessing conceptual tools for understanding hem, may have
some advantage, at least initially, in operating in the new world. Since no
coherent science of complex systems exists today, universities and engineering
schools are understandably perplexed as to what kinds of training will prepare
their present students for this world.52

C. PENUTUP

Berdasarkan uraian dalam makalah ini, maka penulis menyimpulkan:

1) Ajaran Islam pada dasarnya terdapat banyak filosofi manajemen dan telah
dipraktikkan dari masa Nabi hingga Khulafarrasyiddin dan kekhalifahan
berikutnya.
2) Pentingnya penggunaan Filsafat dalam Manajemen agar apa yang
dikonsepkan dan dipraktikkan dalam manajemen benar-benar berdasarkan
rasio, ilmiah, dan sistematik untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi organisasi secara komprehensif.
3) Nilai dan sistem nilai dalam praktik manajemen dapat dilihat praktiknya
dalam konsep manajemen Barat dan Jepang. Di Barat konsep manajemen
lebih cendrung berdasarkan riset, sementara di Jepang dengan prinsip
Kaizen tidak hanya didasarkan pada prinsip ilmiah, namun juga
dikolaborasikan dengan kearifan lokal Jepang. Disinilah nampak pengaruh
nilai terhadap kinerja organisasi.

52
Herbert A. Simmod dalam Keith Davis (Consulting Editor), The Theory and Management of
Systems, (USA: McGraw-Hill Series in Management, 1963), hlm. 417.
37

4) Pola-pola nilai dalam menjalankan manajemen sangat tergantung oleh


falsafah dan nilai yang dianut oleh organisasi.
5) Falsafah dan praktik manajemen dalam organisasi tidak bisa stagnan,
melainkan terus berkembang mengikuti perkembangan sosial masyarakat,
teknologi, ekonomi. Olehkarena itu falsafah tidak hanya berubah menyikapi
era kontemporer tetapi falsafah dalam manajemen harus mampu
memproyeksikan dan mengantisipasi masa depan.

Anda mungkin juga menyukai