Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PBL

MODUL 4 – KEPUTIHAN
BLOK REPRODUKSI

Dosen Pembimbing : dr. Eny Arlini Wello


OLEH
KELOMPOK 3
Santri Adzti 110 213 0002
Ahliyah Ali 110 213 0011
Ramdani Witia 110 213 0021
Sri Ayu Handayani 110 213 0029
Hikmah Nur Hidayah 110 213 0040
Heldi Jafar Yansari 110 213 0041
Yuni Susantri 110 213 0052
Zulfa Mahfudzah 110 213 0063
Mutmainnah Utami 110 213 0071
Atikah Rahmah 110 213 0082
Khairunnisa A. Yahya 110 213 0094

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan tentang berbagai penyebab kelemahan separuh badan,
patomekanisme terjadinya masing-masing, gambaran klinik masing-masing,
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan, menyimpulkan diagnosis dan
menjelaskan penatalaksanaannya.

Seven Jump
1. Mengklarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario diatas, kemudian
tentukan kata/kalimat kunci skenario diatas.
2. Mengidentifikasi problem dasar skenario diatas dengan membuat beberapa
pertanyaan penting.
3. Melakukan analisis dengan mengklarifikasi semua informasi yang didapat.
4. Melakukan sintesis informasi yang terkumpul.
5. Mahasiswa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh kelompok
mahasiswa atas kasus diatas bila informasi belum cukup. Langkah 1 s/d 5
dilakukan dalam diskusi mandiri dan diskusi pertama bersama tutor.
6. Mahasiswa mencari informasi tambahan informasi tentang kasus diatas diluar
kelompok tatap muka.
7. Mahasiswa melaporkan hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi baru
yang ditemukan.
Langkah 7 dilakukan dalam kelompok dengan tutor.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SKENARIO
Seorang perempuan, usia 32 tahun, PIIA0 datang ke puskesmas dengan
keluhan keputihan berwarna kuning kehijauan dan berbau, disertai gatal,
nyeri perut bagian bawah dan nyeri saat kencing. Dari riwayat diketahui ibu
postpartum 2 minggu yang lalu dan kala 2 yang memanjang.

B. KATA SULIT
Tidak ditemukan kata sulit

C. KALIMAT KUNCI
- Perempuan 32 tahun
- PIIA0
- Keputihan berwarna kuning kehijauan
- Berbau dan gatal
- Nyeri perut bagian bawah
- Disurian
- Postpartum 2 minggu

D. PERTANYAAN
1) Jelaskan perbedaan dari keputihan normal dan tidak normal?
2) Jelaskan etiologi keputihan yang kuning kehijauan sesuai scenario?
3) Jelaskan patomekanisme tiap gejala yang disebutkan dalam scenario?
4) Bagaimana hubungan kala 2 yang memanjang dengan keputihan yang
dialami postpartum?
5) Bagaimana langkah-langkah diagnosis pasien keputihan?
6) Differential diagnosis :
a. Trichomoniasis
b. Candidiasis vulvovaginalis
c. Vaginosis bacterial
d. Chlamydia servisitis
e. Gonore
7) Bagaimana pencegahan dari kasus tersebut?
8) Jelaskan mengenai perspektif islam?

E. JAWABAN
1) Jelaskan perbedaan dari keputihan normal dan tidak normal?
Klasifikasi keputihan, ada 2 jenis keputihan yaitu keputihan normal (
fisiologi) dan keputihan yang tidak normal (patologis).
a. Keputihan normal (fisiologis)
Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang–kadang berupa mukus yang
mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, keputihan fisiologis
ditemukan pada :
1) Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, disini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
2) Waktu di sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen
keputihan disini hilang sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan keresahan
pada orang tuanya.
3) Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
4) Waktu di sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri
menjadi lebih encer.
5) Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah
pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita
dengan ektropion porsionis uteri.
Keputihan normal ciri-cirinya ialah : warnanya kuning, kadang-
kadang putih kental, tidak berbau tanpa disertai keluhan (misalnya gatal,
nyeri, rasa terbakar, dsb), keluar pada saat menjelang dan sesudah
menstruasi atau pada saat stres dan kelelahan.
Keputihan ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh
dari bakteri yang menjaga kadar keasaman pH wanita. Cairan ini selalu
berada di dalam alat genital tersebut. Keasaman pada vagina wanita harus
berkisar antara 3,8 sampai 4,2, maka sebagian besar bakteri yang ada
adalah bakteri menguntungkan. Bakteri menguntungkan ini hamper
mencapai 95% sedangkan yang lain adalah bakteri merugikan dan
menimbulkan penyakit (patogen).

b. Keputihan tidak normal (patologis)


Penyebab paling penting dari keputihan patologi ialah infeksi.
Disini cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-
kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Keputihan yang
tidak normal ialah keputihan dengan ciri-ciri : jumlahnya banyak, timbul
terus menerus, warnanya berubah (misalnya kuning, hijau, abu-abu,
menyerupai susu/yoghurt) disertai adanya keluhan (seperti gatal, panas,
nyeri) serta berbau (apek, amis, dsb). Keputihan yang disebabkan oleh
infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar
bibir vagina bagian luar. Yang sering menimbulkan keputihan ini antara
lain bakteri, virus, jamur, atau juga parasit. Infeksi ini dapat menjalar dan
menimbulkan peradangan ke saluran kencing, sehingga menimbulkan rasa
pedih saat si penderita buang air kencing.

2) Jelaskan etiologi keputihan yang kuning kehijauan sesuai scenario?

Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah
porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan
anterior vagina.
Fluor albus fisiologik ditemukan pada :
1. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
2. Menjelang atau setelah haid.
3. Wanita dewasa apabila dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina. Hal ini
berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima penetrasi pada
senggama.
4. Ovulasi, sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer.
5. Kehamilan
6. Stres, kelelahan
7. Pemakaian Kontrasepsi Hormonal
8. Pengeluaran sekret dari kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita
dengan penyakit menahun, dan pada wanita dengan ektropion porsionis
uteri.

Sedangkan fluor albus abnormal (patologik) disebabkan oleh:


1. Factor infeksi
a. Bakteri
 Gonococcus
Penyebab Gonococcus adalah coccus gram negative “Neisseria gonorrhoeae”
ditemukan oleh Neisser in 1879. N. gonorrhoeae adalah diplokok berbentuk
biji kopi, bakteri yang tidak dapat bergerak, tidak memiliki spora, jenis
diplokokkus gram negatif dengan ukuran 0,8 – 1,6 mikro, bersifat tahan asam.
Bakteri gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang cenderung
mempengaruhi transmisi seksual. Bakteri ini bersifat tahan terhadap oksigen
tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya di atmosfer.
Bakteri ini membutuhkan zat besi untuk tumbuh dan mendapatkannya melalui
transferin, laktoferin dan hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup pada
daerah kering dan suhu rendah, tumbuh optimal pada suhu 35-37°C dan pH
7.2-8.5 untuk pertumbuhan yang optimal.
Pada sediaan langsung dengan gram bersifat tahan asam. Pada sediaan
langsung dengan pewarnaan gram bersifat gram negative, terlihat diluar dan
dalam leukosit, kuman ini tidak tahan lama diudara bebas, cepat mati dalam
keadaan kering, dan tidak tahan zat desinfektan
Secara morfologik gonokok terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili dan bersifat virulen, serta 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili
dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menyebabkan reaksi radang. Organisme ini menyerang membran mukosa,
khususnya epitel kolumnar yang terdapat pada uretra, servik uteri, rectum, dan
konjungtiva.
 Chlamidia trachomatis
Bakteri ini sering menyebabkan penyakit mata yang dikenal dengan penyakit
traukoma. Bakteri ini juga dapat ditemukan pada cairan vagina yang berwarna
kuning seperti pus. Sering kencing dan terdapat perdarahan vagina yang
abnormal.
Dan terlihat melalui mikroskop setelah diwarnai dengan pewarnaan Giemsa.
Bakteri ini membentuk suatu badan inklusi yang berada dalam sitoplasma sel-
sel vagina.
Pada pemeriksaan Pap Smear sukar ditemukan adanya perubahan sel akibat
infeksi clamidia ini karena siklus hidupnya tidak mudah dilacak.
 Gardanerrella vaginalis
Gardanerrella menyebabkan peradangan vagina yang tidak spesifik dan
kadang dianggap sebagai bagian dari mikroorganisme normal dalam vagina
karena seringnya ditemukan. Bakteri ini biasanya mengisi penuh sel epitel
vagina dengan membentuk bentukan khas dan disebut clue cell. Pertumbuhan
yang optimal pada pH 5.0-6.5.
Gardanerrella menghasilkan asam amino yang diubah menjadi senyawa amin
yang menimbulkan bau amis seperti ikan.
 Treponema Pallidum (= Spirochaeta pallida)
Bakteri ini merupakan penyebab penyakit sifilis. Pada perkembangan penyakit
dapat terlihat sebagai kutil-kutil kecil di vulva dan vagina yang disebut
kondiloma lata. Bakteri berbentuk spiral P: 6 – 15 μ, L: 0,25 μ, lilitan: 9 – 24
dan tampak bergerak aktif (gerak maju & mundur, Berotasi undulasi sisi ke
sisi) pada pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap.
Mati pada kekeringan, panas, antiseptik ringan, hidup beberapa lama di luar
tubuh. Penularan dapat secara kontak langsung yaitu melalui coital à STD dan
dapat juga melalui non-coital (jarum suntik) à sulit terjadi.
b. Jamur
 Candida albicans
Cairan yang dikeluarkan biasanya kental, berwarna putih susu seperti susu
pecah atau seperti keju, dan sering disertai gatal, vagina tampak kemerahan
akibat proses peradangan. Dengan KOH 10% tampak sel ragi (blastospora)
dan hifa semu (pseudohifa).
Beberapa keadaan yang dapat merupakan tempat yang subur bagi
pertumbuhan jamur ini adalah kehamilan, diabetes mellitus, pemakai pil
kontrasepsi. Pasangan penderita juga biasanya akan menderita penyakit jamur
ini. Keadaan yang saling menularkan antara pasangan suami-istri disebut
sebagai phenomena ping-pong.
c. Parasit
 Trichomonas vaginalis
Parasit ini berbetuk lonjong dan mempuyai bulu getar dan dapat bergerak
berputar-putar dengan cepat. Gerakan ini dapat dipantau dengan mikroskop.
Cara penularan penyakit ini dengan senggama. Walaupun jarang dapat juga
ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti handuk atau bibir kloset.
d. Virus
 Virus Herpes simpleks
Virus herpes yang paling sering > 95% adalah virus herpes simpleks
tipe 2 yang merupakan penyakit yang ditularakan melalui senggama.
Namun 15-35% dapat juga disebabkan virus herpes simpleks tipe 1.
Pada awal infeksi tampak kelainan kulit seperti melepuh seperti terkena
air panas yang kemudian pecah dan meimbulkan luka seperti borok.
Pasien merasa kesakitan.
 Human Papilloma Virus
Papovavirus merupakan virus kecil ( diameter 45-55 nm ) yang
mempunyai genom beruntai ganda yang sirkuler diliputi oleh kapsid
(kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang tidak
berpembungkus menunjukkan bentuk simetri ikosahedral. Berkembang
biak pada inti sel.
Human Papilloma Virus merupakan penyebab dari kondiloma
akuminata. Kondiloma ditandai dengan tumbuhnya kutil-kutil yang
kadang sangat banyak dan dapat bersatu membentuk jengger ayam
berukuran besar.
Cairan di vagina sering berbau tanpa rasa gatal. Penyakit ini ditularkan
melalui senggama dengan gambaran klinis menjadi lebih buruk bila
disertai gangguan sistem imun tubuh seperti pada kehamilan, pemakain
steroid yang lama seperti pada pasien dengan gagal ginjal atau setelah
transplantasi ginjal, serta penderita HIV AIDS.
2. Iritasi :
 Sperma, pelicin, kondom
 Sabun cuci dan pelembut pakaian
 Deodorant dan sabun
 Cairan antiseptic untuk mandi.
 Pembersih vagina.
 Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat
 Kertas tisu toilet yang berwarna.
3. Tumor atau jaringan abnormal lain
Tumor atau kanker akan menyebabkan fluor albus patologis akibat
gangguan pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga
menyebabkan sel bertumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah
rusak, akibatnya terjadi pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya
pembuluh darah yang bertambah untuk memberikan makanan dan
O2 pada sel tumor atau kanker tersebut.
Pada keadaan seperti ini akan terjadi pengeluaran cairan yang banyak
dan berbau busuk akibat terjadinya proses pembusukan tersebut dan
sering kali disertai adanya darah yang tidak segar.
4. Benda asing
Adanya benda asing seperti tertinggalnya kondom atau benda tertentu
yang dipakai sewaktu senggama, adanya cincin pesarium yang
digunakan wanita dengan prolapsus uteri dapat merangsang
pengeluaran caian vagina secara berlebihan. Jika rangsangan ini
menimbulkan luka akan sangat mungkin terjadi infeksi penyerta dari
flora normal yang berada dalam vagina sehingga timbul fluor albus.
5. Radiasi
6. Fistula
7. Penyebab lain :
Psikologi : Volvovaginitis psikosomatik
Tidak diketahui : “ Desquamative inflammatory vaginitis”

3) Jelaskan patomekanisme tiap gejala yang disebutkan dalam scenario?


Lokia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan
vagina selama masa nifas. Dua sampai tiga hari post partum akan
mengeluarkan lokia rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah
segar dan sisa–sisa selaput ketuban, sel–sel desidua, verniks caseosa,
lanugo dan mekonium. Pada hari ketiga sampai ketujuh akan
mengeluarkan lokia sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir . Pada hari ketujuh samai hari ke empat belas akan mengeluarkan
lokia serosa berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi. Setelah 2
minggu akan mengeluarkan lokia alba berupa cairan putih berbentuk krim
serta terdiri atas leukosit dan sel–sel desidua.
Kesehatan reproduksi mempunyai peranan penting salah satunya
dalam perilaku menjaga kebersihan alat genitalia eksterna. Karena bila
seseorang atau wanita terutama ibu post partum kurang menjaga
kebersihan alat genetalia eksterna bisa menyebabkan terjadinya infeksi,
yang dapat menggangu pada fungsi reproduksinya.
Kesehatan reproduksi di kalangan wanita harus memperoleh
perhatian yang serius. Beberapa penyakit infeksi organ reproduksi wanita
adalah trikomoniasis, vaginosis bakterial, kandidiasis vulvo vaginitis,
gonore, klamidia, sifilis. Salah satu gejala dan tanda-tanda penyakit infeksi
organ reproduksi wanita adalah terjadinya lochea yang berbau, dan
terjadinya keputihan. Keputihan merupakan salah satu masalah yang sejak
lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Keputihan (flour albus) adalah
cairan berlebih yang keluardari vagina .
Beberapa penelitian menunjukkan juga bahwa banyak ibu di
indonesia yang masih tidak mau meminta pertolongan tenaga penolong
persalinan terlatih untuk memberikan asuhan selama persalinan dan
kelahiran bayi, serta masih banyak ibu yang belum mempunyai kesadaran
untuk merawat luka perinium dengan baik. Banyak ibu nifas terlalu
khawatir terhadap luka perineumnya sehingga takut melakukan aktifitas
seperti berjalan, buang air kecil, mandi. Pada hari pertama setelah
melahirkan sebenarnya hal ini berlebihan karena luka episiotomi bisa pulih
cepat tidak perlu menunggu 4 sampai 6 minggu.
Menjaga kebersihan bagi ibu nifas sangatlah penting karena ibu
post partum sangat rentan terhadap kejadian infeksi . sehingga ibu perlu
selalu menjaga kebersihan seluruh tubuhnya,pakaian yang di kenakannya
serta kebersihan lingkungannya. Anjuran pada ibu nifas salah satunya
untuk membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air setiap kali
selesai BAK/BAB. Membersihkan dimulai dari daerah sekitar vulva dari
depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus .
Kesehatan organ reproduksi pada wanita di awali dengan menjaga
kebersihan organ kewanitaan. Mencegah terjadinya infeksi bias di lakukan
dengan perawatan organ genetalia eksterna. Infeksi yang tidak di tangani
secara tuntas dapat menyebabkan infeksi merembet ke rongga rahim,
kemudian kesaluran telur dan sampai ke indung telur dan akhirnya ke
rongga panggul. Buruknya perawatan organ genetalia eksterna dan kondisi
yang lembab menyababkan masalah. Infeksi yang di akibatkan oleh
hygiene yang buruk. selama menstruasi dan juga selama masa nifas sering
terjadi pada wanita. Gejala seperti pruritus vulva, iritasi, inflamasi, gatal-
gatal, rasa perih, kemerahan dapat di alami wanita yang sedang mengalami
menstruasi atau sedang masa nifas. Seperti yang di ungkapkan perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang) yang di pengaruhi oleh beberapa
faktor di antaranya : faktor predisposisi antara lain adalah pengetahuan dan
sikap seseorang terhadap kesehatan. Faktor pemungkin antara lain adalah
sarana prasarana atau fasilitas kesehatan. Misalnya, untuk merawat organ
genitalia eksterna pada wanita, maka di perlukan seorang tenaga kesehatan
untuk membimbing atau mengarahkan, buku atau sumber informasi
lainnya mengenai perawatan organ genitalia eksterna. Faktor penguat yang
meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan
perilaku para petugas kesehatan, undang-undang atau peraturan-peraturan
yang terkait dengan kesehatan untuk berperilaku sehat.
Trichomoniasis

Tidak jelas mengapa infeksi pada beberapa wanita merupakan gejala dan
orang lain adalah asimtomatik ( Garber et al . , 1989) . Alderete et al .
(1986 ) menyarankan adanya dua strain T.vaginal virulen dan kurang
virulen adalah yang berbeda dalam karakteristik morfologi dan virulensi
intrinsik yang menyebabkan gejala variabel Estrogen meningkatkan
sekresi vagina dan menyebabkan vagina menjadi asam dengan cara
memecahkan glikogen menjadi asam laktat. Lactobacillus acidophilus
yang merupakan flora normal vagina juga diketahui menyediakan suasana
asam pada rentang 4 – 4.5 dengan jalan memecahkan glikogen dan
menghasilkan asam laktat yang tinggi. Jika terdapat perubahan pada saat
pematangan seksual, hal ini meninggalkan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan potensial organisme seperti Trichomonas vaginalis yang
dapat tinggal disana. Jika terdapat konsentrai L.acidophilus yang tinggi
maka T.vaginalis tidak dapat bertumbuh baik, dan jika terjadi penurunan
nilai L.acidophilus maka akan terjadi peningkatan T.vaginalis. Beberapa
mekanisme yang pernah diusulkan bahwa T. vaginalis dapat melakukan
fagositosis terhadap bakteri dan hipotesis lain adalah T.Vaginalis dapat
menyekresi sejumlah proteinase yang dapat menghancurkan lactobacillus.
Perlekatan pada sel-sel epitel saluran urogenital merupakan
langkah penting pada patogenesis. Peristiwa perlekatan tergantung pada
waktu, suhu dan pH. Sel permukaan TV merupakan sebuah adhesin
mosaic, reseptor-reseptor terhadap matriks protein dan karbohidrat
ekstraseluler, yang merupakan basis untuk ikatan reseptor ligan.
Perlekatan parasit pada sel permukaan diperantarai oleh 4 protein adhesi
yaitu AP65, AP51, AP33, dan AP23, serta cystine proteinase (CP). Ligan
untuk perlekatan adalah laminin dan fibronektin.
Selain mekanisme kontak dependent, diperkirakan juga terjadi
mekanisme kontak independent. Cell free product dari TV bersifat
sitotoksik dan menyebabkan kerusakan sel sasaran. Faktor sitotoksik itu
disebut dengan contact detachment factor (CDF), yang merupakan protein
dengan berat 200 Kd, labil dengan pemanasan dan asam, aktivitas optimal
pada pH 6.5 dan tidak aktif pada pH 4.5. Kadar CDF berkaitan dengan
derajat berat manifestasi klinis. Semakin tinggi kadar CDF maka semakin
berat manifestasi klinis yang timbul.
Aspek lain yang berperan pada patogenesis adalah kemampuan
TV menghindar sistem kekebalan penjamu. TV dilaporkan dapat
mengaktifkan jalur alternatif komplemen untuk menghindari sistem
komplemen. Disamping itu TV juga memiliki variasi fenotip sebagai
mekanisme untuk menghindari imunitas. CPs yang disekresikan oleh TV
dapat menurunkan konsentrasi IgG, IgM, dan IgA sehingga
memungkinkan organisme bertahan dari respon antibodi. Trichomonas
vaginalis juga mengeluarkan banyak antigen terlarut yang sangat
imunogenik. Pelepasan antigen tersebut dapat menetralkan antibodi atau T
limfosit sitotoksik. Selain itu, TV dapat melapisi permukaannya dengan
protein plasma pejamu sehingga kekebalan tubuh pejamu tidak mengenali
parasit sebagai benda asing.

4) Bagaimana hubungan kala 2 yang memanjang dengan keputihan


yang dialami post partum?
Pada kala II memanjang komplikasi yang mungkin terjadi :
1. Infeksi intrapartum terutama apabila disertai pecahnya ketuban. Bakteri
pada cairan amnion bisa masuk ke dalam sel decidua dan pembuluh korion
sehingga terjadi sepsis, atau infeksi ascenden dari luar ke liang vagina dan
uterus akibat lamanya terpapar pada proses persalinan atau penggunaan
alat bantu seperti forsep atau tindakan episiotomy.
2. Cincin retraksi patologis yaitu peregangan dan penipisan berlebihan
segmen bawah uterus
3. Ruptur uteri
4. Cedera otot dasar panggul yang dapat menyebabkan inkontinensia uri,
alvi, atau gas.
5. Fistula vesicovagina atau rektovagina akibat tekanan yang berlebihan
dari janin sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi sehingga terjadi
nekrosis jaringan.
Keputihan yang dialami bisa berhubungan atau tidak berhubungan dengan
riwayat kala II memanjang :
1.Infeksi ascenden dapat terjadi dari luar tubuh baik dari penggunaan alat
bantu persalinan seperti forsep dan tindakan episiotomy sehingga dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi yang akan menimbulkan
gejala seperti pada skenario yaitu nyeri suprasimfisis, vaginal discharge
yang patologis, disuria, dan pruritus. Infeksi juga dapat terjadi dari liang
vagina ke serviks dan uterus akibat terpaparnya dalam jangka waktu lama
saat inpartu. Apabila infeksi telah mencapai uterus / endometrium, maka
dapat menyebabkan infeksi, sehingga lokia 14 hari yang harusnya sudah
serosa dapat menjadi purulenta.
2.Apabila terjadi fistula vesicovaginal, maka gejala utamanya merupakan
leakage urin pada vagina dan peningkatan secret vagina yang purulent
akibat abses dan demam, sehingga kurang sesuai dengan gejala dalam
scenario.
3.Apabila terjadi fistula rectovaginal maka gejala utamanya merupakan
flatulensi atau feces yang keluar melalui vagina, kedua gejala ini juga
tidak terdapat dalam scenario.

Pada postpartum/masa nifas beberapa hal yang dapat menjadi faktor


predisposisi terjadinya keputihan adalah :
1.Hygienitas selama masa nifas. Lamanya pemakaian pembalut selama
masa nifas menyebabkan terganggunya sirkulasi udara di daerah genital
sehingga menjadi lembab dan dapat meningkatkan resiko berkembangnya
biaknya bakteri/parasit di daerah genital maupun didalam liang vagina.
Cara membasuh dari belakang kedepan dan air yang kurang bersih juga
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi.
2.Faktor hormonal. Epitel vagina memiliki sangat banyak reseptor
estrogen yang berespon terhadap estrogen endogen dan eksogen dengan
terjadinya proliferasi dan maturasi lapisan epitel dan penyimpanan
glikogen pada lapisan intermediet dan superfisial yang akan difermentasi
oleh Lactobacillus sp menjadi asam laktat. Pada wanita postpartum yang
kadar prolaktinnya tinggi, maka akan menekan produksi estrogen,
sehingga jumlah glikogen yang tersimpan pada epitel vagina menjadi
berkurang. Sehingga produksi asam laktat juga akan berkurang. Hal
tersebut akan menyebabkan naiknya pH vagina dan memungkinkan
berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen, parasit, maupun virus. Hal
inilah yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi.

5) Bagaimana langkah-langkah diagnosis pasien keputihan?


1. Anamnesis :
 Keluhan Utama
 Sudah berapa lama
 Banyaknya keputihan yang keluar
 Apa keputihannya keluar terus menerus atau pada saat tertentu
 Warna keputihannya
 Apakah kental atau cair
 Apa keputihannya berbau atau tidak
 Keluhan lainnya
 Apakah disertai gatal
 Apakah disertai nyeri
 Nyeri saat senggama
 Nyeri saat kencing
 Nyeri pinggang
 Apakah pernah keluar darah selain saat haid
 Riwayat kebiasaan
 Riwayat pengobatan
 Riwayat penyakit lainnya
 Riwayat penggunan kontrasepsi
 Riwayat keluarga

2. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi bagian sympisis pubis sampai anus
 Palpasi bimanual pelvis sampai kelenjar getah bening
 Pemeriksaan speculum vagina servix
3. Pemeriksaan penunjang
 Parasit : sediaan basah NaCl 0,9%
 Pewarnaan gram : Bakteri
 KOH 10% : jamur
 Kultur : bakteri
 pH vagina

6) Differential diagnosis :
a) Trichomoniasis
Trichomonas vaginalis adalah parasit anaerobik bergerak dengan flagella yang
pertama kali dilaporkan pada tahun 1836 oleh Donne´ (Donne, 1836) yang
menemukannya pada sekret vagina wanita yang mengalami keputihan. Saat ini
T. vaginalis paling banyak ditemukan di negara-negara industri dengan
prevalensi yang sama antara pria dan wanita. Sekitar 160 juta kasus infeksi
dilaporkan setiap tahun di seluruh dunia.
Morfologi

Berbentuk buah pir (pear-shaped) atau ovoid dengan panjang 10–30 μm dan lebar 5–

10 μm dan mempunyai membrane bergelombang (undulating membrane) yang


menempel pada costa yang terletak di separuh badan bagian anterior dan berfungsi
untuk pergerakan.

Parasit ini mempunyai 4 flagella anterior yang juga berfungsi untuk


pergerakan, dan 1 flagella menempel pada undulating membrane. Sebuah
axostyle prominent yang berasal dari bagian anterior menjuntai kebagian
posterior badan hingga menyerupai ekor (tail) yang digunakan untuk
melakukan invasi ke epitel host . Cytoplasm mengandung siderophillic
granules yang terkonsentrasi disepanjang axostyle dan costa. Parasit ini
mempunyai gerakan cepat patah patah (jerky) dan berdenyut (twitching type
movement)

Habitat
Pada wanita, parasit ini hidup di vagina dan servix dan bisa juga ditemukan di
glandula Bartholini, urethra maupun urinary bladder. Pada laki laki
ditemukan terutama pada urethra bagian anterior, tapi mungkin juga
ditemukan di prostate dan preputial sac.

Transmisi
Bentuk trophozoite dari T. vaginalis tidak dapat bertahan diluar host sehingga
harus ditransfer langsung dari satu host ke host lainnya (person to-person).
Transmisi melalui hubungan sexual merupakan cara transmisi tersering dan
dapat ditemukan bersama sama (co-existed) dengan penyakit menular sexual
lainnya seperti gonorrhea, syphillis, atau human immunodeficiency virus
(HIV). Bayi bisa mengalami infeksi melalui persalinan per-vagina.

Daur hidup
T. vaginalis hanya mempunyai bentuk trophozoite dan menyelesaikan daur
hidupnya pada satu host (parasit monoksen), baik laki laki maupun wanita.
Trophozoite membelah diri dengan cara longitudinal binary fission. T.
vaginalis tidak mempunyai mitochondria sehingga membutuhkan enzim dan
cytochromes untuk proses oxidative phosphorylation. Nutrient yang berasal
dari host ditranspor langsung melalui membrane maupun dengan proses
fagositosis. Meskipun tidak mempunyai kista, parasit ini dapat hidup hingga
24 jam pada urine, cairan semen, dan air.

Patogenesis dan gejala


Masa inkubasi setelah terinfeksi adalah 4-28 hari (rata rata 10 hari). T.
vaginalis yang masuk ke saluran urogenital akan melakukan adhesi dengan sel
epitel skuamosa. Kemampuan adhesi ini dipengaruhi oleh faktor waktu, suhu
dan pH. Pada wanita, spektrum klinik dari trichomoniasis bervariasi dari
asymptomatic carrier hingga gambaran vaginitis berat. Gejala klasik T.
vaginalis pada wanita adalah keputihan yang disertai rasa gatal, nyeri
berkemih dan nyeri daerah supra pubis. Secret vagina biasanya berwarna putih
kehijauan (purulent), berbusa dan berbau tajam. Pada 20% kasus dapat
ditemukan strawberry cervix yang ditandai dengan lesi berbentuk bintik bintik
kemerahan (punctate hemorrhagic lesions) akibat inflamasi. Pada laki laki
infeksi T. vaginalis umumnya asymptomatic atau kadang kadang ada keluhan
nyeri berkemih ringan, urethritis, epididymitis, dan prostatitis.
Komplikasi
Infeksi T. vaginalis pada wanita dapat menyebabkan komplikasi pada wanita
hamil seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan kematian janin
dalam rahim. Predisposisi untuk mengalami infeksi infeksi HIV, AIDS ,
gonorrhea, dan kanker leher Rahim. Trichomonas vaginalis yang terdapat
pada saluran kemih, saluran tuba, dan panggul juga telah dilaporkan dapat
menyebabkan pneumonia, bronkitis, dan lesi oral. Kondom efektif dalam
mengurangi, tetapi tidak sepenuhnya dapat mencegah, transmisi (WHO,
2007). Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya hubungan antara infeksi
T. vaginalis pada pria dan kanker prostat

Pemeriksaan mikroskopik
Pergerakan Trichomonas yang seperti meloncat lencat dan berdenyut dapat
terlihat pada pemeriksaan langsung cairan vagina atau urethra dengan
menggunakan larutan garam fisiologi. Pemeriksaan dengan cara ini relatif
mudah dan murah namun sensitifitasnya antara 38-72 persen dan ini
dipengaruhi oleh lamanya T.vaginalis diluar host (Ohlemeyer C, et al, 1998).
Pada laki laki cairan yang dapat diperiksa adalah urine dan sekresi prostat.
Untuk pemeriksaan mikroskopik tidak langsung digunakan pewarnaan
acridine orange, papanicolaou, dan Giemsa dengan terlebih dahulu difiksasi
dengan polyvinyl alcohol (PVA).

Biakan
Pemeriksaan biakan (culture) merupakan standar baku (gold standard) dengan
tingkat sensitifitas 95% (Ohlemeyer C, et a1., 1998 dan Sood M, et al., 2007)
dan direkomendasikan ketika hasil pemeriksaan mikroskopik negatif namun
gejala positif. T. vaginalis dapat tumbuh dengan baik pada kondisi anaerobic
bersuhu 35°–37°C, pH 5.5–6.0 dengan berbagai media. Cysteine-peptone-
liver-maltose (CPLM) medium and plastic envelope medium (PEM) adalah
media yang sering digunakan.
Serologi dan metode molekular
Metode enzyme linked immune sorbent assay (ELISA) dengan antibodi
monoclonal untuk mendeteksi antigen 65-KDA surface polypeptide T.
vaginalis dapat dilakukan pada pada apusan vagina. Deteksi DNA T.vaginalis
dengan metode hibridisasi maupun PCR sangat sensitif (97%) dan spesifik
(98%)

Penatalaksanaan
Dosis tunggal Metronidazole 2 per oral atau 2 x 500 mg per hari selama 7 hari
merupakan pilihan utama. Dosis dapat ditingkatkan pada pasien yang tidak
memberikan respon terhadap Metronidazole dosis standar atau diganti dengan
pemberian parenteral (Nanda N, 2006). Untuk wanita hamil, Metronidazol
aman diberikan pada trimester kedua dan ketiga. Pasangan dari penderita
harus diobati bersama sama untuk menghindari efek bola ping-pong.

Pencegahan
Kontak sexual beresiko seperti berganti ganti pasangan harus dihindari.

b) Candidiasis vulvovaginalis
Kandidiasis vulvovaginalis adalah infeksi yeast pada vagina dan vulva
yang disebabkan beberapa tipe Candida, yang paling sering yaitu
Candida albicans, dapat bersifat asimptomatis maupun simptomatis.
Kandidiasis vulvovaginalis rekuren adalah kandidiasis vulvovaginalis
yang terjadi sebanyak empat episode atau lebih dalam periode 12
bulan.

Etiologi

KVVR dan KVV sering disebabkan oleh C.albicans, walaupun


1
spesies non-albicans dapat ditemukan sebagai agen penyebab.
Candida merupakan organisme yang berasal dari genus Candida dari
famili Cryptococcaceae, ordo Moniliales dari filum Fungi imperfecti.
Pada tahun 1877 Grawitz mengemukakan bahwa genus ini merupakan
jamur dimorfik. Martin kemudian membagi genus menjadi beberapa
spesies. Telah diketahui 163 spesies Candida, walau diketahui hanya
20 spesies yang patogen pada manusia. Sel jamur Candida berbentuk
bulat atau lonjong dengan ukuran 2-5 u X 3-6 u hingga 2-5,5 u X 5-
14
28,5 u. Jamur membentuk hifa semu (pseudohifa) yang merupakan
rangkaian blastospora (blastokonidia) yang memanjang tanpa septa,
yang juga dapat bercabang-cabang. Berdasarkan bentuk tersebut maka
dikatakan bahwa Candida menyerupai ragi (yeast like). Dinding sel
Candida terutama terdiri atas β- glucan, mannan, chitin serta sejumlah
protein dan lemak. Mannan merupakan komponen antigen yang utama.
Candida dapat tumbuh pada medium dengan pH yang luas, tetapi
pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5 sampai dengan
6,5.

Factor predisposisi

Beberapa faktor diketahui sebagai faktor predisposisi dari KVVR, antara


lain:
1. Hormon seks
Umur merupakan faktor penting pada prevalensi KVVR. Tingginya
hormon seks wanita selama usia reproduksi meningkatkan kemungkinan
terhadap terjadinya infeksi Candida. Estrogen meningkatkan perlekatan
1
organisme yeast pada sel mukosa vagina. Reseptor sitosol atau sistem
perlekatan untuk hormon reproduksi wanita telah diketahui pada
C.albicans menyebabkan meningkatnya pembentukan miselial/hifa.

2. Kontrasepsi
Kontrasepsi disini termasuk oral, pelindung maupun KDR (kontrasepsi
dalam rahim). Pengaruh kontrasepsi pada KVVR berhubungan dengan
kandungan estrogen yang akan menstimulasi organisme Candida untuk
persisten pada ekosistem vagina.
3. Obesitas, asupan karbohidrat Kontrol glikemik yang buruk pada pasien
diabetes merangsang kejadian KVVR. Korelasi antara tingginya IMB
(indeks massa tubuh) dan infeksi Candida genital telah dihubungkan
dengan peningkatan toleransi glukosa, sedangkan penelitian lain tidak
menemukan adanya korelasi antara IMB dan KVVR. Namun pengaruh
obesitas pada KVV/KVVR tidak dapat dieksklusikan.

Patogenesis

Candida adalah patogen oportunistik yang dapat menyebabkan infeksi diseminata


pada tuan rumah dengan pertahanan imunitas yang lemah. Tidak ada faktor
patogenik pasti untuk Candida, namun terdapat beberapa faktor virulensi yang
mempengaruhi kemampuannya dalam menginfeksi. Kombinasi dari faktor ini
akan mempengaruhi sistem pertahanan tuan rumah. Dipostulasikan bahwa
patogenesis dari KVVR adalah interaksi kompleks antara virulensi Candida dan
faktor imunologi.
Beberapa faktor virulensi untuk KVVR antara lain :
1) Germ tube formation sebagai faktor virulensi Germ tube formation (GTF)
dianggap sebagai faktor patogenik utama dari KVV/KVVR, merupakan
hal yang penting dalam perlekatan Candida ke permukaan mukosa dan
kemampuannya dalam menginvasi. C.albicans mempunyai kemampuan
lebih hebat dalam berlekat dengan sel epitel dibandingkan strain non-
albicans seperti C.tropicalis, C.krusei dan C.parapsilosis. Ini dapat
menjelaskan mengapa strain non-albicans jarang menyebabkan KVVR.
Pada pemeriksaan mikroskop elektron secara in vivo dan in vitro terlihat
bahwa C.albicans setelah pembentukan hifa dan GTF akan berpenetrasi ke
dalam lapisan yang dalam dari stratum dan stroma sel epitel. Setelah
organisme menginvasi mukosa, ia akan dilindungi dari terjadinya
fagositosis dan dari mekanisme pertahanan imunitas serta aktivitas agen
antijamur. Pada beberapa lokasi, yeast akan membentuk tempat untuk
terjadinya rekurensi. Fagositosis dianggap sebagai faktor pertahanan
penting dalam infeksi Candida. Uji in vitro menyatakan bahwa GTF dapat
mengubah hidrofobisitas dari sel yeast dan karenanya menurunkan atau
menghambat fagositosis. Ini juga yang menyebabkan persistensi
organisme pada ekosistem genital
2) Perlekatan pada garis mukosa
Permukaan blastokonidia mannoprotein mungkin memperantarai
perlekatan Candida ke sel epitel. Reseptor sitosol untuk estrogen juga
terdapat pada C.albicans. Ekspresi sel reseptor dan antigen permukaan
dengan membentuk filamen dari sel Candida berkontribusi sebagai faktor
virulensi. Fibrin dapat bekerja sebagai reseptor C.albicans. Namun tidak
jelas reseptor mana yang berperan untuk perlekatan Candida dengan garis
mukosa. Tidak terdapat hubungan antara ekspresi reseptor dan/atau
aktivasinya dan manifestasi klinis pada kasus KVVR.

3) Enzim sebagai factor virulensi


Sedikitnya terdapat tiga proteinase yang berhubungan dengan
kompartemen intraseluler C.albicans. pH yang optimal adalah 5 untuk
intraselular dan 2.2 sampai dengan 4.5 dalam bentuk sekret, pH lebih
rendah dari sekret vagina ditemukan pada kasus KVVR. Proteinase asam
yang disekresikan akan inaktif pada pH netral. Pada pH 7,5 terjadi
denaturasi enzim ireversibel. Efek patogenik dari proteinase ini terbatas
pada kasus untuk inflamasi akut pada vagina, pada pasien dengan pH
vagina yang meningkat dan pada glikolisis neutrofil. Sekresi proteinase in
vitro adalah bahan yang ditemukan pada C.albicans, C.tropicalis,
sedangkan hanya beberapa ditemukan pada C.parapsilosis. Untuk spesies
Candida lainnya proteinase jarang atau absen. Ini dapat menjelaskan
mengapa hanya tiga spesies Candida saja yang menjadi patogen umum
pada manusia. Walaupun C.albicans diisolasi dari kasus KVV mempunyai
aktivitas proteolisis yang meningkat invitro, peranan enzim ini pada
KVVR masih belum jelas. Proteinase mungkin meningkatkan kapasitas
GTF pada C.albicans dan karenanya meningkatkan penetrasi pada garis
mukosa.
Gambaran klinis
Gejala yang berhubungan dengan infeksi genital Candida dapat berbeda
dari kasus ke kasus. Gejala tidak nyaman pada vagina berupa pruritus akut
dan sekret vagina merupakan gambaran yang biasa ditemukan. Sekret
digambarkan seperti susu, dapat bervariasi dari basah sampai sekret tebal
yang homogen. Nyeri pada vagina, iritasi, perasaan tebakar pada vulva,
dispareuni, dan disuria eksternal biasanya ditemukan. Odor jika ditemukan
biasanya minimal dan tidak ofensif. Dari pemeriksaan akan ditemukan
vulva dan labia mayora yang bengkak dan eritem, seringnya dengan lesi
diskret pustulopapular perifer. Yang khas, gejala biasanya timbul
seminggu setelah masa haid. Rasa frustasi pada wanita karena seringnya
gejala berulang karena anggapan pengobatan yang tidak efektif juga
merupakan gejala yang khas. Gejala tidak selalu berhubungan dengan
kultur Candida yang positif pada KVV maupun KVVR.

Terapi
Terapi terdiri dari aplikasi topical imidasol atau triasol, seperti mikonasol,
klotriimasol, butokonasol, atau terjonasol. Obat-obat ini dapat diresepkan
sebagai krim, supositoria, atau keduanya. Lama pengobatan bervariasi
tergantung obat yang dipilih . dosis tunggal flukonasol 150 mg per oral
mempunyai tingkat kemajuan tinggi.

c) Vaginosis bakterial
Definisi
Bakterial Vaginosis (BV) adalah suatu kondisi abnormal
perubahan ekologi vagina yang ditandai dengan pergeseran keseimbangan
flora vagina dimana dominasi Lactobacillus digantikan oleh bakteri-
bakteri anaerob, diantaranya Gardnerella vaginalis, Mobiluncus,
Prevotella, Bacteroides, dan Mycoplasma sp. Infeksi bakteri ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan bakteri dalam vagina perempuan,
yang mengarah ke faktor mengacaukan keseimbangan pH (asam-basa
keseimbangan) di dalam vagina. Sindrom yang sekarang dikenal dengan
sebutan Bakterial Vaginosis (BV) telah mengalami beberapa perubahan
nama. Nonspecific vaginitis merupakan nama yang mula-mula digunakan
untuk membedakan sindrom ini dari gejala yang ditimbulkan oleh T.
vaginalis dan yeast. BV pertama kali dikemukakan oleh Gardner dan
Dukes pada tahun 1955 sebagai vaginitis non spesifik yang disebabkan
oleh Haemophilus vaginalis. Terminologi Bakteri Vaginosis sendiri
digunakan karena gambaran kelainan ini lebih mengarah kepada bakteri
dibandingkan protozoa ataupun jamur, juga karena tidak ditemukannya
bakteri yang menjadi agen penyebab tunggal, serta tidak terdapatnya
gambaran respon inflamasi yang nyata pada sebagian besar kasus. BV
merupakan kondisi yang umum dijumpai pada wanita usia reproduktif.

Epidemiologi
Infeksi BV adalah penyebab paling umum dari gejala-gejala yang
terjadi pada vagina wanita, namun sampai saat ini belum jelas bagaimana
peran aktivitas diperkembangan infeksi BV. Prevalensi di Amerika Serikat
diperkirakan 21,2 juta (29,2%) diantara wanita usia 14-49 tahun,
didasarkan pada sampel perwakilan nasional dari wanita yang
berpartisipasi dalam NHANES 2001-2004. Sebagian besar wanita dengan
infeksi BV (84%) melaporkan tidak merasakan adanya gejala. Wanita
yang belum melakukan hubungan seks vaginal, oral, atau anal masih bisa
terinfeksi BV (18,8%), demikian pula pada wanita hamil (25%), dan
wanita yang sudah pernah hamil (31,7%). Prevalensi infeksi BV
meningkat berdasarkan jumlah pasangan seksual seumur hidup.
Perempuan bukan kulit putih memiliki prevalensi yang lebih tinggi
(Afrika-Amerika 51%, Amerika Meksiko 32%) daripada wanita kulit putih
(23%).
Dari beberapa penelitian, 13.747 wanita hamil pada 23 hingga 26
minggu kehamilan menjalani evaluasi untuk infeksi BV dengan
menggunakan kriteria pengecatan gram sekret vagina. Walaupun 16,3%
wanita memiliki infeksi BV, prevalensi terjadinya infeksi BV bervariasi
luas dari segi etnis, 6,1% pada wanita Asia, 8,8% dari wanita Kaukasia,
15,9% Hispanik, dan 22,7% dari wanita keturunan Afrika-Amerika. Studi-
studi lain telah menemukan prevalensi infeksi BV antenatal dari wanita
dengan gejala yang asimtomatik, 5% di Italia, 12% Helshinki, 21% di
London, 14% di Jepang, 16% di Thailand, dan 17% di Jakarta. Penelitian
lain mendapatkan prevalensi infeksi BV pada ibu hamil sebesar 43,3%
dari 60 wanita hamil yang memenuhi kriteria inklusi.

Patofisiologi
Sekelompok kuman harus bekerja secara sinergistik untuk
menimbulkan kejadian vaginosis. Flora campuran kuman anaerob dapat
tumbuh secara berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat,
peningkatan pH, dan hilangnya dominasi flora normal laktobasili yang
menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanita normal dijumpai
kolonisasi strain Laktobasili yang mampu memproduksi H2O2, sedangkan
pada penderita vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi laktobasili
secara menyeluruh, sementara populasi yang tersisa tidak mampu
menghasilkan H2O2. Diketahui bahwa H2O2 dapat menghambat
pertumbuhan kuman-kuman yang terlibat dalam vaginosis, yaitu oleh
terbentuknya H2O-halida karena pengaruh peroksidase alamiah yang
berasal dari serviks. Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi
senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu berkat adanya
dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina
yaitu putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin,
dan tiramin.
Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh
Gardnerella dalam suasana pH vagina yang meningkat akan mudah
menguap dan menimbulkan bau amis, bau serupa juga dapat tercium jika
pada sekret vagina yang diteteskan KOH 10%. Senyawa amin aromatik
yang berkaitan yang berkaitan dengan timbulnya bau amis tersebut adalah
trimetilamin, suatu senyawa amin abnormal yang dominan pada BV.
Bakteri anaerob akan memproduksi aminopeptida yang akan memecah
protein menjadi asam amino dan selanjutnya menjadi proses
dekarboksilasi yang akan mengubah asam amino dan senyawa lain
menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin (metabolit arginin) akan
menghasilkan putresin, dekarboksilasi lisin akan menghasilkan kadaverin
dan dekarboksilasi betain (metabolit kolin) akan menghasilkan
trimetilamin. Poliamin asal bakteri ini bersamaan dengan asam organik
yang terdapat dalam vagina penderita infeksi BV, yaitu asam asetat dan
suksinat, bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel vagina.
Hasil eksfoliasi yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH
yang alkalis Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang
lepas dan membentuk clue cells. Secara mikroskopik clue cells nampak
sebagai sel epitel yang sarat dengan kuman, terlihat granular dengan
pinggiran sel yang hampir tidak tampak.

Gambaran klinis
Dalam studi cross sectional pasien klinik, BV dengan kriteria
Gram-stain secara bermakna dikaitkan dengan gejala malodor vagina
(49% pasien dengan BV dan 20% tanpa BV) dan vaginal discharge (50%
dengan BV dan 37% tanpa BV) dan dengan keluhan sekret putih kental
homogen, (69% dengan BV dan 3% tanpa BV). Dari 293 wanita dengan
vaginosis bakteri yang didiagnosis menggunakan pengecatan gram
sederhana, 65% memiliki gejala peningkatan keputihan dan/atau bau tak
sedap pada vagina, sedangkan 74% memiliki tanda-tanda keputihan
karakteristik homogen atau bau seperti amina. Peningkatan pH vagina
merupakan tanda paling spesifik dan bau seperti amina menjadi tanda yang
paling sensitif pada vaginosis bakteri.
Karakteristik Penderita BV terbanyak berada pada kelompok umur
20-34 (82,4%) dengan umur kehamilan 28-40 minggu (64,7%). Sebagian
besar memiliki tingkat pendidikan tinggi (64,7%) dan tidak bekerja
(70,6%). Ditemukan riwayat graviditas 2-3 (52,9%), paritas 0 (41,2%) dan
1 (41,2%), riwayat prematur (11,8%), riwayat BBLR (23,5%), riwayat
keputihan (64,7%) dan tidak ditemukan adanya riwayat douching dan
riwayat penggunaan IUD.

Faktor Risiko
Pasien dengan kehidupan seksual aktif yang tidak menerima
antibiotik selama minimal 15 hari sebelum studi dan yang tidak menstruasi
pada saat mengambil swab, 859 diantaranya memiliki diagnosis cervico-
vaginitis dan 109 tidak memiliki gejala apapun. Kriteria Amsel digunakan
untuk membuat diagnosis vaginosis bakteri. Didapatkan 32,9% prevalensi
infeksi BV dari populasi. Ada hubungan yang signifikan secara statistik
dengan faktor-faktor seperti usia, mulai dari kehidupan seksual yang aktif,
jumlah hubungan seksual per minggu, jumlah pasangan seksual, dan
kehamilan.
Penelitian pada 492 perempuan yang berusia 15-50 tahun.
Prevalensi infeksi BV pada penelitian ini adalah 30,7% sesuai dengan skor
Nugent. Usia >40 tahun dan pasangan yang tidak disirkumsisi merupakan
faktor determinan yang secara signifikan berpengaruh terhadap kejadian
BV. Wanita seksual aktif merupakan karier Gardnerella vaginalis lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita yang belum pernah berhubungan seks
sebelumnya. Data lain menunjukan pada wanita heterokseksual faktor
predisposisi infeksi BV meliputi frekuensi hubungan seksual yang tinggi,
jumlah pasangan seks pria yang banyak, serta penggunaan UID,
kontrasepsi hormonal dan kontrasepsi.

Komplikasi
Infeksi BV yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat
menyebabkan komplikasi, antara lain, endometritis, penyakit radang
panggul, sepsis paska aborsi, infeksi paska bedah, infeksi paska
histerektomi, peningkatan risiko penularan HIV dan IMS lain. Infeksi BV
merupakan faktor risiko potensial untuk penularan HIV karena pH vagina
meningkat dan faktor biokimia lain yang diduga merusak mekanisme
pertahanan host. Penelitian dari seluruh dunia mengenai BV langsung
tertuju kepada sejumlah komplikasi obstetrik yaitu keguguran, lahir mati,
perdarahan, kelahiran prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
infeksi cairan ketuban, endometritis paska persalinan dan kejadian infeksi
daerah operasi (IDO).

Diagnosis
1. Kultur
Usap vagina dikultur baik anaerob maupun aerobik pada permukaan
brain heart infusion plate agar dilengkapi dengan vitamin K (0,5mg/l)
dan Haemin (5mg / l), agar darah dan agar coklat. Sebagai tambahan
Bacteroides Bile Esculin agar, Neomycin Vancomycin Chocolate agar
diinokulasi untuk kultur anaerob. Setiap media diperiksa setelah 48
jam, 96 jam dan 7 hari,hasil kultur yang telah diisolasi diidentifikasi
dengan menggunakan teknik mikrobiologi yang telah distadarisasi.
Kultur merupakan metode yang menjadi gold standard untuk diagnosis
sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun,
kultur tidak bisa menjadi gold standard untuk diagnosis vaginosis
bakteri. Hal ini dikarenakan organisme yang terlibat dalam infeksi BV
tidak dapat dipisahkan dengan mudah dan bakteri–bakteri yang
berperan dalam terjadinya infeksi BV tetap ada dengan jumlah yang
sedikit pada kondisi normal sehingga pada hasil kultur akan selalu
terdiagnosis sebagai infeksi BV. Bakteri Gardnerella vaginalis
ditemukan sebanyak 60% pada kultur vagina normal.
2. Kriteria Spiegel
Metode pemeriksaan Spiegel merupakan penilaian yang berdasar pada
jumlah kuman Lactobacillus, Gardnerella dan flora campuran dalam
menegakkan diagnosis apakah seseorang terdiagnosis BV atau tidak.
Kriteria Spiegel bersifat lebih tegas karena hanya terdapat 2 kriteria
saja, yaitu normal dan BV positif,sehingga lebih memudahkan dalam
menentukan perlu atau tidaknya dilakukan terapi. Jika pada pengecatan
Gram menunjukkan predominasi (3+ - 4+) Lactobacillus, dengan atau
tanpa morfotipe Gardnerella, diinterpretasikan normal. Jika pada
pengecatan Gram menunjukkan flora campuran meliputi bakteri Gram
positif, bakteri Gram negatif, atau bakteri Gram variabel dan morfotipe
Lactobacillus menurun atau tidak ada (0-2+), diinterpretasikan infeksi
BV. Setiap morfotipe bakteri diamati pada pemeriksaan dibawah
mikroskop dengan pembesaran objektif 100 kali kemudian
dijumlahkan (darirerata 10 lapangan pandang). Skoring untuk
morfotipe kuman terdiri atas 4 kelas, yaitu 1+ jika ditemukan sebanyak
<1 per lapangan pandang; 2+ jika ditemukan sebanyak 1-5 per
lapangan pandang; 3+ jika ditemukan sebanyak 6-30 per lapangan
pandang; dan 4+ jika ditemukan sebanyak >30 per lapangan pandang.
3. Kriteria Nugent
Kriteria Nugent atau juga dikenal sebagai skor Nugent merupakan
metode diagnosis infeksi BV dengan pendekatan berdasarkan jumlah
bakteri yang ada sekret vagina. Kriteria Nugent merupakan modifikasi
dari metode Spiegel dalam penghitungan jumlah kuman pada preparat
basah sekret vagina. Kriteria Nugent dinilai dengan adanya gambaran
Lactobacillus, Gardnerella vaginalis danMobiluncus spp. (skor dari 0
sampai 4 tergantung pada ada atau tidaknya pada preparat). Kuman
batang Gram negatif/Gram variable kecil (Garnerella vaginalis) jika
lebih dari 30 bakteri per lapangan minyak imersi (oif) diberi skor 4; 6-
30 bakteri per oif diberi skor 3; 1-5 bakteri per oif diberi skor 2;
kurang dari 1 per oif diberi skor 1; dan jika tidak ada diberi skor 0.
Kuman batang Gram-positif besar (Lactobacillus) skor terbalik, jika
tidak ditemukan kuman tersebut pada preparat diberi skor 4; kurang
dari 1 per oif diberi skor 3; 1-5 per oif diberi skor 2; 6-30 per oif diberi
skor 1; dan lebih dari 30 per oif diberi skor 0. Kuman batang Gram
berlekuk-variabel (Mobiluncus sp.) , jika terdapat lima atau lebih
bakteri diberi skor 2 , kurang dari 5 diberi skor 1 , dan jika tidak
adanya bakteri diberi skor 0. Semua skor dijumlahkan hingga nantinya
menghasilkan nilai akhir dari 0 sampai 7 atau lebih. Kriteria untuk
infeksi BV adalah nilai 7 atau lebih tinggi; skor 4-6 dianggap sebagai
intermediate, dan skor 0-3 dianggap normal.
4. Kriteria Amsel
Kriteria Amsel dalam penegakan diagnosis BV harus terpenuhi 3 dari
4 kriteria berikut:
a. Adanya peningkatan jumlah cairan vagina yang bersifat homogen.
Keluhan yang sering ditemukan pada wanita dengan BV adalah
adanya gejala cairan vagina yang berlebihan,berwarna putih yang
berbau amis dan menjadi lebih banyak setelah melakukan
hubungan seksual. Pada pemeriksaan spekulum didapatkan cairan
vagina yang encer, homogen, dan melekat pada dinding vagina
namun mudah dibersihkan. Pada beberapa kasus, cairan vagina
terlihat berbusa yang mana gejala hampir mirip dengan infeksi
trikomoniasis sehingga kadang sering keliru dalam menegakan
diagnosis.
b. pH cairan vagina yang lebih dari 4,5
pH vagina ditentukan dengan pemerikasaan sekret vagina yang
diambil dari dinding lateral vagina menggunakan cotton swab dan
dioleskan pada kertas strip pH.(2,5,7). Pemeriksaan ini cukup
sensitif, 90% dari penderita BV mempunyai pH cairan vagina lebih
dari 5; tetapi spesitifitas tidak tinggi karena PH juga dapat
meningkat akibat pencucian vagina, menstruasi atau adanya
sperma. pH yang meningkat akan meningkatkan pertumbuhan flora
vagina yang abnormal.
c. Whiff test Positif
Whiff test diuji dengan cara meneteskan KOH 10% pada sekret
vagina, pemeriksaan dinyatakan positif jika setelah penentesan
tercium bau amis.1,4,20Diduga meningkat pH vagina
menyebabkan asam amino mudah terurai dan menegeluarkan
putresin serta kadaverin yang berbau amis khas. Bau amis ini
mudah tercium pada saat melakukan pemeriksaan spekulum, dan
ditambah bila cairan vagina tersebut kita tetesi KOH 10% . Cara ini
juga memberikan hasil yang positif terhadap infeksi trikomoniasis.
d. Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopis
Menemukan clue cells di dalam sekret vagina merupakan hal yang
sangat esensial pada kriteria Amsel. Clue cells merupakan sel-sel
epitel vagina yang dikelilingi oleh bakteri Gram variabel
coccobasilli sehingga yang pada keadaan normal sel epitel vagina
yang ujung-ujungnya tajam, perbatasanya menjadi tidak jelas atau
berbintik. Clue cells dapat ditemukan dengan pengecatan gram
sekret vagina dengan pemeriksaan laboratorium sederhana dibawah
mikroskop cahaya. Jika ditemukan paling sedikit 20% dari
lapangan pandang.
5. Gas Liquid Chromatography(GLC)
GLC merupakan salah satu metode diagnosis infeksi BV secara tidak
langsung, yaitu dengan cara mendeteksi adanya hasil metabolisme
mikro organisme sekret vagina. Pada infeksi BV salah satu gejala yang
menjadi karakteristik yang khas yaitu didapatkan bau amis pada sekret
vagina. Bau ini berhubungan dengan adanya hasil matabolisme bakteri
yaitu diamin, putresin dan kadaverin.

Terapi
1. Metronidazol 500 mg per oral 2x sehari selama 7 hari
2. Metronidazol per vagina 2x sehari selama 5 hari
3. Krim klindamisin 2% per vagina 1x sehari selama 7 hari

d) Chlamydia servisitis
Definisi dan Etiologi
Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intraseluler yang menginfeksi
urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling sering terinfeksi
dengan Klamidia trakomatis. Klamidia bukan merupakan penyebab vaginitis,
tetapi dapat mengerosi daerah serviks, sehingga dapat menyebabkan keluarnya
cairan mukopurulen. Cairan ini mungkin dianggap pasien berasal dari vagina.
Neonatus yang lahir dari wanita yang terinfeksi dengan Klamidia memiliki
risiko untuk terjadinya inclusion conjungtivitis saat persalinan 25 sampai
dengan 50% dari bayi yang terpapar akan terkena konjungtivitis pada 2
minggu pertama setelah lahir, dan 10 sampai dengan 20 % akan berlanjut ke
pneumonia dalam 3 sampai 4 bulan setelah lahir jika tidak diobati dengan
segera. Infeksi Klamidia pada awal kehamilan telah dihubungkan dengan
terjadinya persalinan prematur, ketuban pecah dini.

Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi klamidia trakomatis pada wanita
seksual aktif termasuk usia muda (usia 15-24 tahun), riwayat infertilitas,
memiliki lebih dari 1 partner seksual, adanya partner seks yang baru, tidak
menikah, ras kulit hitam, mempunyai riwayat atau sedang menderita penyakit
menular seksual, riwayat keguguran, riwayat infeksi saluran kemih, dan
penggunaan tidak teratur dari kontrasepsi barrier.

Patofisiologi
Klamidia adalah bakteri intra selular kecil yang membutuhkan sel-sel yang
hidup untuk bermultiplikasi. Klamidia trakomatis memiliki genom yang
sangat kecil, tetapi itu bukan berarti klamidia tidak memiliki siklus
perkembangan hidup yang kompleks, siklus ini terdiri dari dua bentuk: EB,
yang di disain untuk dapat bertahan diluar sel manusia dan untuk menginfeksi
sel manusia yang baru, dan RB yang lebih rentan sebagai bentuk pembelahan
diri bakteria ini. Bagian dalam dari sel manusia ini sangat kaya akan nutrisi,
sehingga RB tidak perlu membuat banyak asam amino dan komponen-
komponen lain yang biasanya dibutuhkan sel-sel yang hidup bebas. Ini
termasuk protein yang dinamakan major outer membrane protein (MOMP),
polymorphic outer membrane protein (POMP), dan cysteine-rich proteins
(CRP).

Pada siklus perkembangan klamidia, Badan Elemnter (EB) dibawa


kedalam endosome dari sel penjamu, kemudian endosome melebur, dan badan
elementer berdifferensiasi menjadi Badan Retikulat (RB), Badan retikulat
bereplikasi dan menyebabkan membrane endoplasmik membesar sampai
mengisi hampir semua rongga sitoplasma, Badan Retikulat berubah menjadi
badan elementer. Membran endoplasmic akan ruptur dan melepas badan
elementer kedalam sitoplasma sel penjamu atau melebur dengan membran
sitoplasma penjamu, dan badan elementer akan dikeluarkan ke lingkungan
bebas.

Transmisi dapat terjadi melalui kontak seksual langsung melalui oral,


vaginal, servikal melalui uretra maupun anus. Bakteri ini dapat menyebar dari
lokasi awalnya dan menyebabkan infeksi uterus, tuba fallopii, ovarium,
rongga abdomen dan kelenjar pada daerah vulva pada wanita dan testis pada
pria. Bayi baru lahir melalui persalinan normal dari ibu yang terinfeksi
memiliki risiko yang tinggi untuk menderita konjungtivitis klamidia atau
pneumonia.

Infeksi klamidia trakomatis biasanya menular melalui aktifitas seksual dan


dapat menular secara vertikal, yang kemudian menyebabkan konjungtivitis
dan pneumonia pada bayi baru lahir. Jika tidak diobati, penyakit kelamin ini
dapat berkembang menjadi epididimitis pada pria dan penyakit infeksi saluran
genital bagian atas pada wanita. Pria yang terinfeksi memiliki kemungkinan
untuk menularkan sekitar 25% melalui hubungan seksual ke wanita yang
sehat. Angka penularan dari ibu yang terinfeksi ke bayi baru lahir adalah 50%
yang mengakibatkan konjungtivitis atau pneumonia (l0 - 20%).

Manifestasi Klinik
Masa inkubasi dari infeksi klamidia adalah 7-12 hari, masa klinis klamidia
sampai muncul gejala adalah 1-3 minggu. Sekitar 25 % pada pria dan sebagian
besar pada wanita bersifat asimtomatis. Masa laten timbul 2-14 hari setelah
infeksi. Hampir sama dengan N gonorrhea masa inkubasinya 0 - 2 minggu,
sehingga menjadi diagnosis banding dari klamidia untuk terjadinya
konjungtivitis pada bayi baru lahir. Jika sudah terinfeksi penderita dapat
mengidap penyakit ini selama berbulan-bulan bahkan bertahun- tahun tanpa
mengetahuinya.
Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat berupa
sindroma urethral akut (uretritis), bartolinitis, servisitis, infeksi saluran genital
bagian atas (endometritis, salfingo-oophoritis, atau penyakit radang panggul),
dan perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh-Curtis) atau peradangan pada kapsul
hati. Kehamilan ektopik juga dapat terjadi oleh karena infeksi klamidia, yang
biasanya didahului dengan penyakit radang panggul.
Gejala tergantung dari lokasi infeksinya. Infeksi dari urethra dan saluran
genital bagian bawah dapat menyebabkan disuria, duh vagina yang abnormal,
atau perdarahan post koital. Pada saluran genital bagian atas (endometritis,
atau salphingitis, kehamilan ektopik) dapat menimbulkan gejala seperti
perdarahan rahim yang tidak teratur dan abdominal atau pelvic discomfort.

Fitz-Hugh Curtis sindrom merupakan kumpulan gejala yang ditandai


dengan rasa nyeri di daerah abdomen kanan atas terkadang disertai demam
dan rasa mual. Pada beberapa kasus sering didapatkan tanpa gejala. Sebagian
besar diawali dengan penyakit radang panggul dan biasanya telah berlangsung
kronis. Penyebaran infeksi ke atas dapat melalui aliran darah, kelenjar limfa
maupun secara langsung.

Menurut Houry DE (2004) apabila pada wanita didapatkan:

Adanya riwayat penyakit menular seksual


Disuria
Adanya keluar cairan mukopurulen dari uretra
Keluarnya cairan serviks atau vagina yang mukopurulen
Pergerakan serviks yang terbatas
Tegang pada bagian adneksa
Tegang dibagian perut bawah
Tegang dibagian perut kwadran kanan atas
Keluarnya cairan mukopurulen dari rectum

Komplikasi
Meskipun umumnya orang yang menderita klamidia tidak menunjukkan
gejala, manifestasi paling sering pada penyakit ini adalah adanya suatu reaksi
lokal peradangan pada mukosa yang dihubungkan dengan keputihan, uretritis
pada pria, vaginitis, servisitis pada wanita. Pada wanita dengan infeksi
klamidia yang tidak diobati dapat menyebabkan penyakit radang panggul,
dengan sequealae termasuk infertilitas, kehamilan ektopik dan radang panggul
kronik.

Klamidia merupakan satu dari beberapa penyebab infeksi radang panggul


dan infertilitas pada wanita. Setiap episode tunggal dari penyakit radang
panggul, risiko untuk terjadinya infertilitas faktor tuba adalah 11%. Setiap
episode berikut akan meningkatkan risiko 2 - 3 kali lipat. Wanita yang
memiliki riwayat penyakit radang panggul mengalami peningkatan risiko
untuk terjadinya kehamilan tuba sebesar 7 - l0 kali lipat. Pada l5% wanita
yang menderita infeksi radang panggul, nyeri abdomen yang kronik
merupakan gejala klinik jangka panjang yang banyak dihubungkan dengan
adanya perlekatan pada ovarium dan tuba falopii di rongga pelvis.

Pada pasangan subfertil, infeksi klamidia bertanggung jawab untuk


terjadinya sekitar 50% infertilitas faktor tuba. Pada infeksi oleh karena
klamidia trakomatis, dapat menyebabkan konjungtivitis dan pneumonia. Pada
banyak kasus konjunctivitis yang disebabkan oleh klamidia merupakan
penyakit yang self limiting dan tidak menimbulkan komplikasi jangka panjang
pada mata.
Penunjang Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesa, riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik,
infeksi klamidia sukar dibedakan dengan gonorrhea karena gejala dari kedua
penyakit ini sama dan penyakit ini dapat timbul bersamaan meskipun jarang.
Cara yang paling dipercaya untuk mengetahui infeksi klamidia adalah melalui
pemeriksaan laboratorium.
Pada prinsipnya, penegakan diagnosis infeksi klamidia trakomatis sama
seperti infeksi mikroorganisme lainnya, tetapi karena gejala serta gambaran
klinis infeksi ini tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tes yang sekarang tersedia termasuk kultur sel, deteksi antigen,
deteksi asam nukleat, pemeriksaan serologi.
Baku emas untuk pemeriksaan infeksi klamidia trakomatis adalah kultur
dari swab yang didapat dari endoserviks pada wanita atau uretra pada pria.
Tetapi hambatan dari metode pemeriksaan kultur ini adalah waktu yang
dibutuhkan lebih lama, dan berkembangnya tes non cultured based. Namun
tes non cultured - based, termasuk tes deteksi antigen dan nonamplfied nucleic
acid hybridization seperti Direct Fluoresent Antibodi (DFA), dengan tehnik
ini Clamidia bebas ekstra seluler yang disebut badan elementer (BE) dapat
ditemukan. Mempunyai kemampuan terbatas karena kegagalan untuk
mendeteksi beberapa bagian penting dari infeksi klamidia, tetapi memiliki
keuntungan tidak membutuhkan biakan sel jaringan dan hasilnya dapat
diketahui dalam 30 menit.
Pemeriksaan yang lebih baru dan mendeteksi DNA atau RNA spesifik
terhadap klamidia trakomatis (termasuk PCR, ligase chain reaction, dan RNA
transcription - mediated amplification) lebih sensitif daripada generasi
pertamates non culture based. Sensitifitasnya kurang dibandingkan dengan
metode kultur yaitu 70-80% dan spesifitasnya 99%.
Infeksi klamidia trachomatis dapat dideteksi melalui pemeriksaan
laboratorium dengan memeriksa antibodi Ig G anti chlamydia trachomatis
dalam serum secara ELISA. Cara ini memiliki efektifitas yang cukup baik,
tidak invasive dan memerlukan biaya yang lebih sedikit.
Pemeriksaan serologi untuk mendiagnosa infeksi klamidia sekarang ini
dilakukan secara rutin sebagi alat pendeteksi tidak invasif yang dapat
mengindentifikasi infeksi akut dan kronis. Infeksi awal klamidia terlihat dari
dominasi respon IgM (muncul dalam 2-4 minggu) diikuti IgG dan IgA ( 6-8
minggu). Pada fase akut infeksi chlamydia antibodi IgM biasanya menghilang
dalam 2-6 bulan, diikuti peningkatan antobodi IgG yang naik secara cepat
danmenurun secara lambat ketika antibodi IgA muncul secara cepat.

Bila telah dicurigai terjadi oklusi dapat ditegakan melalui pemeriksaan


HSG atau laparoskopi. Kedua pemeriksaan ini merupakan dua metode klasik
yang digunakan untuk mengevaluasi kepatenan tuba pada wanita infertil, dan
dengan mengabungkan hasil pemeriksaan keduanya akan lebih akurat
dibandingkan dengan pemeriksaan salah satunya. Pemeriksaan HSG paling
baik dilakukan selama hari ke 2-5 setelah akhir dari menstruasi, ini
dimaksudkan untuk mengurangi resiko infeksi, menghindari interfensi dari
darah dan bekuan darah dari dalam uterus, serta mengurangi kemungkinan
terjadinya kehamilan saat dilakukan HSG.

Pengobatan
Pengobatan terhadap infeksi klamidia diberikan ketika infeksi ini telah
terdiagnosis atau dicurigai. Pengobatan juga melibatkan partner seksual
pasien.
a. Pada wanita yang tidak hamil
1. Azitomisin 1 gram per oral dalam dosis tunggal (keamanan pada masa
hamil atau menyusui tidak dijamin), atau
2. Doksisiklin 100 mg per oral 2 kali/hari selama 7 hari (di
kontraindikasikan selama kehamilan)
b. Alternatif bagi wanita yang tidak hamil
1. Eritromisin 500 mg per oral 4 kali/hari selama 7 hari, atau
2. Ofloksasin 300 mg per oral 2 kali/hari selama 7 hari (kontra indikasi
selama hamil dan menyusui), atau
3. Levofloksasin 500 mg per oral setiap hari selama 7 hari
c. Untuk wanita hamil
1. Eritromisin 500 mg per oral 4 kali/hari selama 7 hari, atau
2. Amoksisilin 500 mg 3 kali/hari selama 7 hari.

Prognosis
 Infeksi ulangan dapat terjadi 13- 36%
 Pengobatan dengan antibiotik 95% efektif pada pengobatan pertama
kali, dan prognosa sangat baik bila pengobatan diberikan lebih awal
dan pemberian antibiotik dapat selesai dilakukan.

e) Gonore
definisi
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim,
rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).

Etiologi
Gonore disebabkan oleh gonokok yang dimasukkan ke dalam
kelompok Neisseria, sebagai Neisseria Gonorrhoeae. Gonokok termasuk
golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 u, panjang 1,6 u,
dan bersifat tahan asam. Kuman ini juga bersifat negatif-Gram, tampak di
luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati
pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 derajat C, dan tidak tahan
zat desinfektan. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur),
yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.

Gejala klinis
Gejala klinis gonore berspektrum luas pada kedua jenis kelamin.
Ini termasuk infeksi asimtomatis, infeksi simtomatis mukosa local dengan
atau tanpa komplikasi local dan penyebaran sistemik. Gejala-gejala ini
berbeda-beda tergantung jenis infeksi. Masa inkubasi gonore adalah 5 hari
hingga muncul tanda-tanda infeksi N.gonorrheae. Pada beberapa keadaan,
pasien mungkin sudah mengobati diri sendiri tetapi dengan dosis
inadekuat dan dapat menyebabkan masa tunas infeksi gonore lebih lama.
Hampir 10% laki-laki dan 50% wanita terinfeksi tidak menunjukkan gejala
klinis dan mempunyai infeksi asimtomatis. Kejadian ini sangat sering
akibat infeksi gonokok rectal dan faring.
Gambaran klinis dan komplikasi gonore sangaterat hubungannya
dengan susunan anatomi dan faal genital. Berikut ini dicantumkan infeksi
pertama dan komplikasi pada pria dan wanita.
Pada pria infeksi pertama Komplikasi
Ureteritis Lokal: Tysonitis, Parauretritis,
Littritis, Cowperitis.
Ascendens : Prostatitis, Vesikulitis,
Vas deferentitis/funikulitis, Vas
deferentitis, Epididimitis, Trigonitis.
Komplikasi
Pada wanita infeksi pertama Local: Parauretritis, Bartholinitis.
Uretritis Ascendens : Salpingitis, PID (Pelvic
Servisitis Inflammatory Disease.

Komplikasi Diseminata : Pada pria dan wanita dapat berupa arthritis,


miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningistis, dan dermatitis.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan pembantu yang terdiri dari 5 tahapan:
a) Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan
gonokok gram negative, intraseluler dan ekstraseluler.
b) Kultur
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam
media yang dapat digunakan:
1) Media transport
2) Media pertumbuhan
c) Tes definitive
1) Tes oksidasi
2) Tes fermentasi
d) Tes beta-laktamase
e) Tes Thomson

Penatalaksanaan
a) Penisillin : Yang efekstif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 4,8
juta unit + 1 gram probenesoid.
b) Ampisilin dan Amoksisilin : Ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1
gram perobenesid, dan Amoksisilin 3 gram + 1 gram probenesid.
c) Sefalosporin : Seftriaksol (generasi ke-3) cukup efektif dengan
dosis 250 mg i.m. sefoperazon dengan dosis 0,50 sampai 1,00 gram
secara intramuscular. Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal
member angka kesembuhan > 95%.
d) Spektinomisi : Dosis 2 gram intramuscular.
e) Kanamisin: Dosisnya 2 gram intramuscular.
f) Tiamfenikol: Dosisnya 3,5 gram, secara oral.
g) Kuinolon: Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan
adalah ofloksasin 250-500 mg, Norfloksasin 800 mg secara oral.

7) Bagaimana pencegahan dari kasus tersebut?

Dapat dicegah dengan cara sebagai berikut :


 Menjaga alat kelamin tetap bersih dan kering
 Menghindari pakaian ketat
 Sering mengganti pembalut saat datang haid
 Menghindari douche (mencuci/membilas) vagina dengan larutan antiseptik
 Mencuci alat kelamin bagian luar dengan air bersih Pola hidup sehat yaitu diet
yang seimbang, istirahat yang cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindarai
stres yang berkepanjangan.
 Selalu setia pada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom untuk
mencegah penularan penyakit menular
 Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap
kering dan tidak lembap misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan
yang menyerap keringat, hindari pemakainan celana yang terlalu ketat.
Biasakan untuk mengganti pembalut, pentyliner pada waktunya untuk
mencegah bakteri berkembang biak.
 Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah
depan ke belakang.
 Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat
mematikan flora normal vagina. Jika perlu lakukan konsultasi medis dahilu
sebelum menggunakan cairan pembersih vagina.
 Hindari pengguanaan bedak talkum, tissue, atau sabun pewangi pada daerah
vagina karena dapat menyebabkan iritasi.
 Hindari pemakian barang-barang yang memudahkan penularan seperti
meminjam perlengkapan mandi. Sedapat mungkin tidak duduk diatas kloset di
WC umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.

8) Jelaskan mengenai perspektif islam!


Keputihan dalam bahasa fiqih termasuk kategori Wady (al Wadii), yaitu
cairan kental berwarna putih, biasanya keluar setelah kencing. Para ulama
sepakat bahwa keputihan adalah najis. Hal ini berdasarkan hadits dari
Aisyah Radhiyallahu'anha: "Sesungguhnya keputihan itu (al Wadii) yang
keluar setelah kencing, maka cucilah kemaluannya, berwudhu dan tidak
perlu mandi." (HR. Ibnu Al Mundzir)
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhuma: "Mani, Wadi dan Madzi. Jika
(keluar) Mani, maka mandilah. Adapun bila (keluar) Madzi atau Wadi,
maka cukup dengan berwudhu." (HR. Al Atsram dan Imam baihaqi)

Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi disebutkan: "Adapun bila


(keluar) Wadi atau Madzi, maka cucilah kemaluannya dan berwudhu
seperti wudhunya shalat."

Dari dua hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang yang keluar
Mani, saat hendak melaksanakan shalat mesti mandi janabah. Adapun
sesorang yang keluar Madzi atau Wadi, maka cukup dengan berwudhu dan
tidak usah mandi janabah.

Pertanyaan selanjutnya, bila keputihan tersebut mengenai pakaian maka


sebagaimana hadits Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu'anhuma, ia
berkata: "Telah datang seorang wanita kepada Rasulullah Saw, lantas
wanita tersebut bertanya: Salah seorang diantara kami bajunya terkena
darah haidh, apa yang mesti kami perbuat? Rasul menjawab: Gosoklah
(noda itu) dengan jari tangan, basuhlah dengan air, setelah itu ia telah bisa
memakainya (kembali) untuk shalat." (HR. Bukhari/I/hal. 66 dan
Muslim/I/hal. 240/no. 110)

Menurut hadits diatas bahwa cara membersihkan najis yang mengenai


pakaian adalah dengan mencucinya. Hal ini juga sejalan dengan firman
Allah Swt: "Dan pakaianmu bersihkanlah." (QS. Al Mudatsir: 4)

Menurut Imam Syafi'i, bahwa ada dua kategori sesuatu itu disebut najis.
Pertama, bila sesuatu itu keluar dari dalam vagina, maka ia najis. Seperti,
darah haidh, istihadhah, air kencing dan keputihan. Kedua, bila sesuatu itu
di luar vagina, maka yang demikian itu tidak termasuk najis.
Mengenai seorang wanita yang terus-terusan mengalami keputihan,
menurut Imam Abu hanifah ada keringanan (rukhshah), yaitu pakaian
yang terkena keputihan tidak usah di cuci. Hal ini disamakan dengan
wanita yang mengalami Istihadhoh, namun tetap; baik yang keputihan
ataupun Istihadhoh mesti berwudhu setiap hendak melaksanakan shalat.
DAFTAR PUSTAKA

1)

Anda mungkin juga menyukai