Anda di halaman 1dari 78

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Karekteristik Batuan Reservoir


Reservoir adalah bagian kerak bumi yang mengandung minyak dan
gas bumi (tempat terakumulasinya minyak bumi) . Cara terdapatnya
minyak bumi di bawah permukaan haruslah memenuhi beberapa syarat,
yang disebut juga sebagai Petroleum system.
Unsur–unsur tersebut, yaitu :
1. Mature source rock : batuan induk yang kaya akan material
organic yang merupakan cikal bakal dari hidrokarbon.

2. Migration : proses perpindahan hidrokarbon dari batuan induk


ke reservoir rock.
3. Reservoir rock : batuan permeable tempat terakumulasinya
hidrokarbon. umumnya merupakan batuan sand karbonat.
4. Seal rock : batuan impermeable yang mencegah hidrokarbon
bermigrasi ke tempat lain, biasanya batuan shale.

1.2. Analisa Batuan Reservoir


Dalam operasi perminyakan hal-hal yang perlu dilakukan adalah
meneliti apa saja karakteristik dari batuan penyusun reservoir. Analisa
Core biasanya dilakukan dengan mengambil sampel batuan yang di bor
dari dalam formasi dan selanjutnya core diteliti di laboratorium.
Analisa logging dilakukan dengan cara menganalisa lapisan batuan
yang dibor dengan menggunakan peralatan logging (Tool Log). peralatan
logging dimasukkan kedalam sumur, kemudian alat tersebut akan
mengeluarkan gelombang - gelombang khusus seperti listrik, gamma ray,
2

suara dan sebagainya (tergantung jenis loggingnya), kemudian gelombang


tersebut akan terpantul. kembali dan diterima oleh alat logging, dan
datanya kemudian dikirim ke peralatan dipermukaan untuk dianalisa.
Untuk analisa cutting, dilakukan dengan meneliti cutting yang
berasal dari lumpur pemboran yang disirkulasikan kedalam sumur
pemboran. Cutting dibersihkan dari lumpur pemboran, selanjutnya di teliti
di laboratorium untuk mengetahui sifat dari batuan reservoir tersebut.
Pada praktikum kali ini, kita akan menganalisa sifat batuan
reservoir dengan metode Analisa Core.

1.3. Pengertian Analisa Inti Batuan


Analisa Inti Batuan adalah tahapan analisa setelah contoh formasi
dibawah permukaan (core) diperoleh. Tujuan dari Analisa Inti Batuan
adalah untuk menentukan secara langsung informasi tentang sifat-sifat
fisik batuan yang ditembus selama pemboran.
Prosedur Analisa Inti Batuan pada dasarnya terdiri atas 2 bagian, yaitu :
1. Analisa inti batuan rutin
2. Analisa inti batuan spesial
Analisa Inti Batuan Rutin umumnya berkisar tentang pengukuran
porositas, permeabilitas absolut dan saturasi fluida, sedangkan Analisa Inti
Batuan Spesial dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran pada
kondisi statis dan pengukuran pada kondisi dinamis. Pengukuran pada
kondisi statis meliputi tekanan kapiler, sifat-sifat listrik dan cepat rambat
suara, grain density, wettability, kompresibilitas batuan, permeabilitas dan
porositas fungsi tekanan (Net Over Burden) dan studi petrography.
3

BAB II
PENGUKURAN POROSITAS

2.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Menghitung porositas core
2. Mengetahui cara pengukuran porositas dengan cara menimbang
3. Mengetahui cara pengukuran porositas dengan Mercury Injection Pump

2.2. TEORI DASAR


Porositas adalah suatu ukuran yang menunjukkan besar rongga dalam
batuan (menggambarkan prosentase dari total ruang yang tersedia untuk
ditempati oleh fluida). Porositas juga dapat didefinisikan sebagai
pebandingan antara volume total pori-pori batuan dengan volume total
batuan per satuan volume tertentu. Porositas batuan reservoir dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain :
- Sudut kemiringan batuan
- Bentuk / ukuran butiran
- Komposisi mineral pembentuk batuan
Klasifikasi dari porositas, antara lain :
 Berdasarkan proses pembentukannya :
 Porositas Primer
Merupakan porositas yang terjadi bersamaan dengan proses
pengendapan batuan.
 Porositas Sekunder
Merupakan porositas yang terjadi setelah proses pengendapan batuan
terjadi. Porositas sekunder dapat terjadi antara lain akibat aksi
pelarutan air tanah atau akibat rekahan (hydraulic fracturing).
4

Porositas sekunder dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :


a. Porositas larutan, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya proses pelarutan batuan.
b. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk
karena adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari
variasi beban seperti lipatan, sesar atau patahan. Porositas jenis
ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan secara kualitatif karena
bentuknya tidak teratur.
c. Dolomitisasi, dalam proses ini batuan gamping (CaCO3)
ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut
reaksi kimia :
2CaCO3 + MgCl2 --------- CaMg(CO3)2 + CaCl2.
Menurut para ahli batuan gamping yang terdolomitisasi
mempunyai porositas yang lebih besar dari batuan gampingnya
sendiri.
 Berdasarkan sudut teknik reservoir :
 Porositas absolut (Øabs)
Didefenisikan sebagai perbandingan antara volume seluruh pori
dengan volume total batuan (bulk volume) atau dapat ditulis dalam
persamaan :
Vp Vb  V g
 abs  x100%  x100%
Vb Vb

Dimana :
Øabs = porositas absolut (%)
Vp = Volume pori-pori batuan (cm3)
Vb = Volume total batuan (cm3)
Vg = Volume butiran (cm3)
5

 Porositas efektif (Øeff)


Porositas efektif adalah volume pori yang berhubungan dengan
volume total batuan, atau dapat ditulis dengan persamaan :
V p yangberhubungan
 eff  x100%
Vb
Dimana :
Øeff = Porositas effektif (%)
Vp = Volume pori-pori batuan (cm3)
Vb = Volume total batuan (cm3)
Vg = Volume butiran (cm3)

Gambar 2.1 Porositas efektif

 Berdasarkan struktur pori:


 porositas antar butiran (intergranular dan intragranular porosity)
 porositas rekahan (fracture porosity)
6

Selain menggunakan rumus diatas, porositas efektif juga dapat ditentukan


dengan :
1. Ekspansi Gas

Volume total batuan sample  Volume butiran efektif sample


eff  x 100%
Volume total batuan sample

2. Metode Saturation

Volume pori yang efektif


eff  x 100%
Volume total batuan

Volume pori yang efektif dapat ditentukan dengan metode resaturation :


 Berat air dalam ruang pori-pori
berat sample yang dijenuhi di udara – berat sample kering di udara
 Volume air dalam ruang pori-pori
Berat air dalam ruang pori  pori
B.J air

 Volume pori yang efektif = Volume air dalam ruang pori-pori

3. Mercury Injection Pump


a. Penentuan volume picnometer :
Vol picnometer kosong = vol awal skala – vol akhir skala
Vol picnometer + core = vol awal skala – vol akhir skala terisi core
b. Penentuan volume bulk batuan :
Vol bulk batuan = (vol picnometer kosong) – (vol picnometer + core)
c. Penentuan volume pori :
Vol pori = vol awal skala – vol akhir skala
7

4. Menimbang
W3  W2
Volume total batuan (Vb) =
B.J kerosin
W1  W2
Volume butiran (Vg) =
B.J kerosin
W3  W1
Volume pori (Vp) =
B.J kerosin
Volume pori
Porositas efektif ( eff ) = x 100%
Volume total batuan
W3  W1
= B.J kerosin x 100%
W3  W2
B.J kerosin

Dalam usaha mencari batasan atau kisaran harga porositas batuan,


Slitcher & Graton serta Fraser mencoba menghitung porositas batuan pada
berbagai bidang bulatan dengan susunan batuan yang seragam. Unit cell
batuan yang distudi terdiri atas 2 pack dalam bentuk kubus dan jajaran
genjang (rombohedron). Porositas dengan bentuk kubus ternyata mempunyai
porositas  47.6%, sedangkan porositas pada bidang jajaran genjang
Unit cell kubus mempunyai 2 sisi yang sama yaitu 2r, dimana r adalah
jari-jari lingkaran, sehingga
Volume total (bulk) = (2r)3 = 8r3
4r 3
Volume butiran =
3

Vb  Vg
Porositas = x 100%
Vb
8

8r 3  4
3(r 3 )
= x100%
8r 3

= 1 x100%
2(3)
= 47,6%
Sedangkan pada bidang Rhombohedral perhitungannya :
Volume total (bulk) = 8r3(sin 45) = 4√2 r3
4r 3
Volume butiran =
3
Vb  Vg
Porositas = x 100%
Vb
4 2r 3  4
3(r 3 )
= x100%
4 2r 3

= 1 x100%
3 2r
= 26%

Untuk pegangan secara praktis di lapangan, ukuran porositas dengan harga :


Tabel 2.1 Ukuran Porositas dan Kualitas
Porositas (%) Kualitas
0–5 Jelek sekali
5 – 10 Jelek
10 – 15 Sedang
15 – 20 Baik
> 20 Sangat bagus

Di dalam formasi batuan reservoir minyak dan gas bumi tersusun


atas berbagai macam mineral (material) dengan ukuran butir yang sangat
9

bervariasi, oleh karenanya harga porositas dari suatu lapisan ke lapisan yang
lain akan selalu bervariasi. Faktor utama yang menyebabkan harga porositas
bervariasi adalah :
1. Ukuran dan Bentuk Butir
Ukuran butir tidak mempengaruhi porositas total dari seluruh batuan,
tetapi mempengaruhi besar kecilnya pori-pori antar butir. Sedangkan
bentuk butir didasarkan pada bentuk penyudutan (ketajaman) dari
pinggir butir. Sebagai standar dipakai bentuk bola, jika bentuk butiran
mendekati bola maka porositas batuan akan lebih meningkat
dibandingkan bentuk yang menyudut.
2. Distribusi dan Penyusunan Butiran
Distribusi maksudnya penyebaran dari berbagai macam besar butir yang
tergantung pada proses sedimentasi dari batuan. Umumnya, jika batuan
tersebut diendapkan oleh arus kuat maka besar butir akan sama besar.
Sedangkan susunan adalah pengaturan butir saat batuan diendapkan.

90 o
o
90
90 o

a. Cubic (porosity = 47,6 %)

90 o
90 o
o
90

b. Rhombohedral (porosity = 25,96 %)

Gambar 2.2 Pengaruh Susunan Butir Terhadap Porositas


3. Derajat Sementasi dan Kompaksi
10

Kompaksi batuan akan menyebabkan makin mengecilnya pori batuan


akibat adanya penekanan susunan batuan menjadi rapat. Sedangkan
sementasi pada batuan akan menutup pori-pori batuan tersebut.Adapun
gambaran dari berbagai faktor tersebut di atas dapat dibuktikan dari hasil
analysis sebagaimana yang terlihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3. Distribusi Kumulatif Ukuran Butiran dari Graywacke


a). Batu pasir b). Shalysand
Besarnya porositas itu ditentukan dengan berbagai cara, yaitu:
1. Di laboratorium, dengan porosimeter yang didasarkan hukum Boyle:
2. Dari log listrik, sonic dan radioaktifitas;
3. Dari log kecepatan pemboran;
4. Dari pemeriksaan dan perkiraan secara mikroskopis;
5. Dari hilangnya inti pemboran.

2.3. PERALATAN DAN BAHAN


2.3.1. Peralatan
a. Timbangan dan anak timbangan
b. Vakum pump dengan vakum desikator
c. Beaker gelas ceper
d. Porometer

2.3.2. Bahan yang digunakan


11

a. Inti Batuan (core)


b. Kerosen

Gambar 2.4.Timbangan Digital Gambar 2.5. Vacuum Pump

Gambar 2.6. Beaker Glass Gambar 2.7. Porometer

2.4. PROSEDUR PERCOBAAN


2.4.1 Pengukuran Porositas Dengan Cara Menimbang
Prosedur kerja :
1. Core (inti batuan) yang telah diekstrasi selama 3 jam dengan soxlet dan
didiamkan selama 24 jam, dikeluarkan dari tabung ekstrasi dan
didinginkan beberapa menit, kemudian dikeringkan dalam oven pada
temperatur 100-115 oC.
2. Timbang Core kering dalam mangkuk, misal berat Core kering = W1
gram.
3. Masukkan Core kering tersebut kedalam vacum desikator untuk
dihampakan udara  1 jam dan saturasikan dengan kerosin.
4. Ambil Core yang telah dijenuhi kerosin kemudian timbang dalam
kerosin, misal beratnya = W2 gram.
12

5. Ambil Core tersebut (yang masih jenuh dengan kerosin), kemudian


timbang di udara, misal beratnya = W3 gram.

6. Perhitungan :
W3  W2
Volume total batuan (Vb) =
B.J kerosin

W1  W2
Volume butiran (Vg) =
B.J kerosin

W3  W1
Volume pori (Vp) =
B.J kerosin

Volume pori
Porositas efektif ( eff ) = x 100%
Volume total batuan

W3  W1
= B.J kerosin x 100%
W3  W2
B.J kerosin

2.4.2 Pengukuran Porositas Dengan Mercury Injection Pump


2.4.2.1 Ketentuan Penggunaan Porometer
1. Plungger / cylinder dihampa udarakan sebelum memulai pekerjaan.
2. Putar handwheel berlawanan dengan arah jarum jam sejauh mungkin.
3. Pastikan penutup dan valve picnometer dalam keadaan tertutup, dan fill
valve dalam keadaan terbuka.
4. Hidupkan pompa vakum dan lakukan sampai ruang cylinder sampai
habis, selanjutnya tutup fill valve dan matikan pompa vakum.
5. Jika langkah 4 terpenuhi, masukkan Hg dalam flask ke dalam cylinder
sampai habis, selanjutnya tutup fill valve dan terakhir matikan vakum.
13

6. Putar handwheel searah jarum jam sampai pressure gauge


menunjukkan suatu harga tertentu.
7. Putar lagi handwheel berlawanan dengan arah jarum jam sampai jarum
jam pada pressure gauge menunjukkan angka nol pertama kali.
8. Buka valve dan penutup picnometer, lihat kedudukan mercury, jika
kedudukan mercury ada pada cylinder maka ulangi lagi langkah 2
sampai 8.
Jika kedudukan mercury ada pada ruang picnometer, turunkan
permukaan mercury sampai pada batas bawah picnometer (jika ada yang
menempel pada dinding harus dibersihkan) dengan memutar handwheel
berlawanan dengan arah jarum jam.

2.4.2.2 Prosedur Penentuan Porositas


1. Pastikan permukaan Hg pada posisi bagian bawah dari picnometer.
2. Tutup penutup picnometer dan buka valve picnometer.
3. Atur volume scale pada harga tertentu, misalnya 50 cc.
4. Putar handwheel searah jarum jam sampai mercury pertama kali
muncul pada picnometer.
5. Hentikan pemutaran handwheel dan baca volume scale dan dial
handwheel (miring kanan), misalnya 30,8 cc.
6. Hitung volume picnometer : (50 – 30,8) cc = a cc.
7. Kembalikan kedudukan mercury pada keadaan semula dengan memutar
handwheel berlawanan dengan arah jarum jam (pada volume scale 50
cc).
8. Buka penutup picnometer dan masukkan Core sample. Kemudian tutup
lagi picnometer (valve picnometer tetap buka).
14

9. Putar handwheel sampai mercury untuk pertama kali muncul pada valve
picnometer. Catat volume scale dan dial handwheel (miring kanan),
misalnya 38,2 cc.
10. Hitung volume picnometer yang terisi Core sample : (50 – 38,2) cc = b
cc.
11. Hitung volume bulk dari Core sample : ( a – b ) cc = d cc.
12. Lanjutkan percobaan untuk menentukan volume pori (Vp), yaitu
dengan menutup valve picnometer. Kemudian atur pore space scale
pada angka nol. Untuk langkah 12 ini, pada saat meletakkan pore space
scale pada angka nol, kedudukan dial handwheel tidak harus pada
angka nol. Akan tetapi perlu dicatat besarnya angka yang ditunjukkan
dial handwheel (miring kiri) setelah pengukuran Vb. Harga tersebut
harus diperhitungkan saat mengukur Vp.
13. Putar handwheel searah jarum jam sampai ke kanan pada pressure
gauge menunjukkan angka 750 psia.
14. Catat perubahan volume pada pore space scale dan dial handwheel
(miring kiri) sebagai volume pori (Vp).
15. Hitung besarnya porositas.

2.5. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


2.5.1.Penentuan porositas dengan menimbang
a) Berat core kering di udara (W1) = 52 gr
b) Berat core jenuh di udara (W3) = 57 gr
c) Berat core jenuh di kerosine (W2) = 23 gr
d) Densitas kerosine (θ) = 0,8 gr/cc
W3  W2 
e) Volume bulk (Vb) =
BJ ker o sin

=
57 gr  23gr 
0,8 gr / cc
15

= 42,5 cc
W1  W2 
f) Volume grain (Vg) =
BJ ker o sin

=
52 gr  23gr 
0,8 gr / cc
= 35 cc
W3  W1 
g) Volume pori (Vp) =
BJ ker o sin

=
57 gr  52 gr 
0,8 gr / cc
= 6,25 cc

W3  W1 
h) Øo = x100%
W3  W2 
57 gr  52 gr  x100%
=
57 gr  23gr 
= 14,71 %

2.5.2.Penentuan porositas dengan Mercury Injection Pump


a) Penentuan skala picnometer
o Skala awal = 50,3 cc
o Skala akhir = 2,3 cc
o Volume picnometer kosong = ( skala awal – skala akhir )
= ( 50,3 cc – 2,3 cc )
= 48 cc
b) Penentuan volume bulk
o Skala awal = 54,2 cc
o Skala akhir = 33,4 cc
16

o Volume picnometer + core = ( skala awal – skala akhir )


= ( 54,2 cc – 33,4 cc )
= 20,8 cc
o Volume bulk batuan = ( 20,8 - 48,0 )

=  27,2cc

= 27,2 cc
c) Penentuan volume pori
o Skala awal = 0,1 cc
o Skala akhir = 4,3 cc
o Volume pori = ( skala awal - skala akhir )

= 0,91  4,3
= 3.42 cc
Vp
d) Øeff = x100%
Vb
3,42
= x100%
27,2
= 12,57 %

2.6. PEMBAHASAN
Porositas adalah suatu ukuran yang menunjukkan besar rongga
dalam batuan. Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan
kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Batuan reservoir yang memiliki
porositas yang baik, akan lebih banyak mengandung hidrokarbon di dalam
reservoir tersebut. Jadi, semakin besar porositas efektif suatu batuan
reservoir, maka akan semakin banyak pula hidrokarbon yang terkandung
dalam reservoir tersebu. Porositas diukur dengan dua cara yaitu, penentuan
porositas dengan cara menimbang dan penentuan porositas dengan cara
mercury injection pump. Dalam hal ini atau percobaan ini kita akan
17

menentukan porositas effektif yang dilakukan dalam dua metode yaitu


dengan cara menimbang sampel core dan dengan mercury injection pump.
Dari percobaan di atas didapat hasil pengukuran. Metode pertama dengan
cara menimbang didapat berat core kering di udara 52gr (W1), berat core
jenuh diudara 57gr (W3), berat core jenuh di kerosene 23gr (W2). Dari data-
data tersebut didapatkan porositas effektif sebesar 14,71%.
Pada penentuan harga porositas dengan cara mercury injection
pump dimulai dengan penentuan skala picnometer yaitu skala awal sebesar
50,3 cc dan skala akhir 2,3 cc sehingga diperoleh harga volume piknometer
kosong sebesar 48 cc. Dilanjutkan dengan penentuan harga volume
piknometer berisi core dengan skala awal 54,2 cc dan skala akhir 33,4
diperoleh harga volume piknometer kosong berisi core 20,8 cc. Dan
diperoleh volume total core sebesar |-27,2| cc demikian pula dengan volume
pori batuan yang diperoleh sebesar |-3,4| cc. Selanjutnya diperoleh harga
porositas melalui mercury injection pump sebesar 12,57% yang
dikategorikan porositas sedang.
Dari 2 metode diatas hasil yang didapat hasil yang berbeda meski
dengan sample yang sama, 14,71% dan 12,57%, hal ini dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, yaitu Human error, alat pada saat percobaan tidak
vacuum, kesalahan membaca prerssure meter.

2.7. KESIMPULAN
1. Besar porositas dipengaruhi oleh ukuran dari butiran batuan
2. Porositas adalah perbandingan volume pori batuan terhadap volume total
batuan
3. Berdasarkan proses terbentuknya porositas di bedakan menjadi porositas
primer dan sekunder
18

4. Berdasarkan sudut teknik reservoir porositas dibedakan menjadi


porositas efektif dan porositas absolute.
5. Harga porositas kubus lebih besar dari pada porositas rombohedral
19

BAB III
PENGUKURAN SATURASI FLUIDA

3.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Menghitung saturasi dari masing-masing fluida (air, minyak dan gas)
dari sampel core.
2. Mengetahui metode pengukuran saturasi
3. Mengetahui alat dan bahan yang digunakan untuk menghitung saturasi

3.2 TEORI DASAR


Dalam batuan reservoir umumnya terdapat lebih dari satu macam fluida,
kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar di seluruh bagian
reservoir. Ruang pori-pori batuan reservoir mengandung fluida yang biasanya
terdiri dari air, minyak dan gas. Untuk mengetahui jumlah masing-masing fluida,
maka perlu diketahui saturasi masing-masing fluida tersebut.
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori
total pada suatu batuan berpori atau dalam persamaan dirumuskan sebagai
berikut :
volume pori  pori yang diisi oleh min yak
So 
volume pori  pori total
 Saturasi air didefinisikan sebagai :

Volume pori yang diisi air


SW =
Volume pori total

 Saturasi minyak didefinisikan sebagai :


20

Volume pori yang diisi minyak


So = Volume pori total

 Saturasi gas didefinisikan sebagai :

Volume pori yang diisi gas


Sg =
Volume pori total

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :

Sw + S o + Sg = 1

Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :

S w + So = 1

Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi fluida adalah :


a) Pada batuan yang mudah dibasahi oleh air atau water wet, harga
saturasi air cenderung tinggi pada porositas yang lebih kecil.
b) Akibat adanya perbedaan berat jenis gas, minyak dan air maka
umumnya saturasi gas akan tinggi pada bagian atas dari jebakan
(perangkap) reservoir, begitu juga untuk saturasi air akan tinggi pada
bagian bawah dari jebakan atau perangkap reservoir dengan
combination drive.
c) Produksi berlangsung karena adanya perubahan distribusi fluida. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di dalam reservoir akan
digantikan oleh air atau gas bebas.
d) Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah ruang
pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon. Jika contoh volume batuan
21

adalah V dan ruang pori-pori adalah Ø x V maka ruang pori-pori yang


diisi oleh hidrokarbon adalah :

So.V.Ø + Sg.V.Ø = (1 - Sw)V. Ø

dimana :
So = saturasi minyak
Sg = saturasi gas
Sw = saturasi gas

Dalam proses produksi selalu ada sejumlah minyak dan gas yang tidak
dapat diambil dengan teknik produksi yang paling maju yang dikenal dengan
istilah residual oil saturation (Sor) atau critical oil saturation (Soc), sedangkan
untuk gas dikenal dengan Sgr atau Sgc. Air yang selalu terdapat di dalam
ruang pori-pori batuan atau Zona transisi disebut dengan air connate. Dalam
proses produksi air tersisa disebut Swr atau Swc atau Swir.

St = 1 – (Swirr + Sgirr + Soirr)


Dimana :
St = saturasi total fluida terproduksi
Swirr = saturasi water tersisa (irreducible)
Sgirr = saturasi gas tersisa (irreducible)
Soirr = saturasi oil tersisa (irreducible)

Di dalam suatu reservoir, jarang sekali minyak terdapat 100%


menjenuhi lapisan reservoir. Biasanya air terdapat sebagai interstitial water
yang berkisar dari beberapa persen sampai kadang-kadang lebih dari 50%
22

tetapi biasanya antara 10 sampai 30%. Dengan demikian batas fluida antara
air dan minyak tidak selalu jelas. Besarnya penjenuhan air di dalam
reservoir minyak menentukan dapat tidaknya lapisan minyak itu
diproduksikan. Penjenuhan air dinyatakan sebagai Sw (water saturation).
Jika Sw lebih besar dari 50%, minyak masih dapat keluar; akan tetapi pada
umumnya harus lebih kecil dari 50%. Penjenuhan air tidak mungkin kurang
dari 10% dan dinamakan penjenuhan air yang tak terkurangi (irreducible
water saturation).
Hal ini biasanya terdapat pada reservoir dimana airnya membasahi
butir. Juga harus diperhatikan bahwa kedudukan minyak terhadap air
tergantung sekali daripada apakah reservoir tersebut basah minyak (oil wet)
atau basah air (water wet). Pada umumnya batuan reservoir bersifat basah
air. Air antar butir selalu terdapat dalam lapisan minyak, malah pernah
ditemukan pada ketinggian lebih dari 650 meter di atas batas minyak-air.
Pori – pori batuan Reservoir selalu berisi fluida dan fluida tersebut bisa
berupa minyak dan Gas (dead oil). Gas – Minyak – Air atau Gas – Air –
Minyak. Atau air selalu berada didalam reservoir sebab air lebih dulu ada
sebelum minyak atau gas datang/bermigrasi. Pada umumnya lebih sarang
(porous) batuan reservoir, lebih kecil penjenuhan air. Kadar air yang tinggi
dalam reservoir minyak mengurangi daya pengambilannya (recoverability).
Air ini biasanya merupakan selaput tipis yang mengelilingi butir-butir
batuan reservoir dan dengan demikian merupakan pelumas untuk
bergeraknya minyak bumi, terutama dalam reservoir dimana butir-butirnya
bersifat basah air. Penentuan Sw ditentukan di laboratorium dengan
mengextraksinya dari inti pemboran, akan tetapi secara rutin dilakukan dari
analisa log listrik, terutama dari kurva SP.
23

Pernyataan diatas dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:


a. Untuk pori – pori berisi miyak, air dan gas

Vp = Vo + Vw + Vg

b. Untuk pori – pori berisi minyak dan air

Vp = Vo + Vw

c. Untuk pori – pori berisi gas dan air

Vp = Vg + Vw

3.3 PERALATAN DAN BAHAN


3.3.1 Peralatan :
a) Retort
b) Solvent extractor termasuk reflux condensor (pendingin) water trap dan
pemanas listrik
c) Timbangan analisis dengan batu timbangan
d) Gelas ukur
e) Exicator
f) Oven

3.3.2 Bahan :
a) Fresh core
b) Air
c) Minyak
24

Gambar 3.1. Exicator Gambar 3.2. Oven

Gambar 3.4. Gelas Ukur


Gambar 3.3. Retort

Gambar 3.5. Solvent extractor Gambar 3.6. Skema Stark dan Distilation Apparatur

3.4 PROSEDUR PERCOBAAN

Metode Destilasi
Prosedur :
1. Ambil fersh Core yang telah dijenuhi dengan air dan minyak.
2. Timbang Core tersebut, missal beratnya = a gram.
3. Masukkan Core tersebut ke dalam labu Dean & Stark yang telah diisi
dengan toluena.
25

4. Lengkapi dengan water trap dan reflux condenser.


5. Panaskan selama  2 jam hingga air tidak nampak lagi.
6. Dinginkan dan baca air yang tertampung di water trap, misalnya = b cc =
b gram.
7. Sampel dikeringkan dalam oven  15 menit (pada suhu 110oC).
Dinginkan dalam exicator  15 menit, kemudian timbang Core kering
tersebut, misalnya = c gram.
8. Hitung berat minyak :

= a – (b + c) gram = d gram.

9. Hitung volume minyak :

d
Vo   e cc
B.J min yak

10. Hitung saturasi minyak dan air :

e b
So  Sw 
Vp Vp

3.5 DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

3.5.1 Analisa
a) Timbangan core kering = 34,3 gr
b) Timbangan core jenuh = 37 gr
c) Volume pori = 9,43 cc
(didapat dari metode penimbangan)
26

d) Volume air yang didapat = 0.4 cc


e) Berat air yang didapat = 0.4 cc
f) Densitas minyak = 0.793 gr/cc

3.5.2 Perhitungan
a) Berat minyak = berat core jenuh - berat core kering – berat air
= 37 gr – 34,3 gr – 0.4 gr
= 2.3 gr
b) Volume minyak

2.3 gr
𝑉𝑜 = = 2,90 cc
0.793 gr/cc

c) Saturasi minyak (So)

Vo 2,90 cc
𝑆𝑜 = = = 0.30
Vp 9,43 cc
d) Saturasi air (Sw )

VW 0.4 cc
𝑆𝑤 = = = 0.04
Vp 9,43 cc

e) Saturasi gas (Sg)


Sg = 1 – (So + Sw) = 1 –(0.30 + 0.04) = 0.66

3.6 PEMBAHASAN
Saturasi fluida adalah ukuran kejenuhan fluida di dalam formasi
batuan atau dapat juga diartikan sebagai perbandingan antara volume pori
batuan yang terisi fluida terhadap volume pori total batuan. Di dalam suatu
batuan reservoir biasanya terdapat tiga jenis fluida, yaitu oil, water dan
27

gas. Dari data percobaan yang telah diberikan dan sesuai dengan hasil
perhitungan, dapat dilihat bahwa gas memiliki saturasi paling besar
dibandingkan oil dan water.
Dalam percobaan ini kita menentukan saturasi sauatu core.
Pertama kita menentukan volume masing-masing fliuda (minyak, air, gas)
dengan cara metode destilasi. Setelah didapatkan hasilnya, kita akan
mendapatkan berat minyak yaitu 2,3gr. Setelah berat minyak didapat lalu
menghitung volum minyak, dan hasilnya 2,90cc. Dari situ kita bias
menghitung saturasi minyak (So) yaitu 0,30, Setelah itu kita juga bias
mencari saturasi airnya dari berat air yang didapat yaitu 0,04, dan saturasi
gasnya adalah 0.66. Hasil Sg didapat dari persamaan. Dari semua hasil
saturasi, saturasi gas (Sg) yang nilainya besar, berarti core tersebut dominan gas.

3.7 KESIMPULAN
1. Perbandingan total fluida yang mengisi batuan terhadap volume pori
batuan tidak akan lebih besar dari 1
2. Saturasi adalah perbandingan volume pori yang diisi fluida tertentu
terhadap volume pori total batuan.
3. Melalui saturasi dapat diketahui fluida mana yang lebih dominan
dalam mengisi ruang (pori) batuan, pada percobaaan yang lebih
dominan adalah gas sebesar 66% .
4. Volume pori total (Vp) batuan mempengaruhi saturasi batuan.
5. Pengukuran saturasi sangat penting dalam penentuan jenis reservoir,
apakah merupakan reservoir minyak atau merupakan reservoir gas.
28

BAB IV
PENGUKURAN PERMEABILITAS

4.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Menghitung permeabilitas
2. Untuk mengetahui alat dan bahan yang digunakan
3. Untuk dapat mengetahui cara pengukuran permeabilitas dengan cara
Gas Permeameter.

4.2. TEORI DASAR


Permeabilitas adalah sifat-sifat fisik batuan reservoir untuk dapat
melewatkan fluida melalui pori-pori yang saling berhubungan tanpa
merusak partikel pembentuk batuan tersebut. Di dalam reservoir fluida
yang mengalir biasanya lebih dari satu macam, sehingga permeabilitas
dapat dibagi menjadi :
a) Permeabilitas Absolut
Permeabilitas bila fluida yang mengalir dalam media berpori terdiri
hanya satu macam fluida.
b) Permeabilitas Efektif
Permeabilitas bila fluida yang mengalir dalam media berpori lebih dari
satu macam fluida (misal minyak, gas, cair).
c) Permeabilitas Relatif
Perbandingan antara permeabilitas efetif dengan permeabilitas absolut.

Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan kemampuan


batuan untuk mengalirkan fluida, pengertian kuantitatif pertama kali telah
29

dikembangkan oleh Henry Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan


bentuk differensial sebagai berikut :

k.dp
v=-
μ.dL

dimana :
V = kecepatan aliran fluida, cm / det
μ = viscositas fluida yg mengalir, cp
dp/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas dalam media berpori, darcy.

Tanda negatip dalam Persamaan diatas menunjukkan bahwa bila


tekanan bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan
dengan arah pertambahan tekanan tersebut.
Selain itu adapula salah satu buku yang menuliskan, ”Permeabilitas
atau kululusan adalah suatu sifat batuan reservoir untuk dapat meluluskan
cairan melalui pori-pori yang berhubungan, tanpa merusak partikel
pembentuk atau kerangka batuan tersebut”. Definisi permeabilitas dapat
dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :

𝑘. 𝑑𝑝
𝑞=
𝑚. 𝑑𝑦

dimana :
q = kecepatan alir fluida, cm/s
k = permeabilitas, darcy
m = viskoditas, cp
𝑑𝑝
𝑑𝑦
= gradient hidrolik, atm/cm
30

Definisi API untuk 1 darcy : Suatu medium berpori mempunyai


kelulusan (permeabilitas) sebesar 1 Darcy, jika cairan berfasa satu dengan
kekentalan 1 sentipoise mengalir dengan kecepatan 1 cm/sekon melalui
penampang seluas 1 cm2 pada gradient hidrolik satu atmosfer (76,0
mmHg) per sentimeter dan jika cairan tersebut seluruhnya mengisi
medium tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan
tersebut adalah:
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan
pula konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif.
Harga permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana
masing-masing untuk minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas
relatif dinyatakan sebagai berikut :
Ko Kg Kw
K ro  , Krg  , K rw 
K K K
Dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas,
dan air. Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa,
hanya disini digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan
bersama-sama dan dalam keadaan kesetimbangan. Laju aliran minyak
adalah Qo dan air adalah Qw. Jadi volume total (Qo + Qw) akan mengalir
melalui pori-pori batuan per satuan waktu, dengan perbandingan minyak-
air permulaan, pada aliran ini tidak akan sama dengan Qo / Qw. Dari
31

percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak (So) dan saturasi air
(Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektip untuk minyak dan air
adalah :

Q o . o . L Q w . w . L
Ko  Kw 
A.( P1  P2 ) A.( P1  P2 )

dimana :
o = viskositas minyak
w = viskositas air.
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang
berbeda untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap kontan. Harga-
Q o . o . L
harga Ko dan Kw pada Persamaan Ko  dan
A.( P1  P2 )
Q w . w . L
Kw  jika diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan
A.( P1  P2 )
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 Dari Gambar 4.2 dapat
ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama dengan harga K
absolut, demikian juga untuk harga K absolutnya (titik A dan B pada
Gambar 4.2)

Gambar 4.1 Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air
(Craft, B.C., Hawkins M.F., 1959)
32

Hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem minyak-air, yaitu


1. Ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian
juga kw akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu,
sehingga dapat dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi
laju aliran minyak karena Ko-nya yang kecil, demikian pula untuk
air.
2. Harga Ko dan Kw selalu lebih kecil dari harga K, sehingga
diperoleh persamaan :

ko  k w  1

4.3. PERALATAN DAN BAHAN


4.3.1 Peralatan :
1) Liquid parameter
a) Core Holder untuk Liquid Permeameter
b) Thermometer R, Fill Connection
c) Cut off valve
d) Special Lid an Over Flow Tube
e) Burette
f) Discharge-fill valve assemble
g) Gas pressure line and pressure regulator
h) Gas inlet
i) Pencatat waktu

2) Gas parameter
a) Core holder dan thermometer
b) Triple range flowmeter dengan selector valve
33

c) Selector valve (flowmeter selector valve)


d) Pressure gauge
e) Pressure regulator
f) Gas inlet
g) Gas outlet

4.3.2 Bahan :
a) Fresh Core
b) Gas

Gambar 4.2. Gas Permeameter Gambar 4.4.Pressure


Gambar 4.3. Burette
gauge

4.4. PROSEDUR PERCOBAAN


Dengan menggunakan gas permeameter

1. Pastikan regulating valve tertutup, hubungkan saluran gas inlet.


2. Masukkan Core pada Core holder.
3. Putar flowmeter selector valve pada tanda “Large”.
4. Buka regulating valve, putar sampai pressure gauge menunjukkan
angka 0,25 atm.
5. Pilih range pembaca pada flowmeter antara 20 – 140 division.
6. Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke
“Medium” dan naikkan tekanan sampai 0,5 atm.
34

7. Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke


”Small” dan naikkan tekanan sampai 1,0 atm.
8. Jika flowmeter tetap tidak naik dari angka 20, hentikan percobaan dan
periksa Core pada Core holder (tentukan kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi).
9. Jika flowmeter menunjukkan angka di atas 140 pada ”lange” tebu,
maka permeabilitas Core terlalu besar.
10. Percobaan kita hentikan atau coba naikkan panjang Core atau kuramgi
cross sectional area dari Core.
11. Catat temperature, tekanan dan pembacaan flowmeter.
12. Ubah tekanan ke 0,25 atm dengan regulator.
13. Ulangi percobaan sebanyak 3 kali.
14. Perhitungan :
Persamaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

 g Qg L
k
A P
Pengukuran Permeabilitas Absolut dengan Gas Permeameter
Persamaan yang digunakan :
 g Qg L
k
A P

Dimana : k = Permeabilitas, darcy


 g = Viskositas gas yang digunakan (lihat grafik), cp
Qg = Flow rate rata-rata (cc/dt) pada tekanan rata-rata,
ditentukan dari grafik kalibrasi.
L = Panjang sample, cm
A = Luas penampang dari sample, cm2
35

P = Pressure gradient, atm (0,25 atm, 0,5 atm, 1 atm)

Catatan : Jika digunakan gas N2 maka Q = 1,0168 udara.

4.5. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


4.5.1. Analisa
a) Panjang Core (L) = 2,8 cm
Luas Penampang Core (A) = 12,56 cm2
Beda Tekanan ( P ) = 0,2 atm
Flow Reading = 4,5 cm
Laju Aliran Gas = 21,922 cc/dt
Viscositas Gas (  g ) = 0,01825 cp

Permeabilitas (k) = 0,445 darcy


Diameter = 3.72 cm

b) Panjang Core (L) = 2,8 cm


Luas Penampang Core (A) = 12,56 cm2
Beda Tekanan ( P ) = 0,5 atm
Flow Reading = 9 cm
Laju Aliran Gas = 40,625 cc/dt
Viscositas Gas (  g ) = 0,01825 cp

Permeabilitas = 0,330 darcy


Diameter = 4 cm

c) Panjang Core (L) = 2.3 cm


Luas Penampang Core (A) = 12,56 cm2
Beda Tekanan ( P ) = 1 atm
Flow Reading = 12 cm
36

Laju Aliran Gas = 50 cc/dt


Viscositas Gas (  g ) = 0,01825 cp

Permeabilitas = 0.203 darcy


Diameter = 4 cm

4.5.2. Perhitungan
1
a) Luas penampang core (A) = 4 𝜋𝑑2
1
= 4 3,14 x (4 cm)2
= 12,56 cm2

b) Permeabilitas (k)
 k1

μg qg L 0,01825 cp × 21,922cc/dtk × 2,8 cm


k1 = = = 0,445 darcy
A∆P 12,56 cm2 × 0,2 atm

 k2

μg qg L 0,01825 cp × 40,625cc/dtk × 2,8 cm


k2 = = = 0,330 darcy
A∆P 12,56cm2 × 0,5 atm
 k3

μg qg L 0,01825 cp × 50cc/dtk × 2,8 cm


k3 = = = 0,203 darcy
A∆P 12,56 cm2 × 1 atm

4.6. PEMBAHASAN
Sesuai dengan persamaan permeabilitas yang telah di sampaikan
pada poin sebelumnya, permeabilitas berbanding lurus dengan viskositas
gas, laju aliran gas dan panjang core, dan juga berbanding terbalik dengan
luas penampang core dan beda tekanan yang bekerja pada core. Ada tiga
37

macam data yang diberikan dalam percobaan ini, dengan flow reading,
laju aliran gas serta beda tekanan yang berbeda – beda. Data pertama
memiliki laju aliran gas 21,922 cc/dtk, beda tekanan 0,2 atm dan
menghasilkan permeabilitas senilai 0,445 darcy. Data kedua memiliki
laju aliran gas 40,625 cc/dtk dengan beda tekanan 0,5 atm menghasilkan
permeabilitas sebesar 0,330 darcy. Dan data ketiga memiliki laju aliran
gas sebesar 50 cc/dtk dengan beda tekanan 1 atm sehingga menghasilkan
permeabilitas sebesar 0,203 darcy. Seperti yang terlihat pada tabel dan
grafik di bawah ini:

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Permeabilitas dan Pressure


P K 1/∆p
0,2 0.445 5
0,5 0.33 2
1 0.203 1

Grafik 4.1 Grafik Hubungan Permeabilitas dengan 1/ΔP

PERMEABILITAS VS 1/ΔP
0.5
5; 0.445
Permeabilitas (darcy)

0.4
2; 0.33
0.3

0.2 1; 0.203 PERMEABILITAS VS


1/ΔP
0.1

0
0 1 2 3 4 5 6
1/ΔP (1/atm)
38

4.7. KESIMPULAN
1. Ukuran porositas efektif sangat mempengaruhi permeabilitas.
2. Permeabilitas adalah kemampuan dari batuan untuk mengalirkan fluida
3. Permeabilitas dibedakan menjadi permeabilitas absolute,efektif dan
relatif
4. Semakin besar perbedaan tekanan semakin besar laju alir fluida
5. Perhitungan permeabilitas dari ketiga percobaan, semakin besar
perbedaan tekanan semakin kecil permeabilitasnya.
39

BAB V
SIEVE ANALYSIS

5.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Untuk menentukan keseragaman butiran pasir ( C ) pada formasi batuan.
2. Untuk mengetahui alat yang digunakan
3. Untuk dapat mengetahui metode / cara yang digunakan

5.2. TEORI DASAR


Sieve analysis adalah penentuan persentase berat butiran agregat
yang lolos dari satu set sieve. Tahap penyelesaian suatu sumur yang
menembus formasi lepas (unconsolidated) tidak sederhana seperti tahap
penyelesaian dengan formasi kompak (consolidated) karena harus
mempertimbangkan adanya pasir yang ikut terproduksi bersama fluida
produksi. Seandainya pasir tersebut tidak dikontrol dapat menyebabkan
pengikisan dan penyumbatan pada peralatan produksi. Disamping itu juga
menimbulkan penyumbatan pada dasar sumur. Produksi pasir lepas ini, pada
umumnya sensitive terhadap laju produksi. Apabila laju alirannya rendah,
pasir yang ikut terproduksi sedikit dan sebaliknya.
Metode yang umum untuk menanggulangi masalah kepasiran
meliputi penggunaan slotted atau screen liner, dan gravel packing. Metode
penanggulangan ini memerlukan pengetahuaan tentang distribusi ukuran
pasir agar dapat ditentukan pemilihan ukuran screen dan gravel yang tepat.
40

Gambar 5.1. Gravel Packing

Gambar 5.2. Sieve Analysis

Pemasangan gravel pack bertujuan untuk menghentikan pergerakan


pasir formasi, serta memungkinkan produksi ditingkatkan sampai kapasitas
maksimum. Pada kenyataannya, operasi gravel pack gagal meningkatkan
kapasitas produksi, meskipun dapat menahan pergerakan pasir.
Kegagalan ini disebabkan oleh karena berkurangnya permeabilitas
didepan zona produktif, akibat partikel-partikel halus bercampur dengan
gravel. Percampuran partikel-partikel ini dapat terjadi baik pada saat operasi
gravel packing sedang berjalan maupun sesudahnya.
41

Untuk menentukan ukuran gravel, beberapa ahli lain memberikan


saran atau pendapat sebagai berikut :
a. Saucier : D50 = 5 sampai 6 d50
b. Sparlin : D50 = 4 sampai 8 d50
c. TauschCorley : 6 d50  D  4 d10
d. Schwartz : untuk C < 3  D10 = 6 d10
untuk C < 3  D40 = 6 d40.
Schwartz, memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran
gravel, yaitu dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Analisis butiran pasir formasi.
Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi
produktif, maka kurva tersebut digunakan untuk perhitungan
selanjutnya.
2. Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau G-S ratio.
G-S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan
ukuran butir pasir formasi. G-S ratio sangat penting hubungannya
dengan pemilihan ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang
diberikan oleh para ahli, adalah sebagai berikut:

a. Saucier :
50 Percentil Gravel
G  S Ratio 
50 Percentil Sand

b. Schwartz :

10 Percentil Gravel
G  S Ratio 
10 Percentil Sand
atau
42

40 Percentil Gravel
G  S Ratio 
40 Percentil Sand

c. CoberlyHillWagnerGumpertz :

Ukuran Gravel Terbesar


G  S Ratio 
Ukuran Pasir 10 Percentil

Ukuran Gravel Terkecil


G  S Ratio 
Ukuran Pasir 10 Percentil

5.3. PERALATAN DAN BAHAN


5.3.1.Peralatan
a. Torison balance dan anak timbangan
b. Mortar dan pastle
c. Tyler sieve ASTM (2 ; 1 ; 1 ; 5 ; ¾ ; 4 ; 10 ; 20 ; 60 ; 140 ; 200)

5.3.2.Bahan yang digunakan


Batuan reservoir

Gambar 5.4 Mortar dan pastle


Gambar 5.3 Elektrik Sieve Shacker
43

5.4. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Ambil contoh bantuan resrvoir yang sudah kering dan bebas minyak.
2. Batuan dipecah-pecah menjadi fragmen kecil-kecil dan dimasukkan
kedalam mortal digerus menjadi butiran-butiran pasir.
3. Periksa dengan binocular, apakah butiran-butiran pasir tersebut benar-
benar saling terpisah.
4. Sediakan timbangan yang teliti 200 gram pasir tersebut.
5. Sediakan sieve analysis yang telah dibersihkan dengan sikat bagian
bawahnya (hati-hati waktu membersihkanya).
6. Susunlah sieve diatas alat penggoncang dengan mangkok pada dasarnya
sedangkan sieve diatur dari yang paling halus diatas mangkok dan yang
paling kasar ada dipuncak.
7. Tuangkan hati-hati pasir batuan reservoir (200 gr) kedalam sieve yang
paling atas, kemudian dipasang tutup dan dikeraskan penguatnya.
8. Goncangkan selama 30menit.
9. Tuangkan isi sieve yang paling kasar (atas) kedalam mangkok kemudian
ditimbang.
10. Tuangkan isi sieve yang paling halus (berikutnya) ke dalam mangkok
tadi juga, kemudian timbang berat kumulatif.
11. Teruskan cara penimbangan di atas sampai isi seluruh sieve ditimbang
secara kumulatif.
12. Dari berat timbangan secara kumulatif dapat dihitung juga berat pasir
dalam tiap-tiap sieve.
13. Ulangi langkah 1 sampai dengan 11 untuk contoh bantuan reservoir yang
kedua.
14. Buat tabel dengan kolom, no sieve, opening diameter, % retained
cumulative, percent retained, seperti berikut ini:
44

15. Buat grafik semilog antara opening diameter dengan cumulative percent
retained
16. Dari grafik yang didapat (seperti huruf S), hitung:
dia pada 25%
 Sorting coefficient =
dia pada 75%
Medium diameter pada 50% = ........................mm

5.5. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


5.5.1.HASIL PERCOBAAN
Berat sample : 100 gr
Tabel 5.1 Hasil Percobaan Pengayaan
US Sieve Opening Diameter Berat Berat % Berat
Series No (mm) (gr) Kumulatif Kumulatif
16 1,19 46 46 44,92
30 0,59 11 57 55,66
40 0,42 18 75 73,24
50 0,297 27,4 102,4 100

5.5.2.Perhitungan
1. Berat kumulatif sieve no.16 = 46
% Berat kumulatif sieve no. 16 = 46/102,4 × 100% = 44,92%
2. Berat kumulatif sieve no. 30 = 46+ 11 = 57
% Berat kumulatif sieve no. 30 = 57/102,4 × 100% = 55,66%
3. Berat kumulatif sieve no. 40 = 57 + 18 = 75
% Berat kumulatif sieve no. 40 = 75/102,4 × 100% = 73,24%
4. Berat kumulatif sieve no. 50 = 75 + 27,4 = 102,4
% Berat kumulatif sieve no. 50=102,4/102,4 × 100% = 100%
45

Untuk 40%
55,66
44,92

40

0,59 1,19 x

55,66 – 44,92 0.59 – 1.19


55,66 – 40 0.59 – x
10,74 – 0.6
15,66 0,59 – x
x 1,404 cc
Untuk 50 %

55,66
50

44,92
0,59 x 1,19

55,66 – 50 0,59 – x
55,66 – 44,92 0,59 – 1.19
5,66 0,59 – x
10,74 – 0.6
x 0,906 cc
46

Untuk 90%
100
90

73,24
0,297 x 0,42

100 – 90 0,297 – x
100 – 73,24 0,297 – 0,42
10 0,297 - x
26,76 –0,123
x 0,334 cc

Membuat grafik semilog, hubungan antara opening diameter vs % berat


kumulatif.
Dari hasil plot didapatkan:
1. Opening diameter pada berat kumulatif 50% : d50 : 0,906 mm
2. Opening diameter pada berat kumulatif 40% : d40 : 1,404 mm
3. Opening diameter pada berat kumulatif 90% : d90 : 0,334 mm
Koefisien keseragaman butir pasir (C) adalah :
d 40 1,404 mm
C=   4,203
d 90 0,334 mm

Menurut Schwartz adalah :


C < 3, merupakan pemilahan yang seragam
C > 5, merupakan pemilahan yang jelek
3 < C < 5, merupakan pemilahan yang sedang
47

5.6. PEMBAHASAN
Sieve analysis adalah metode untuk menentukan pembagian butir
atau gradasi dalam bentuk agregat kasar dan agregat halus dengan
menggunakan saringan atau sieve.. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Tabel 5.2. Opening diameter dan % berat kumulatif

Opening Diameter % Berat Komulatif

1.404 40

1.19 44.92

0.906 50

0.59 55.66

0.42 73.34

0.334 90

0.297 100

Grafik 5.1.Hubungan Opening diameter terhadap % berat kumulatif

Opening Diameter vs % Berat


Komulatif
120
K 0.297, 100
% o 100
0.334, 90
m 80
B u 0.42, 73.34
e l 60
0.59, 55.66 Opening Diameter vs
r a 0.906, 50
1.19, 44.92 % Berat Komulatif
40 1.404, 40
a t
t i 20
f
0
0.1 1 10
Opening Diameter
48

Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara % berat kumulatif dengan


opening diameter (mm). Karena nilai terkecil pada grafik adalah 44.92%,
sehingga untuk mendapatkan opening diameter pada 40% maka ditarik atau
memperpanjang garis dari grafik, dan didapatkan opening diameter pada
40%. Sesuai pada table 5.1 pada angka yang diberi warna merah,
merupakan angka sembarang untuk menentukan titik perpotongan % berat
kumulatif 40%. Dari titik perpotongan tersebut didapatkan d40 = 1,404mm.
Maka didapatkan C = 4,203 ,didapatkan dari C sama dengan perbandingan
antara d40 dengan d90.
Dalam ketentuan Schwartz 0>C > 5 dikatakan pemilahan yang sedang.

5.7. KESIMPULAN
1. Keseragaman butiran core yang diteliti merupakan pemilahan yang
sedang C = 4,203
2. Besar Opening Diameter & ayakan menentukan seberapa banyak butir
pasir yang tersaring
3. Semakin kecil ukuran opening diameter, semakin besar % berat
kumulatifnya.
4. Save analysis digunakan untuk menentukan keseragaman butir suatu
batuan
5. Ketika menghadapi masalah kepasiran pada formasi perlu dilakukan
sieve analysis guna untuk menentukan besar saringan yang akan
digunakan untuk menanggulanginya.
49

BAB VI
PENENTUAN KADAR LARUT SAMPLE FORMASI
DALAM LARUTAN ASAM

6.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Menghitung % berat solubility
2. Mengetahui cara perhitungannya
3. Mengetahui reaktivitas batuan terhadap asam

6.2. TEORI DASAR


Salah satu cara untuk meningkatkan produksi minyak pada batuan
resevoir carbonat adalah dengan cara pengasaman atau memompakan asam
(HCl) kedalam reservoir. Batuan reservoir yang bisa diasamkan dengan HCl
adalah : Limestone, Dolomit dan Dolomit Limestone.
Terlebih dahulu harus direncanakan dengan tepat data – data
laboratorium yang diperoleh dari sampel formasi, fluida reservoir dan fluida
stimulasi. Informasi yang diperoleh dari laboratorium tersebut dapat
digunakan engineer untuk merencanakan operasi stimulasi dengan tepat, dan
pada gilirannya dapat diperoleh penambahan produktivitas formasi sesuai
dengan yang diharapkan. Salah satu informasi yang diperlukan adalah daya
larut asam terhadap sample batuan (acid solubility).
Metode ini menggunakan teknik gravimetric untuk menentukan
reaktivitas formasi dengan asam
Dalam industri mineral Asam yang paling banyak digunakan dalam
acidizing antara lain:
1. Organic acid, HCH3Cos dan HCO2H
2. Hydrochloric acid, HF dan Hydrofluoric acid, HCL
50

Adapun syarat-syarat utama agar asam dapat digunakan dalam opeasi


acidizing (pengasaman) ini adalah:
1. Tidak terlampau reaktif terhadap peralatan logam.
2. Harus dapat bereaksi/melarutkan karbonat atau mineral endapan lainnya
sehingga membentuk soluble product atau hsil-hasil yang dapat larut.
Pada prinsipnya stimulasi dengan pengasaman dapat dibedakan menjadi
2(dua) kelompok yaitu;
 Pengasaman pada perlatan produksi yaitu; tubing dan flowline.
 Pengasaman pada formasi produktif yaitu; perforasi dan lapisan.
Organisme sangat berperan dalam pembentukan batuan karbonat,
yaitu sebagai penghasil unsur CaCo3. Organisme pembentuk batuan
karbonat dapat terdiri dari Koral, Ganggang, Molluska, Bryozoa,
Echinodermata, Brachiopoda, Ostracoda, Porifera dan beberapa jenis
organisme lainnya. Batuan karbonat sangat penting di dalam industri
perminyakan. Dari 75% daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen, batuan
karbonat dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu terumbu, dolomit,
gamping klastik dan gamping afanitik..

6.3. PERALATAN DAN BAHAN


6.3.1.Peralatan
1. Mortal dan pastle
2. Oven
3. Erlenmeyer
4. Kertas Saring
5. Soxhelet Aparatus
6. ASTM 100 Mesh
51

Gambar 6.1.Erlenmeyer Gambar 6.2. Kertas saring

Gambar 6.3.Soxhelet Aparatus

6.3.2.Bahan yang digunakan


1. Core (Batu Gamping dan Batu pasir)
2. HCI 15% atau mud acid (15%HCI + 3%HF)
3. Larutan indicator methyl orange (1 gram methyl orange) dilarutkan
dalam 1 liter aquades atau air suling

6.4. PROSEDUR PERCOBAAN


1 Core diekstrasi terlebih dahulu dengan toluene/benzene pada soxhelt
Aparatus. Kemudian keringkan dalam oven dalam suhu 105oC (220oF).
2 Hancurkan sampel kering pada mortal hingga dapat lolos pada ASTM
100 Mesh.
3 Ambil sampel yang telah dihancurkan 20 gram dan masukan pada
Erlenmeyer 500 ml, kemudian masukkan 150 ml HCI 15% dan
digoyangkan hingga CO2 terbebaskan semua.
4 Setelah reaksi selesai tuangkan sampel residu plus larutan Erlenmeyer
pada kertas saring. Bilas sisa-sisa sampel dengan aquades sedemikian
rupa hingga air filtrate setelah ditetesi larutan methyl orange tidak
nampak reaksi asam (sampai warna kemerah-merahan).
52

5 Keringkan residu dalam oven kira-kira selama ½ jam dengan suhu 105oC
(220oF), kemudian dinginkan dan akhirnya ditimbang.
6 Hitung kelarutan sebagai % berat dari material yang larut dalam HCI
15%.

6.5. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


 Berat Sampel Pasir
Berat sampel pasir sebelum pengasaman = 11 gr
Berat sampel pasir setelah pengasaman = 11 gr
W w
% Berat Solubility Batu Pasir =  100%
W
11gr  11gr
=  100%
11gr
= 0%

 Berat Sampel Karbonat


Berat sampel karbonat sebelum pengasaman = 38 gr
Berat sampel karbonat setelah pengasaman = 35 gr
W w
% Berat Solubility Karbonat =  100%
W
38 gr  35 gr
=  100%
38 gr
= 7,894 %

6.6. PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini kita akan menentukan % solubility batu pasir
dan batu karbonat. Pada batu pasir data diatas didapatkan dari berat batu
pasir sebelum pengasaman 11 gr dan sesudah pengasaman 11 gr, maka %
solubility dari batu pasir adalah 0 %. Pada batu karbonat berat batu pasir
53

sebelum pengasaman 38 gr dan setelah pengasaman 35 gr, maka %


solubility dari batu karbonat adalah 7,894 %. Dari data diatas dapat
dikatakan bahwa residu hasil pengasaman mempengaruhi besar kecilnya %
solubility yang dihasilkan. Di dalam dunia perminyakan pengasaman
berfungsi untuk membersihkan penyumbatan di dalam lubang perforasi

6.7. KESIMPULAN
1. Persentase berat solubility pada sampel batu karbonat lebih besar
dibanding dengan sampel batu pasir.
2. Persentase berat solubility adalah sebagai persentase berat material yang
larut dalam asam
3. Melalui data persentase berat solubility dapat direncanakan seberapa
pekat asam yang akan diinjeksikan ke formasi.
4. Penginjeksian asam ke formasi bertujuan untuk meningkatkan
produktifitas sumur
5. Acidizing merupakan salah satu cara dalam meningkatkan produktivitas
suatu sumur dengan menginjeksikan asam ke formasi.
54

BAB VII
PENENTUAN TEKANAN KAPILER PADA SAMPLE
BATUAN RESERVOIR

7.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Menghitung Tekanan Kapiler
2. Mengetahui cara / metode yang digunakan dalam pengukuran tekanan
kapiler
3. Mengetahui pengaruh tekanan kapiler terhadap laju produksi

7.2. TEORI DASAR


Distribusi fluida vertical dalam reservoir memegang peranan penting
didalam perencanaan well completion. Distribution secara vertikal ini
mencerminkan distribusi saturasi fluida yang menepati setiap porsi rongga
pori. Adanya tekanan kapiler ( Pc ) mempengaruhi distribusi minyak dengan
gas didalam rongga pori tidak terdapat batas yang tajam atau berbentuk zona
transisi. Oleh tekanan kapiler dapat dikonversi menjadi ketinggian diatas
kontak minyak air ( H ), maka saturasi minyak, air dan gas yang menempati
level tertentu dalam reservoir dapat ditentukan. Dengan demikian distribusi
saturasi fluida ini merupakan salah satu dasar untuk menentukan secara
efisien letak kedalaman sumur yang akan dikomplesi.
Di dalam batuan reservoir, gas, minyak dan air biasanya terdapat
bersama-sama dalam pori-pori batuan, yang masing-masing fluida tersebut
mempunyai tegangan permukaan yang berbeda-beda.
Dalam sistem hidrokarbon di dalam reservoir, terjadi beberapa
tegangan permukaan antara fluida, yaitu antara gas dan cairan, antara dua
fasa cairan yang tidak bercampur ( immicible ) dan juga antara cairan atau
55

gas dengan padatan. Tekanan kapiler ( Pc ) didefinisikan sebagai perbedaan


tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang tidak bercampur (
cairan-cairan atau gas-cairan ) sebagai akibat dari terjadinya pertemuan
permukaan yang memisahkan mereka ( Amyx, J. W. 1960 ). Perbedaan
tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida non wetting
fasa ( Pnw ) dengan fluida wetting fasa ( Pw ) atau :

Pc  Pnw  Pwf
Tekanan kapiler mempunyai dua pengaruh yang penting dalam reservoir
minyak atau gas, yaitu :
a. Mengontrol distribusi fluida di dalam reservoir
b. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak
atau mengalir melalui pori-pori reservoir sampai mencapai
batuan yang impermeable.

Tekanan kapiler di dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori


dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan
sebagai berikut :

2. .cos 
Pc    . g. h
r
dimana :
Pc = tekanan kapiler
 = tegangan permukaan antara dua fluida
cos  = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori
 = perbedaan densitas dua fluida
g = percepatan gravitasi
h = tinggi kolom
56

7.3. PERALATAN DAN BAHAN


7.3.1.Peralatan
Mercury Injection Capillary apparatus dengan komponen – komponen
sebagai berikut :
a. Pump cylinder
b. Measuring screw
c. Make up. Nut
d. Picnometer lid
e. Sampel holder
f. Observation window
g. Pump scale
h. Mecrometer dial
i. Pressure hoss
j. 0 – 2 atm ( 0 – 30 psi ) pressure gauge
k. 0 – 5 atm ( 0 – 200 psi ) pressure gauge
l. 0 – 15 atm ( 0 – 2000 psi ) Pressure gauge
m. Vacum gauge
n. Pressure control
o. Pressure relief valve
p. Pump plunger
q. Yoke stop
r. Travelling yoke
7.3.2.Bahan yang digunakan
a. Fresh core
b. Gas
57

Gambar 7.1.Mercury Injection


Capillary Pressure Apparatus Gambar 7.2.Vacuum Gauge
Gambar 7.3 Sample Holder

Gambar 7.4. Pump Plunger Gambar 7.5. Travelling Yoke Gambar 7.6. Make-up Nut

Gambar 7.7.Pump Cylinder Gambar 7.8.Picnometer Lid Gambar 7.9.Pressure Control


58

Gambar 7.10.Pressure relief valve

7.4. PROSEDUR PERCOBAAN


7.4.1.Kalibrasi Alat
Yaitu untuk menentukan volume picnometer (28; 150 cc).
1. Pasang picnometer lid (4) pada tempatnya, pump metering plunger
diputar penuh dengan manipulasi handwheel.
2. Buka vacuum valve pada panel, system dikosongkan sampai small gauge
menunjukkan nol, kemudian panel valve ditutup, picnometer
dikosongkan sampai tekanan absolute kurang dari 20 micro.
3. Putar handwheel sampai metering plunger bergerak maju dan mercury
level mencapai lower reference mark.
4. Moveable scale ditetapkan dengan yoke stop (pada 28 cc) dan
handwheel dial diset pada pembacaan miring kanan pada angka 15.
5. Mercury diinjeksikan ke picnometer sampai pada upper reference mark,
skala dan dial menunujukkan angka nol. (0,000).
6. Jika pembacaan berbeda sedikit dari nol, perbedaan tersebut harus
ditentukan dan penentuan untuk dial handwheel setting pada step 4. Jika
59

perbedaan terlalu besar yoke stop harus direset kembali dan deviasi
pembacaan adalah  0,001 cc.

Karena dalam penggunaan alat ini memakai tekanan yang besar


tentu akan terjadi perubahan volume picnometer dan mercury. Untuk itu
perlu dilakukan Pressure-volume Correction yaitu :
1. Letakkan picnometer lid pada tempatnya, pump metering plunger diputar
penuh dengan memanipulasi handwheel.
2. Ubah panel valve ke vacuum juga small pressure gauge dibuka, system
dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 20 micro.
3. Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference amrk, adjust
moveable scale dan handwheel scale dial pada pembacaan 0,00 cc
kemudian tuutp vacuum valve.
4. Putar bleed valve mercury turun 3 mm di bawah upper reference mark.
5. Putar pompa hingga mercury mencapai upper reference mark lagi dan
biarkan stabil selama  30 detik.
6. Baca dan catat tekanan pada small pressure gauge serta hubungan
volume scale dan dial handwheel (gunakan dial) yang miring kekiri
sebagai pengganti 0-5 cc. Graduated interval pada skala.
7. Ste d, e, f diulang untuk setiap kenaikkan pada sistem, kemudian catat
volume dan tekanan yang didapat. Jika tekanan telah mnecapai limit 1
atm, bukan Nitrogen valve.
8. Jika telah mencapai limit gunakan 0,150 atm gauge.
9. Jika test telah selesai tutup panel nitrogen valve, sistem tekanan
dikurangi dengan mengeluarkan gas sampai tekanan sistem mencapai 1
atm.
10. Data yang didapat kemudian diplot, maka akan terlihat bagaimana
terjadinya perubahan pressure-volume.
60

A – B = Perubahan volume oleh tekanan (pada tekanan rendah)


C – D = Perubahan volume pada tekanan tinggi
E = Inflection point

7.4.2.Prosedur Untuk Menentukan Tekanan kapiler


1. Siapkan Core (memp. Pore vol) yang telah diekstrasi dengan vol 1 – 2
cc, kemudian tempatkan pada Core holder.
2. Picnometer lid dipasang pada tempatnya dan putar handwheel secara
penuh.
3. Ubah panel valve ke vacuum dan pressure gauge dibuka, system
dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 29 micron.
4. Tutup vacuum, putar pump metering plunger sampai level mercury
mencapai lower reference mark.
5. Pump scale diikat dengan yoke stop dan dial handwheel diset pada
pembacaan 15 (miring kanan). Dan berikan pembacaan pertama 28,150
cc.
6. Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference mark. Baca
besarnya bulk volume dari pump scale dan handwheel dial. Sebagai
contoh jika pembacaan skala lebih besar dari 12 cc dan dial handwheel
menunjukkan 32,5 maka bulk volume sample 12,325 cc.
7. Gerakkan pump scale dan handwheel dial pada pembacaan 0,000 cc.
8. Putar bleed valve, maka gas / udara mengalir ke sistem sampai level
mercury turun 3 sampai 5 mm di bawah upper reference mark.
9. Putar pompa sampai permukaan mercury mencapai tanda paling atas dan
usahakan konstan selama 30 detik.
10. Baca dan catat tekanan (low pressure gauge) dan volume scale beserta
handwheel dial (miring ke kiri) untuk mengganti 0-5 cc graduated
interval pada scale.
61

11. Step 8, 9, 10 diulang untuk beberapa kenaikkan tekanan. Jika tekanan


telah mencapai 1 atm buka nitrogen valve. Jika sistem telah mencapai
limit pada 0-2 atm gauge, gauge diisolasi dari sistem dan gunakan 0-150
atm gauge.
12. Step 11 diulangi sampai tekanan akhir didapat.
13. Catatan : fluktuasi thermometer  1 – 2 oC.
14. Jika test telah selesai, nitrogen valve ditutup. Tekanan sistem dikurangi
sampai mencapai tekanan atm dengan mengeluarkan gas lewat bleed
valve.

7.5. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


Perhitungan Kolom 2 :
Rumus:

Indicator pressure + 0,05 atm

1. 0,1 + 0,05 = 0,15 atm


2. 2,5 + 0,05 = 2,55 atm
3. 3,5 + 0,05 = 3,55 atm
4. 4 + 0,05 = 4,05 atm
5. 6,5 + 0,05 = 6,55 atm

Perhitungan Kolom 5 :
Dengan cara Interpolasi mencari nilai pressure volume correct :
No. 1
1
0,1

0
0,15 x 0
62

1 – 0,1 0,15 - x
1–0 0,15 – 0
0,9 0,15 - x
1 0,15
x = 0.015 cc

No. 2

4
2,5

1
0,25 x 0,15

4 – 2,5 0,25 - x
4–1 0,25 – 0.15
1,5 0,25 - x
3 0,1
x = 0,2 cc

No. 3

4
3,5

1
0,25 x 0,15
63

4 – 3,5 0,25 - x
4–1 0,25 – 0,15
0.5 0,25 - x
3 0,1
x = 0,233 cc

No. 4

9
4

1
0,35 x 0,15

9–4 0,35 - x
9–1 0,35 – 0.15
5 0,35 - x
8 0,2
x = 0,25 cc

No. 5

9
6,5

4
0,35 x 0,25
64

9 – 6,5 0,35 - x
9–4 0,35 – 0,25
2,5 0,35 - x
5 0,1
x = 0,3 cc

Perhitungan Kolom 5 :
Rumus:

Kolom3 – Kolom 4

1. 25,103 – 0,015 = 25,088 atm


2. 22,5 - 0,2 = 22,3 atm
3. 17,5 - 0,233 = 17,267 atm
4. 15 - 0,25 = 14,75 atm
5. 13 - 0,3 = 12,7atm

Perhitungan Kolom 6 :
Rumus :
Actual Volume Mercury of Injection
x 100%
Volume pori

Volume Pori = 30 cc

1.
25,008 = 83,627 %
x 100%
30

2.
22,3 = 74,333 %
x 100%
30

3. 17,267 = 57,557 %
x 100%
30
65

4. 14,75 = 49,167 %
x 100%
30

5. 12,7 = 42,333 %
x 100%
30

Tabel 7.1. Hubungan antara Mercury saturation dengan Correct Pressure


No. Indicator Correct Indicator Pressure Actual Mercury
Pressure Pressure Volume Volume Volume saturation
(atm) (atm) of Correction of (%)
Mercury (cc) Mercury
Injection Injection
(cc)
1 0.1 0.15 25.103 0.015 25.088 83.627
2 2.5 2.55 22.5 0.2 22.3 74.333
3 3.5 3.55 17.5 0.233 17.267 57.557
4 4 4.05 15 0.25 14.75 49.167
5 6.5 6.55 13 0.3 12.7 42.333
6 7.5 7.55 10.333 0.32 10.013 33.377
7 10.5 10.55 9.1 0.363 8.737 29.123
8 15 15.05 9 0.4 8.6 28.667
9 22 22.05 8.64 0.435 8.205 27.35
10 35 35.05 8.6 0.48 8.12 27.067
11 58 58.05 7.89 0.508 7.382 24.607
12 70 70.05 7.6 0.518 7.082 23.607
13 75 75.05 7.4 0.52 6.88 22.933
14 80 80.05 7 0.523 6.477 21.59
15 85 85.05 6.95 0.529 6.421 21.403
16 90 90.05 6.9 0.531 6.369 21.23
17 95 95.05 6.7 0.536 6.164 20.547
18 105 105.05 6.5 0.547 5.953 19.843
19 115 115.05 6.4 0.574 5.826 19.42
20 120 120.05 6.3 0.59 5.71 19.033
66

Tabel 7.2 Pressure Volume Correction

Pressure (atm) Volume (cc)


0 0
1 0.15
4 0.25
9 0.35
15 0.4
25 0.45
35 0.48
40 0.49
50 0.5
60 0.51
100 0.54
110 0.56
120 0.59
125 0.62
128 0.64
130 0.67
131 0.69
132 0.71
133 0.74
134 0.77
135 0.8
136 0.83
137 0.87
139 0.99
140 1
67

7.6. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini membahas mengenai tekanan kapiler yang
diberikan kepada suatu formasi batuan reservoir. Tekanan kapiler
merupakan perbedaan tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang
tidak tercampur, sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang
memisahkan fluida tersebut. Ada dua grafik yang akan dibahas pada bab ini,
yaitu:

Grafik 7.1. Hubungan Correct Pressure (atm) dan Mercury Saturation (%)

Correct Pressure vs Mercury


Saturation
130
120
110
Correct Pressure (atm)

100
90
80
70
60
50 Correct Pressure vs
40 Mercury Saturation
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Mercury Saturation (%)

Grafik di atas adalah grafik hubungan antara correct pressure dengan


mercury saturation. Titik perpotongan pada grafik didapatkan dari table 7.1,
dari garfik pada data pertama correct pressure 0,15 atm mercury
saturationnya adalah 83,67 %. Jika semakin naik correct preesure semaklin
turun mercury saturationnya seperti pada grfik pada correct pressure 2,55
atm mercury saturationnya menurun yaitu 74,33 %.
68

Grafik 7.2.Hubungan Pressure (atm) terhadap Volume (cc)

Pressure vs Volume
150
140
130
120
110
100
Pressure (atm)

90
80
70
Pressure vs Volume
60
50
40
30
20
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Volume (cc)

Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara volume (cc)


dengan pressure (atm). Dari grafik dapat kita lihat bahwa semkain besar
volume suatu batuan dalam reservoir, semakin besar pula tekanan yang
diberikan pada batuan. Seperti pada data pada saat volum pada batuan
adalah 0,15 cc maka tekanan yang diberikan sebesar 1 atm. Dan ketika
volume dinaikkan menjadi 0,25 cc, pressure yang diberikan juga bertambah
besar yaitu 4 atm. Tekanan kapiler mempengaruhi distribusi minyak dengan
gas didalam rongga pori tidak terdapat batas yang tajam atau berbentuk zona
transisi.

7.3 KESIMPULAN
1. Tekanan kapiler adalah perbedaan tekanan antara fluida yang membasahi
batuan terhadap fluida yang tidak membasahi batuan
69

2. Dalam sistem hidrokarbon di dalam reservoir, terjadi beberapa tegangan


permukaan antara fluida
3. Tekanan kapiler mempunyai dua pengaruh yang penting dalam reservoir
minyak atau gas, yaitu :Mengontrol distribusi fluida di dalam
reservoir.Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk
bergerak atau mengalir melalui pori-pori reservoir sampai
mencapai batuan yang impermeable.
4. Semkain besar volume suatu batuan dalam reservoir, semakin besar pula
tekanan yang diberikan pada batuan

5. Distribusi saturasi fluida ini merupakan salah satu dasar untuk


menentukan secara efisien letak kedalaman sumur yang akan
dikomplesi.
70

BAB VIII
PEMBAHASAN UMUM

Porositas adalah suatu ukuran yang menunjukkan besar rongga dalam batuan
(menggambarkan prosentase dari total ruang yang tersedia untuk ditempati oleh
fluida).Klasifikasi dari porositas, antara lain :
Berdasarkan proses pembentukannya :
 Porositas Primer
Merupakan porositas yang terjadi bersamaan dengan proses pengendapan
batuan.
 Porositas Sekunder
Merupakan porositas yang terjadi setelah proses pengendapan batuan
terjadi. Porositas sekunder dapat terjadi antara lain akibat aksi pelarutan air
tanah atau akibat rekahan (hydraulic fracturing).

 Berdasarkan sudut teknik reservoir :


 Porositas absolut (Øabs)
Didefenisikan sebagai perbandingan antara volume seluruh pori dengan
volume total batuan ( bulk volume )
 Porositas efektif (Øeff)
Porositas efektif adalah volume pori yang berhubungan dengan volume
total batuan.
Dalam hal ini atau percobaan ini kita akan menentukan porositas effektif yang
dilakukan dalam dua metode yaitu dengan cara menimbang sampel core dan
dengan mercury injection pump. Setelah kita ketahui hasil dari porositas maka kita
akan mengetahui jenis fluida yang akan melewati pori-pori batuan, untuk
mengetahui jenis fluida yang melewati pori-pori batuan kita bisa mengetahuinya
dengan cara mencari saturasinya. Porositas berhubungan dengan saturasi,semakin
71

besar besar porositas maka semakin besar saturainya. Dalam dunia perminyakan
penghitungan porositas sangat penting dilakukan terutama dalam pengestimasian
cadangan minyak suatu reservoir.
Saturasi fluida merupakan ukuran kejenuhan fluida di dalam formasi batuan
atau dapat juga didefinisikan perbandingan antara volume pori batuan yang terisi
fluida terhadap volume pori total batuan. Di dalam suatu batuan reservoir
biasanya terdapat tiga jenis fluida, yaitu oil, water dan gas. besar kecilnya volume
fluida yang mengisi pori – pori batuan dapat mempengaruhi besar kecilnya
saturasi fluida tersebut di dalam suatu formasi batuan reservoir. Dalam percobaan
ini kita akan menentukan saturasi sauatu core. Pertama kita akan menentukan
volume masing-masing fliuda (minyak, air, gas) dengan cara metode destilasi.
Setelah dapat mencari Saturasi fluidanya (oil, gas water). Setelah kita ketahui
jenis fluida apa yang melewati pori-pori batuan dari saturasi, maka kita juga harus
mengetahui kemampuan batuan tersebut untuk bisa melewatkan fluida ini. Untuk
itu kita harus menentukan dulu permeabilitas. Dalam dunia perminyakan saturasi
digunakan untuk menentukan jeniss reservoir, apakah dominan gas atau oil.
Sementara permeabilitas adalah sifat-sifat fisik batuan reservoir untuk dapat
mengalirkan fluida melalui pori-pori yang saling berhubungan tanpa merusak
partikel pembentuk batuan tersebut. Di dalam reservoir fluida yang mengalir
biasanya lebih dari satu macam, sehingga permeabilitas dapat dibagi menjadi.
Permeabilitas memiliki satuan yaitu darcy, Dimana satu darcy berlaku, dengan
viscositas 1 Cp, dengan laju alir 1 cc/dt melalui luas penampang 1 cm 2 dan
mengalami penurunan tekanan 1 atm/ cm.Dalam percobaan ini kita akan
menentukan permeabilitas suatu sample (core) dengan menggunakan gas
permeameter. Percobaan dilakukan 3 kali. Setelah didapatkan hasil-hasilnya lalu
dimasukkan atau diplotkan ke dalam suatu grafik, seperti grafik 4.1 garfik
hubungan antara permeabilitas (k) dengan perbedaan tekanan (1/P).
Permeabilitas sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan dan viskositas fluidanya
72

artnya berhubungan dengan tekanan kapiler dan saturasinya. Dalam dunia


perminyakan permeabilitas digunakan sebagai acuan dalam menentukan laju
produksi suatu sumur, jika permeabilitas baik maka laju alirnya pun baik
Sieve analysis digunakan dalam teknik reservoir untuk menentukan
keseragaman butiran , yaitu antara butiran yang halus dan butiran yang kasar. Di
dalam menentukan keseragaman butiran, digunakan ketentuan Schwartz, yaitu:
 C < 3 merupakan pemilahan yang sedang
 C > 5 merupakan pemilahan yang jelek
 3 < C < 5 merupakan pemilahan yang sedang.
Dari ketentuan Schwartz tersebut, kita dapat mengetahui seberapa baiknya
pemilahan yang terdapat pada formasi batuan reservoir tersebut, sedangkan pada
tahap penyelesaian suatu sumur yang menembus formasi lepas (unconsolidated)
tidak sederhana seperti tahap penyelesaian dengan formasi kompak (consolidated)
karena harus mempertimbangkan adanya pasir yang ikut terproduksi bersama
fluida produksi. Seandainya pasir tersebut tidak dikontrol dapat menyebabkan
pengikisan dan penyumbatan pada peralatan produksi. Disamping itu, juga
menimbulkan penyumbatan pada dasar sumur. Produksi pasir lepas ini, pada
umumnya sensitive terhadap laju produksi, apabila laju alirannya rendah pasir
yang ikut terproduksi sedikit dan sebaliknya. Metode yang umum untuk
menanggulangi masalah kepasiran meliputi penggunaan slotted atau screen liner,
dan gravel packing. Metode penanggulangan ini memerlukan pengetahuaan
tentang dstribusi ukuran pasir agar dapat ditentukan pemilihan ukuran screen dan
gravel yang tepat. Dalam percobaan ini menentukan keseragaman butir (C)
dengan cara menghitung berat kumulatif dan % berat kumulatif lalu, dari data
tersebut diplotkan kedalam suatu grafik hubungan antara opening diameter dengan
% berat kumulatif. Keseragaman butiran akan mempengaruhi porositasnya, dan
saturasi serta permeabilitas secara relatif.
73

Stimulasi dengan pengasaman, sebelum melakukannya harus direncanakan


dengan tepat dengan data-data laboratorium yang diperoleh dari sampel formasi,
fluida reservoir dan fluida stimulasi. Sehingga informasi yang diperoleh dari
laboratorium tersebut dapat digunakan engineer untuk merencanakan stimulasi
dengan tepat , pada gilirannya dapat diperoleh penambahan produktivitas formasi
sesuai dengan yang diharapkan . Salah satu informasi yang diperlukan adalah
daya larut asam terhadap sampel batuan ( acid solubility ). Metoda ini
menggunakan teknik gravimetric untuk menentukan reaktivitas formasi dengan
asam. Batuan karbonat (mineral limestone) biasanya larut dalam HCl, sedangkan
silikat (mineral Clay) larut dalam mud acid. Hubungan pelarutan ini, lebih kepada
permeabilitas formasi, dengan mengasamkan formasi atau menginjeksikan asam
ke dalam formasi, maka akan menaikan permeabilitas formasi dengan cara
menurunkan viskositasnya fluidanya. Penerapan pengasaman ini dalam dunia
perminyakan, ada pada metode acidizing, hydrolic fracturing.
Tekanan kapiler merupakan perbedaan tekanan yang ada antara permukaan
dua fluida yang tidak tercampur, sebagai akibat dari terjadinya pertemuan
permukaan yang memisahkan fluida tersebut. Correct pressure sangat
mempengaruhi besar kecilnya mercury saturation suatu batuan reservoir, karena
apabila correct pressure semakin besar maka mercury saturation pada batuan akan
semakin kecil. Semakin besar volume yang terdapat dalam batuan, maka semakin
besar pula pressure yang diberikan kepada batuan tersebut. Dalam percobaan ini
kita menentukan hubungan antara correct pressure dengan mercury saturation
seperti pada grafik 7.1, dapat kita simpulkan bahwa mercury saturation
mempengaruhi crrect pressure karena apabila tekanan naik maka mercury
saturation menurun. Pada grafik 7.2 adalah menentukan hubungan antara volume
dengan tekanan, dari grafik kita lihat semakin besar volume semakin besar pula
tekanan yang diberikan. Tekana Kapiler erat kaitannya dengan saturasi dari fluida,
artinya perbedaan tekanan juga dipengaruhi oleh volume daru fluidanya. Dalam
74

dunia perminyakan tekanan kapiler digunakan untuk menentukan kedalaman


sumur yang akan dikomplesi.
75

BAB IX
KESIMPULAN UMUM

1. Analisa inti batuan adalah merupakan tahapan analisa setelah contoh formasi
di bawah permukaan (core) diambil.

2. Terdapat 5 macam sifat fisik fluida yaitu porositas, saturasi, permeabilitas,


resistivity dan wetabiliti.

3. Porositas adalah perbandingan volume pori batuan dengan volume total


batuan.

4. Saturasi oil merupakan perbandingan antara volume pori core yang diisi oleh
oil dengan volume pori total core. Saturasi water merupakan perbandingan
antara volume pori core yang diisi oleh water dengan volume pori total core.
5. Besar kecilnya volume fluida yang mengisi pori – pori batuan dapat
mempengaruhi besar kecilnya saturasi fluida tersebut di dalam suatu formasi
batuan reservoir.
6. Permeabilitas adalah kemampuan dari suatu batuan untuk melewatkan fluida.

7. Sieve analysis merupakan metode dalam menentukan keseragaman butiran


dari batuan.

8. Pasir merupakan permasalah di formasi untuk mencegahnya


dapat menggunakan slotted liner namun sebelumnya ditentukan ukuran
slotted.
9. Keseragaman butiran pada batuan formasi penting diketahui karena sebagai
referensi data dalam penentuan besar pengayak pasir dalam formasi (slotted).
76

10. Menurut Schwartz keseragaman butir dibedakan menjadi, C < 3 merupakan


pemilahan yang sedang,C > 5 merupakan pemilahan yang jelek, 3 < C < 5
merupakan pemilahan yang sedang.

11. Stimulasi adalah upaya dalam peningkatan produktifitas sumur, salah satunya
adalah menggunakan metode acidizing.
12. Sebelum melakukan acidizing terlebih dahulu ditentukan %berat solubility
batuan.
13. Persentase berat solubility adalah persentase berat material yang larut dalam
asam.
14. Tekanan Kapiler adalah perbedaan tekanan antara fluida yang bersifat
membashi batuan dengan fluida yang tidak membasahi batuan.
15. Semakin besar correct pressure yang ada pada sample batuan, maka mercury
saturationnya akan semakin kecil.
78

DAFTAR PUSTAKA

.................... http://Nanang Blog’s/Dasar-dasar Teknik Reservoir.htm

STT MIGAS BALIKPAPAN. Modul Praktikum Analisa Inti Batuan. 2009

Irawan Sony, Ir. Diktat kuliah Mekanika reservoir,. MT . 2000

Sukoco, Muhammad. Laporan Praktikum Analisa Inti Batuan. 2009

.................... www.migasnet04sholeh779.blogspot.com

.................... www.glossary.oilfield.slb.com

.................... www.migasnet01_fatniasi710.blogspot.com
79

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai