Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA


Percobaan V
SUPOSITORIA DAN OVULA
disusun oleh
Shifa Fadillah 10060314087
Siti Sopiah 10060316065
Eky Syahroni 10060316066
Mutiani 10060316067
Siti Hapsoh A 10060316068
Hanna Wanda K 10060316069
Nurul Hasannah 10060316070

Tanggal praaktikum : 10 April 2019


Tanggal pengumpulan : 15 April 2019
Asisiten Dosen : Indah Ayu Lestari, S. Farm
LABORATORIUM FARMASI UNIT E

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2019 M/1440 H
BAB V

SUPOSITORIA DAN OVULA

I. NAMA dan KEKUATAN SEDIAAN


Formula A supositoria : Bisakodil 10 mg/4 mg (supoforiak)
Formula B ovula : povidon 0,4 mg/4 g (ovufor )
II. PRINSIP PERCOBAAN
Berdasarkan teknik tuang, dimana basis dilelehkaan padaa suhu tertentu
bahkan dasar yang digunakan meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam
cairan didalam rectum. Zat aktif dapat larut dalam basis bila perlu dipanaskan
dan apabila sukar larut zat aktif di serbukkan terlebih dahulu. Setelah
campuran zat aktif dan basis meleleh/mencair homogen, campuran dituangkan
kecetakan kemudian didinginkan.
III. TUJUAN PERCOBAAN
3.1.Dapat mengetahui cara pembuatan supositoria dan ovula
3.2.Dapat mengetahui karakteristik masing-masing basis
3.3.Dapat mengetahui cara evaluasi supositoria dan ovula serta bagaimana
hasil yang baik
IV. PREFORMULASI ZAT AKTIF
1. Bisakodil

Gambar 4.1.1 Struktur kimia Bisakodil

BM: 361,39 (Depkes RI, 2014).


Pemerian: Serbuk hablur; putih sampai hampir putih; terutama dari partikel dengan
diameter terpanjang lebih kecil dari 50μm (Depkes RI, 2014).
Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air; larut dalam kloroform dan dalam benzene;
agak sukar larut dalam etanol dan dalam methanol; sukar larut dalam eter
(Depkes RI, 2014).
Titik lebur: 131-135°C (Depkes RI, 2014).
Wadah penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 2014).
Stabilitas: Supositoria dan tablet enteric harus disimpan pada suhu <30°C
(Martindale, 2006).
Inkompatibilitas: Efektivitas bisakodil akan berkurang jika diberikan bersamaan
dengan antasida, simetikon, famotidine, ranitidine (Martindale,
2006).
Kegunaan:Laksativa stimulant, persiapan sigmoidoskopi, pruktoskopi, radiologi
(Depkes RI, 1995).
Dosis: Dalam supositoria untuk konstipasi, untuk anak-anak dan dewasa 10mg,
dibawah 10 tahun 5mg. (Depkes RI, 1995).
2. Povidone Iodine

Gambar 4.2.1 Struktur kimia Povidone Iodine

Rumus Molekul: (C6H9NO3)3


Pemerian: Serbuk amorf; coklat kekuningan; sedikit berbau khas. Larutan bereaksi
asam terhadap kertas lakmus (Depkes RI, 2014).
Kelarutan: Larut dalam air dan dalam etanol; praktis tidak larut dalam kloroform,
dalam karbon tetraklorida, dalam eter, dalam heksan dan dalam aseton
(Depkes RI, 2014).
Wadah penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 2014).
Kegunaan: Infeksi, infeksi vagina, membersihkan kulit dan selaput lendir.
Stabilitas: Higroskopis, rentan terhadap pertumbuhan jamur (Martindale, 2006).
Inkompatibilitas: Dapat berinteraksi dengan litium, jika digunakan konsultasi ke
dokter (Martindale, 2006).
V. PREFORMULASI ZAT TAMBAHAN
1. Oleum Cacao

Pemerian: Bahan padat putih atau kekuningan; rapuh dengan sedikit bau. (Depkes RI,
2014).
Titik leleh: 31-34°C (Depkes RI, 2014).
Kelarutan: Mudah larut dalam kloroform, eter dan petroleum spirit; larut dalam etanol
mendidih; sedikit larut dalam etanol 95%. (Depkes RI, 2014).
Stabilitas: Pemanasan >36°C selama persiapan supositoria dapat mengakibatkan
penurunan titik beku yang cukup besar karena terjadi pembentukan kristal
metastabil. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam pembentukan
supositoria (Rowe et all, 2009).
Kegunaan: Basis supositoria (Rowe et all, 2009).
Penyimpanan: Harus disimpan pada suhu <25°C. mudah tengik dan meleleh sehingga
harus disimpan ditempat sejuk dan kering terhindar dari cahaya
(Lachman, 2008).

2. Gliserol
Gambar 5.2.1 struktur kimia Gliserol

Rumus kimia: C3H8O3 (Depkes RI, 2014).


BM: 92,09 (Depkes RI, 2014).
Pemerian: Cairan; jernih seperti sirup; tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh
berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; netral terhadap
lakmus (Depkes RI, 2014).
Kelarutan: Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak menguap
(Depkes RI, 2014).
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 2014).
Stabilitas: Gliserin bersifat higroskopik. Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi
oleh suasana dibawah kondisi penyimpanan normal tetapi terurai dengan
pemanasan, evolusi acrolein beracun. Campuran gliserin dengan air,
etanol 95%, dan propilenglikol stabil secara kimiawi (Rowe et all, 2009).
Inkompatibilitas: Gliserin dapat meledak jika dicampurkan dengan zat pengoksidasi
kuat seperti kromium trioksida, kalium klorat, atau kalium
permanganate (Rowe et all, 2009).
Kegunaan: Gelatin plasticizer (Rowe et all, 2009).
3. Gelatin
Pemerian: Lembaran, kepingan atau potongan, atau serbuk kasar sampai halus;
kuning lemah atau coklat terang; warna bervariasi tergantung ukuran
partikel. Larutannya berbau lemah seperti kaldu. Jika kering stabil di
udara, tetapi mudah terurai oleh mikroba jika lembab atau dalam bentuk
larutan. Gelatin Tipe A menunjukkan titik isoelektrik antara pH 7 dan pH
9. Gelatin Tipe B menunjukkan titik isoelektrik antara pH 4,7 dan pH 5,2
(Depkes RI, 2014)
Kelarutan: Tidak larut dalam air dingin; mengembang dan lunak bila dicelup dalam
air; menyerap air secara bertahap sebanyak 5-10 kali beratnya; larut dalam
air panas, dalam asetat 6N dan dalam campuran panas gliserin dan dalam
air; tidak larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak
lemak dan dalam minyak menguap (Depkes RI, 2014).
Stabilitas: Gelatin kering stabil di udara. Larutan gelatin cair juga stabil untuk waktu
yang lama jika disimpan dalam kondisi dingin tetapi tergantung terhadap
degradasi bakteri. Pada suhu di atas sekitar 508°C, larutan gelatin cair
dapat mengalami depolimerisasi lambat dan penurunan kekuatan gel dapat
terjadi pada pengaturan ulang. Depolimerisasi menjadi lebih cepat pada
suhu di atas 658°C, dan gel kekuatan dapat dikurangi setengahnya ketika
larutan dipanaskan pada 808°C selama 1 jam. Tingkat dan tingkat
depolimerisasi tergantung pada berat molekul gelatin, dengan berat
molekul lebih rendah bahan membusuk lebih cepat. Gelatin dapat
disterilkan dengan panas kering. Bahan curah harus disimpan dalam
wadah kedap udara di tempat sejuk, berventilasi baik dan kering (Rowe et
all, 2009).
Inkompatibilitas: Gelatin adalah bahan amfoter dan akan bereaksi dengan asam dan
basa. Gelatin merupakan protein dan sehingga menunjukkan sifat
kimia karakteristik bahan tersebut; misalnya, agar-agar bisa
dihidrolisis oleh sebagian besar sistem proteolitik untuk
menghasilkan komponen asam amino. Gelatin juga akan bereaksi
dengan aldehida dan gula aldehida, polimer anionik dan kationik,
elektrolit, ion logam, plasticizer, pengawet, pengoksidasi kuat, dan
surfaktan. Ini diendapkan oleh alkohol, kloroform, eter, garam
merkuri, dan asam tanat. Gel bisa dicairkan oleh bakteri kecuali
diawetkan (Rowe et all, 2009).
4. Aquadest
Pemerian: Cairan yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe
et all, 2009).
Titik didih: 100°C (Rowe et all, 2009).
Titik lebur: 0°C (Rowe et all, 2009).
Stabilitas: Air secara kimiawi stabil di semua keadaan fisik (es, cair, dan uap air)
(Rowe et all, 2009).
Inkompatibilitas: Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan
eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam
keberadaan air atau uap air) pada lingkungan dan suhu tinggi. Air
dapat bereaksi keras dengan logam alkali dan dengan cepat logam
alkali akan teroksidasi, seperti kalsium oksida dan magnesium
oksida. Air juga bereaksi dengan garam anhidrat untuk membentuk
hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan bahan organik tertentu
dan kalsium karbida (Rowe et all, 2009).

VI. PREFORMULASI WADAH KEMASAN


6.1.Kemasan Primer
1. Supositoria
Kemasan primer yang digunakan untuk sediaan supositoria yaitu alumunium foil,
karena alumunium foil bersifat fleksibel, tidak tembus cahaya sehingga dapat digunakan
untuk membungkus sediaan yang berlemak dan bahan-bahan yang peka terhadap cahaya
seperti oleum cacao yang digunakan sebagai basis.
2. Ovula
Kemasan primer yang digunakan untuk sediaan ovula yaitu alumunium foil, karena
alumunium foil tidak dapat ditembus cahaya sehingga dapat melindungi kestabilan povidone
yang rentan terhadap cahaya.
6.2.Kemasan Sekunder
Kemasan sekunder yang digunakan yaitu kardus yang dapat menjamin kestabilan sediaan
selama penyimpanan.

VII. ANALISIS PERTIMBANGAN FORMULA


6.1. Supositoria
Zat aktif yang digunakan adalah bisakodil yang berkhasiat sebagai laksativa
stimulant. Pada saat dibuat dalam bentuk sediaan suppositoria didapat onset yang
cepat, pemberian secara rektal onsetnya 15 menit sampai 1 jam sedangkan onset
bisakodil jika dibuat dalam bentuk sediaan tablet salut enteric bisa mencapai 6 jam
sampai 12 jam. Hal ini juga sesuai dengan teori yang tercantum pada Martindale
(2008) bahwa bisakodil untuk pasien diatas 10 tahun sebanyak 10 mg serta bisakodil
praktis tidak larut air dan larut lemak bersifat non-polar.
Basis yang di gunakan adalah oleum cacao (basis lemak) dimana oleum cacao ini
berdaya guna dalam melepaskan zat aktif karena memiliki titik lebur 31°C-34°C
sehingga membuat suppositoria dapat melebur atau meleleh pada suhu tubuh. Oleum
cacao memiliki kelebihan cepat membeku, mampu meleleh sempurna, kompatibel
dengan bisakodil, tidak berbahaya dan tidak menimmbulkan iritasi yaitu sesuai untuk
mengurangi sifat iritasi dari bisakodil. Obat yang larut dalam lemak yang dicampur
dengan oleum cacao (basis lemak), pada umumnya memberi hasil pelepasan yang
baik. Pada penambahan oleum cacao ini dilebihi 20% pada basisnya, sebab basis saat
dilebur akan terjadi peguapan sehingga dapat mempengaruhi bobot oleum cacao
sendiri, sehingga penambahan basis 20% tersebut untuk menggantikan oleum cacao
yang menyusut atau menguap.

6.2. Ovula

Zat aktif yang digunakan adalah povidone yang berfungsi sebagai antiseptik,
tujuannya untuk mendapatkan efek local yaitu untuk mengobati vagina dengan cara
membunuh bakteri, jamur, virus dan infeksi mikroba yang mengandung lipid dengan
cara merusak membranlipid bakteri. Dibuat dalam bentuk ovula karena ovula adalah
sediaan padat yang digunakan sebagai otot luar khusus untuk vagina (H.A Syamsuni,
2004, hal : 164). Adapun keuntungan dari zat aktif povidone ini selain larut dalam
air, povidone sebagai antiseptik yang tidak merangsang, stabil karena tidak menguap.
Selain itu povidone juga dapat digunakan sebagai obat luka.
Basis yang digunakan adalah gelatin yang larut air panas. Bahan dasar ovula
harus larut air karena tidak melebur pada suhu tubuh tetapi melarut dalam cairan
sekresi tubuh sehingga digunakan basis ini. Saat proses peleburan diatas penangas air
povidone yang memiliki kelarutan dalam air larut dalam gelatin sehingga cocok
digunakan basis yang larut air ini.

Bahan lainnya yang digunakan adalah gliserin yaitu dapat digunakan sebagai
pengikat dan emolien dalam formulasi untuk mengatasi iritasi serta digunakan
sebagai agen terapeutik dalam berbagai aplikasi klinis (Rowe, hal : 289). Emolien
dibutuhkan dalam ovula atau supositoria vaginal untuk memudahkan penggunaan
ditambahkan emolien sebagai pelumas untuk mencegah hidrasi kulit pada daerah
vagina (Balsam,1975)

VIII. FORMULA
8.1.Formulasi Awal
Formula B (Ovula)
Formula A (Suppositoria)
R/ Povidone 10%
R/ Bisakodil 10 mg
Gliserin 70%
Ol.Cacao 100%
Gelatin 14%
m.f. suppo No. XII @4g
Aquadest ad. 100%
m.f. Ovula No. XII @4g
8.2.Formula Akhir
Formula A (Suppositoria) Formula B (Ovula)

R/ Bisakodil 150 mg R/ Povidone 6 gr


Ol.Cacao 32,97 gr Gliserin 37,8 gr
m.f. suppo No. XII @4g Gelatin 7.56 gr
Aquadest 8,64 gr
m.f. Ovula No. XII @4g

IX. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


9.1.Perhitungan dan Penimbangan Suppositoria

Perhitungan bilangan pengganti:

Dik = bobot basis 100% = 2,2 gram

Bobot 10 % zat aktif = 2,4 gram

Cara I

Bobot suppo 100% zat aktif = 2,2 gram


Bobot 10% zat aktif = 2,4 gram
10
 Kandungan zat aktif dalam basis = 100 𝑥 2,4 𝑔 = 0,24 𝑔𝑟𝑎𝑚

 Bobot suppo yang mengandung 10% zat aktif


Bobot suppo 10% zat aktif – bobot zat aktif dalam suppo =
2,4 gram – 0,24 gram = 2,16 gram
 Bobot basis yang digantikan oleh 2,16 gram zat aktif
Bobot suppo 100% basis – bobot basis dalam suppo 100 zat aktif =
2,2 gram – 2,16 gram = 0,04 gram
 Bobot basis yang digantikan oleh zat aktif
Bobot basis yang digantikan oleh 2,16 g Z.A 0,04 g
= = 0,17
Bobot zat aktif dalam suppo 0,24 g

 Kesetaraan zat aktif dalam basis


Bisakodil 10 mg x 0,17 = 1,7 mg = 0,0017 gram
10 mg zat aktif bisakodil dalam suppo menggantikan mg oleum cacao dalam
basis
 Basis yang digunakan
Bobot suppo 100% basis – berat basis yang digantikan oleh zat aktif =
2,2 gram – 0,0017 gram = 2,1983 gram

Cara II
Bobot basis 100% zat aktif = 2,2 gram
Bobot 10% zat aktif = 2,4 gram
Bobot basis 100%−(Bobot Basis+zat aktif)X100
𝑓= +1
Bobot basis zat aktif x 10
(2,2 gram−2,4 gram) X100
𝑓= + 1 = 0,17
2,4 gram x 10

 Kesetaraan zat aktif dalam basis


Bisakodil 10 mg x 0,17 = 1,7 mg = 0,0017 gram
10 mg zat aktif bisakodil dalam suppo menggantikan mg oleum cacao dalam
basis
 Basis yang digunakan
Bobot suppo 100% basis – berat basis yang digantikan oleh zat aktif =
2,2 gram – 0,0017 gram = 2,1983 gram
Penimbangan Suppositoria

Bahan 1 Suppo 15 suppo


Bisakodil 10 mg 150 mg
Oleum Cacao 2,198 gram 32,974 gram
9.2.Perhitungan dan Penimbangan Ovula
Bobot total ovula 4 gram
10
 Povidone 10% = 100 𝑥 4 𝑔 = 0,04 𝑔𝑟𝑎𝑚
90
Basis = 100 𝑥 4 𝑔 = 3,6 𝑔𝑟𝑎𝑚
70
 Gliserin 70% = 100 𝑥 3,6 𝑔 = 2,52 𝑔𝑟𝑎𝑚
14
 Gelatin 14% = 100 𝑥 3,6 𝑔 = 0,504 𝑔𝑟𝑎𝑚

 Aquadest = (4 g – (0,04 + 2,57 + 0,504) g) = 0,576 gram

Penimbangan Ovula

Bahan 1 Ovula 15 Ovula


Povidon 0,4 gram 6 gram
Gliserin 2,52 gram 37,8 gram
Gelatin 0,504 gram 7,56 gram
Aquadest 0,576 gram 8,64 gram
X. PROSEDUR PEMBUATAN DAN EVALUASI
10.1. Kalibrasi alat pencetak supositoria/ovula
Disiapkan alat cetak supositoria dan ovula kemudian alat cetak dibersihkan
dari debu serta kotoran yang melekat pada alat cetak, sebelum digunakan alat cetak
dilumasi dengan menggunakan parafin liquid secukupnya. Alat cetak ditutup dan
dikunci rapat kemudian dimasukkan basis supositoria/ovula kedalam alat cetak
setelah dimasukan basis didiamkan terlebih dahulu pada suhu kamar selama kurang
lebih 15 menit dan cetakan dipindahkan kedalam freezer untuk menyempurnakan
kepadatan basis yang ada dicetakan setelah menjadi padat cetakan dikeluarkan dan
basis yang sudah memadat diambil dari cetakan dan ditimbang.
10.2. Penentuan Bilangan Pengganti
Dibuat basis suppositoria yang mengandung basis saja yaitu 4 gram dan
dipanaskan diatas penangas air setelah meleleh basis dimasukkan kedalam alat
cetakan, dibiarkan pada suhu kamar sampai terjadi pemadatan selanjutnya
dimasukkkan kedalam freezer untuk didapatkan pemadatan yang sempurna selama
kurang lebih 15 menit, kemudian diambil hasil basis yang sudah memadat dan
ditimbang.
Selanjutnya dibuat basis supositoria dengan 10% zat aktif yaitu 0,4 gram dan
melelehkan basis supositoria 90% yaitu 3,6 gram terlebih dahulu, 10% zat aktif yang
sudah ditimbang dimasukkan kedalam lelehan basis supositoria yang suhunya sudah
menurun dan diaduk agar terdispersi sempurna, dituangkan campuran basis dan zat
aktif kedalam alat cetak didiamkan agar memadat dan dimasukkan kedalam freezer
agar terjadi pemadatan yang sempurna, ditimbang sediaan yang sudah memadat untuk
dijadikan bobot supositoria 10% zat aktif.

10.3. Prosedur pembuatan supositoria dan ovula


Disiapkan alat cetak supositoria dan ovula yang sudah dibersihkan terlebih dahulu
dan disiapkan bahan-bahan yang akan digunakan, sebelumnya bahan-bahannya
ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan hasil perhitungan dan penimbangan formula.
Kemudian alat cetak dipanaskan diatas penangas air dalam keadaan terbuka kurang
lebih 5 menit. Setelah itu dilakukan peleburan basis supositoria dan ovula diatas
penangas air menggunakan cawan penguap dan setelah basis terdispersi sempurna
kemudian zat aktif dimasukkan kedalam cawan penguap dan diaduk agar homogen.
Setelah zat aktif dan basis sudah menyatu sempurna selanjutnya diangkat cawan
penguap suppositoria dan ovula dari penangas air.
Alat cetak yang sudah dilakukan pemanasan diatas penangas air kemudian
dilumasi dengan paraffin liquid secukupnya, setelah itu massa dari supositoria dan
ovula dimasukkan kedalam alat cetak masing-masing dengan cepat dan akurat untuk
menghindari massa aktif supositoria dan ovula tidak memadat sebelum dituangkan
semua, penuangan menggunakan batang pengaduk sebagai jembatan penuangan
kedalam lubang cetakan pada saat melakukan penuangan massa kedalam setiap
lubang volume pengisian dilebihkan sedikit karena akan terjadi penyusutan saat
proses pemadatan, disetelah semua massa dimasukkan kedalam lubang alat cetak
didiamkan terlebih dahulu kurang lebih 15 menit. Setelah massa sediaan sudah
terlihat memadat kemudian dimasukkan kedalam frezzer sampai massan dari kedua
sediaan memadat sempurna. Setelah didiamkan beberapa menit alat cetakan
dikeluarkan dari freezer dan kemudian dipisahkan sediaan suppositoria dan ovula dari
alat cetak, setelah semua sediaan sudah dipisahkan dari alat cetaknya sediaan bisa
dilakukan evaluasi untuk dilakukan pengecekan hasil akhir dari sediaan supositoria
dan ovula.

10.4. Evaluasi supositoria dan ovula


1. Uji Homogenitas Zat Aktif
Diambil 3 sediaan, masing-masing dipotong-potong secara vertical dengan cutter ,
Ketersediaan zat aktif pada bagian internal dan eksternal diamati secara homogen,
lalu Prosedur yang sama dilakukan pada masing-masing sampel yang telah ditimbang
(triplo).
Penafsiran hasil:
Supositoria :sediaan yang baik tidak akan tampak penumpukan (padatan) pada suatu
tempat.
Ovula : sediaan yang baik tidak akan tampak penumpukan (padatan) pada suatu
tempat.
2. Uji penampilan
Uji ini dilakukan bersamaan dengan evaluasi homogenitas zat aktif.
Penafsiran hasil:
Sediaan yang baik tidak ada keretakan, lubang eksudasi cairan, dan
pembengkakan basis.
3. Keseragaman Bobot
Ditimbang masing-masing bobot sebanyak 6 sediaan secara acak, dan dihitung
bobot rata-ratanya.
Penafsiran hasil :
Tidak lebih dari 2 sediaan yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata
sebesar > 5%, dan tidak ada satupun sediaan yang bobotnya menyimpang >10%
(Teknologi Farmasi, Voight, hal 305).
4. Uji Kisaran dan Waktu Meleleh
Dilakukan terhadap 3 sediaan, disiapkan thermometer dan stopwatch.
Dimasukkan 3 sediaan uji ke dalam cawan penguap, kemudian secara bersamaan
diletakkan di atas penangas air. Dengan seksama, dihitung suhu dan waktu saat
sediaan mulai meleleh dan saat sediaan meleleh sempurna.
XI. DATA PENGAMATAN
1. Uji Homogenitas Zat Aktif
Hasil Pengamatan:
Sediaan 1 2 3
Supositoria - - -
Ovula - - -
Kesimpulan :
Suppositoria: sediaan suppositoria 1, 2 dan 3 memnuhi syarat karena tidak
ada penumpukan zat aktif pada suatu tempat (homogen)
Ovula: sediaan ovula 1, 2 dan 3 memnuhi syarat karena tidak ada
penumpukan zat aktif pada suatu tempat (homogen).
2. Penampilan
Hasil pengamatan:
Supositoria 1 2 3
Lubang eksudasi - - -
Keretakan - - -
Bengkak - - -
Kesimpulan:
Berdasarkan pengamatan, suppositoria 1,2 dan 3 yang telah dievaluasi memenuhi
persyaratan karena tidak terdapat keretakan, lubang eksudasi dan pembengkakan.

Ovula 1 2 3
Lubang eksudasi +++ ++ +
Keretakan - - -
Bengkak - - -
Kesimpulan:
Berdasarkan pengamatan, ovula 1, 2 dan 3 yang telah dievaluasi tidak memenuhi
persyaratan karena terdapat lubang eksudasi.
3. Keseragaman bobot Supositoria Bobot (g)
Ovula Bobot (g)
1 2,42
1 3,95
2 2,42
2 3,62
3 2,42
3 3,97
4 2,35
4 3,90
5 2,39
5 3,66
6 2,43
6 3,94
Rata-rata 2,405
Rata-rata 3,84
5% 0,120
5% 0,192
⸫ Rentang Batas Atas ⸫ Rentang Batas Atas
= 3,84 + 0,192 = 4,032 = 2.405 + 0,120= 2,525
⸫ Rentang Batas Bawah ⸫ Rentang Batas Bawah
= 3,84 – 0,192 = 3,648 = 2.405 – 0,120= 2,285
Kesimpulan :
Supositoria : Supositoria memenuhi syarat. Karena tidak ada dua sediaan
yang menyimpang dari >5% .
Ovula : Ovula memenuhi syarat. Karena tidak ada dua sediaan yang
menyimpang dari >5%.
4. Uji Kisaran dan Waktu Leleh
Supositoria Waktu Leleh Kisaran Leleh
T1 (detik) T2 (detik) T1 (℃) T2 (℃)
1 17.27 180 40 60
2 13.78 76.86 42 64
3 14.80 90.9 40 60
Kesimpulan
Waktu leleh semua sampel supositoria memenuhi syarat karena < 15 menit.
Dan kisaran leleh nya tidak memenuhi syarat, karena suhu nya > 37℃.

Ovula Waktu Leleh Kisaran Leleh


T1 (detik) T2 (detik) T1 (℃) T2 (℃)
1 12 86 38 50
2 10 129 36 52
3 10 102 40 62
Kesimpulan
Waktu leleh semua sampel ovula memenuhi syarat karena < 15 menit. Dan
kisaran leleh nya tidak memenuhi syarat, karena suhu nya > 37℃, tetapi pada
sampel ke 2 T1 < 37℃.

XII. PEMBAHASAN
12.1. Supositoria
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan pembuatan supositoria.
Supositoria adalah sediaan padat yang biasa digunakan melalui dubur, umumnya
berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak, atau meleleh pada suhu tubuh. Bentuk
dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan ke
dalam lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan dalam
penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu waktu dan suhu
tertentu. Supositoria untuk rectum umumnya dimasukkan dengan jari tangan, tetapi
untuk vagina khususnya tablet vagina yang dibuat dengan cara kompresi dapat
dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus (Ansel,
1989).

Supositoria termasuk ke dalam sediaan dengan mekanisme kerja sistemik dan


lokal. Untuk mengetahui supositoria yang bekerja secara sistemik atau lokal dapat
dilihat dari basis yang digunakan. Apabila zat aktif nya larut air dan basis nya larut
lemak maka dapat dipastikan supositoria tersebut bekerja secara sistemik. Salah satu
supositoria yang bekerja secara sistemik contoh nya pada bayi atau balita yang
mengalami demam kemudian mengalami kejang maka dapat diberikan melalui anus
dan nanti nya zat aktif akan masuk ke dalam darah karena terdapat pembuluh darah.
Sedangkan supositoria yang bekerja secara lokal, zat aktif dan basis nya larut air.
Contoh nya pada penyakit wasir.

Zat aktif yang digunakan yaitu bisakodil yang berkhasiat sebagai laksatif
stimulant dibuat supositoria sehingga diperoleh onset yang cepat. Onset kerja
bisakodil jika dibuat tablet salut enterik mencapai 6 jam sampai 12 jam, sedangkan
pada pemberian secara rektal onset nya 15 menit sampai 1 jam. Kekuatan sediaan
bisakodil 10 mg / 4 gr. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang tercantum di dalam
Martindale (2008), bahwa bisakodil untuk pasien di atas 10 tahun sebanyak 10 mg.
Bisakodil praktis tidak larut air dan larut lemak bersifat non polar. Basis yang dipilih
adalah oleum cacao (basis lemak) dapat diabsorbsi oleh tubuh. Hal ini sesuai dengan
cara kerja basis yang dapat larut dalam lemak, sehingga dapat masuk ke dalam tubuh
karena terdapat pembuluh darah, memiliki titik leleh 30-36℃ sehingga ketika
digunakan secara rektal basis akan langsung meleleh dan membebaskan zat aktif.
Basis yang digunakan yaitu oleum cacao. Oleum cacao memiliki kelebihan cepat
membeku, mampu meleleh semurna, kompatibel dengan bisakodil, tidak berbahaya.
Oleum cacao tidak menimbulkan iritasi yaitu sesuai untuk mengurangi iritasi dari
bisakodil.
Agar supositoria dapat digunakan secara efektif, aman dan nyaman, maka
basis supositoria harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut (Voigt, 1971)
:
- Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus: hal ini
dapat disebabkan oleh masa yang tidak fisiologis atau tengik, terlalu keras,
juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik),
- Secara kimia netral (tidak tak tersatukan dengan bahan obat),
- Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil),
- Interval yang sangat rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan demikian
pembekuan masa berlangsung dengan cepat dalam cetakan,
- kontraksibilitasnya baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan),
- Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih
(sangat penting artinya bagi kemantapan bentuk dan juga daya penyimpanan,
khususnya pada suhu tinggi).

Menurut sifat fisiknya basis supositoria dibagi menjadi :


a. Larut Lemak
 Lemak coklat
Lemak coklat merupakan basis supositoria yang paling banyak digunakan karena
basis ini mempunyai sifat-sifat fisik yang memenuhi persyaratan ideal.Namun lemak
coklat memiliki beberapa kelemahan yaitu dapat menjadi tengik, meleleh pada udara
panas, menjadi cair bila bercampur dengan obat-obatan tertentu dan pemanasan yang
terlalu lama, te risomerisasi dengan titik leleh yang terlalu rendah dan tidak
dikehendaki (Coben dan Lieberman, 1994). Lemak coklat sebagai lemak tumbuhan
diperoleh dari pengepresan biji masak tanpa bungkus dan telah disangrai dari
Theobroma cacao. Lemak coklat bersifat netral secara kimia dan fisiologis serta
banyak digunakan karena daerah leburnya 31-34ºC, dan pada suhu kamar, bentuk
lemak coklat bagus (Voigt, 1971). Lemak coklat merupakan campuran trigliserida.
Sekitar 78% adalah gliserol-1-palmitat-2-oleat-3-stearat, gliserol-1,3-distearat-2-oleat
dan gliserol1,3-dipalmitat-2-oleat, dan sisanya adalah komposisi berbagai campuran
trigliserida.
 Lemak keras.
Lemak keras banyak dimuat dalam farmakope -farmakope sebagai masa
supositoria yang telah mendekati sifat ideal basis supositoria.lemak keras terdiri dari
mono-, di- dan trigleserida asam-asam jenuh C10H21COOH sampai C10H10COOH.
Lemak keras merupakan produk semi sintesis yang di dominasi oleh asam laurat
berwarna putih, mudah patah, tidak berbau, tidak berasa, dan mempunyai
kecenderungan yang sangat rendah untuk menjadi untuk menjadi tengik (angka iod
paling tinggi 3, angka iod untuk lemak coklat 35-39). Harga viskositas leburan lemak
coklat terletak sedikit lebih tinggi daripada lemak keras. Massanya tidak larut air,
melebur pada suhu 33,5-35,5ºC. Interval antara titik lebur dan titik bekunya lebih
rendah daripada lemak coklat (Voigt, 1971)
b. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air
 Basis gelatin gliserin
Basis gelatin gliserin ini paling sering digunakan dalam Supositoria vagina
dimana yang diharapkan efek setempat yang cukup lama dari unsur obatnya. Basis
gelatin gliserin lebih lambat melunak dan bercampur dengan cairan tubuh dari pada
oleum cacao dan oleh karena itu waktu pelepasan obatnya lebih lama. Oleh karena
basis gelatin gliserin cenderung menyerap uap air, akibat sifat gliserin yang
higroskopis, maka basis ini harus dilindungi dari lembab, supaya terjaga bentuk dan
konsistensi supositorianya. Adanya air dalam formula supositoria akan mengurangi
kerjanya, tetapi jika perlu supositoria boleh dibasahi dengan air sebelum
pemakaiannya, untuk mengurangi kecenderungan basis tersebut menarik air dari
membran mukosa dan merangsang jaringan tubuh (Ansel, 1989). Keuntungan dari
basis ini adalah melarut dengan cepat dalam rektum. Kerugiannya adalah bahwa
supositoria (basis gliserin-gelatin) khusus dengan konsentrasi yang rendah merupakan
media makanan yang baik untuk bakteria. Sediaan ini harus dibuat segar, di simpan
dalam wadah tertutup rapat (Voigt, 1971).
 Polietilenglikol (PEG)
Polietilenglikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat
menjadi bermacam-macam panjang rantainya. Bahan ini terdapat dalam berbagai
macam berat molekul dan yang paling banyak yang digunakan adalah polietilenglikol
200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, dan 6000. Pemberian nomor
menunjukkan berat molekul rata -rata dari masing-masing polimernya. PEG yang
memiliki berat molekul rata-rata 200, 400 dan 600 berupa cairan bening tidak
berwarna dan mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih,
padat. Macam-macam kombinasi dari PEG bisa digabung dengan cara melebur,
dengan memakai dua jenis atau lebih untuk memperoleh basis supostoria yang
diinginkan konsistensi dan sifat khasnya (Ansel, 1989). Supositoria dengan PEG
tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahan-lahan melarut dalam cairan
tubuh. Oleh sebab itu basis tidak perlu diformulasi agar melebur pada suhu tubuh.
Jadi mungkin untuk menyiapkan supositoria dengan campuran PEG yang mempunyai
titk lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh. Bahan ini bukan saja tidak memungkinkan
perlambatan obat dari basisnya begitu supositoria di masukkan, tetapi juga memberi
kemungkinan yang tepat bagi penyimpanannya di luar lemari pendingin dan tidak
melunak bila terkena udara panas. Kepadatannya pun memungkinkan untuk
dimasukkan pada waktu pemakaian secara perlahan-lahan tanpa akan melebur pada
jari yang memasukkannya (seperti pada supositoria dengan basis oleum cacao).
Karena tidak melebur pada suhu tubuh, tetapi bercampur dengan sekret dari mukosa
pada waktu melarut, supositoria dengan basis PEG tidak akan bocor dari lubang lu
bang masuknya, seperti yang terjadi pada suppositoria dengan basis oleum cacao.
Jika supositoria tidak mengandung sedikitnya 20% air untuk mencegah rangsangan
membran mukosa setelah dipakai, maka suppositoria tersebut harus dicelupkan ke
dalam air sebelum digunakan, ini mencegah ditariknya cairan dari jaringan tubuh
setelah dimasukkan dan terjadi rasa menyengat (Ansel, 1989).
Metode yang digunakan pada pembuatan supositoria yaitu pencetakan dengan
cara penuangan atau disebut juga dengan teknik pelelehan. Metode ini sering
digunakan dalam skala kecil maupun skala industri. Cetakan yang digunakan
biasanya disekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara membujur. Pada waktu leburan
dituangkan cetakan ditutup dan dapat dibuka lagi saat akan mengeluarkan supositoria
yang telah dingin. (Ansel, 2008).
Sebelum dilakukan proses pembuatan supositoria bisakodil sebanyak dua belas
buah, diawali dengan menentukan massa oleum Cacao yang volume nya setara
dengan 1 gram bisakodil yang biasanya disebut dengan bilangan pengganti. Bilangan
pengganti adalah jumlah basis yang digantikan oleh zat aktif dikarenakan perbedaan
bobot jenis. Bobot 1 gram basis tidak bisa dianggap setara dengan bobot 1 gram zat
aktif maka harus dihitung bilangan penggantinya untuk mengetahui kesetaraan 1
gram basis yang digantikan oleh zat aktif. Bilangan pengganti berfungsi dalam
mengatasi masalah apabila oleum Cacao yang akan menyusut pada saat di cetak.
Dalam menentukan bilangan pengganti maka dilakukan kalibrasi cetak terlebih
dahulu. Alat cetak supositoria dipanaskan terlebih dahulu di atas penangas air yang
bertujuan untuk memperlambat proses pembekuan basis pada saat dituangkan, karena
oleum cacao sangat mudah membeku begitupun dengan basis dan basis + zat aktif
yang dipanaskan atau dilelehkan di atas penangas air. Setelah dipanaskan, alat
dikeringkan dan dibasahi dengan lubrikan (paraffin liquid) untuk mencegah
melekatnya supositoria pada dinding cetakan dan memudahkan terlepasnya
supositoria dari alat. Kemudian oleum cacao dan oleum cacao + bisakodil yang telah
meleleh dituangkan ke dalam alat cetak sampai meluber untuk mengetahui bahwa
setiap cetakan sudah terisi penuh. Lalu diamkan selama 5 sampai memadat sebagian
di dalam suhu ruangan sebelum dimasukkan ke dalam freezer. Apabila supositoria
langsung di masukkan ke dalam freezer dapat membuat supositoria menjadi rapuh.
Setelah memadat, supositoria dimasukkan ke dalam freezer hIngga membeku. Setelah
supositoria membeku, kemudian supositoria dikeluarkan dari cetakan baik yang basis
saja ataupun basis dengan zat aktif. Kemudian ditimbang masing-masing bobot
supositoria sehingga diperoleh bilangan pengganti. Bilangan pengganti yang
diperoleh pada supositoria bisakodil adalah 2,1966.
Setelah diketahui bilangan pengganti nya, maka dibuat supositoria sesuai
dengan formula yang telah ditentukan dan telah dihitung sebanyak dua belas buah.
Pembuatan supositoria bisakodil sama hal nya dengan pembuatan pada kalibrasi alat.
Setelah supositoria berhasil dibuat maka selanjutnya dilakukan evaluasi supositoria.
Pada sediaan supositoria dilakukan beberapa evaluasi, diantaranya uji homogenitas
zat aktif, penampilan atau organoleptis, keseragaman bobot, serta waktu leleh dan
kisaran leleh.
Pada evaluasi homogenitas zat aktif, tiga buah supositoria yang di ujikan
memenuhi syarat. Dikatakan memenuhi syarat karena tidak terjadi nya penumpukan
zat aktif atau pendistribusian zat aktif nya tersebar merata. Selain itu juga pada uji
organoleptis, supositoria nya memenuhi syarat. Dikatakan memenuhi syarat karena
tidak terdapat retakan, lubang eksudat, dan tidak terjadi pembengkakan basis. Apabila
pada supositoria terdapat lubang eksudat, maka terdapat air yang terjerat di dalam
rongga udara. Sehingga untuk menghindari hal tersebut terjadi, ketika basis dan zat
aktif sudah melebur sempurna harus segera dituangkan ke dalam mesin cetakan.
Evaluasi yang selanjutnya yaitu uji keseragaman bobot, dimana dipilih secara acak 6
buah supositoria kemudian ditimbang masing-masing supositoria dan selanjutnya
dihitung rata-rata nya. Dan dihitung juga 5% dari rata-rata nya yang akan digunakan
dalam menentukan rentang batas atas dan batas bawah. Setelah diperoleh batas atas
dan batas bawah maka semua supositoria memenuhi syarat. Dikatakan memenuhi
syarat karena masing-masing bobot tidak kurang dari 2,2 895 dan tidak lebih dari
2,5305. Dan tidak ada dua sediaan yang bobot nya menyimpang dari bobot rata-rata
sebesar > 5% dan tidak ada satupun sediaan yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata sebesar > 10%. Dan evaluasi terakhir yaitu waktu leleh dan kisaran leleh.
Waktu leleh merupakan waktu yang diperlukan untuk pertama kali meleleh sampai
meleleh sempurna, sedangkan kisaran leleh yaitu suhu yang diperlukan untuk meleleh
pertama kali sampai meleleh sempurna. Suhu yang diperlukan untuk meleleh
sempurna yaitu pada suhu tubuh atau (±37oC) sehingga sediaan tidak boleh terlalu
lama berada di dalam suhu ruangan dan tidak boleh kontak dengan tubuh. Sebanyak
tiga buah supositoria dipanaskan diatas penangas air, kemudian dihitung dengan
stopwatch waktu pertama kali meleleh sampai meleleh secara sempurna. Dan dengan
termometer diukur suhu nya dengan termometer. Pada ketiga sediaan waktu leleh nya
memenuhi syarat karena < 15%. Apabila waktu leleh nya lebih dari 15 menit maka
sediaan tersebut tidak layak untuk digunakan karena akan berdampak pada efek yang
akan ditimbulkan. Sedangkan untuk kisaran leleh, tidak memenuhi syarat karena suhu
nya > 37°C.
12.2. OVULA
Pada praktikum kali ini melakukan percobaan pembuatan ovula. Adapun
pengertian Ovula adalah salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan untuk
obat luar, dalam hal ini melalui vaginal yang ditujukan untuk mencapai efek lokal
maupun sistemik. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV yang dimaksud dengan
sediaan ovula adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan
melalui vagina. Ovula umumnya meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh.
Bahan dasar ovula umumnya lemak coklat, gelatin trigliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam
lemak Polietilen glikol. Bentuk dan ukuran ovula harus sedemikian rupa sehingga
dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diinginkan tanpa
meninggalkan kejanggalan begitu masuk, harus dapat bertahan untuk suatu waktu
tertentu (Ansel, 2005)
Adapun zat aktif yang digunakan pada pembuatan ovula ini yaitu povidone.
Povidone adalah zat aktif dalam bentuk kompleks degan iodin yang merupakan
antimikroba yang digunakan untuk mengobati keputihan yang disebabkan oleh
candida dan trichomonas (ISO vol 45, 2011). Povidone yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu povidone dalam bentuk sediaan cair dengan warna coklat dan
memiiliki bau yang khas serta dapat larut dalam air dan etanol.

Povidone dibuat dengan bentuk sediaan ovula karena dilihat dari fungsinya
sebagai pencegah keputihan, maka untuk mempercepat kerja obat dan lebih
memastikan obat bekerja pada target jadi dibuat sediaan ovula. Pada pembuatan ovula
ini menggunakan basis sebagai pembawa zat aktif. Basis memiliki peranan penting
dalam pelepasan zat aktif yang dikandungnya. Salah satu persyaratan pertama bagi
suatu basis yaitu basis yang selalu padat pada suhu ruangan dan akan melunak,
melebur, dan melarut dengan mudah pada suhu tubuh sehingga obat yang
dikandungnya dapat sepenuhya diproleh segera setelah dimasukan. Pada pembuatan
ovula ini, digunakan basis larut air yaitu gelatin tergliserinasi yang mengandung air
10%, gliserin 70% dan gelatin 20%. Ovula povidone ini memiliki efek local dengan
zat aktif yang larut air dan basis yang larut air.

Basis gelatin gliserin ini paling sering digunakan dalam Supositoria vagina atau
ovula dimana yang diharapkan efek setempat yang cukup lama dari unsur obatnya.
Basis gelatin gliserin lebih lambat melunak dan bercampur dengan cairan tubuh
daripada oleum cacao dan oleh karena itu waktu pelepasan obatnya lebih lama. Oleh
karena basis gelatin gliserin cenderung menyerapuap air, akibat sifat gliserin yang
higroskopis, maka basis ini harus dilindungi dari lembab, supaya terjaga bentuk dan
konsistensi sediaannya. Adanya air dalam formula supositoria akan mengurangi
kerjanya, tetapi jika perlu supositoria boleh dibasahi dengan air sebelum
pemakaiannya, untuk mengurangi kecenderungan basis tersebut menarik air dari
membran mukosa dan merangsang jaringan tubuh (Ansel, 1989).
Metode yang digunakan pada pembuatan ovula povidone ini adalah metode cetak
dengan cara penuangan. Metode ini memanfaatkan panas untuk pelelehan basis dan
pembuatan masa ovula dalam bentuk larutan. Bahan-bahan yang akan dibuat ovula
yaitu povidone, gelatin, gliserin dan aquadekst. Bahan-bahan tersebut ditimbang
sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perhitungan. Kemudian gelatin, gliserin
dan aquadest dicampurkan dan dilebur hingga bahan melelh sempurna sambal diaduk.
Sebelum basis larut homogen, disiapkan alat cetak ovula dan dibersihkan agar ovula
yang terbentuk bersih dari pengotor dan didapat bentuk yang sempurna. Setelah alat
cetak dibersihkan, kemudian alat cetak dipanaskan diatas penangas air tujuannya agar
pada saat penuangan larutan obat kedalam cetakan, karena prosesnya yang lama
diharapkan basis tidak cepat membeku. kemudian diolesi alat cetak dengan paraffin
liquidum hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pengeuaran ovula dari
cetakan, jadi paraffin liquidum berfungsi sebagai pelumas agar ovula tidak lengket
saat dikeluarkan dan didapat hasil yang diinginkan. Setelah alat dilumasi, kemudian
basis yang sudah melebur dicampurkan dengan povidone diatas penangas air
kemudian diaduk agar homogen dan masa ovula yan sudah melebur dengan homogen
dituangkan kedalam cetakan.
Setelah dimasukan kedalam cetakan, sediaan didiamkan disuhu ruangan hingga
mulai mengeras dan dipindahkan ke freezer agar ovula benar-benar memadat. Ovula
tidak dimasukan langsung kedalam freezer melainkan didiamkan dahulu pada suhu
kamar agar ovula tidak rusak karena perubahan suhu yang tiba-tiba.
Setelah ovula dimasukan kedalam freezer dan memadat, kemudian ovula
dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan evaluasi untuk melihat seberapa baik ovula
yang telah dibuat dan melihat kelayakan ovula untuk digunakan sebagai obat. Pada
percoban ini ovula yang dicetak sebanyak 12 ovula, dan semua berhasil dicetak dan
memiliki bentuk ovula yang baik. Evalusi yang pertama dilakukan yaitu evaluasi uji
homogenitas zat aktif. 3 buah ovula yang digunakan uji homogenitas zat aktif. Pada
uji homogenitas ini lebih ditekankan pada kedistribusian zat aktif yang terkandung
didalam basis ovula. Pada uji ini parameter yang dilihat adalah ada/tidak adanya
penumpukan zat aktif (padatan) pada suatu tempat. Dimana pada sediaan baik tidak
akan ada tampak penumpukan zat aktif (padatan) pada suatu tempat. Berdasarkan
hasil evaluasi, sediaan ovula 1,2 dan 3 setelah dibelah secara vertical tidak terlihat
penumpukan zat aktif, jadi ovula ini memenuhi syarat karena tidak adanya
penumpukan zat aktif (padatan) pada suatu tempat.
Selanjutkan dilakukan evaluasi uji penampilan, Uji ini dilakukan bersamaan
dengan evaluasi homogenitas zat aktif. Uji ini dilakukan secara organoleptic untuk
melihat penampilannya apakah seragam atau tidak antara 1 dengan yang lainnya.
Parameter yang dilihat adalah ada atau tidaknya keretakan, lubang eksudasi cairan
dan pembengkakan basis. Pada sediaan yang baik tidak ditrmukan adanya keretakan,
lubang eksudasi cairan dan pembengkakan basis. Pada 3 ovula yang dievaluasi tidak
terdapat keretakan dana pembengkakan, namun terdapat lubang eksudasi cairan pada
ketiga ovula tersebut, dimana lubang eksudasi cairan adalah suatu keadaan adanya
rongga udara didalam sediaan, dimana didalamnya terdapat air yang terjerap. Hal ini
tidak boleh terjadi karena bobotnya bisa jadi tidak sesuai dan bisa jadi dapat
mengurangi zat aktifnya. sehingga ovula dikatakan tidak memenuhi persyaratan uji
penampilan.
Setelah dilakukan uji penampilan, selanjutkan dilakukan uji keseragaman bobot.
Tujuan dari evaluasi ini yaitu untuk mengetahui keseragaman bobot untuk menjamin
dosis yang seragam dari setiap sediaan sehingga menghasilkan efek terapeutik yang
seragam pula. Uji keseragaman bobot dilakukan pada 6 sediaan ovula dengan cara
menimbangnya satu persatu. Setelah penimbangan ovula, kemudian dihitung rata-rata
bobot ovula. Pada evaluasi keseragaman bobot ini sediaan ovula dinyatakan bobotnya
seragam apabila tidak lebih dari 2 sediaan yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata >5% dan tidak ada satupun sediaan yang bobotnya menyimpang >10%.
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan bobot rata-rata ovula sebesar 3,84 gram,
dan telah dihitung pula standar deviasinya. Berdasarkan perhitungan dinyatakan tidak
boleh ada sediaan yang bobotnya <3,65 dan tidak boleh ada satupun supositosia yang
bobotnya >4,03. Berdasarkan hasil evaluasi, sediaan ovula memiliki keseragaman
bobot yang memenuhi persyaratan yaitu memiliki rata-rata 3,84 gram yang memasuki
rentang 3,65-4,03 sehingga memenuhi persyaratan. Dan tidak ada ovula yang lebih
dari 2 sediaan yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata >5% dan tidak ada
satupun sediaan yang bobotnya menyimpang >10%.
Evaluasi yang terakhir yaitu uji kisaran dan waktu leleh, kisaran leleh merupakan
rentang suhu zat padat dari mulai meleleh sampai melelh sempurna. Sedangkan
waktu meleleh adalah waktu dari mulai zat padat meleleh sampai meleleh sempurna.
Sediaan yang baik yaitu memiliki suhu dan waktu leleh yang sempurna yaitu pada
suhu tubuh (±37oC) selama ≤15 menit. Untuk evaluasi ini, dilakukan dengan cara
memasukkan ovula pada cawan penguap yang diletakan diatas penangas, kemudian
waktu leleh dan suhu leleh ovula dihitung dari mulai melelh hinga meleleh sempurna.
Ovula yang dievaluasi sebanyak 3 buah ovula, dari 3 ovula yang dievaluasi ovula 1
dan 3 tidak memenuhi syarat dari segi uji kisaran suhu karena suhu >37 oC namun
pada ovula 2 memenuhi syarat. Namun, dilihat dari evaluasi waktu leleh 3 ovula
memenuhi persyaratan karena waktunya <15 menit. Uji ini menunjukan bahwa
sediaan ketika dimasukan kedalam tubuh melalui rektal menuju organ tertentu dapat
mulai melelh dan meleleh sempurna pada selama waktu tersebut.

XIII. INFORMASI OBAT STANDAR


13.1. Bisakodil (Tim Editorial MIMS, 2016, hal : 17-18 )
 Indikasi : Terapi konstipasi akut dan kronik. Pengosongan perut sebelum
pemeriksaan radiologi untuk abdomen, atau endoskopi dan sebelum atau
sesudah operasi.
 Kontra Indikasi: Kondisi abdomen akut, obstruksi ileus, apendisitis.
 Dosis : Dewasa 2-3 tab, dosis diberikan sampai dengan 6 tablet diberikan
untuk pengosongan kolon secara komplit. Untuk anak 1-2 tablet.
 Pemberian Obat : Untuk memperoleh efek obat yang cepat, berikan pada saat
perut kosong danjangan diberikan dalam waktu 1 jam sesudah pemberian
antasida, susu atau produknya. Untuk dulcolax suppositoria (bentuk seperti
peluru) dewasa dan anak diatas 10 tahun dosis 1 suppositoria (10mg).
sementara anak usia 6-10 tahun menggunakan 1 suppositoria (5mg) dan obat
dimasukkan seluruhnya kedalam anus.
 Perhatian : Terhadap anak dan ibu. Pada masa kehamilan penggunaan
bisakodil harus dengan petunjuk medis. Selian itu Sebagaimana laksativ
lainnya, bisakodil tidak boleh diberikan setiap hari dalam waktu yang sama.
Pengguaan berlebihan dalam waktu lama dapat menyebabkan ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit dan hipokalimea, dan dapat mengendapkan
onset konstipasi.
 Efek samping :Rasa tidak nyaman pada perut .
 Penyimpanan :Simpan pada suhu 25-30°C dan lindungi dari cahaya. Simpan
ditempat yang aman, jauhkan dari jangkauan anak-anak P no. 1
 Kategori : Golongan obat bebas.
13.2. Povidon (Tim Redaksi ISO, 2017, Hal : 236) (Ansel, H.C, 1989)
 Indikasi : Menjaga kebersihan vagina, mengobati keputihan, infeksi vagina
yang disebabkan oleh jamur, bakteri maupun protozoa.
Antiseptic yang membunuh bakteri, jamur dan virus.
 Kontra Indikasi : Jika digunakan bersama lithium
 Dosis : Isi botol plastic yang tersedia dengan cairan betadine Vaginal Douche
sampai batas A ( untuk pengobatan kebersihan) atau sampai batas B ( untik
pengobatan infeksi). Untuk topical digunakan dengan cara dimasukkan ke
dalam vagina sampai melebur.
 Perhatian : Jika terjai reaksi alergi atau over dosis setelah menggunakan
povidone iodine segera hubungi dokter.
 Efek samping : Dapat timbul sesitisasi walaupun jarang, paa efek local edema,
iritaso, pruritus dan rash.
 Kategori :Golongan obat bebas
XIV. WADAH DAN KEMASAN JADI
KESIMPULAN

1. Pembuatan supositoria dan ovula dilakukan dengan menggunakan metode


pencetakan dengan cara penuangan.
2. Formula yang dibuat menghasilkan sediaan yang baik, namun ada kesalahan-
kesalahan dalam pekerjaan sehingga mengakibatkan ketidaksesuaian hasil.
3. Evaluasi yang dilakukan antara lain uji homogenitas, uji organoleptis, uji
keseragaman bobot serta uji kisaran dan waktu leleh.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press


Jakarta.
Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4. Jakarta : UI Press

Balsam, M S., E.Sagarin. (1974). Cosmetic Science and Technology Vol II.
NewYork; John Wiley dan Sons, Icn.

Coben, L. J., dan Lieberman, H. A., (1994), Supositoria, Teori dan Praktek Farmasi
Industri II diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Hal 1147-1194, Jakarta
:Universitas Indonesia Press.

H. A Syamsun. (2014). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed. London :
ThePharmaceutical Press.

Sweetman, S.C.. (2009). Martindale The Complete Drug Reference, Thirty


SixthEdition. New York : Pharmaceutical Press.

Tim Editor MIMS. (2016). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 16


,2016/2017. Jakarta: Penerbit Asli (MIMS Pharmacy Guide).

Tim Redaksi ISO. (2017). ISO Indonesia Volume 51. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan

Tim Depkes RI, (1995), Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta: Dirjen POM.

Anda mungkin juga menyukai