UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Dosen Pembimbing :
Mastur, M.Pd
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya kepada kita semua, dengan rahmat dan hidayah-Nya pula penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar. Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas tambahan yang
diberikan kepada penulis oleh dosen matakuliah “Teknologi Pendidikan”.
Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dosen matakuliah Teknologi
Pendidikan atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua , dalam menambah
wawasan khususnya bagi penulis makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis selaku
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini di masa yang
akan datang.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i
PENDAHULUAN............................................................................................................................................1
Latar Belakang........................................................................................................................................1
Rumusan Masalah...................................................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................2
BAB III........................................................................................................................................................13
PENUTUP...................................................................................................................................................13
Kesimpulan............................................................................................................................................13
Daftar Pustaka.......................................................................................................................................15
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah teknologi pendidikan perlu diketahui seseorang untuk menjadi seorang yang ahli
dalam bidang teknologi pendidikan. Karena untuk menjadi ahli dalam bidang tertentu, seseorang
harus mampu memiliki pengetahuan tentang sejarah dalam bidang bersangkutan.
Bidang teknologi pendidikan meliputi analisis masalah belajar dan kinerja, serta desain,
pengembangan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan proses pembelajaran dan sumber daya
yang dimaksudkan dapat meningkatkan pembelajaran dan kinerja dalam berbagai pengaturan,
lembaga pendidikan khususnya dan tempat kerja. Profesional di bidang teknologi instruksional
sering menggunakan prosedur teknologi instruksional yang sistematis dan menggunakan
berbagai media pembelajaran untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Selain itu, dalam beberapa
tahun terakhir, mereka telah meningkatkan perhatian untuk solusi non-instruksional untuk
beberapa masalah belajar dan kinerja. Penelitian dan teori yang terkait dengan masing-masing
daerah tersebut juga merupakan bagian penting dari dalam bidang teknologi instruksional.
Selama bertahun-tahun, praktek-penggunaan sistematis prosedur teknologi pendidikan
dan penggunaan media untuk tujuan-instruksional telah membentuk inti dari bidang teknologi
pendidikan. Dari perspektif sejarah, sebagian besar praktek yang berkaitan dengan media
pembelajaran telah terjadi perkembangan yang berhubungan dengan teknologi pendidikan.
Melihat begitu pentingnya sejarah Teknologi Pendidikan sebagai landasan untuk lebih
memahami dan mengetahui bagaimana Teknologi Pendidikan dalam tinjauan perkembangan
sejarahnya, maka sebagai individu yang bergerak dibidang Teknologi Pendidikan, penulis tertarik
untuk melakukan pembahasan tentang “Sejarah perkembangan teknologi pendidikan”.
Dalam makalah ini Penulis akan membahas banyak peristiwa penting dalam rentetan
sejarah bidang teknologi pendidikan yang telah terjadi di dunia.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pengembangan Sistem,Program dan Produk Teknologi
Pendidikan?
2. Sejarah Pengembangan Teknologi Pendidikan Bidang Akademik di Perguruan Tinggi
3. Sejarah Pengembangan Bidang Kerja dan Profesi Teknologi Pendidikan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
b. Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam bentuk berfilsafat, metode yang dipakan disebut
dengan Maieutik atau menguraikan, yng sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri.
Pelaksanaannya berlangsung dengan cara take and give of conversation. Dengan cara
2
memberikan pertanyaan yang mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates
mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.
c. Metode Abelard
Metode Abelard ini berlangsung pada masa pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metoda
yang di pakai bertujuan untuk membentuk kelmpok pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru
tidak memberikan jawaban final tetapi siswalah yang akan menyimpulkan jawaban itu sendiri.
Metoda ini biasa disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau setuju atau tidak.
d. Metoda Lancaster
Metoda Lancerter ini dalam bentuk sistem Monitoring yang merupakan bentuk
pengajaran yang unik, meliputi pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan
rencanannya yang meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi
kelas kusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media pengajaran dan
pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lacaster, pemakaian media pengajaran masih
sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa menulis.
e. Metoda Pestalozi
Pengamatan pada alam merupakan landasan utama dari proses daktiknya. Pengetahuan
bermula dari adanya pengamatan, dan pengamatan menimbulkan pengertian, selanjutnya
pengertian yang baru itu menimbulkan pengertian yang selanjutnya pengertiaan tersebut
bergabung dengan yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapat dikatakan bahwa
perintisan ke ara pendayagunaan perangkat keras ata hardware sebenarnya telah dimulai pada
masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan aritmatik yang terbagi dalam kotak kotak yang di
setiap kotaknya diberi garis-garis yang secara keseluruhan berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu
Pestalozi juga menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya dalam mempelajari angka,
bentuk, posisi dan warna disain.
f. Metoda Froebel
Metode Froebel didasarkan kepada metodologi dan pandangan filsafafnya yang intinya
mengatakan bahwa pendidikan masa kanak kanak merupakan hal paling penting untuk
keseluruhan kehidupannya. Karena itulah Froebel mendirikan Kindergarten atau yang lebih
dikenal dengan Taman Kanak-kanak. Metoda pengajaran Kindergarten dari Froebel meliputi
kegiatan berikut ini :
1) Bermain dan bernyanyi
2) Membentuk dengan melakukan kegiatan.
3) Grift dan Occupation.
3
a. Museum sekolah
Di Amerika Serikat, penggunaan media untuk tujuan pembelajaran telah dilacak kembali
setidaknya sebagai awal dekade pertama abad kedua puluh (Saettler, 1990). Pada waktu telah ada
sebuah museum sekolah. Saettler (1968) telah mengindikasikan, museum ini menjabat sebagai
unit administrasi pusat untuk instruksi visual dengan distribusi mereka dari pameran museum
portabel, stereograf (tiga-dimensi foto), slide, film, cetakan studi, grafik, dan bahan instruksional
“(hal. 89). Museum sekolah pertama dibuka di St Louis pada tahun 1905, dan tidak lama
kemudian, museum sekolah dibuka di Reading, Pennsylvania, dan Cleveland, Ohio. Meskipun
beberapa museum tersebut telah berdiri sejak awal 1900-an, daerah pusat terbesar media dapat
dianggap modern.
Saettler (1990) juga menyatakan bahwa bahan yang disimpan di museum sekolah
dipandang sebagai bahan pelengkap kurikulum. Mereka tidak dimaksudkan untuk menggantikan
guru atau buku teks. Sepanjang seratus tahun terakhir, pandangan awal tentang peran media
pembelajaran tetap lazim di komunitas pendidikan pada umumnya.
d. Perang Dunia II
Dengan terjadinya Perang Dunia II, pertumbuhan gerakan audiovisual di sekolah-sekolah
melambat, namun, perangkat audiovisual yang digunakan secara luas dalam pelayanan militer
dan dalam industri meningkat. Sebagai contoh, selama perang, Angkatan Darat Amerika Serikat
Angkatan Udara menghasilkan film pelatihan lebih dari 400 dan 6G0 filmstrips, dan selama
periode dua tahun (dari pertengahan 1943 sampai pertengahan 1945), diperkirakan bahwa lebih
dari empat juta pertunjukan film pelatihan untuk personel militer AS. Meskipun ada sedikit
waktu dan kesempatan untuk mengumpulkan data mengenai dampak dari film pada kinerja
personil militer, beberapa survei instruktur militer mengungkapkan bahwa mereka percaya
bahwa film pelatihan dan filmstrips yang digunakan selama perang itu trainintools efektif
(Saettler , 1990). Setidaknya beberapa musuh telah disepakati; pada tahun 1945, setelah perang
berakhir, Kepala Staf Umum Jerman mengatakan, “Kami memiliki segalanya dihitung sempurna
kecuali kecepatan Amerika mampu melatih orang-orang yang salah perhitungan utama
meremehkan penguasaan mereka cepat dan lengkap pendidikan film “(dikutip dalam Olsen &
Bass, 1982, hal 33)
Selain film-film pelatihan dan proyektor film, berbagai bahan dan peralatan audiovisual
lainnya yang bekerja dalam militer dan bidang industri selama Perang Dunia II. Perangkat yang
digunakan secara luas termasuk proyektor overhead, yang pertama kali dihasilkan selama
perang; proyektor slide, yang digunakan dalam mengajar pengakuan pesawat dan kapal:
peralatan audio, yang digunakan dalam mengajar bahasa asing: dan simulator dan perangkat
pelatihan, yang dipekerjakan dalam pelatihan penerbangan (Olsen & Bass, 1982 Saettler, 1990).
5
Perangkat audiovisual yang digunakan selama Perang Dunia II secara umum dianggap
sukses dalam membantu Amerika Serikat memecahkan masalah utama pelatihan: bagaimana
melatih efektif dan efisien individu dengan latar belakang beragam. Sebagai hasil dari
keberhasilan nyata, setelah perang ada minat baru dalam menggunakan perangkat audiovisual di
sekolah-sekolah (Finn. 1972: Olsen & Bass, 1982).
Dalam dekade setelah perang, beberapa program penelitian audiovisual intensif dilakukan
Studi penelitian yang dilakukan sebagai bagian dari program ini dirancang untuk
mengidentifikasi bagaimana berbagai fitur, atau atribut, bahan audiovisual yang terkena
pembelajaran, tujuan untuk mengidentifikasi atribut yang akan memfasilitasi pembelajaran
dalam situasi tertentu. Misalnya, satu program penelitian, yang dilakukan di bawah arahan
ArthurA. Lumsdaine, difokuskan pada identifikasi bagaimana belajar dipengaruhi oleh berbagai
teknik untuk memunculkan respon siswa terbuka selama menonton Film instruksional
(Lumsdaine, 1963).
f. Teori Komunikasi
Selama awal 1950-an, banyak pemimpin dalam gerakan nstruksi audiovisual menjadi
tertarik pada berbagai teori atau model komunikasi, seperti model yang diajukan oleh Shannon
dan Weaver (1949). Model ini berfokus pada proses komunikasi, sebuah proses yang melibatkan
pengirim dan penerima pesan dan saluran, atau media, melalui mana pesan yang dikirim. Para
penulis model ini menunjukkan bahwa selama perencanaan untuk komunikasi, maka perlu untuk
mempertimbangkan semua unsur dari proses komunikasi dan tidak hanya fokus pada media,
karena banyak di bidang audiovisual cenderung untuk melakukan. Sebagai Berlo (1963)
menyatakan, “Sebagai orang komunikasi saya harus berpendapat kuat bahwa itu adalah proses
yang sentral dan bahwa media meskipun penting, adalah hal sekunder” (hal. 378). Beberapa
pemimpin dalam gerakan audiovisual, seperti Dale (1953) dan Finn (1954), juga menekankan
pentingnya proses komunikasi. Meskipun pada awalnya, praktisi audiovisual tidak sangat
dipengaruhi oleh gagasan (Lumsdaine. 1964; Mcierhenry, 1980), ekspresi dari sudut pandang
akhirnya membantu untuk memperluas fokus gerakan audiovisual (Ely, 1963, 1970; Silber,
1981 ).
g. Televisi Pembelajaran
Mungkin faktor yang paling penting mempengaruhi gerakan audiovisual pada 1950-an
adalah meningkatnya minat dalam televisi sebagai media untuk memberikan instruksi. Sebelum
tahun 1950-an, telah terjadi sejumlah kasus di mana televisi telah digunakan untuk tujuan
instruksional (Gumpert, 1967; Taylor, 1967). Selama tahun 1950-an, bagaimanapun, ada
pertumbuhan yang luar biasa dalam penggunaan televisi pembelajaran. Pertumbuhan ini
dirangsang oleh setidaknya dua faktor utama.
Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan televisi pembelajaran adalah keputusan
tahun 1952 oleh Komisi Komunikasi Federal untuk menyisihkan 242 saluran televisi untuk
tujuan pendidikan. Keputusan ini menyebabkan perkembangan pesat sejumlah besar masyarakat
(kemudian disebut “pendidikan”) stasiun televisi. Pada tahun 1955, ada tujuh belas stasiun
6
seperti di Amerika Serikat, dan pada tahun 1960, jumlah itu meningkat menjadi lebih dari lima
puluh (Blakely, 1979). Salah satu misi utama dari stasiun-stasiun ini adalah presentasi dari
program pembelajaran. Sebagai Hezel (1980) menunjukkan, “Peran mengajar telah dianggap
berasal dari penyiaran publik sejak asal-usulnya. Terutama sebelum tahun 1960-an, pendidikan
penyiaran dipandang cepat dan efisien, berarti murah untuk memuaskan kebutuhan pembelajaran
bangsa” (hal. 173).
h. Pergeseran Terminologi
Pada awal 1970-an, istilah teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran mulai
menggantikan instruksi audiovisual sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan
aplikasi media untuk tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, pada tahun 1970, nama organisasi
profesional utama dalam bidang itu diubah dari Departemen Audiovisual Instruksi kepada
Asosiasi untuk Komunikasi dan Teknologi Pendidikan (AECT). Kemudian dalam dekade, nama
dari dua jurnal yang diterbitkan oleh AECT juga berubah: Tinjauan Komunikasi Audiovisual
menjadi Komunikasi Pendidikan dan Jurnal Teknologi, dan Instruksi Audiovisual menjadi
Inovator Instruksional. Selain itu, kelompok yang dibentuk pemerintah AS untuk memeriksa
dampak media instruksi disebut Komisi Instructional Technology. Terlepas dari terminologi,
bagaimanapun, sebagian besar individu di lapangan sepakat bahwa sampai saat itu, media
pembelajaran telah memiliki dampak minimal pada praktek-praktek pendidikan (Komisi
Instructional Technology, 1970; Kuba, 1986)
7
Pada tahun 1955 didirikan BKTPG (Balai Kursus Tertulis Pendidikan Guru) di Bandung.
Program ini ditujukan kepada guru SD guna menyongsong program perluasan kesempatan
belajar yang lebih berkualitas. Sekarang ini menjadi Pusat Pendembangan Penataran Guru
Tertulis. Pada saat yang hampir bersamaan telah didirikan TAC (Teaching Aid Center) atau Balai
Alat Peraga Pendidikan di Bandung dengan cabangnya di Malang.
Pendidikan keahlian teknologi pendidikan dimulai pada tahun 1976 pada jenjang S1 dan
tahun 1978 pada jenjang S2 dan S3. Mayoritas dosen yang mengajar didatangkan dari AS
melalui bantuan teknis dari USAID. Kurikulum dan tenaga dosennya dikoordinasikan oleh
Syracuse University dalam suatu konsorsium UCIDT (University Consortium of Instructional
Developoment and Technology). Di Indonesia diawali dengan adanya alat peraga yang
digunakan oleh guru-guru yang diharapkan maksimal. Teknologi pendidikan tidak hanya sebatas
media tetapi juga berupa strategi yang diperlukan agar siswa belajar aktif.
9
media tidak lebih dari kendaraan yang mengankut para ahli ke konfrensi pemecahan masalah dan
memberi sumbangan terhadap pemahaman para ahli tentang masalah tersebut.
f. Peneliti (research)
Tugas ini meliputi kegiatan penelitian yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.
Selain itu pada tahun 1979 dibuka pendidikan keahlian teknologi pendidikan (S1) di tujuh
IKIP (Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Ujung Pandang)
(Kusuma:2008). Sebetulnya pendidikan dan pelatihan keahlian teknologi pendidikan telah
dimulai pada tahun 1950 dengan mengirimkan tenaga ke luar negeri (Miarso, 2004: 57).
Sekarang ini sudah banyak perguruan tinggi yang membuka program studi teknologi
pendidikan baik strata satu, dua ataupun tiga. Ketiga strata pendidikan ini mempunyai
kompetensi yang berbeda-beda. Kompetensi Strata 1 (S1) lebih ditekankan pada kawasan
pemanfaatan atau penggunaan, Strata 2 (S2) ditekankan pada pengelolaan, penilaian dan
11
penelitian, sedangkan strata 3 (S3) penekanannya pada penilaian dan penelitian (Chaeruman,
2008:3).
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Awal tumbuhnya teknologi pembelajaran dapat dikatakan telah ada sejak dahulu, dimana
orang tua mendidik anaknya dengan cara memberi pengalaman serta memanfaatkan
lingkungannya. Menurut Finn, tahun 1920-an adalah awal perkembangan teknologi
pembelajaran. perkembangan tersebut dapat dilihat dari definisi teknologi
pembelajaran.Perkembangan teknologi pembelajaran pada tahun 1920-an adalah pengajaran
visual, artinya mengajar dengan menggunakan alat bantu visual yang terdiri dari gambar, model,
objek, atau alat-alat yang dipakai untuk menyajikan pengalaman konkret melalui visualisasi
kepada siswa. Perkembangan selanjutnya adalah disusunnya konsep teknologi pembelajaran
secara sistematis, berlangsung pada tahun 1963 dengan bercirikan pergeseran audiovisual kearah
teknologi pembelajaran. Walaupun perumusan definisinya masih kental dengan kandungan
audiovisual communication. Formulasi definisi yang disusun dengan berfokus pada pemahaman
bahwa teknologi pembelajaran adalah teori dan reorientasi konsep yang membedakannya dengan
konsep audiovisual.
3. Kontribusi pertama pendidikan dalam dunia pendidikan yaitu lahirnya pergerakan media
pendidikan
13
14
Daftar Pustaka
http://www.gurupendidikan.com/5-pengertian-dan-karakteristik-profesi-menurut-
para-ahli/
http://www.teknologipendidikan.net/2008/09/15/kompetensi-sarjana-teknologi-
pendidikan/
http://www.harmadi-derasid.blogspot.com/2009/01/profesi-teknologi-pendidikan-
tugas_09/
https://tepenr06.wordpress.com/2011/09/27/sejarah-perkembangan-teknologi-
pembelajaran/
Academia.edu/
https://forumsejawat.wordpress.com/2011/06/07/146/
http://ludisahendriza.blogspot.com/2013/12/perkembangan-teknologi-pendidikan-
dan.html
15