Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kementerian agama merupakan instansi pemerintah yang membidangi

urusan agama. Salah satu instansi yang berada di bawah naungan kementerian

agama adalah madrasah. Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang berbasis

islam. Adapun jenjang madrasah tidak berbeda dengan jenjang di sekolah umum

lainnya yaitu, madrasah ibtidaiyah setingkat dengan sekolah dasar, madrasah

tsanawiyah setingkat dengan SMP dan madrasah aliyah setingkat dengan SMA.1

Dalam karya tulis ini penulis akan menfokuskan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri

(MIN)

MIN, sebagaimana instansi pemerintah lainnya, memiliki tugas pokok dan

fungsi yang harus dilaksanakan. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

tersebut terkadang harus dilakukan diluar kantor atau dengan perjalanan dinas

baik dalam maupun luar kota. Untuk melakukan perjalanan dinas, setiap atasan

pegawai yang bersangkutan harus membuat surat tugas perjalanan dinas sebelum

pelaksanaan perjalanan dinas dilakukan.

Di dalam sebuah madrasah, faktor-faktor yang mendukung berjalannya

produktivitas madrasah adalah keuangan. Pengelolaan keuangan yang baik akan

menghasilkan produktivitas yang baik pula. Manajemen keuangan sekolah adalah

seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan/diusahakan secara

1
Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2010), h. 90-96
2

sengaja dan sungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinu terhadap biaya

opersional sekolah sehingga kegiatan pendidikan lebih efektif dan efisien serta

membantu pencapaian tujuan pendidikan2.

Bagian keuangan, sebagai fungsi pengelolah pencairan anggaran MIN

dalam hal ini MIN 24 Aceh Utara, memiliki peranan dalam perjalanan dinas

seperti pembayaran uang muka, pembayaran penyelesaian perjalanan dinas, dll.

Bagian keuangan melakukan pembayaran uang muka perjalanan dinas dari dana

uang persediaan pada bendahara pengeluaran, atau melalui pembayaran langsung.

Pembayaran langsung memiliki pengendalian yang kurang dalam hal tertib

dokumen pendukung untuk kepentingan internal/audit, sedangkan pembayaran

melalui uang persediaan memiliki risiko lainnya yaitu keterlambatan dokumen

pendukung dari pegawai yang melakukan perjalanan dinas sehingga penggantian

uang persediaan menjadi terlambat untuk mempertahankan likuiditas persediaan.

Likuiditas merupakan merupakan kemampuan sebuah organisasi dalam

memenuhi kebutuhan finansial atau keuangannya yang harus segera dipenuhi.

Dalam hal ini, likuiditas persediaan merupakan kemampuan MIN 24 Aceh Utara

dalam mencairkan dana/uang persediaan.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi likuiditas uang persediaan

adalah belum ada rencana bulanan pada unit-unit kerja sehingga sering terjadi

pengeluaran yang tidak tertuga melebih cadangan uang persediaan yang ada.

Berdasarkan latar belakang penulisan diatas serta kondisi di lapangan, Penulis

tertarik untuk mengembangkan uraian-uraian tersebut dalam laporan tugas akhir

2
Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar Ruzz
Media, 2010), h. 181
3

yang berjudul :“Pengaruh Proses Pembayaran Uang Perjalanan Dinas

terhadap Likuiditas Ganti Uang Persediaan (GUP) di MIN 24 Aceh Utara ”

B. Tugas Pokok dan Fungsi Satuan kerja

Terkait dengan proses atau prosedur pencairan segala dana di MIN

dilakukan oleh bendahara pengeluaran sesuai dengan tugas pokok dan fungsi

bendahara pengeluaran, yaitu:

1. Bendahara pengeluaran mempunyai tugas pokok sebagai berikut:

Menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan

mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja Satker

2. Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan pejabat yang

berwenang

3. Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah

pembayaran

4. Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan

5. Menyediakan uang persediaan dan merencanakan penarikan dana sesuai

keperluan belanja Satker

6. Melaksanakan penatausahaan dan pengarsipan surat kedinasan, SPJK,

SPP, SP2D dan dokumen-dokumen keuangan lainnya

7. Melaksanakan pembukuan sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku

8. Membantu memeriksa keabsahan dan kelengkapan dokumen SPJK

termasuk bukti-bukti pengeluaran/tagihan pembayaran


4

9. Meneliti kesediaan dana dalam POK dan DIPA serta ketepatan

pembebanan anggaran sesuai mata anggaran pengeluaran

10. Menyampaikan dokumen LPJ dan kelengkapannya yang telah diteliti

kepada KPA

11. Menyiapkan surat perintah pembayaran (SPP-UP, SPP-GU, SPP-LS dan

SPP-TU)

12. Menyampaikan SPP berikut dokumen kelengkapannya kepada Pejabat

Penguji dan Perintah Pembayaran

13. Menyiapkan data realisasi pelaksanaan anggaran belanja Satker

14. Membuat Laporan Keadaan Kas dan realisasi anggaran belanja sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku

15. Menyampaikan pendapatan dari PNBP kepada Bendahara Penerimaan

16. Melaksanakan pembayaran setelah mendapat persetujuan KPA atas

tagihan / permintaan pembayaran tersebut.

17. KPA meneliti/memeriksa dokumen permintaan uang/penyelesaian SPJ

dari Atasan Langsung PUMK/Pejabat pembuat komitmen,dan setelah

mendapat persetujuan dari KPA, Bendahara Pengeluaran dapat

memberikan uang muka kerja atau membayar.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai

berikut : “Belum terlaksananya prosedur sistem pengajuan pembayaran


5

perjalanan dinas secara baik di MIN 24 Aceh Utara sehingga mengganggu

likuiditas uang persediaan”

D. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memahami prosedur

pengajuan pembayaran perjalanan dinas pada MIN 24 Aceh Utara, mengevaluasi

secara prosedural prosedur tersebut terhadap kelangsungan kegiatan perjalanan

dinas MIN 24 Aceh Utara, dan memberikan saran-saran perbaikan yang

dipandang perlu dalam upaya peningkatan siklus persediaan uang persediaan

dalam rangka menunjang perjalanan dinas di MIN 24 Aceh Utara.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Uang Persediaan dapat digunakan untuk melakukan pembayaran pada

beberapa kegiatan antara lain pengadaan barang selain barang modal, kegiatan

rapat, workshop dan honorarium partisipan, perjalanan dinas dalam dan luar

negeri, serta kompensasi atas PNBP tahun lalu yang belum disetor. Mengingat

MIN 24 aceh Utara hanya memiliki bendahara pengeluaran yang ditunjuk oleh

Penggunaan Anggaran, maka penggunaan uang persediaan hanya dipengaruhi

oleh pengeluaran anggaran dengan rupiah murni. Komponen yang mempengaruhi

likuiditas uang persediaan cukup banyak, maka disini pembahasan dibatasi pada

kegiatan perjalanan dinas dalam dan luar negeri sebagai faktor utama yang

mempengaruhi kegiatan pengisian kembali uang persediaan.


6

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang latar belakang, Tugas pokok dan fungsi satuan

kerja, Rumusan masalah, pokok masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup

serta sistematika penulisan.

BAB II FAKTA DAN MASALAH

Bab ini menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang diinginkan.

BAB III PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang analisis dan pemecahan masalah.

BAB IV PENUTUP

Bab ini membahas tentang kesimpulan, saran, implikasi dan daftar Isi.
7

BAB II

FAKTA DAN MASALAH

A. Keadaan Sekarang

Pengajuan SPPD saat ini pelaksanaannya berdasarkan seberapa efektif

tingkat koordinasi antara pihak-pihak terkait, yakni antara pemberi tugas,

pelaksana tugas, pelaksana penerbit SPPD, pejabat yang mengesahkan dokumen

SPPD dan lampirannya, serta bendahara pengeluaran.

Dokumen-dokumen SPPD yang disampaikan dalam rangka pelaksanaan

tertib administrasi pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas yaitu:

a. Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). SPPD diterbitkan untuk satu

pegawai yang berisi informasi a.l. data pegawai yang bersangkutan, hal-

ihwal perjalanan dinas, cap dan pengesahan pada tempat keberangkatan

dan tempat tujuan, dan pengesahan dari pejabat yang memberi tugas dan

kuasa pengguna anggaran/pejabat lain yang ditunjuk;

b. Lampiran SPPD antara lain:

 Rincian Biaya Perjalanan Dinas yang berisi perincian pengeluaran

biaya oleh Bendahara, penerimaan uang muka oleh pegawai, dan

pengesahan perhitungan SPPD rampung oleh kuasa pengguna

anggaran/pejabat yang berwenang.

 Daftar Pengeluaran Riil, apabila diperlukan, untuk

mempertanggungjawabkan biaya penginapan atau biaya transport yang

tidak dapat diperoleh bukti pengeluarannya, yang ditandatangani oleh

pegawai yang melakukan perjalanan dinas dan disahkan oleh PPK.


8

 Kuitansi penerimaan uang perjalanan rampung dari Bendahara

Pengeluaran kepada pegawai yang melakukan perjalanan dinas

disahkan oleh PPK.

 Lembar pertanggungjawaban SPPD yang ditandatangani oleh pegawai

yang bersangkutan yang digunakan khusus sebagai

pertanggungjawaban biaya akomodasi yaitu biaya perjalanan (tiket,

bukti taksi), biaya penginapan.

Waktu penyerahan SPPD dari pegawai yang melakukan perjalanan dinas

kepada pejabat yang berwenang untuk mengesahkan, bendahara pengeluaran, dan

kuasa pengguna anggaran / pejabat yang ditunjuk harus diatur sedemikian rupa

sehingga pelaksanaan pertanggungjawaban UP dan TUP memakan waktu sangat

lama sehingga dokumen-dokumen lampiran SPPD yaitu Rincian Biaya Perjalanan

Dinas, Daftar Pengeluaran Riil, Kuitansi penerimaan uang perjalanan rampung,

Lembar pertanggungjawaban SPPD tidak dapat diisi sesuai dengan yang

sebenarnya.

B. Keadaan yang Diinginkan

1. Uang Persediaan dan Ganti Uang Persediaan

Uang Persediaan yang selanjutnya disebut UP adalah uang muka kerja

dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada

bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor

sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung.


9

Uang Persediaan dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran Belanja

Barang pada klasifikasi belanja 5211, 5212, 5221, 5231, 5241, dan 5811. Diluar

ketentuan tersebut, dapat diberikan pengecualian oleh Direktur Jenderal

Perbendaharaan untuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Pusat dan

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat untuk DIPA Pusat yang

kegiatannya berlokasi di daerah dan DIPA yang ditetapkan oleh Kepala Kanwil

Ditjen Perbendaharaan.

Untuk mengelola Uang Persediaan bagi satuan kerja (satker) di lingkungan

Kementerian Negara/Lembaga, sebelum diberlakukannya ketentuan dan/atau

dilakukannya pengangkatan pejabat fungsional Bendahara, menteri/pimpinan

lembaga atau pejabat yang diberi kewenangan dapat mengangkat seorang

Bendahara Pengeluaran pada Kementerian Negara/Lembaga atau satker yang

dipimpinnya.

Untuk membantu pengelolaan Uang Persediaan pada kantor/satker di

lingkungan Kementerian Negara/Lembaga, kepala satker dapat menunjuk

Pemegang Uang Muka (PUM). Dalam pelaksanaan tugasnya Pemegang Uang

Muka bertanggung jawab kepada Bendahara Pengeluaran.

Penggunaan UP menjadi tanggung jawab Bendahara Pengeluaran.

Bendahara Pengeluaran melakukan pengisian kembali UP setelah UP dimaksud

digunakan (revolving) sepanjang masih tersedia dana dalam DIPA. Bagi

bendahara yang dibantu oleh beberapa PUM, dalam pengajuan SPM-UP

diwajibkan melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang


10

dikelola oleh masing-masing PUM yang ditandatangani oleh Kuasa PA/ pejabat

yang ditunjuk.

Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPM-

UP adalah surat perintah membayar yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/

Kuasa Pengguna Anggaran untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan dan

membebani MAK transito. SPM UP diterbitkan dengan menggunakan kode

kegiatan untuk rupiah murni 0000.0000.825111, pinjaman luar negeri

9999.9999.825112, dan PNBP 0000.0000.825113. Sisa UP yang masih ada pada

bendahara pada akhir tahun anggaran harus disetor kembali ke Rekening Kas

Negara selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan.

Setoran sisa UP dimaksud, oleh KPPN dibukukan sebagai pengembalian UP

sesuai MAK yang ditetapkan.

Dalam rangka pengisian kembali UP, setiap satker diwajibkan

menyampaikan dokumen berupa SPM GUP dengan melampirkan:

a) surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) yang merinci setiap

pengeluaran UP berdasarkan sub kegiatan, yang dilampiri dengan daftar

rincian tanggung jawab belanja.

b) Berkas lampiran.

 Pengeluaran UP selain perjalanan dinas:

 asli faktur pajak standar atas pengadaan yang dikenai Pajak

Pertambahan Nilai (PPN),

 daftar penerimaan honorarium yang telah rampung dan disahkan

oleh bendahara pengeluaran dan pejabat pembuat komitmen,


11

 fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang dilegalisir oleh Kuasa

Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk, untuk transaksi yang

menurut ketentuan harus dipungut PPN dan pajak penghasilan (PPh),

 Pengeluaran UP perjalanan dinas:

 Daftar Pengeluaran Riil.

Sedangkan untuk SPM-GUP Nihil, MIN 24 Aceh Utara harus

menyampaikan berkas-berkas pendukung sama seperti pada SPM-GUP ditambah

dengan bukti penyetoran kembali sisa TUP yang tidak terpakai sehingga nilai

SPM-GUP ditambah sisa TUP sama dengan jumlah TUP yang akan

dipertanggungjawabkan.

2. Proses Pengajuan Pembayaran SPPD

Pelaksanaan pengajuan pembayaran SPPD dilakukan sedemikian sehingga

tidak mengganggu tertib administrasi untuk pelaksanaan penggantian UP dan

pertanggungjawaban TUP, baik untuk kepentingan KPPN selaku pihak eksternal

maupun pihak internal yaitu Bagian Keuangan MIN 24 Aceh Utara. Berkas-

berkas pertanggungjawaban atas pelaksanaan perjalanan dinas untuk kepentingan

internal MIN 24 Aceh Utara yaitu:

a. Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). SPPD diterbitkan untuk satu

pegawai yang berisi informasi a.l. data pegawai yang bersangkutan, hal-

ihwal perjalanan dinas, cap dan pengesahan pada tempat keberangkatan

dan tempat tujuan, dan pengesahan dari pejabat yang memberi tugas dan

kuasa pengguna anggaran/pejabat lain yang ditunjuk;

b. Lampiran SPPD antara lain:


12

 Rincian Biaya Perjalanan Dinas yang berisi perincian pengeluaran

biaya oleh Bendahara, penerimaan uang muka oleh pegawai, dan

pengesahan perhitungan SPPD rampung oleh kuasa pengguna

anggaran/pejabat yang berwenang.

 Daftar Pengeluaran Riil, apabila diperlukan, untuk

mempertanggungjawabkan biaya penginapan atau biaya transport

yang tidak dapat diperoleh bukti pengeluarannya, yang ditandatangani

oleh pegawai yang melakukan perjalanan dinas dan disahkan oleh

PPK.

 Kuitansi penerimaan uang perjalanan rampung dari Bendahara

Pengeluaran kepada pegawai yang melakukan perjalanan dinas

disahkan oleh PPK.

 Lembar pertanggungjawaban SPPD yang ditandatangani oleh pegawai

yang bersangkutan yang digunakan khusus sebagai

pertanggungjawaban biaya akomodasi yaitu biaya perjalanan (tiket,

bukti taksi, dan airport tax untuk perjalanan udara), biaya penginapan.

 Lembar verifikasi terhadap perhitungan biaya perjalanan dinas.

 Lembar ini digunakan untuk mengevaluasi administrasi dan

perhitungan biaya yang tertulis pada SPPD dan lampirannya pada

butir 1) s.d. 4) di atas, kemudian disahkan oleh verifikator dan

bendahara pengeluaran.

Waktu penyerahan SPPD dari pegawai yang melakukan perjalanan dinas

kepada pejabat yang berwenang untuk mengesahkan, bendahara pengeluaran, dan


13

kuasa pengguna anggaran / pejabat yang ditunjuk harus diatur sedemikian rupa

sehingga pelaksanaan pertanggungjawaban UP dan TUP dapat dilakukan

secepatnya agar rencana perjalanan dinas berikutnya tidak terhambat.

3. Sistem Pembuatan SPM-GUP dan SPM GUP Nihil pada MIN 24 Aceh
Utara

MIN 24 Aceh Utara, pada awal tahun, mengajukan SPM-UP (Uang

Persediaan) melalui bendahara pengeluaran Kementerian Agama dalam rangka

pengisian UP pertama kali dalam tahun anggaran berjalan, disertai daftar rincian

yang menyatakan jumlah uang yang dikelola oleh masing-masing PUM yang

ditandatangani oleh Kuasa PA/ pejabat yang ditunjuk. Proses tersebut berjalan

lancar setiap tahunnya dan tidak terkendala secara berarti.

Setelah UP digunakan sesuai dengan aturan pengeluaran UP, maka PPK

mengajukan Surat Perintah Pembayaran (SPP) dalam rangka pengisian kembali

UP dengan menyampaikan dokumen-dokumen pendukung yaitu:

a. surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) yang merinci setiap

pengeluaran UP berdasarkan sub kegiatan, yang dilampiri dengan daftar

rincian tanggung jawab belanja.

b. Berkas lampiran:

 Pengeluaran UP selain perjalanan dinas

 asli faktur pajak standar atas pengadaan yang dikenai Pajak

Pertambahan Nilai (PPN),

 daftar penerimaan honorarium yang telah rampung dan disahkan

oleh bendahara pengeluaran dan pejabat pembuat komitmen,


14

 fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang dilegalisir oleh Kuasa

Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk, untuk transaksi yang

menurut ketentuan harus dipungut PPN dan pajak penghasilan (PPh),

 semua berkas terkait yang mendukung keyakinan bahwa pengeluaran

UP telah dilakukan dengan sebenar-benarnya dan diterima dengan

baik oleh pihak yang berhak.

 Pengeluaran UP perjalanan dinas. Berkas yang dilampikan adalah

semua berkas perjalanan dinas sebagaimana yang telah dikemukakan

sebelumnya yaitu:

 Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). Lampiran SPPD antara

lain:

 Rincian Biaya Perjalanan Dinas.

 Daftar Pengeluaran Riil.

 Kuitansi penerimaan uang perjalanan rampung dari Bendahara

Pengeluaran kepada pegawai yang melakukan perjalanan dinas

disahkan oleh PPK.

 Lembar pertanggungjawaban SPPD atas biaya akomodasi.

Sedangkan untuk SPM-GUP Nihil, MIN 24 Aceh Utara harus

menyampaikan berkas-berkas pendukung sama seperti pada SPM-GUP ditambah

dengan bukti penyetoran kembali sisa TUP yang tidak terpakai sehingga nilai

SPM-GUP ditambah sisa TUP sama dengan jumlah TUP yang akan

dipertanggungjawabkan.
15

BAB III

PEMBAHASAN

A. Analisis

Dari uraian yang disampaikan pada Bab II Keadaan yang Diinginkan dan

Keadaan Sekarang, dapat diketahui terdapat beberapa perbedaan yang

mengakibatkan perputaran uang persediaan menjadi kurang lancar karena variabel

prosedur pengajuan perjalanan dinas yang kurang terlaksana dengan baik.

Dari pengamatan peneliti dapat dijelaskan bahwa belum terdapat fungsi

pengendalian atas surat tugas yang ganda atau SPPD yang terikat pada

bagian/fungsi tertentu sebagai pembuat keputusan untuk membatalkan salah satu

dari perintah perjalanan yang tumpang tindih hari pelaksanaannya sehingga

kesalahan dalam pertanggungjawaban SPPD dapat terjadi. Hal ini dikarenakan,

meskipun secara perhitungan total jumlah biaya perjalanan yang dikeluarkan dan

pertanggungjawaban SPM-GUP sama, akan tetapi secara administrasi tidak

diperbolehkan seorang pegawai melakukan perjalanan yang sama dalam hari yang

sama sehingga dapat menjadi Temuan dalam audit oleh BPK. Selain itu juga

belum terdapat target waktu dalam pelaksanaan prosedur pengajuan pembayaran

SPPD sehingga keterlambatan penyampaian dokumen tidak dikenakan

sanksi/hukuman yang membuat pelaksanaan birokrasi pengajuan pembayaran

SPPD membaik.

Keandalan pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas dipertanyakan

ketika bendahara pengeluaran melakukan pengajuan GUP dalam rangka


16

pelaksanaan rencana perjalanan dinas pada bulan berikutnya. Hal ini

dimungkinkan karena kebutuhan administrasi pada KPPN guna penerbitan SP2D

penggantian uang persediaan berbeda dengan kebutuhan administrasi dalam

rangka kepentingan internal MIN 24 Aceh Utara.

Khusus untuk pengeluaran UP perjalanan dinas, berkas yang paling sulit

dilengkapi adalah pada berkas lampiran yaitu pada Kuitansi penerimaan uang

perjalanan rampung dari Bendahara Pengeluaran kepada pegawai yang melakukan

perjalanan dinas disahkan oleh PPK, dan Lembar pertanggungjawaban SPPD atas

biaya akomodasi dikarenakan terkadang dokumen tersebut belum ditandatangani

oleh pegawai yang melakukan perjalanan dinas, atau belum semuanya kembali

dan terkumpul sehingga Daftar rincian perjalanan dinas yang dilampirkan pada

SPM GUP yang dikirim ke KPPN kurang dapat diandalkan.

B. Pemecahan Masalah.

Berdasarkan analisis masalah di atas, maka penulis melihat terdapat pokok

permasalahan tunggal yang apabila dilaksanakan dapat membuat pelaksanaan

pengajuan pembayaran perjalanan dinas dapat berjalan lancar sehingga perputaran

uang persediaan menjadi lebih cepat dan kegiatan perjalanan dinas yang

direncanakan pada bulan berikutnya dapat berjalan sesuai rencana. Solusi yang

dimaksud adalah:

Penugasan fungsi pengendalian atas surat tugas yang ganda atau SPPD

yang terikat pada bagian/fungsi tertentu sebagai pembuat keputusan untuk

membatalkan salah satu dari perintah perjalanan yang tumpang tindih hari
17

pelaksanaannya sehingga kesalahan dalam pertanggungjawaban SPPD tidak

terjadi dan tidak menjadi temuan dalam audit oleh BPK.

Dibuat target waktu dalam pelaksanaan prosedur pengajuan pembayaran

SPPD sehingga keterlambatan penyampaian dokumen dapat dicegah dan

keterlambatan dapat dikenakan sanksi yang tegas dan efektif dalam perbaikan

birokrasi pengajuan pembayaran dinas.

Meningkatkan keandalan pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas

dapat dilakukan dengan menjaga konsistensi atas pengawasan penerbitan SPP dan

SPM-GUP / GU Nihil. Hal ini dilakukan dengan cara menolak pembayaran

pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas ketika ditemukan bahwa kelengkapan

administrasi tidak memadai dan tidak dapat menjamin bahwa UP dikeluarkan

dengan sebenar-benarnya dan diterima oleh orang yang berhak menerimanya.

Namun, dampak dari penerapan kebijakan ini adalah rencana perjalanan dinas

pada bulan berikutnya dapat terhambat dikarenakan waktu jatuh tempo

pertanggungjawaban UP sesuai rencana MIN 24 Aceh Utara menjadi tertunda.

Berdasarkan alternatif solusi di atas, penulis merekomendasikan agar

solusi pertama yakni pembuatan rancangan atas SOP tentang Pengajuan

Pembayaran Perjalanan Dinas Pegawai/ Pejabat MIN 24 Aceh Utara dilengkapi

dengan SOP lainnya yang berkaitan yang mengatur tentang konsekuensi atas

keterlambatan pernyampaian berkas pertanggungjawaban perjalanan dinas dimana

pejabat penandatangan SPM berhak untuk menolak apabila berkas yang

disampaikan belum lengkap atau belum disahkan seluruhnya oleh pejabat yang

berwenang. Solusi ini memberikan payung hukum bagi pejabat penandatangan


18

SPM untuk menjaga keandalan pertanggungjawaban pembayaran UP untuk

perjalanan dinas dan menjaga perputaran likuiditas UP agar lebih cepat

dikarenakan terdapat sisi penegakan disiplin atas ketidakpatuhan pada standar

yang berlaku.
19

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis masalah pada Bab III dan pemahaman keadaaan pada

Bab II diketahui bahwa prosedur pengajuan pertanggungjawaban pembayaran

perjalanan dinas pada MIN 24 Aceh Utara kurang baik atau belum optimal. Hal

ini disebabkan belum adanya kesadaran pegawai dalam melaksanakan birokrasi

dengan efektif dan efesien serta belum adanya payung hukum yang menetapkan

prosedur pengajuan pertanggungjawaban pembayaran perjalanan dinas yang dapat

dijadikan sebagai sistem reward and punishment dalam birokrasi tersebut.

B. Saran

Atas dasar pemecahan masalah pada Bab III maka penulis

merekomendasikan agar dilakukan pembuatan rancangan atas SOPtentang

Pengajuan Pembayaran Perjalanan Dinas Pegawai/ Pejabat MIN 24 Aceh Utara.

SOP tersebut juga dilengkapi dengan SOP lainnya yang berkaitan yang mengatur

tentang konsekuensi atas keterlambatan pernyampaian berkas

pertanggungjawaban perjalanan dinas dimana pejabat penandatangan SPM berhak

untuk menolak apabila berkas yang disampaikan belum lengkap atau belum

disahkan seluruhnya oleh pejabat yang berwenang. Solusi ini memberikan payung

hukum bagi pejabat penandatangan SPM untuk menjaga keandala

pertanggungjawaban pembayaran UP untuk perjalanan dinas.


20

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono. 2010. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan.


Yogyakarta: Ar Ruzz Media

Ridwan Nasir. 2010. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta:


Pustaka Belajar

Anda mungkin juga menyukai