Anda di halaman 1dari 27

REFERAT April 2019

“VARIKOKEL”

Disusun Oleh:
HANIFAH INDAH PUSPITA
N 111 17 079

Pembimbing Klinik:
dr. ARISTO, Sp. U

DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH UROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

1
BAB I
PENDAHULUAN

Varikokel merupakan kondisi urologi umum. Varikokel merupakan


pelebaran pembuluh darah vena dalam pleksus pampiniformis skrotum dan vena
spermatika interna. Varikokel terjadi selama masa pubertas dan jarang ditemui
pada usia < 10 tahun. Varikokel sering ditemukan pada testis kiri dibandingkan
pada testis kanan karena faktor anatomi. Varikokel umumnya asimptomatik, tapi
pada beberapa kasus, pasien merasakan nyeri testis, atrofi testis atau infertilitas.
Varikokel dapat memberikan gejala tidak nyaman (uncomfortable condition) pada
skrotum seperti adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri. Varikokel dapat
menyebabkan gangguan spermatogenesis testis dan steroidogenesis sekitar 15-
20% dari semua laki-laki dan 40% laki-laki mengalami infertile. Hal ini terjadi
karena suhu intratestikular meningkat, refluks metabolit, dan atau hipoksia testis.1
Adanya varikokel telah dikaitkan dengan kegagalan fungsi testis, sering
menyebabkan kelainan pada parameter semen.2 Varikokel menyebabkan
peningkatan insidens ketidakmatangan sperma, apoptosis dan nekrosis. Pasien
dengan varikokel derajat 1-3 yang berhubungan dengan infertilitas harus
dipertimbangkan untuk dilakukan perbaikan kondisi varikokel. Setelah perbaikan,
40-70% parameter semen pasien telah membaik dan 40% dapat mencapai
kehamilan tanpa intervensi lain. Remaja dengan varikokel dan atrofi testis atau
kurangnya pertumbuhan juga harus mempertimbangkan perbaikan.1
Varikokel digambarkan sebagai “kantung cacing” oleh Dubin dan Amelar
dan beberapa peneliti menyebutkan varikokel adalah abnormalitas dilatasi vena
dari pleksus pampiniformis yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Pemeriksaan
Utrasonografi merupakan pilihan pertama, non invasif, relatif mudah dan akurat
dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi Color Doppler (CDUS)
telah menjadi modalitas yang telah diterima secara luas dan sering digunakan
untuk mengevaluasi varikokel.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Vena yang berasal dari testis membentuk plexus pampiniformis yang
terdiri dari tiga kelompok pembuluh darah yaitu anterior, medial dan
posterior. Kelompok posterior melintas di bagian posterior spermatic cord
menuju pudendal eksternal dan vena kremaster. Yang terakhir ini kemudian
menuju vena epigastrika inferior setinggi cincin inguinalis eksternal.
Kelompok medial berada di sekitar vas deferens kemudian menuju vena
iliaka interna. Kelompok anterior berjalan bersama-sama dengan arteri
spermatika interna.3

Pada cincin inguinal superfisial, bentuk kompleks menjadi tiga atau


empat cabang yang masuk ke pelvis. Vena-vena tersebut akhirnya menyatu
menjadi dua dan kemudian menjadi vena spermatika interna yang berjalan di
depan ureter dan bersama-sama dengan arteri testikular. Ini merupakan
saluran vena utama pada bagian komponen medial dan lateral. Cabang lateral
sering berakhir ke kapsul ginjal,vena mesenterika, kolon atau vena
retroperitoneal.3

3
Vena spermatika interna kanan memasuki vena cava inferior, tepat
dibagian bawah vena renalis. Vena spermatika interna kiri menuju ke bagian
permukaan bawah vena renalis kiri, bagian lateral kolumna vertebral. Variasi
anatomi terjadi pada sekitar 20% dari kasus. Anomali penting termasuk
drainase vena spermatika interna yang tepat ke dalam pembuluh darah ginjal
kanan (8-10%) dan adanya beberapa vena spermatika terminal (15-20%).3

4
B. DEFINISI
Varikokel merupakan dilatasi abnormal pleksus pampiniformis pada
funikulus spermatika dan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pada
pria.3 Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus
pampiniformis akibat dari gangguan aliran balik vena spermatika interna.
Varikokel digambarkan sebagai “kantung cacing” oleh Dubin dan Amelar
pada tahun 1970 dan beberapa peneliti menyebutkan varikokel adalah
abnormalitas dilatasi vena dari pleksus pampiniformis yang disebabkan oleh
berbagai etiologi.2

C. EPIDEMIOLOGI
Infertilitas dianggap sebagai salah satu masalah utama kesehatan
masyarakat, karena mempengaruhi sekitar 15% dari pasangan di usia
reproduksi mereka. Faktor yang terjadi pada pria sekitar 40% -50% kasus
infertilitas. Jenis yang paling umum dari infertilitas pada pria adalah
infertilitas idiopatik, yang ditandai dengan adanya satu atau lebih parameter
sperma yang abnormal dan tidak dapat diidentifikasi penyebabnya. Penyebab
umum lainnya dari infertilitas pada pria adalah varikokel. Insiden varikokel
4,4% -22,6% pada populasi umum, 15-20% pada pria dengan infertilitas
primer dan 75% -81% dengan infertilitas sekunder. Varikokel memiliki sifat
progresif dan jarang terjadi pada kelompok usia pra-remaja dan prevalensi
meningkat secara progresif dengan bertambahnya umur.4

D. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri
lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93
%). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada
vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara
pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna

5
kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan
inkompeten. Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral
patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat
obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena
renails kanan, atau adanya situs inversus.5
Etiologi secara umum:
- Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur
penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital. Proses
degeneratif pleksus pampiniformis.
- Hipertensi vena renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava
inferior.
- Turbulensi dari vena supra renalis ke dalam juxta vena renalis internus
kiri berlawanan dengan kedalam vena spermatiak interna kiri.
- Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal vena spermatika.
- Tekanan vena spermatika interna meningkat letak sudut turun vena
renalis 90o
- Sekunder : tumor retroperitoneal, trombus vena renalis, hidronefrosis.

Faktor penyebab yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya


varikokel:
- Faktor genetik. Orang tua dengan varikokel memiliki kecenderungan
menurunkan sifat pembuluh-pembuluh yang mudah melebar pada
anaknya.
- Makanan. Beberapa jenis makanan yang dioksidasi tinggi, dapat merusak
pembuluh darah.
- Suhu. Idealnya, suhu testis adalah 1-2derajat dibawah suhu tubuh. Suhu
yang tinggi di sekitar testis dapat memicu pelebaran pembuluh darah
balik di daerah itu.
- Tekanan tinggi disekitar perut.5

6
E. PATOFISIOLOGI
Terdapat tiga teori untuk menjelaskan terjadinya varikokel. Teori
pertama menyatakan, masuknya vena testikular kiri ke vena renalis kiri
dengan sudut yang tajam. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik yang kemudian berpengaruh pada plexus pampiniformis. Teori
kedua mengatakan adanya pengaruh tidak kompetennya katup vena yang
menyebabkan aliran retrograde dan dilatasi vena. Teori ini telah didukung
oleh venografik dan studi Color Doppler. Berdasarkan hal ini katup yang
tidak kompeten terjadi pada atau di bawah vena komunikan yang meliputi
vena spermatika interna, vena kremaster dan vena pudendal eksternal.
Terdapat dua subtipe patofisiologis yaitu tipe shunt dan tipe stop. 3

Ketika katup yang tidak kompeten terletak hanya di atas vena yang
komunikan, akan terjadi varikokel jenis stop yang merupakan 14% dari
semua varikokel. Varikokel tipe stop ditandai dengan aliran retrograde
dari vena spermatika interna menuju ke pleksus pampiniformis. Tidak ada
darah aliran vena orthograde dan tampak refluks menuju vena yang
komunikan karena masih adanya katup bagian distal dan secara fungsional
masih kompeten. Ligasi secara pembedahan dari varikokel tipe stop akan
memperbaiki kondisi varikokel dengan offsetting refluk yang dihasilkan
oleh katub yang tidak kompeten terhadap katup vena yang normal.

7
Sebaliknya ketika katup vena yang tidak kompeten terdapat di bawah vena
yang komunikan, varikokel tipe shunt akan terjadi, yang merupakan 86%
dari semua varikokel. Varikokel tipe shunt ditandai dengan aliran darah
retrograde baik dari vena spermatika internal ke pleksus pampiniformis
dan refluk orthograde menuju ke vena yang komunikan (vasal dan vena
kremaster).3
Ligasi dengan pembedahan pada varikokel tipe shunt kurang
efektif karena katup yang tidak kompeten terdistribusikan secara luas.
Suatu studi prospektif terkontrol melibatkan 74 anak-anak dan remaja
dengan varikokel tipe shunt dikaitkan dengan risiko yang lebih besar
terjadinya hipotrofi testis dibandingkan varikokel tipe stop. Selain itu
angka kekambuhan yang lebih tinggi pada varikokel tipe shunt yang
dioperasi dengan teknik retroperitoneal dibandingkan dengan teknik
inguinal.3
Teori ketiga mengatakan adanya efek pemecah kacang (The
nutcracker phenomenon) di mana terjadinya kompresi vena renalis kiri
antara arteri mesenterika superior dan aorta abdominal akan menghambat
sebagian aliran darah melalui vena testikularis kiri sehingga terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik dalam plexus pampiniformis. Nutcracker
phenomenon akan membuat meningkatnya gradien tekanan renocaval dan
menurunkan refluks vena spermatika interna sehingga pengembangan
jalur vena yang komunikan. Bukti yang mendukung teori ini disampaikan
pada studi studi hemodinamik pada orang dewasa dan anak-anak dengan
varikokel. Pada orang dewasa terdapat hubungan antara gradien tekanan
renocaval dan refluk renospermatika refluks, dalam hal ini juga
menunjukkan bahwa keparahan kompresi vena renalis sisi kiri dalam
posisi tegak, menentukan kecepatan aliran retrograde dalam vena
spermatika kiri dan ukuran varikokel.3

8
F. EFEK VARIKOKEL TERHADAP FERTILITAS PRIA
Sekitar 15% pasangan tidak dapat mencapai kehamilan dalam 1 tahun
dan mencari pengobatan untuk menangani infertilitas. Infertilitas
mempengaruhi baik pria maupun wanita. Pada 50% pasangan yang tidak
memiliki anak, factor infertilitas pria ditemukan bersama dengan kelainan
pemeriksaan cairan semen. Pasangan yang fertile dapat mengkompensasi
masalah fertilitas pria sehingga masalah infertilitas biasanya timbul akibat
kedua pasangan mamiliki gangguan pada fertilities. Fertilitas pada pria dapat
menurun sebagai akibat dari:4
- Kelainan urogenital kongenital atau didapat
- Keganasan
- Infeksi saluran urogenital
- Suhu skrotum yang meningkat
- Kelainan endokrin
- Kelainan genetic
- Factor imunologi
Studi yang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukkan
varikokel merupakan factor penyebab infertilitas pria terbanyak, yaitu sebesar
48,5%. Presentase ini lebih besar dibandingkan studi lain dan mungkin
disebabkan oleh kebanyakan pasien pada studi ini merupakan pasien yang
dirujuk ke RSCM untuk dioperasi (akibat varikokel atau penyakit obstruksi
lainnya). Table berikut memperlihatkan etiologi infertilitas pada pria di
RSUPN Ciptomangunkusumo:4
Tabel: Etiologi infertilitas pada pria di RSUPN Cipto Mangunkusumo4

Penurunan kadar testoteron intratestikular dan aktivitas androgen-


binding protein suatu penanda fungsi sekresi sel Sertoli akan menimbulkan

9
defek disamping juga mempengaruhi spermatogenesis. Epididimis sebagai
tempat pematangan sperma juga ikut terpengaruh karena sumber utama
testosteron intraepididimal adalah testoteron pada testis yang ipsilateral dan
dalam lumen epididimis. Testosteron berikatan dengan androgen-binding
protein yang disekresi oleh sel Sertoli, tidak oleh sex hormone-binding
globulin yang dihasilkan oleh hati.3
Perkembangan varikokel sisi kiri akan menimbulkan gangguan proses
spermatogenesis testis pada kedua sisi dan juga mengganggu pematangan
spermatozoa di epididimis. Defek ini bersama faktor yang lain yaitu stress
oksidatif sperma dan fragmentasi DNA sperma saling berhubungan
menimbulkan gangguan fertilitas pada pria. Varikokelektomi akan
mengembalikan suhu pada testis dan efek biokimia dan fisiologi sperma
menjadi normal kembali.3

Efek biokimia pada Varikokel

G. DERAJAT
Derajat varikokel dinilai berdasarkan kriteria World Health Organization
(WHO).3

10
H. MANIFESTASI KLINIS
Varicokel memiliki beberapa tanda dan gejala yang sering dijumpai, yaitu:
- Nyeri jika berdiri terlalu lama. Hal ini terjadi karena saat berdiri, maka
beban untuk darah kembali ke arah jantung akan semakin besar, dan akan
semakin banyak darah yang terperangkap di testis. Dengan membesarnya
pembuluh darah, maka akan mengenai ujung saraf, sehingga terasa sakit.
- Masalah kesuburan. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa 40% dari
pria-pria infertile merupakan penderita varicocele (hal ini akan dijelaskan
lebih lanjut)
- Atrofi testis. Atrofi testis banyak ditemukan pada penderita varicocele,
namun setelah perawatan lebih lanjut biasanya akan kembali ke ukuran
normal

I. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada pemeriksaan dasar kelainan didalam skrotum terlebih dahulu
harus dijawab tiga pertanyaan. Pertanyaan pertama ialah apakah kelainan
jelas terbatas disebelah atas. Kelainan yang tidak terbatas disebelah
proksimal biasanya merupakan hernia inguinalis, sedangkan bila kelainan
jelas terbatas disebelah atas, pasti terdapat suatu kelainan struktur didalam
skrotum.6

11
Pertanyaan kedua ialah apakah kelainan bersifat kistik atau padat.
Kista kecil kadang tidak menunjukkan fluktuasi, sedangkan tumor padat
yang lunak sekali dapat memberi kesan adanya fluktuasi. Yang
menentukan adalah pemeriksaan transluminasi karena cairan jernih selalu
bersifat tembus cahaya.6
Pertanyaan ketiga menyangkut letak dan struktur anatomic
kelainan yang harus diperiksa secara palpasi. Skrotum terdiri atas kulit
yang membentuk kantung yang mengandung funiculus spermatikus,
epididymis, dan testis. Karena untuk spermatogenesis testis membutuhkan
suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu tubuh skrotum tipis sekali
tanpa jaringan lemak di subkutis, yaitu lapisan isolasi suhu. Keadaan ini
memungkinkan palpasi ketiga struktur didalam skrotum secara teliti.6

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pasien dalam posisi berdiri di
ruangan yang hangat. Metode pemeriksaan untuk mendiagnosisi varikokel
dengan cara ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 70%
dibandingkan dengan alat diagnostik lainnya. Pemeriksaaan varikokel
klinis mengacu pada deteksi yang baik secara visual atau inspeksi atau
palpasi. Evaluasi untuk varikokel membutuhkan penataaan ruangan yang
baik dan lingkungan yang hangat serta dilakukan secara sistematis. Suatu
lingkungan yang hangat dan nyaman akan memungkinkan penilaian
varikokel. Suhu dingin dapat mengakibatkan skrotum tertarik keatas dan
mengganggu identifikasi varikokel.3
Pemeriksaan awal dilakukan dalam posisi berdiri, tanpa dan
dengan manuver valsava. Pemeriksaan berikutnya diulang pada posisi
terlentang untuk mengevaluasi dekompresi vena melebar. Selain palpasi
pada plexus pampiniformis yang mengalami dilatasi, ukuran testis dan
konsistensi juga harus dicatat.3

12
3. Pemeriksaan Radiologi
a) Venografi
Pemeriksaan dengan venografi spermatika retrograde mampu
mendiagnosis varikokel dan menggambarkan mekanisme gangguan
katup yang tidak kompeten. Akses melalui vena femoralis kanan atau
vena jugularis interna yang kanan dan menuju vena spermatika.
Venografi umumnya dianggap sebagai tes yang paling sensitif karena
hampir 100% dari individu dengan varikokel yang teraba
menunjukkan refluks vena spermatika.3

Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk


mendeteksi varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari
penemuannya mendemonstrasikan refluks darah vena abnormal di
daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis. Karena
pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini
biasanya hanya digunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif
untuk menentukan anatomi dari vena. Biasanya, teknik ini digunakan
pada pasien yang simptomatik Positif palsu/negatif Vena testikular
seringkali spasme, dan terkadang ada opasifikasi dari vena dengan
kontras medium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi
dengan menggunakan kanul menuju vena testikular kanan4

13
b) Thermografi dan Scintigrafi
Pada awalnya termografi skrotum dan skintigrafi dikembangkan
sebagai alternatif non-invasif untuk venografi. Termografi adalah
teknik menggunakan film fleksibel yang mengandung kristal cair yang
panas yang mendeteksi perubahan suhu pada skrotum. Identifikasi
varikokel didasarkan pada temuan hipertermia atas pada pleksus
pampiniformis atau testis. Sebuah studi menyatakan pada pria dengan
varikokel terdapat suhu pleksus pampiniformis ≥34°C atau perbedaan
suhu ≥0.5°C antara plexus pampiniformis kiri dan kanan. Namun
adanya lesi intratestikular seperti kanker testis atau infeksi dapat juga
mengakibatkan hipertermia ipsilateral sehingga mengurangi
diagnostik spesifisitas untuk mengidentifikasi varikokel.3
c) Ultrasound (USG)
USG skrotum saat ini yang paling banyak digunakan sebagai
modalitas untuk penelitian mengenai varikokel. Dengan penggunaan
frekuensi tinggi probe USG dan munculnya teknologi Doppler
menjadikan USG skrotum menjadi semakin mudah untuk dikerjakan.
Hal ini dapat memberikan gambar dengan resolusi yang tinggi dan
aliran pembuluh darah dalam testis serta struktur yang berdekatan.
Mengingat sensitivitas tinggi dan spesifisitas (97% dan 94% jika

14
dibandingkan dengan venografi), non-invasif dan mudah dikerjakan,
USG skrotum dengan pemeriksaan Doppler telah menjadi pilihan
dalam mengevaluasi skrotum dan testis. Gambaran pada USG pada
pasien dengan varikokel adalah adanya gambaran beberapa anechoic,
serpiginous, struktur tubular di dekat sisi superior dan lateral testis.3

Ultrasonografi Penemuan USG pada varikokel meliputi: − Struktur


anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya
berdekatandengan testis. Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter
dari vena dominan pada kanalisinguinalis biasanya lebih dari 2-5 mm
dan saat valsava manuever diametermeningkat sekitar 1 mm −
Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa
pembesaranpembuluh darah dengan diameter ± 8 mm − Varikokel
dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral,
anterior,posterior, atau inferior dari testis) − USG Doppler dengan
pencitraan berwarna dapat membantu mendiferensiasi channel vena
dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya − USG
Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis
(grade I), intermiten (grade II) dan kontinu (gradeIII). − Varikokel
intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang kurang
jelas pada testis. Gambarnya berbetuk oval dan biasanya terletak di
sekitar mediastinum testis. Positif palsu/negative Kista epidermoid
dan spermatokel dapat member gambaran seperti varikokel. Jika
meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnose.
Varikokel intratestikular dapat member gambaran seperti ektasis
tubular.4

15
d) Computerized Tomography (CT)
Evaluasi varikokel dengan menggunakan CT tidak praktis karena
ekspos radiasi yang tinggi. (Karcaaltincaba, 2011) Meskipun protokol
CT dengan ekspos radiasi dosis rendah dipertimbangkan sebagai
protokol konvensional tetapi dengan adanya ketersediaan USG yang
masih menjadi pilihan sebagai modalitas pencitraan awal. Pada saat
ini peran pencitraan dengan CT untuk mendiagnosis varikokel masih
sedikit dan digunakan bila ada kecurigaan adanya suatu kelainan
retroperitoneal atau keganasan yang mendasari terjadinya varikokel.3
e) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Meskipun tidak umum dalam kepustakaan, ada beberapa diterbitkan
dalam penelitian yang menggunakan MRI untuk diagnosis dan
pencitraan varikokel. Keunggulan MRI dibandingkan dengan
modalitas pencitraan lain yaitu berkurangnya ketergantungan operator
dan mendapatkan gambaran yang terperinci dari anatomi
retroperitoneal. Ketika penyebab varikokel dicurigai adanya gangguan
retroperitoneal, MRI mungkin memberikan peran dalam
mengkonfirmasikan dan selanjutnya mengevaluasi penyebab tersebut.

16
Secara khusus, MR angiografi juga digunakan untuk mempelajari
tejadinya varikokel akibat nutcracker syndrome.3

f) TATALAKSANA
Prinsif dasar dalam penatalaksanaan varikokel adalah menutup aliran
darah vena spermatika interna dengan preservasi arteri spermatika interna,
vena yang lain dan sistem limfatik spermatic cord. Secara umum
penatalaksanaan varikokel dibagi menjadi dua macam yaitu pembedahan
(varikokelektomi) dan radiologi intervensi, yang kemudian masing-masing
terdiri dari beberapa bagian. Hampir semua memiliki angka keberhasilan
yang baik dengan sedikitnya angka komplikasi. Pengobatan utama untuk
varikokel adalah bedah.
Tindakan bedah pada varikokel dapat dilakukan dengan cara ligasi dari
vena spermatika interna dengan berbagai teknik. Diantaranya yaitu teknik
bedah terbuka, teknik laparoskopik, atau embolisasi intravena dari vena
testikularis. Tiga tindakan bedah terbuka yang digunakan yaitu teknik
retroperitoneal (Palomo), teknik subinguinal (Marmar), dan teknik inguinal
(Ivanissevich). Teknik retroperitoneal (Palomo) merupakan penatalaksanaan
pilihan varikokel pada remaja. Pada tahun 1994, Thomas dan Hewatt
melaporkan bahwa untuk memperbaiki varikokel pada remaja yaitu dengan
menggunakan modifikasi inguinal dari teknik Palomo standar. Teknik
retroperitoneal (Palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena spermatika
interna ke arah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju vena renalis
kiri. Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya menjaga pembuluh limfatik
karena sulitnya mencari lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat menyebabkan
hidrokel setelah operasi (7-10%).
Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan
infertilitas, penurunan volume testicular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu
dilakukan tindakan operasi. Varikokel secara klinis pada pasien dengan
parameter semen yang abnormal harus dioperasi dengan tujuan membalikkan
proses yang progresif dan penurunan durasi dependen fungai testis. Untuk

17
varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan
dilakukkan tindakan operasi. Varikokel terkait dengan atrofi testikular
ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap
hari, harus dilakukkan operasi segera. Ligasi varikokel pada remaja dengan
atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan volume testis, untuk itu
tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia ini.
Remaja dengan varikokel grade I-II tanpa atropi dilakukan pemeriksaan
tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang
menghilang pada sisi varikokel maka disarankan untuk dilakukkan
varikolektomi. Indikasi dilakukan operasi a. Infertilitas dengan produksi
semen yang jelek. b. Ukuran testis mengecil. c. Nyeri kronis atau
ketidaknyamanan dari varikokel yang besar.
Alternatif Terapi untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang
abnormal, dan varikokel klinis, ada beberapa alternatif untuk varikokeletomi.
Saat ini terdapat teknik nonbedah termasuk percutaneous radiographic
occlusion dan skleroterapi. Teknik retrogrard perkutaneus dengan
menggunakan kanul vena femoralis dan memasang balon/coli pada vena
spermatika interna. Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada
arteritestikular dan limfatik dikarenakan sulitnya menuju vena spermatika
interna. Radiographic occlusion juga memiliki komplikasi seperti migrasi
emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri dan reaksi alergi dari pemberian
kontras. Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan
kanulasi perkutan dari vena pampiniformis skrotum dan injeksi agen
sklerotik. Teknik ini memiliki angka performa yang tinggi tetapi angka
rekurensi jika dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat memberikan
risiko trauma pada arteri testikular.
Teknik operasi antara lain ligasi dari vena spermatika interna dilakukkan
dengan berbagai teknik. Teknik yang paling pertama dilakukkan dengan
memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit skrotum. Operasi ligasi
varikokel termasuk retroperitoneal, ingunal atau sublingual, laparoskopik dan
mikrokroskopik varikokelektomi.

18
1) Teknik retroperitoneal (palomo)
Teknik retroperitoneal (palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena
spermatiaka interna kea rah proksimal, dekat dengan lokasi drainase
menuju vena renalis kiri. Pada bagian ini, hanya 1 tau2 vena besar yang
terlihat. Sebagai tambahan, arteri testicular belum bercabang dan
seringkali berpisah dari vena spermatika interna. Kekurangan dari teknik
ini yaitu sulitnya menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya mencari
lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel post
operasi. Sebagai tambahan, angka kekambuhan tinggi karena arteri
testicular terlindungi oleh plexus periarterial (vean comitantes), dimana
akan terjadi dilatasi seiring berjalannya waktu dan akan menimbulkan
kekambuhan. Parallel ingunal atau retroperitoneal kolateral bermula dari
testis dan bersama dengan vena spermatika interna kea rah atas ligasi
(cephalad), dan vena kremaster yang tidak terligasi, dapt menyebabkan
kekambuhan. Ligasi dari atreri testikular disarankan pada anak-anak
untuk meminimalkan kekambuhan, tetapi pada dewasa dengan infertilitas,
ligasi arteri testicular tidak direkomendasikan karena akan mengganggu
fungsi testis.

a. Pasien dalam posisi supinasi pada meja operasi


b. Insisi horizontal daerah iliaka dari umbilicus ke SIAS sepanjang 7-
10cm tergantung besar tubuh pasien.

19
c. Aponeurosis M. External oblique.
d. M. internal oblique terpisah 1cm kea rah lateral dari M. Rectus
abdominis dan M. Transversus abdominis diinsisi.
e. Peritoneum dipisahkan dari dinding abdomen dan diretraksi.
f. Pembuluh spermatik terlihat berdekatan dengan peritoneum, sangatlah
penting menjaganya tetap berdekatan dengan peritoneum.
g. Dilanjutkan memotong dinding abdomen menuju M. Psoas posterior.
h. Dengan retraksi luas memudahkan untuk mengidentifikasi vena
spermatika, dan <10% kasus arteri spermatika mudah dilihat,
terisolasi dari seluruh struktur spermatik dan mudah dikendali.
i. Proses operasi ditentukan dari penemuan intraoperatif. Pada kasus
dengan vena multiple, kolateral akan teridentifikasi dan seluruh
pembuluh darah dari ureter menuju dinding abdomen terligasi.
Pembuluh darah spermatika secara terinspeksi pada jarak 7-8cm dan
diligasi dengan pemisahan/ pemotongan, kemudian dijahit permanen.
j. Setelah hemostasis dipastikan, M. Oblique internal, M. Tranversus
abdominalis, dan M.Eksternal oblique ditutp lapis demi lapis dengan
jahitan yang dapat diserap.
k. Fasia scarpa ditutp dengan jaitan yang akan diserap
l. Kulit dijahit subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap.

2. Teknik Inguinal (Ivanissevich)


a. Insisi dibuat 2cm diatas simfisis pubis.
b. Fasia M. External oblique secara hati-hati disingkirkan untuk
mencegah trauma N. Ilioinguinal yang terletak dibawahnya.
c. Pemasangan penrose drain pada saluran sperma.
d. Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah
spermatika.
e. Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan
menggunakan benang yang nonabsorbable.

20
f. Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External
oblique ditutup dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit
subkitikuler.

3. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)


Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk
melakukkan ligasi varikokel. Saluran spermatika dielevasi kearah insisi,
untuk memudahkan pengelihatan, dan dengan menggunakan bantuan
mikroskop pembesaran 6x hingga 25x, periarterial yang kecil dan vena
kremaster akan dengan mudah diiligasi, serta ekstraspermatik dan vena
gubernacular sewaktu testis diangkat. Fasia intraspermatika dan
ekstraspermatika secara hati-hati dibuka untuk mencari pembuluh darah.
Arteri testikular dapat dengan mudah diidentifikasi dengan menggunakan
mikroskop. Pembuluh limfatik dapat dikenali dan disingkirkan, sehingga
menurunkan komplikasi hidrokel.
4. Teknik Laparoskopik
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan
keuntungan dan kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal
dibutuhkan untuk melakukkan teknik ini, untuk memudahkan
menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular sewaktu

21
melakukkan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila vena
comitantes bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki
beberapa komplikasi seperti trauma usus, pembuluh intarabdominal dan
visera, emboli, dan peritonitis. Komplikasi ini lebih serius dibandingkan
dengan varikokelektomi open.

5. Teknik Embolisasi
a. Embolisasi varikokel dilakukkan dengan anestesi intravea sedai dan
local anastesi.
b. Angiokateter kecil dimasukkan ke system vena, dapat lewat vena
femoralis kanan atau vena jugularis kanan.

22
c. Kateter dimasukkan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri
(karena kebanyakan varikokel terdapt di sisi kiri) dan kontras
venogram.
d. Dilakukkan ISV venogram sebagai “peta” untuk mengembolisasi vena.
e. Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis
inguinalis internal.
f. Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau
platinum spring-like embolization coils.
g. Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi
sakroiliaka.
h. Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.
i. Pada tahap akhir, venogram dilakukkan untuk memastikan semua
cabang ISV terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.
j. Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit,
untuk mencapai hemostasis.
k. Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien
diobservasi selama beberapa jam, kemudian dipulangkan. Angka
keberhasilan proses ini mencapai 95%.

23
l. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan temperature
testis, jumlah sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan aliran darah,
suatu varikokel dapat membuat temperature local terlalu tinggi,
mempengaruhi pembentukan dan motilitas sperma.7
Potensi komplikasi dari tatalkasana varikokel jarang terjadi dan
komplikasi biasanya ringan. Semua pendekatan pembedahan varikokel
berkaitan dengan suatu resiko kecil seperti infeksi luka, hidrokel, varikokel
berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi komplikasi dari insisi
inguinal karena tatalkasana varikokel mencakup mati rasa scrotal dan nyeri
berkepanjangan.7
Tingkat rekurensi dan komplikasi yang berhubungan dengan
penatalaksanaan varikokel :1

24
25
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat dari gangguan aliran balik vena spermatika interna dan menjadi
suatu penyebab potensial infertilitas pada pria.
2. Insiden varikokel 4,4% - 22,6% pada populasi umum, 15-20% pada pria
dengan infertilitas primer dan 75% -81% dengan infertilitas sekunder.
3. Faktor penyebab yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya varikokel
antara lain genetic, makanan, suhu, dan tekanan tinggi didaerah perut.
4. Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi antara
lain venografi, termografi dan scintigrafi, USG, CT scan dan MRI.
5. Secara umum penatalaksanaan varikokel dibagi menjadi dua macam
yaitu pembedahan (varikokelektomi) dan radiologi intervensi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Mustika N, dkk., 2014., Gambaran Pasien Varikokel Kiri yang Menjalani


Operasi Palmo Prosedur di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center Periode
Januari 2009 – Desember 2013. JOM FK. Volume 1 No. 2 Oktober 2014.
Viewed 10 April 2019.
2. Muqsit Al., 2018., Anatomi dan Gambaran Klinis Varikokel. Bagian Anatomi
FK Universitas Malikussaleh Aceh. Jurnal Averrous Volume 4 No.1 2018.
Viewed 10 April 2019.
3. Sinta., 2014. Varikokel. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali.
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/051297194dfc971c050b437763
19d60f.pdf
4. Wirya Gede., dkk., 2015., Guidilines On Male Infertility. Ikatan Ahli Urologi
Indonesia. http://guideline-infertilitas-pria-2015.pdf
5. Yunita Rizky., 2013., Laporan Pendahuluan Varikokel. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesi. Diakses 10 April 2019 di
https://www.scrib.com/LAPORAN-PENDAHULUAN-VARIKOKEL.pdf
6. Sjamsuhidajat R, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jilid III. EGC:
Jakarta; 2010
7. Hayon Dens., 2019., Referat Varikokel. Fakultas Kedokteran Universitas
Iindonesia. Diakses 10 April 2019 di
https://www.academia.edu/17090096/_164244211_referat_varicocele_
pdf

27

Anda mungkin juga menyukai