Ta Fadli Khairullah PDF
Ta Fadli Khairullah PDF
LAPANGAN F
TUGAS AKHIR
Oleh
FADLI KHAIRULLAH
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2017
EVALUATION OF LOSS CIRCULATION PROBLEM ON WELL F-1 AT
FIELD F
FINAL ASSIGNMENT
Submited By
FADLI KHAIRULLAH
TRISAKTI UNIVERSITY
JAKARTA
2017
EVALUASI PENYEBAB HILANG SIRKULASI PADA SUMUR F-1 DI
LAPANGAN F
TUGAS AKHIR
Universitas Trisakti
Oleh
FADLI KHAIRULLAH
071.12.072
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2017
EVALUATION OF LOSS CIRCULATION PROBLEM ON WELL F-1 AT
FIELD F
FINAL ASSIGNMENT
Trisakti University
Submitted By
FADLI KHAIRULLAH
071.12.072
TRISAKTI UNIVERSITY
JAKARTA
2017
RINGKASAN
mempengaruhi jalannya proses pemboran. Salah satunya adalah yang terjadi pada
operasi pemboran Sumur “F-1” ini yaitu hilangnya sirkulasi atau biasa dikenal
serbuk bor, pipa terjepit hingga terjadinya semburan liar. Oleh karena itu,
permasalahan ini harus ditangani dengan cepat dan tuntas. Masalah hilang lumpur ini
dan analisa yang dilakukan, faktor yang menyebabkan terjadinya hilang lumpur
adalah adanya formasi yang cenderung memiliki zona gua-gua (cavernous) dan zona
vugular (bergrowong) sehingga membentuk ruang pori yang cukup besar sebagai
Pada pemboran Sumur “F-1” di Lapangan “F” ini, terjadi hilangnya sirkulasi
pada lubang bor 17-1/2” dan 8-1/2”. Loss circulation yang terjadi pada sumur ini
dikategorikan sebagai partial loss. Loss ini terjadi pada Formasi Cisubuh dan Parigi.
Maka dengan demikian, loss circulation pada Sumur “F-1” ini harus ditanggulangi
untuk melanjutkan pemboran agar dapat mencapai target yang diinginkan tepat waktu
dan juga sebagai upaya yang perlu dilakukan untuk dapat melakukan proses
i
ii
cementing plug. Penanganan hilang sirkulasi yang dilakukan pada sumur ini secara
In every drilling operation, we often faced with problems that can affect
the process of the drilling itself. One of those problems, called lost circulation,
happen to be occurring in Well “F-1”, which cause the cutting that cannot be
obtained, stuck pipe and even blow out. Therefore, this problem has to be handled
quickly and thoroughly. Lost circulation often occurs on most wells at Field “F”.
According to the results of collecting and analyzing data, factors that caused loss
circulation to happen are cave zone and vugular zone that makes the pores volume
While doing the drilling process on Well “F-1” at Field “F”, lost
circulation happened in both 17-1/2” and 8-1/2” hole section. The lost circulation
that occurred in this well is categorized as partial loss. This kind of loss occurred
in both Cisubuh and Parigi Formation. Therefore, the lost circulation on Well “F-
1” needed to be handled so that the drilling process can be continued to reach the
planned targets in time as an effort for another drilling processes at Field “F”. The
controlling method used to handle this problem is called Lost Circulation Method
(LCM) and also plugging with cementing plug. The method that was used to
handle this lost circulation was declared successful that the planned targets can be
reached in time.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang tiada batas yang telah memberikan
makalah Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Selain itu, penulis juga ingin
penulis, Agussanto R.S dan Mei Liana serta saudari penulis Difya Shavira atas
segala doa, kasih sayang, nasihat, dukungan dan semangat yang diberikan kepada
penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Adapun Tugas Akhir ini
F-1 LAPANGAN F dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
maupun tidak langsung dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, antara lain :
1. Bapak Ir. Abdul Hamid, MT, selaku dosen pembimbing Tugas Akhir
ini.
Akhir.
iv
v
8. Teknik Perminyakan 2012 yang telah menjadi saudara dan teman belajar
Tugas Akhir ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
positif untuk penyempurnaan dan semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................... i
3.3.1 Densitas............................................................................... 11
vi
vii
DAFTAR ISI
(Lanjutan)
Halaman
DAFTAR ISI
(Lanjutan)
Halaman
LAMPIRAN A ................................................................................................ 73
LAMPIRAN B ............................................................................................... 77
LAMPIRAN C ............................................................................................... 81
LAMPIRAN D ............................................................................................... 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.9 Perhitungan Pressure Loss Pada Trayek 17-½” Sumur “F-1” ........... 57
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xi
BAB I
PENDAHULUAN
menambah laju produksi suatu lapangan minyak dan atau gas dengan tujuan
mencapai target produksi serta menambah keuntungan dari suatu perusahaan. Namun,
Salah satu masalah yang terjadi pada kegiatan pemboran ini adalah hilang
lumpur (loss circulation). Loss Circulation atau hilang sirkulasi adalah hilangnya
sebagian atau seluruh dari fluida pemboran ke dalam formasi sehingga sirkulasi fluida
pemboran tidak sempurna. Pada umumnya loss circulation terjadi karena tekanan
hidrostatik lumpur lebih besar dari tekanan formasi sehingga lumpur masuk kedalam
formasi. Selain itu, loss circulation dapat terjadi juga karena permeabilitas formasi
yang besar dimana ukuran pori formasi lebih besar dari ukuran partikel fluida
Permasalahan hilang sirkulasi yang terjadi pada Lapangan “F” ini pada
pemboran Sumur “F-1”, terdapat tiga kali hilang sirkulasi pada trayek 17-½” di
kedalaman 935 ft MD dan 1119 ft MD, pada trayek 8-½” di kedalaman 3338 ft MD
permasalahan ini terjadi ketika menembus Formasi Cisubuh pada trayek 17-½”
dengan lithologi claystone dan sandstone yang memiliki pori yang besar serta
1
2
dalamnya. Pada trayek 8-½” saaat menembus Formasi Parigi dengan lithologi
claystone dan limestone yang memiliki zona bergoa (cavernous) atau gerowong-
sirkulasi lumpur pada trayek 17-½” dengan memompakan 50 bbl dengan konsentrasi
40 ppb (20 ppb fibroseal, 20 ppb CaCO3) dan 3 x 30 bbl LCM dengan konsentrasi 60
ppb (40 ppb fibroseal, 20 ppb CaCO3) sedangkan pada trayek 8-½” penanggulangan
dilakukan dengan memompakan 50 bbl LCM dengan konsentrasi 40 ppb (20 ppb
CaCO3, 20 ppb fibroseal) dan 2 kali cement plug 50 bbl 15.5 ppg. Setelah dilakukan
Maksud dari Tugas Akhir ini adalah untuk mengevaluasi apa yang menjadi
penyebab dari loss circulation yang terjadi pada sumur di Lapangan “F” ini.
Pengevaluasian ini dilihat berdasarkan faktor mekanis dan alamiah. Untuk faktor
Hole Circulating Pressure (BHCP), dan pressure surge yang terjadi saat hilang
TINJAUAN LAPANGAN
Lapangan “F” adalah salah satu lapangan penghasil hidrokarbon minyak dan
gas, wilayah produksi dari Offshore North West Java dibagi menjadi 2 bagian yaitu
West Area dan East Area. Wilayah kerja berada di lepas pantai barat Laut Jawa.
Wilayah produksi minyak dan gas Lapangan “F” terletak dibagian West Area,
berjarak 70 km sebelah timur laut dari Jakarta di Laut Jawa. Dibawah ini peta
Lapangan “F”:
Gambar 2.1
9
Angka menunjukkan nomor urut daftar pustaka
3
4
Lapangan “F” ditemukan pada April 1972 kemudian mulai dikembangkan sejak
tahun 1974, dengan target potensi hidrokarbon pada Formasi Parigi dan target kedua
pada Formasi Cibulakan Atas. Produksi tertinggi yang dihasilkan dari Lapangan “F”
pada tahun 1976 dengan produksi minyak 19.714 bopd dan produksi gas sebesar 25.6
mmscfd.
Stratigrafi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi, yang berasal dari
tentang lapisan-lapisan batuan serta hubungan lapisan batuan itu dengan lapisan
batuan yang lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang sejarah
bumi.
Batuan dasar yang terdapat pada wilayah kerja PHE – ONWJ merupakan
batuan beku andesitic dan basaltic yang diperkirakan terendapkan dari periode
Merupakan batuan yang diendapkan pada fasa Syn Rift, dan diperkirakan
terendapkan dari periode Eocene Akhir hingga Oligocene Awal. Formasi ini
Formasi Talang Akar terendapkan pada fasa Syn Rift. Pada formasi ini
umumnya terdapat batuan shale dengan diselingi beberapa batuan lainnya seperti
batu pasir, siltstone, batubara, dan juga sedikit sisipan limestone. Formasi Talang
Akar dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu Lower Talang Akar (terendapkan pada
yang berasal dari sungai (fluvial) dan danau (lacustrine), dan Upper Talang Akar
(terendapkan pada periode awal Oligosen hingga awal Miocene) didominasi oleh
4. Formasi Baturaja
Formasi Baturaja terendapkan pada fasa Post Rift atau pada awal periode
dengan lingkungan pengendapan yang berasal dari shallow marine pada periode
sagging (pertengahan Miocene). Formasi ini terdiri dari batu pasir yang
Batu pasir pada formasi Main – Massive mempunyai penyebaran yang sangat
luas dan merupakan reservoir yang penting serta merupakan reservoir utama
berupa shallow marine pada periode akhir miocene. Batuan limestone yang
terdapat pada formasi ini merupakan reservoir gas utama pada lapangan F.
7. Formasi
Pleistocene, dan juga merupakan bagian terakhir pada aktivitas tektonik yang
terjadi pada Northwest Java Basin. Formasi ini terdiri dari batu lempung yang
Pada beberapa wilayah terdapat sisipan batu pasir yang mengandung gas yang
Lapangan “F”:
Gambar 2.2
Pemboran adalah suatu kegiatan membuat lubang dari permukaan menuju target
kelanjutan industri minyak dan gas bumi. Banyak Hal-hal yang dapat
kehilangan lumpur (mud loss) atau dapat kita kenal juga dengan kehilangan
oprasi ataupun tidak adanya serbuk bor yang terangkat ke permukaan yang dapat
pemboran, sifat-sifat fisik air tidak memadai lagi untuk digunakan. Maka dari itu,
merupakan suatu campuran cairan dari beberapa komponen yang dapat terdiri
dari: air (tawar atau asin), minyak, tanah liat (clay), bahan-bahan kimia, gas,
8
9
kinerja lumpur pemboran. Berikut merupakan gambar skema dari sistem sirkulasi
lumpur pada saat proses pemboran dari awal dipompakan hingga kembali lagi ke
mud pit :
Gambar 3.1
a. Fasa cair (air atau minyak): 75% lumpur pemboran menggunakan air. Istilah
b. Reactive solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid
(clay), dalam hal ini clay dan air tawar seperti bentonite menghisap air dan
membentuk lumpur.
c. Inert solids, (zat padat yang tidak bereaksi): ini dapat berupa barite (BaSO4)
yang digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga berasal
dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa lumpur, seperti chert, pasir atau
pompa.
d. Fasa kimia: merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol
berada dalam kondisi yang baik sehingga operasi pemboran dapat berjalan dengan
lancar. Hal ini dapat dicapai apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga secara
kontinyu dalam setiap tahap operasi pemboran. Selain itu pengukuran dan
pengamatan sifat-sifat kimia juga harus dilakukan dengan seksama. Hal ini
Pada sifat-sifat lumpur pemboran ada tujuh macam sifat yang sangat
3.3.1 Densitas
Densitas atau berat jenis didefinisikan sebagai berat persatuan volume dari
padatan atau cairan, biasanya dinyatakan dalam ppg (pound per gallon). Berat
jenis lumpur harus dikontrol agar dapat memberikan tekanan hidrostatik yang
cukup untuk menahan tekanan formasi apabila tekanan hidrostatik terlalu kecil
dapat mengakibatkan masuknya cairan formasi kedalam lubang bor dan terjadinya
kick dan blow out, tetapi jika tekanan tersebut terlalu besar dan melebihi gradient
rekah formasi maka akan menyebabkan formasi pecah dan lumpur hilang ke
formasi. Oleh karena itu, berat jenis lumpur pemboran perlu direncanakan sebaik-
juga dalam bentuk specific gravity (SG) yaitu perbandingan antara berat relatif
12
suatu zat terhadap berat air pada volume zat itu. Persamaan dari specific gravity
Keterangan :
SG = specific grafity
“Mud Balance” yaitu semacam alat penimbang yang satu batang ujungnya
berskala dan ujung lainnya terdapat mangkuk tempat lumpur yang akan
lumpur adalah:
𝑃ℎ
𝜌 = 0,052 𝑥 𝐷 .................................................................................................. (3.2)
Keterangan :
0,052 = konstanta
dan gel strength memiliki peranan penting pada lumpur pemboran sehingga harus
a. Viskositas
Viskositas suatu cairan adalah daya lawan terhadap gaya geseran yang
bekerja pada suatu benda cair dimana benda cair tersebut dalam keadaan bergerak,
dengan kata lain adalah suatu tahanan fluida terhadap suatu aliran. Dalam
penggunaan lumpur pemboran viskositas harus diatur secara tepat, karena jika
tidak diatur dapat menimbulkan masalah dalam proses pemboran. Viskositas yang
- Pressure surges yang berhubungan dengan Lost circulation dan swabbing yang
gesekan antara sesama benda padat di dalam lubang bor dan merupakan salah satu
Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya
d. Gel Strength
diwaktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur
akan menjadi agar atau menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini
gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar
jangan turun. Akan tetapi kalau gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan
terlalu berat kerja pompa lumpur pemboran untuk memulai sirkulasi kembali.
memompakan lumpur dengan daya yang besar, karena formasi bisa pecah.
Misalnya sirkulasi berhenti untuk penggantian bit. Agar formasi tidak pecah di
dasar lubang bor, maka sirkulasi dilakukan dengan secara bertahap, dan sebelum
melakukan sirkulasi, rotary table diputar terlebih dahulu untuk memecah gel.
cutting/pasir pada saat sirkulasi lumpur berhenti, sedangkan gel strength yang
Sifat yield point adalah sifat dinamis (ada aliran, gerak) sedangkan sifat
Seperti apa yang telah dapat diduga sebelumnya, viskositas yang tinggi
berhubungan dengan gel strength yang tinggi pula (pada umumnya), hal ini
dikarenakan baik sifat viskositas maupun gel strength dengan sifat tarik menarik
Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen cair.
cair dari lumpur akan masuk kedalam dinding lubang bor. Zat cair yang masuk ini
disebut filtrate. Padatan dari lumpur akan menempel pada permukaan dinding
lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel ini sudah cukup menutupi pori-
pori dinding lubang, maka cairan yang masuk ke dalam formasi juga berhenti.
Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah air, maka
ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehingga dinding lubang cenderung
untuk runtuh.
cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut. Kalau filtration loss
banyak, maka yang diukur alat logging adalah resistivitas dari filtrate.
16
c. Water blocking
Filtrate yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari formasi
d. Differential sticking
Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari lumpur akan
tebal. Diwaktu sirkulasi berhenti ditambah lagi dengan berat jenis lumpur yang
besar, maka drill collar yang terbenam didalam mud cake serta lumpur akan
Di waktu penyemenan, mud cake yang tebal kalau tidak dibersihkan akan
keasaman dari lumpur bor. pH dari lumpur yang dipakai berkisar antara 8,5
sampai 12, jadi lumpur pemboran yang digunakan adalah dalam suasana basa.
Kalau lumpur bor dalam suasana asam maka cutting yang keluar dari lubang bor
akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apakah yang
ditembus oleh mata bor. Dengan kata lain sulit untuk mendapatkan informasi dari
cutting. Selain dari pada itu peralatan-peralatan yang dilalui oleh lumpur saat
3.3.5 Cl Content
Kadar garam dari lumpur akan mempengaruhi interpretasi logging listrik. Kadar
garam yang besar akan menyebabkan daya hantarnya besar pula. Pembacaan
resistivity dari cairan formasi akan terpengaruh. Naiknya kadar garam dari lumpur
disebabkan cutting garam yang masuk kedalam lumpur disaat menembus formasi
yang mengandung garam. Dengan kata lain lumpur terkontaminasi oleh garam.
Yang dimaksud dengan sand content adalah kadar pasir di dalam lumpur.
Pasir tidak boleh terlalu banyak didalam lumpur bor, karena dapat merusak
peralatan yang dilaluinya pada saat sirkulasi, dan akan menaikkan berat jenis dari
lumpur bor itu sendiri. Maksimal kandungan pasir yang diperbolehkan adalah 2%
Kandungan solid di dalam lumpur bila tidak dikontrol dengan baik akan
Solid dapat berasal dari penambahan weighting agent dan dapat pula
Seperti yang kita ketahui lumpur pemboran adalah salah satu faktor yang
pemboran:
Serbuk bor yang dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat bor akan
mengisi pada lubang annulus, jika tidak dibersihkan maka akan terjadi
tekanan yang normal, air dan padatan lumpur pemboran telah cukup untuk
menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan lebih kecil dari normal (subnormal),
densitas lumpur harus diperkecil agar tidak terjadi loss circulation ke formasi.
Sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari normal, maka densitas lumpur
Ini merupakan fungsi yang sangat penting dari lumpur bor, lumpur
mengalir melalui corot pahat (bit noles) menimbulkan daya sembur yang kuat
sehingga dasar lubang dan ujung-ujung pahat menjadi bersih dari serpih atau
serbuk bor. Ini akan memperpanjang umur pahat dan akan mempercepat laju
pemboran. Laju sembur (jet velocity) minimum 250 fps untuk tetap menjaga daya
sembur yang kuat kedasar lubang. Laju sembur yang optimal sebaiknya harus
(formation durability). Kalau laju sembur terlalu besar pada formasi yang lunak,
semburan. Sedangkan pada formasi keras akan terjadi pengikisan pahat dan
Lumpur yang baik adalah lumpur yang mampu menghasilkan mud cake
sehingga dapat mencegah aliran masuk kedalam formasi dan mengurangi invasi
lumpur ke dalam formasi. Cairan yang masuk kedalam formasi disebut filtrate.
Mud cake juga berperan dalam menjaga dinding lubang bor runtuh pada open
hole. Mud cake diharuskan tipis dikarenakan agar tidak mempersempit lubang
bor. Pembentukan mud cake ini dapat dilakukan dengan mengatur viskositas
lumpur.
antara pahat dan rangkaian pipa yang kontak langsung dengan formasi. Konduksi
formasi umumnya kecil, sehingga sukar untuk menghilangkan panas yang timbul.
20
Dengan adanya sirkulasi lumpur ini, cukup untuk mendinginkan dan melumasi
rangkaian pipa bor. Sifat pelumas dan pendingin pada lumpur ini akan
mengurangi torsi pada pahat, meningkatkan umur pahat dan mengurangi tekanan
pompa.
penghantar arus listrik dilubang bor. Pembacaan resistivitas yang berbeda antara
hidrokarbon juga sejauh mana invasi terhadap formasi. Selain itu lumpur dapat
membawa informasi mengenai jenis formasi yang telah ditembus oleh pahat, yaitu
rupa sehingga mampu untuk membersihkan dasar lubang dan membantu memutar
kekentalan, ukuran nozzle, kecepatan aliran lumpur dan sifat rheology lumpur.
Pada saat memasukan atau mencabut rangkaian pipa bor, sebagian berat
rangkaian pipa bor akan ditahan oleh gaya keatas (bouyancy factor) dari lumpur
maka rangkaian pipa bor yang diperlukan juga bertambah banyak sehingga beban
9. Cutting Suspension
cutting selama sirkulasi lumpur dihentikan, terutama dari gel strength. Cutting
perlu ditahan agar tidak turun ke bawah, karena jika mengendap ke bawah akan
mengakibatkan akumulasi cutting dan pipa akan terjepit selain juga akan
memperberat rotasi permulaan dan kerja pompa untuk memulai sirkulasi kembali.
Gel yang terlalu besar dapat memperburuk kondisi lumpur bor yaitu tertahannya
permukaan. Pasir harus dibuang dari aliran lumpur, karena sifatnya yang sangat
abrasive (mengikis) pipa pompa, fitting dan bit. Untuk ini biasanya kadar pasir
Korosi adalah proses elektrokimia, karena itu semakin banyak jumlah ion
elektrolit di dalam lumpur atau semakin tinggi konduktivitas CO2 dan H2S akan
besar sekali menaikkan laju korosi, untuk mengurangi terlarutnya gas-gas tersebut
pH dari lumpur dijaga antara 9,5 – 11. Banyak jenis additive yang ditambahkan ke
dalam lumpur untuk menghambat laju korosi, misalnya zat pengikat oksigen
Bottom Hole Circulation Pressure/BHCP). Faktor hidrolika ini meliputi hal hal
1. Kecepatan Aliran
𝑄
𝑉 = 𝐴 ............................................................................................................... (3.3)
Keterangan :
ditentukan menggunakan persamaan dari yield point (YP) dan plastic viscosity
𝜃600
𝑛 = 3,32 𝑙𝑜𝑔 𝜃300.............................................................................................. (3.8)
𝜃600
k= [511𝑛] .............................................................................................................. (3.9)
Keterangan :
𝟐𝟒.𝟓 𝒙 𝑸
Va = (𝑫𝒊𝟐 − 𝑫𝒐𝟐 ) ................................................................................................... (3.10)
Keterangan :
1 𝑛
( ) ( )
3.878 𝑥 104 𝑥 𝐾 2−𝑛 2.4𝑥 (2𝑛+1) 2−𝑛
Vc = ( ) 𝑥 ((𝐷𝑖−𝐷𝑜) 𝑥 3𝑛) .............................................. (3.11)
𝑀𝑊
Keterangan :
persamaan :
Keterangan :
PV = Plastic viscosity, cp
lubang bor pada saat sirkulasi lumpur yang besarnya sama dengan tekanan
𝑃 ℎ𝑖𝑑𝑟𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑘 + ∆ 𝑃
𝐸𝐶𝐷 = ................................................................................... (3.14)
0.052 𝑥 𝑇𝑉𝐷
Keterangan :
25
26
lebih besar dari tekanan rekah formasi sehingga akan mengakibatkan adanya
sirkulasi ini terjadi jika besarnya lubang pori lebih besar dari pada ukuran
partikel lumpur pemboran. Kerugian akibat terjadinya problem hilang lumpur ini
menyebabkan terjadinya semburan liar pada formasi lain yang bertekanan tinggi,
tidak diperoleh serbuk bor untuk sample log, bahaya terjepitnya pipa bor,
langsung terhadap fluida pemboran. Dalam hal ini akan terjadi selisih antara
27
jumlah lumpur yang masuk kedalam formasi dengan keluar ke pit. Jika lost
circulation besar maka bisa diindikasikan dengan tidak adanya lumpur yang
kembali dalam pit. Lost circulaton dapat diklasifikasikan menjadi seepage loss,
1. Seepage Loss
Seepage loss adalah hilang lumpur dalam jumlah yang relatif kecil,
kurang dari 10 bbl/jam pada saat sirkulasi lumpur. Biasanya terjadi pada formasi
yang terdiri dari pasir, porous dan gravel, rekah alami (natural fracture) dan
pada formasi yang terdapat rekahan (batu gamping) serta rekahan bukan alami.
Partial loss adalah hilang lumpur dalam jumlah relatif besar dari 15
bbl/jam atau sekitar 10 - 500 bbl/jam. Partial loss ini dapat terjadi pada formasi
yang terdiri dari porous dan gravel, dan terkadang terjadi pada batuan yang
kembalinya lumpur dari lubang bor (tidak ada sirkulasi balik). Terjadi pada
formasi yang terdapat gua-gua maupun rekahan yang besar dan formasi dengan
metoda yang digunakan untuk mencari tempat hilang lumpur dapat dilakukan
diketahui letak dimana hilang lumpur terjadi. Ada beberapa metode yang dapat
a. Drill Monitor
alat ini adalah menempatkan sensor pada peralatan bor, kemudian sensor
di layar monitor dan dapat dilihat pada layar monitor mengenai keadaan
metode ini lebih akurat bila digabungkan dengan pit level monitor. Adanya
b. Spinner Survey
yang digunakan untuk mendeteksi jumlah fluida pada sumur injeksi yang masuk
ke dalam formasi. Penggunaan alat ini dilakukan dengan menurunkan alat spinner
29
yang kecil pada sebuah kabel konduktor ke dalam lubang sumur dan baling-baling
RPM motor akan mencatat pada film yang akan ada dipermukaan. Hasil
yang dicatat berupa fraksi fluida yang masuk ke formasi beserta kedalamannya.
Ada fluida yang masuk ke dalam formasi secara horizontal, maka zona formasi
yang dimasuki fluida pada laporan hasil spinner survey dapat diinterpretasikan
sebagai zona loss. Spinner survey tidak cocok digunakan pada fluida yang banyak
Gambar 3.2
Spinner Survey13
c. Temperatur Survey
metode ini dapat dilakukan pada lumpur yang banyak mengandung sealing agent
Prinsip alat ini adalah mencatat perbedaan tekanan yang ada pada kedua
sisi membran dari peralatan tersebut. Perbedaan ini terjadi apabila alat tersebut
berada pada tempat hilangnya lumpur. Masalah dalam metode ini adalah
memerlukan jumlah lumpur yang besar yang harus selalu dipompakan kedalam
lubang bor.
dalam lubang sumur oleh kawat bertahan, kawat ini sangat sensitif
kemudian dipompakan ke dalam lubang sumur, jika zona hilang sirkulasi berada
di bawah alat, maka aliran lumpur akan mengubah tahan kawat. Sebaliknya jika
zona hilang sirkulasi berada di atas alat, maka tahanan tidak akan berubah.
31
Metode ini dapat dilakukan pada semua jenis lumpur. Kekurangan dari metode ini
2. Mendeteksi di Permukaan
berkurangnya volume sistem lumpur yang disirkulasikan. Hal ini dapat dideteksi
a. Tekanan Pompa
permukaan oleh lumpur yang disirkulasikan secara kontinyu. Jika terjadi hilang
sirkulasi maka cutting tidak sampai ke permukaan karena tidak ada lumpur yang
Mud pit adalah salah satu alat untuk menampung lumpur berupa
signal alarm. Alat ini berfungsi sebagai penunjuk level fluida yang terdapat
lumpur didalam mud pit, sehingga alat yang dipasang akan memberikan
sinyal alarm karena terjadi perubahan level fluida di dalam mud pit.
mekanis maupun aspek alamiah, dan berikut ini adalah beberapa faktor
1. Jenis Formasi
Jenis formasi ini terdiri dari batu pasir dan gravel, dengan keadaan
diameter lubang atau pori-pori batuan formasi sedikitnya tiga kali lebih
besar dari diameter butiran padat dari lumpur dan tekanan hidrostatis lumpur
b. Formasi Gua
dolomite).
33
(induced fracture) misalnya, karena penekanan pada waktu masuk pahat atau
kenaikan tekanan pompa yang terlalu tinggi, lumpur yang terlalu berat dan
gel strength yang terlalu besar. Di bawah ini merupakan gambar formasi yang
dapat menyebabkan terjadinya hilang sirkulasi (loss circulation) pada saat proses
pemboran.
Gambar 3.3
2. Tekanan
terjadinya hole problem seperti kick ataupun loss circulation. Berikut merupakan
a. Tekanan formasi
tekanan formasi berkisar antara 0,433 psi/ft sampai 0,465 psi/ft. Bila kurang
dari itu maka tekanan formasinya subnormal dan bila tekanan di atas
pula halnya bila tekanan lumpur terlalu rendah, jauh lebih kecil dari
formasi adalah:
Pf = Gf x D ......................................................................................................(3.16)
Keterangan:
D = kedalaman, ft
gradient tekanan. Gradient tekanan untuk fresh wáter adalah 0,433 psi/ft,
sedangkan untuk salt water adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut
dianggap sebagai tekanan abnormal atau subnormal. Pada saat keadaan statik,
tekanan hidrostatik harus lebih besar sedikit dari tekanan formasi. Sedangkan pada
annulus.
yang berasal dari rumus Bingham dan telah di modifikasi oleh Jordan dan Shirley
𝑅
log( )
60 𝑁
𝑑= 12 𝑊 ............................................................................................. ....(3.17)
log( )
1000 𝑑𝑏
Keterangan :
d = d-exponent
db = Diameter Bit, In
36
melihat bahwa, kenaikan berat lumpur akan menutupi perbedaan tekanan formasi
9
𝑑𝑐 = 𝑑 𝑀𝑊 ................................................................................................... (3.18)
Keterangan :
dc = d-exponent terkoreksi
9𝑑
𝐸𝑀𝑊 = − 0.3 ....................................................................................... (3.19)
𝑑𝑐
b. Tekanan Overburden
adanya gaya berat jenis batuan, yang merupakan kombinasi antara berat jenis
overburden adalah :
𝑃𝑜 = 𝐺𝑜 𝑥 𝐷 ................................................................................................. (3.20)
Keterangan :
D = Kedalaman, ft
c. Tekanan Hidrostatik
pemboran, dalam keadaan statis merupakan fungsi dari tinggi kolom lumpur dan
berat jenis fluida. Pada saat pemboran, tekanan hidrostatik lumpur yang
digunakan harus melebihi tekanan formasi, kelebihan ini berkisar antara 2 – 10%
dari tekanan formasinya. Dan juga tekanan hidrostatik lumpur tidak lebih besar
dari tekanan rekah formasinya, jika tekanan hidrostatik lebih besar maka akan
(lumpur masuk ke dalam formasi). Jadi tekanan hidrostatik lumpur harus berada
diantara tekanan rekah formasi dan tekanan formasi. Persamaan yang digunakan
Keterangan:
D = kedalaman, ft
dapat diketahui dengan melakukan Leak Off Test (LOT). LOT dilakukan
38
dengan cara mengebor kira-kira 10-15 ft formasi dibawah casing shoe. Persamaan
Keterangan:
D = kedalaman, ft
Berikut merupakan ilustrasi kurva saat melakukan proses Leak Off Test
Gambar 3.4
2. Sirkulasi dengan lumpur dan angkat bit sampai berada di atas casing shoe.
4. Mulai memompa dengan laju pemompaan yang rendah dan stabil, misalnya
0,25 BPM.
formasi mulai rakah dan catat tekanan tersebut sebagai tekanan rekah formasi.
6. Periksa besarnya tekanan pada saat formasi mulai rekah dan catat volume
𝑃𝑓𝑟
𝑀𝑊𝑀𝐴𝑋 = ......................................................................................... (3.24)
0,052 𝑥 𝐷
Keterangan:
D = Kedalaman tegak, ft
yang besar, gua-gua, rekahan dan adanya patahan. Hilang lumpur ini dapat
hidrostatik lumpur melebihi tekanan formasi (Ph > Pf), sedangkan mud cake
ke dalam formasi.
a. Tekanan Surge
𝟐𝟒.𝟓 𝒙 𝑸
𝑉 = (𝑫𝒊𝟐 − 𝑫𝒐𝟐 ) ...................................................................................................(3.26)
𝑉𝑚 = 1,5 𝑥 𝑉 ...................................................................................................(3.27)
Keterangan:
- Adanya rekahan
- Adanya patahan
- Adanya gua-gua
sesuai, program pemboran yang dibuat harus dapat menghindari loss circulation.
(loss circulation):
menjadi pecah. Sehingga perlu diukur kecepatan pada saat memasukkan pahat
Casing protektor adalah suatu alat yang terbuat dari karet dipasang pada
pipa bor (drill pipe) berfungsi untuk melindungi benturan antara drill pipe dengan
casing. Casing protektor harus benar-benar dalam kedaan baik, karena pada saat
rangkaian pipa bor diturunkan kedalam lubang bor akan ada penambahan pressure
tidak diperolehnya cutting untuk sample, gas kick dan penurunan permukaan
lumpur yang dapat menyebabkan blow out pada formasi berikutnya. Beberapa
gradient tekanan formasi dan safety faktornya. Safety faktor dipakai untuk
menentukan besaranya tekanan hidrostatik lumpur agar tidak terlalu kecil maupun
a. Material Fibrous
Material fibrous terdiri dari kapas kasar (raw cotton), ampas tebu,
serat rami, serbuk gergaji, bulu ayam (feathers) leather floc, fiber seal,
dan chip seal. Material jenis ini relatif sedikit kaku dan cenderung memaksa
Material yang kasar dapat menutup celah rekahan 0,11 in, dan material
lembut bisa menutup rekahan 0,02 in. Jika lumpur mengandung material fibrous
bor, maka tahan gesekan yang cukup besar akan berkembang dan berfungsi
sebagai penyumbat atau penahan aliran lumpur masuk kedalam formasi. Pada
Gambar 3.5
Material Fibrous14
44
b. Material flakes
Material flakes terdiri dari cellophane, mika (halus dan kasar), vermicullite
dan kwik seal (kombinasi serabut, bungkil dan kepingan-kepingan). Material ini
di muka formasi, dan selanjutnya akan menutup rekahan yang ada. Material
fibrous mampu menutup rekahan sampai ukuran < 0,12 in. Jika cukup kuat
menahan tekanan kolom lumpur, maka material ini membentuk filter cake yang
luas dan kompak. Jika material tidak cukup kuat menahan tekanan kolom lumpur,
maka material ini akan terdorong masuk kedalam rekahan dan penutupan
rekahannya sama dengan material fibrous. Pada gambar 3.6 diperlihatkan contoh
matrial flakes.
Gambar 3.6
Material Flakes14
45
c. Material Granullar
Material granullar terdiri dari nut shells, nut plug, tuff plug, bubuk
batok kelapa (halus sedang, dan kasar) dan kulit kelapa sawit. Material
granular lebih besar dibandingkan jenis LCM lain. sebagai contoh nut shell
bisa menyumbat zona loss sampai ukuran 0,22 in. Pada gambar 3.7
Gambar 3.7
Material Granullar14
6. Teknik Penyemenan
total terutama pada formasi yang bergua-gua sebagaimana terdapat pada formasi
caarbonat dan merupakan langkah yang diambil ketika hilang lumpur sudah tidak
7. Blind Drilling
46
sirkulasi karena semua lumpur hilang ke formasi. Blind drilling bertujuan untuk
kehilangan lumpur.
8. Aerated Drilling
Metode ini biasanya digunakan pada saat menembus zona sub normal dan sangat
cocok diterapkan pada formasi cavernous, vugs yang besar. Dilakukan dengan
cara memompa campuran air dan udara ke dalam lubang bor. Setelah daerah
vugular dilewati, pipa dapat diset atau aerated water drilling dapat diteruskan.
BAB IV
Permasalahan loss circulation pada lapangan ini terjadi pada Sumur “F-1”
yang memiliki berbagai macam formasi yang ada pada lapangan tersebut. Loss
circulation pada lapangan ini bisa disebabkan karena berbagai macam kendala,
diantaranya terjadi karena jenis formasinya yang memiliki batuan yang butiran
penyusunnya kasar dan bisa juga terjadi karena faktor tekanan. Litologi batuan pada
sumur ini didominasi oleh limestone dan sandstone sehingga terdapat rekahan-
rekahan yang terbentuk secara alami (natural fracture), juga terdapat growong
(cavernous) dan mempunyai gradient tekanan formasi yang rendah. Penting untuk
Parigi. Pemboran dimulai dengan pemasangan casing conductor 30” sampai dengan
sirkulasi berjenis partial loss sebesar 120 bph yang diatasi dengan pemompaan
LCM 50 bbl dengan konsentrasi 40 ppb (20 ppb fibroseal, 20 ppb CaCO3) masalah
ini dapat teratasi. Kemudian terjadi hilang sirkulasi yang berjenis partial loss pada
47
48
kedalaman 1119 ft MD sebesar 395 bph yang ditangulangi dengan memompa LCM
3 kali 30 bbl dan konsentrasinya 60 ppb (40 ppb fibroseal, 20 ppb CaCO3)
shoe pada 1104 ft MD dan dilakukan cementing job, pemboran kembali dilanjutkan
dengan pembuatan lubang 12-1/4” menembus formasi yang baru yaitu Formasi
Parigi, berat lumpur diganti dari 9 ppg menjadi 9,2 ppg KCL Polymer, dilakukan
LOT pada kedalaman 1114 ft MD sebesar 10,9 ppg dengan tekanan permukaan 98
psia, pembuatan lubang 12-1/4” diteruskan sampai kedalaman 3050 ft MD, dan
3060 ft MD, dilakukan LOT dengan MW sebesar 12 ppg dan tekanan dipermukaan
278 psi. Terjadi hilang sirkulasi yang berjenis partial loss sebesar 450 bph pada
penyumbatan LCM 50 bbl dengan konsentrasi 40 ppb (20 ppb fibroseal, 20 ppb
CaCO3) penyumbatan tersebut belum berhasil, loss masih terjadi sebesar 450 bph
bbl dengan MW 15,5 ppg dengan kecepatan 3-4 Bph, masih terdapat loss sebesar
100 bph. Dilakukan cement plug kedua sebanyak 50 bbl dengan MW 15,5 ppg,
kemudian dilakukan monitoring triptank, loss sudah tidak terjadi. Setelah mencapai
Selama pemboran berlangsung yang dapat dilihat pada tabel 4.1, terjadi
hilang sirkulasi di Sumur “F-1” pada pengerjaan lubang bor 17-1/2” dan lubang bor
8-1/2”. Formasi yang di tembus saat terjasi loss tersebut merupakan Formasi
Cisubuh dan juga pada Formasi Parigi, jumlah hilang sirkulasi Sumur “F-1” dapat
Tabel 4.1
Partial
698-935 Cisubuh 9 120
Loss
17-1/2”
Partial
F-1 980-1119 Cisubuh 9 395
Loss
Partial
8-1/2” 3236-3338 Parigi 9,2 450
Loss
maka dari itu perlu diketahui apa yang menjadi penyebab hilangnya sirkulasi pada
Tabel 4.2
Tekanan
Kedalaman Kedalaman
Sumur Formasi
(ft) MD (ft) TVD
(psi)
ditrayek 8-1/2” yang melewati formasi Parigi, formasi tersebut memiliki lithology
51
limestone. Berikut adalah perhitungan tekanan hidrostatik pada saat terjadi hilang
Tabel 4.3
berat lumpur yang akan kita gunakan. Sedangkan tekanan rekah formasi adalah
tekanan dimana formasi mulai rekah. Tekanan rekah sangat penting diketahui agar
lumpur yang kita gunakan tidak menyebabkan formasi menjadi rekah, karena
dengan rekahnya formasi merupakan salah satu hal yang menyebabkan loss
circulation. Penentuan tekanan rekah ini dilakukan berdasarkan data Leak Off Test
(LOT), dimana saat dilakukan LOT mud weight yang digunakan sebesar 10,9 ppg
52
pada kedalaman 1114 ft MD dengan tekanan pada surface sebesar 98 psi, dan LOT
memiliki tekanan surface 278 psi. Dengan persamaan (3.23) dan (3.24) didapat
Tabel 4.4
(Va) dengan persamaan (3.10) dan kecepatan kritis (Vc) dengan persamaan (3.11).
perhitungan kehilangan tekanan (𝑝loss) total pada setiap section diannulus dengan
digunakan untuk aliran turbulen. Pola aliran laminer atau turbulen dapat diketahui
kritis (Vc). Va < Vc adalah laminer sebaliknya Va > Vc adalah turbulen. Berikut
adalah hasil perhitungan Va dan Vc pada table 4.5, 4.6 dan 4.7:
53
Tabel 4.5
Poney
101,14 282,32 Laminer 0,1787
Monel
Δ𝑝 Total 6,37
54
Tabel 4.6
5,73
Δ𝑝 Total
55
Tabel 4.7
Δ𝑝 Total 79,53
tekanan bor saat dilakukan sirkulasi lumpur. Setelah menghitung total kehilangan
tekanan yang terjadi pada setiap rangkaian pemboran di zona hilang sirkulasi maka
dapat dihitung ECD dengan persamaan (3.14) dan dapat juga dihitung BHCP
dengan persamaan (3.15). Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui apakah
ECD dan BHCP tersebut sebagai penyebab hilang sirkulasi atau tidak, ECD dan
BHCP yang melebihi dari tekanan rekah formasi akan menyebabkan formasi rekah
Tabel 4.8
ECD BHCP
Kedalaman
Sumur Trayek
(ft) TVD (ppg) (Psi)
Pressure surge adalah tekanan yang terjadi saat memasukkan drill string ke
lubang bor. Kecepatan penurunan drill string harus dikontrol memastikan agar
tekanan tidak terlalu tinggi. Karena pressure surge yang terlalu tinggi dapat
Perhitungan pressure surge pada Sumur “F-1” pada masing-masing zona dilakukan
maximum pipe velocity (Vm) dengan persamaan (3.27), lalu menentukan pressure
loss (Ps) dengan persamaan (3.28). Berikut adalah kecepatan rata-rata saat
Tabel 4.9
935 ft MD 1119 ft MD
BHA Ps Ps
V Vm V Vm
(ft/min) (ft/min) (ft/min) (ft/min)
(psi) (psi)
Poney
101,14 151,702 0,210 91,02 136,532 0,196
Monel
ARC
103,95 155,925 0,331 93,56 140,332 0,310
LWD
Power
103,95 155,925 0,480 93,56 140,332 0,449
Pulse
Tabel 4.10
3338 ft MD
BHA
Ploss
V (ft/min) Vm (ft/min)
(psi)
Dari hasil diatas dapat dihitung pressure surge yang timbul saat pemboran
menggunakan persamaan (3.39). Hasil dari pressure surge ini selanjutnya dianalisa
59
untuk mengetahui apakah menjadi penyebab hilang sirkulasi atau tidak. Untuk
pressure surge pada zona loss pada sumur F-1 dapat dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11
pada pemboran lubang bor 17-1/2” dan 8-1/2” ini bukan disebabkan karena
memiliki tekanan hidrostatik sebesar 434,30 psi nilai tersebut berada di atas tekanan
formasi yang nilainya 419,82 psi, serta tekanan hidrostatik, bottom hole circulating
pressure (BHCP) dan pressure surge yang masing-masing nilainya 434,30 psi,
440,67 psi, dan 441,82 psi masih berada di bawah tekanan rekah formasi yang
nilainya 608,52 psi. Pada partial loss yang kedua dikedalaman 1119 ft MD
memiliki tekanan hidrostatik sebesar 516,67 psi nilai tersebut berada di atas tekanan
formasi yang nilainya 419,82 psi, serta tekanan hidrostatik, bottom hole circulating
60
pressure (BHCP) dan pressure surge yang masing-masing nilainya 516,67 psi,
522,40 psi dan 530,77 psi masih berada di bawah tekanan rekah formasi yang
bernilai 723,93 psi. Sedangkan, partial loss yang ketiga di kedalaman 3338 ft MD
memiliki tekanan hidrostatik sebesar 922.89 psi nilai tersebut berada di atas tekanan
formasi yang nilainya 419,82 psi, serta tekanan hidrostatik, tekanan bottom hole circulating
pressure (BHCP) dan pressure surge yang masing-masing nilainya 922,89 psi,
1022.93 psi dan 1016,20 psi masih berada di bawah tekanan rekah formasi yang
memiliki nilai 1516.95 psi yang dapat dilihat pada gambar 4.1 yaitu perbandingan
(BHCP), pressure surge dan tekanan rekah formasi dari tiap kedalaman dari Sumur
Tekanan, psi
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
0
500
1000
Kedalaman, ft
1500
2000
2500
3000
3500
Pf Ph BHCP Ps Pfrac
Gambar 4.1
Maka dari itu perlu dilakukan penanggulangan yang efektif. Berikut ini adalah
Pada pemboran berarah ukuran pahat 17-1/2” tejadi 2 kali partial loss dan
pada ukuran pahat 8-1/2” terjadi 1 kali partial loss. Pada kedalaman 698-935 ft
MD, 980-119 ft MD, dan 3236-3338 ft MD. Jenis lumpur yang digunakan dalam
berikut:
1. Dilakukan pemboran dari kedalaman 698 – 935 ft MD, terjadi partial loss
3. Pemboran dilanjutkan dari 980-1119 ft MD, terjadi partial loss sebesar 395
bph, laju alir pompa di turunkan dari 900 gpm – 300 gpm.
4. Rangkaian pipa bor diangkat dari kedalaman loss sampai kedalaman 518 ft
3338 ft MD.
ppb (20 ppb fibroseal, 20 ppb CaCO3), penyumbatan dengan LCM belum
10. Lubang bor disirkulasikan dengan lumpur Hi-vis kemudian diganti dengan
9,2 ppg KCL Polymer, jumlah loss berkurang menjadi 100 bph.
12. Rangkaian pipa bor diangkat sampai kedalaman 2911 ft MD, tunggu semen
ditanggulangi.
63
BAB V
PEMBAHASAN
Hilangnya sirkulasi lumpur pada sumur ini terjadi pada pengerjaan lubang bor 17-
1/2” dan 8-1/2”. Setelah dilakukannya analisis mengenai penyebab hilangnya lumpur
sirkulasi pada sumur ini dengan melakukan perhitungan Tekanan Formasi, Tekanan
Rekah Formasi, Tekanan BHCP, dan Tekanan Surge, maka dapat dinyatakan bahwa
desain lumpur yang digunakan pada Sumur “F-1” ini sudah sesuai. Jadi, penyebab
hilang sirkulasi diakibatkan oleh lithologi formasi yang terdapat pada sumur tersebut.
Hilang sirkulasi pada pengerjaan trayek 17-1/2” terjadi di Formasi Cisubuh pada
kedalaman 935 ft MD dan 1119 ft MD. Berdasarkan LOT pada kedalaman 1114 ft
MD sebesar 10.9 ppg tekanan permukaan 98 psi didapat gradient tekanan rekah
sebesar 0.567 psi/ft sehingga diketahui tekanan rekah pada 935 ft MD sebesar 608.52
dengan EMW 12.61 ppg dan pada kedalaman 1119 ft MD sebesar 723.93 psi dengan
exponent sebesar 419.82 psi. Lumpur yang digunakan pada kedalaman 935 ft MD ini
sebesar 434.30 psi. Dari perhitungan ECD di dapat sebesar 9.14 ppg, BHCP sebesar
440.67 psi dan dari hasil perhitungan didapat pressure surge sebesar 441.82 psi.
Dilihat dari tekanan formasi tidak melebihi tekanan hidrostatik, sedangkan dilihat dari
63
64
tekanan hidrostatik, BHCP maupun pressure surge tidak ada yang melewati tekanan
rekah formasi, dengan demikian penyebab hilang lumpur pada kedalaman 935 ft MD
sandstone (0%-15%). Pada formasi tersebut terdapat batuan yang memiliki pori yang
besar dan saling berhubungan sehingga lumpur pemboran masuk kedalam formasi
yang di tembus. Partial loss yang terjadi pada kedalaman ini sebesar 120 bph,
penanganan hilang sirkulasi pada kedalaman ini dengan sirkulasi 20 bbl Hi-vis di
tambah dengan 50 bbl LCM dengan konsentrasi 40 ppb (20 ppb Fibroseal, 20 ppb
499.44 psi pada kedalaman ini digunakan mud weight dan jenis lumpur yang sama 9
ppg sehingga dapat dihitung tekanan hidrostatiknya sebesar 516.67 psi, selain itu
tekanan rekah berdasarkan data LOT didapat 723.93 psi dengan EMW 12.61 ppg.
Selanjutnya berdasarkan perhitungan didapat nilai ECD sebesar 9.10 ppg, BHCP
sebesar 522.71 psi dan besar pressure surge 519.66 psi. dilihat dari tekanan formasi
yang tidak melebihi tekanan hidrostatik serta tekanan hidrostatik, tekanan BHCP dan
pressure surge yang tidak melebihi tekanan rekah formasi. Hasil tersebut
menunjukkan faktor mekanis dari pemboran sudah tepat, jadi penyebab hilang
sirkulasi pemboran yang terdapat pada kedalaman ini karena lithologi formasinya
tersebut terdapat batuan yang memiliki pori yang besar dan saling berhubungan
65
sehingga lumpur pemboran masuk kedalam formasi yang di tembus. Loss yang terjadi
dikedalaman ini berjenis partial loss dengan besar loss 395 bph pada kedalman ini
hilang lumpur segera diatasi dengan memompakan 3 kali 30 bbl LCM dengan
konsentrasi 60 ppb (40 ppb Fibroseal, 20 ppb CaCO3) sehingga hilang lumpur
berhasil ditanggulangi.
Hilang sirkulasi pada pada pengerjaan trayek 8-1/2” terjadi di formasi Parigi
pada kedalaman 3338 ft MD. Berdasarkan LOT pada kedalaman 3060 ft MD sebesar
12 ppg tekanan permukaan 278 psi didapat gradient tekanan rekah sebesar 0.623
psi/ft sehingga diketahui tekanan rekah pada 3338 ft MD sebesar 1516.95 dengan
EMW 14.79 ppg. Pada kedalaman 3338 ft MD didapat tekanan formasi dari d-
exponent sebesar 912.64 psi pada kedalaman ini digunakan lumpur KCL Polymer
mud weight 9.2 ppg sehingga dapat dihitung tekanan hidrostatiknya sebesar 934.4 psi,
selain itu tekanan rekah berdasarkan data LOT didapat 723.93 psi dengan EMW
12.61 ppg. Selanjutnya berdasarkan perhitungan didapat nilai ECD sebesar 10.3 ppg,
BHCP sebesar 1029.15 psi dan besar pressure surge 1044 psi. dilihat dari tekanan
formasi yang tidak melebihi tekanan hidrostatik serta tekanan hidrostatik, tekanan
BHCP dan pressure surge yang tidak melebihi tekanan rekah formasi. Hasil tersebut
menunjukkan faktor mekanis dari pemboran sudah tepat, jadi penyebab hilang
sirkulasi pemboran yang terjadi pada kedalaman ini karena lithologi dari formasi
parigi yang mengandung claystone (0%-70%) dan limestone (0%-30%), batuan ini
porositas besar serta berhubungan yang dapat menghilangkkan sirkulasi lumpur dari
pemboran tersebut. Loss yang terjadi dikedalaman ini berjenis partial loss dengan
besar loss 450 bph pada kedalaman ini hilang lumpur segera diatasi dengan
penyumbatan 50 bbl LCM dengan konsentrasi 40 ppb (20 ppb fibroseal, 20 ppb
CaCO3), jumlah hilang lumpur masih tetap sama 450 bph kemudia dilakukan
penyumbatan 50 bbl cement plug 15.5 ppg dengan kecepatan 3-4 bph, setelah semen
mengering lubang bor disirkulasikan dengan lumpur Hi-vis kemudian diganti dengan
lumpur KCL Polymer 9.2 ppg, loss berkurang menjadi 100 bph, dilakukan
penyumbatan cement plug ke 2 pada kedalaman 3328 sebanyak 50 bbl 15.8 ppg
setelah monitoring di triptank hilang lumpur sudah tidak terdeteksi, pemboran dapat
KESIMPULAN
(loss circulation) pada Sumur “F-1” Lapangan “F” di lubang bor 17-1/2” dan 8-1/2”,
sumur pada trayek 17-1/2” menembus Formasi Cisubuh dan Trayek 8-1/2”
MD, formasi akan rekah pada 722,61 psi dan LOT selanjutnya pada
kedalaman 3060 ft MD formasi akan rekah pada 1472,33 psi, data LOT ini
4. Pada pengerjaan lubang bor 17-1/2” pada kedalaman 935 ft MD dan 1119 ft
ppb LCM CaCO3 dan 60 ppb LCM CaCO3, pencegahan dengan LCM utuk
67
68
penyemenan.
DAFTAR PUSTAKA
Trotman
PetroSkill
Indonesia.
http://www.drillingformulas.com/surge-and-swab-calculation-method-1/
69
70
http://kulitambangdsf.blogspot.co.id/2013/07/lost-circulation_22.html
http://petrowiki.org/Lost_circulation
https://water.usgs.gov/ogw/bgas/flowmeter/
http://www.glossary.oilfield.slb.com/Terms/l/lost-circulation_material.aspx
DAFTAR SIMBOL
D = Kedalaman, ft
MD = Measured Depth, ft
PV = Plastic Viscosity, cp
71
72
DAFTAR SIMBOL
(Lanjutan)
SG = Spesific Gravity
73
74
LAMPIRAN A
tekanan berapa formasi akan mulai rekah, sehingga dapat dijadikan batasan
terhadap tekanan hidrostatik, ECD, BHCP maupun pressure surge agar tidak
= 722,62 psi
= 12,61 ppg
= 12,61 x 0,052
75
= 0,655 psi/ft
= 1472,34 psi
= 14,79 ppg
= 14,79 x 0,052
= 0,76 psi/ft
Pfr = Gfrac x D
Pfr = Gfrac x D
Pfr = Gfrac x D
77
78
LAMPIRAN B
Tekanan hidrostatik
Ph = 0,052 x MW x D
Tekanan formasi
𝑅
log (60𝑥𝑁 )
𝑑=
12𝑥𝑊
log ( )
1000𝑥𝑑𝑏
9
𝑑𝑐 = 𝑑
𝑀𝑊
9𝑑
𝐸𝑀𝑊 = − 0,3
𝑑𝑐
Ph = 0,052 x 9 x 928
79
= 434,30 psi
40
log ( )
60𝑥119,5
𝑑= = 0,756
12𝑥9
log ( )
1000𝑥9,625
9
𝑑𝑐 = 0,756 𝑥 = 0,756
9
9 𝑥 0,756
𝐸𝑀𝑊 = − 0,3 = 8,7 𝑝𝑝𝑔
0,756
Ph = 0,052 x 9 x 1104
= 528,15 psi
40
log (60𝑥132,6)
𝑑= = 0,727
12𝑥9
log ( )
1000𝑥9,625
9
𝑑𝑐 = 0,756 𝑥 = 0,727
9
80
9 𝑥 0,727
𝐸𝑀𝑊 = − 0,3 = 8,7 𝑝𝑝𝑔
0,727
= 943,40 psi
70
log (60𝑥130)
𝑑= = 0,84
12𝑥9,2
log ( )
1000𝑥7,5
9
𝑑𝑐 = 0,84 𝑥 = 0,82
9,2
9 𝑥 0,84
𝐸𝑀𝑊 = − 0,3 = 8,9 𝑝𝑝𝑔
0,82
DAN
81
82
LAMPIRAN C
hole circulatinng pressure pada saat pemboran di zona hilang sirkulasi sehingga
dapat diketahui apakah ECD dan BHCP melewati tekanan rekah formasi atau
tidak.
*Dihitung dengan persamaan (3.10), (3.11), (3.12), (3.13), (3.14), dan (3.15).
PV = 12 cp
YP = 23 lb/100ft2
Q = 1000 gpm
24.5 𝑥 1000
𝑉𝑎 = = 101,14 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 82 )
24.5 𝑥 1000
𝑉𝑎 = = 103,95 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 8,42 )
24.5 𝑥 1000
𝑉𝑎 = = 103,95 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 8,42 )
83
24.5 𝑥 1000
𝑉𝑎 = = 98 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 7,52 )
24.5 𝑥 1000
𝑉𝑎 = = 101,14 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 82 )
24.5 𝑥 1000
𝑉𝑎 = = 100,28 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 7,872 )
24.5 𝑥 1000
𝑉𝑎 = = 90,66 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 62 )
24.5 𝑥 1000
𝑉𝑎 = = 92,80 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 6,52 )
24.5 𝑥 1000
𝑉𝑎 = = 87,11 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 52 )
= 6,704 𝑝𝑠𝑖
86
∆𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝐸𝐶𝐷 = + 𝑀𝑊
0,052 𝑥 𝑇𝑉𝐷
6,704
𝐸𝐶𝐷 = + 9 = 9,13 𝑝𝑝𝑔
0,052 𝑥 935
kedalaman 935. Untuk data-data yang digunakan dan diperoleh dari daily mud
Kedalaman 1119 ft MD
PV = 13 cp Q = 900 gpm
YP = 27 lb/100ft2
Kedalaman 3338 ft MD
PV = 15 cp Q = 350 gpm
YP = 26 lb/100ft2
LAMPIRAN D
87
88
LAMPIRAN D
proses pemboran shingga dapat diketahui apakah tekanan surge ini melewati dari
tekanan rekah atau tidak. Dihitung dengan persamaan (3.8), (3.9), (3.26), (3.27),
(3.28), (3.29).
Depth = 935 ft MD
Θ 600 = 53
Θ 300 = 40
Hole = 17,5 in
Θ 600
𝑛 = 3,32 log
Θ 300
53
𝑛 = 3,32 log = 0,40
40
Θ 600
𝑘=
5110,4
53
𝑘= = 2,78
5110,4
24.5 𝑥 1000
𝑉= = 101,14 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 82 )
24.5 𝑥 1000
𝑉= = 103,95 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 8,42 )
24.5 𝑥 1000
𝑉= = 103,95 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 8,42 )
24.5 𝑥 1000
𝑉= = 98 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 7,52 )
24.5 𝑥 1000
𝑉= = 101,14 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 82 )
24.5 𝑥 1000
𝑉= = 100,28 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 7,872 )
24.5 𝑥 1000
𝑉= = 90,66 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 62 )
24.5 𝑥 1000
𝑉= = 92,80 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 6,52 )
24.5 𝑥 1000
𝑉= = 87,11 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
(17,52 − 52 )
Θ 600 = 62
Θ 300 = 45
Θ 600 = 46
Θ 300 = 35