Anda di halaman 1dari 15

THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

KELOMPOK 4

NAMA : 1. SHELI SULISTIA NINGSIH (21117106)

2. SHELLY NUGRAHA (21117107)

3. SITI JAMILAH (21117112)

4. SRI WAHYUNI (21117114)

5. WINDA CLAUDIYA N (21117133)

6. YOLA ALFINA (21117138)

7. YUTI SARTIKA (21117142)

PRODI : S1 KEPERAWATAN

KELAS :1C

DOSEN PEMBIMBING : SEPTI ARDIANTY, S.Kep., Ns., M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perilaku yang ditampilkan oleh setiap individu sangatlah beragam dan unik. Keberagaman dan
keunikan tersebut menarik perhatian para ahli untuk meneliti tentang perilaku manusia. Terdapat
banyak teori yang menjelaskan tentang determinan perilaku manusia. Dalam teori-teori tersebut para
ahli memaparkan pendapatnya tentang bagaimana suatu perilaku terbentuk dan faktor apa saja yang
mempengaruhi.
Skiner dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skiner ini
dikenal sebagai teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon). Namun dalam kenyataan, stimulus yang
diterima oleh organisme tidak selamanya mampu menghasilkan perilaku, ada beberapa faktor lain
yang berperan dalam munculnya perilaku, salah satunya adalah adanya niat untuk berperilaku
tertentu dari suatu individu. Niat itu sendiri juga tidak akan muncul tanpa adanya determinan yang
mempengaruhi. Teori ini dijelaskan oleh Atzen dalam teorinya yang dikenal dengan Teori Perilaku
Yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour ). Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs),
sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku. Dalam makalah ini akan dibahas lebih dalam
mengenai teori tersebut untuk mengetahui bagaimana perilaku muncul karena adanya niat dari orang
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Teori Perilaku Yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour ) ?
2. Bagaimana aplikasi teori tersebut dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Teori Perilaku Yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour ) ?
2.Mengetahui bagaimana aplikasi teori tersebut dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan ?
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan penulis kelancaran dalam menyusun
makalah ini, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih
bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang
telah kami pakai sebagai data dan fakta pada karya tulis ini.
Kami mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak
ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan karya tulis ini yang telah
selesaikan. Tidak semua hal dapat penulis deskripsikan dengan sempurna dalam karya tulis ini. Penulis
melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang penulis miliki. Di mana penulis juga
memiliki keterbatasan kemampuan.
Maka dari itu penulis bersedia menerima kritik dan saran. Penulis akan menerima semua kritik dan
saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki karya tulis penulis di masa mendatang.
Sehingga semoga karya tulis berikutnya dan karya tulis lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih
baik.

Palembang, 11 April 2018


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang…..................................................................................................................................
1.2 Rumusan masalah….............................................................................................................................
1.3 Tujuan…...............................................................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Theory of Planned Behavior...............................................................................................


2.2 Aplikasi Theory Planned Behaviour ....................................................................................................
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Theory of Planned Behavior


Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980
(Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan
cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA ini, Ajzen
(1980) yang menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku
tergantung dari niat yang dimiliki oleh orang tersebut. Lebih lanjut, Ajzen (1980) mengemukakan
bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar,
yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan
dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms). Dalam upaya mengungkapkan
pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku,
Ajzen melengkapi TRA ini dengan keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari
keyakinan terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari keyakinan
normatif (normative beliefs). Secara skematik.
Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA. Ajzen
(1988) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi
(perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan
yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau & Hu, 2002). Dengan kata
lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma
subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang
bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Secara lebih lengkap
Ajzen (2005) menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam perceived behavioral control,
sehingga secara skematik perceived behavioral control.

Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan)


mengandung berbagai variabel yaitu :
1. Latar belakang (background factors)
Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan
pengetahuan) mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar
belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt
Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Dalam kategori ini Ajzen (2005),
memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal
adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup
(values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis
kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman,
pengetahuan, dan ekspose pada media.
2. Keyakinan perilaku (behavioral belief)
Hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif,
sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku,
dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.
3. Keyakinan normatif (normative beliefs)
Berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh
Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui perceived
behavioral control. Menurut Ajzen (2005), faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang
berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan
individu.
4. Norma subjektif (subjective norm)
Sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap
perilaku yang akan dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak
pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain
disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan
dilakukannya. Fishbein dan Ajzen (1975), menggunakan istilah ”motivation to comply” untuk
menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang
berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
5. Keyakinan dari dalam diri individu bahwa suatu perilaku yang dilaksanakan (control beliefs)
dapat diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama
sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena melihat orang lain misalnya, teman,
keluarga dekat dalam melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun
akan dapat melaksanakannya. Selain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan
individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan
waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan
memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.
6. Persepsi kemampuan mengontrol tingkah laku (perceived behavioral control)
Keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan
perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian
individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak
memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku tersebut. Ajzen (2005) menamakan kondisi
ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived behavioral control). Niat untuk
melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau
tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap
positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku
tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

Menurut Theory of Planned Behavior, seseorang dapat bertindak berdasarkan intensi atau
niatnya hanya jika ia memiliki kontrol terhadap perilakunya (Ajzen, 2002). Teori ini tidak hanya
menekankan pada rasionalitas dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada keyakinan bahwa target
tingkah laku berada di bawah kontrol kesadaran individu tersebut atau suatu tingkah laku tidak
hanya bergantung pada intensi seseorang, melainkan juga pada faktor lain yang tidak ada
dibawah kontrol dari individu, misalnya ketersediaan sumber dan kesempatan untuk
menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Dari sini lah Ajzen memperluas teorinya
dengan menekankan peranan dari kamuan yang kemudian disebut sebagai Perceived Behavioral
Control (Vaughan & Hogg, 2005).
Berdasarkan Theory of Planed Behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan,
yang satu yang bersifat personal, kedua merefleksikan pengaruh sosial dan ketiga berhubungan
dengan masalah kontrol (Ajzen, 2005). Berikut ini adalah penjabaran dari variabel utama dari
Theory of Planned Behavior yang terdiri dari: intensi, attitude toward behavior, subjective norms,
dan perceived behavioral control.
2.1.1 Intensi
Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang
mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. ntensi didefinisikan sebagai
dimensi probabilitas subjektif individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Bandura (1986),
menyatakan bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau
menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Intensi menurutnya adalah bagian vital dari
Self regulation individu yang dilatarbelakangi oleh motivasi seseorang untuk bertindak. Merangkum
pendapat di atas, Santoso (1995) beranggapan bahwa intensi adalah hal-hal yang diasumsikan dapat
menjelaskan faktor-faktor motivasi serta berdampak kuat pada tingkah laku. Hal ini
mengindikasikan seberapa keras seseorang berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukan agar
perilaku yang diinginkan dapat dilakukan.
Menurut Theory of Planned Behavior, seseorang dapat bertindak berdasarkan intensi atau niatnya
hanya jika ia memiliki kontrol terhadap perilakunya (Ajzen, 2002). Teori ini tidak hanya
menekankan pada rasionalitas dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada belief bahwa target
tingkah laku berada di bawah kontrol kesadaran individu tersebut. Suatu tingkah laku tidak hanya
bergantung pada intensi seseorang, melainkan juga pada faktor lain yang tidak ada dibawah kontrol
dari individu, misalnya ketersediaan sumber dan kesempatan untuk menampilkan tingkah laku
tersebut (Ajzen, 2005).
Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait dengan tindakan dan merupakan unsur yang
penting dalam sejumlah tindakan, yang menunjukan pada keadaan pikiran seseorang yang diarahkan
untuk melakukan sesuatu tindakan, yang senyatanya dapat atau tidak dapat dilakukan dan diarahkan
entah pada tindakan sekarang atau pada tindakan yang akan datang. Intensi memainkan peranan
yang khas dalam mengarahkan tindakan, yakni menghubungkan antara pertimbangan yang
mendalam yang diyakini dan diinginkan oleh seseorang dengan tindakan tertentu. Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intensi adalah kesungguhan niat seseorang untuk melakukan
perbuatan atau memunculkan suatu perilaku tertentu.
Berdasarkan Theory Of Planned Behavior, intensi terbentuk dari attitude toward behavior,
subjective norms, dan perceived behavioral control yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku.
Berikut ini adalah rumus dari intensi:
Keterangan:
B = behavior
I = Intention
AB = Sikap (attitude) terhadap perilaku
SN = subjective norm
PBC = Perceived Behavioral Control
W1, W2 & W3 = weight/bobot/skor
2.1.2 Attitude Toward Behavior
Sikap atau attitude berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti sesuai atau cocok dan siap
untuk bertindak atau berbuat sesuatu (Ismail & Zain, 2008). Menurut Ajzen (2005), sikap adalah
evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau
minat tertentu. Menurut Gagne dan Briggs (dalam Ajzen, 2002), sikap merupakan suatu keadaan
internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap objek, orang atau
kejadian tertentu. Sikap merupakan kecenderungan kognitif, afektif, dan tingkah laku yang dipelajari
untuk berespon secara positif maupun negatif terhadap objek, situasi, institusi, konsep atau
seseorang. Sikap merupakan faktor personal yang mengandung evaluasi positif atau dalam tingkah
laku yang menghindari, melawan, atau menghalagi objek (Eagly & Chaiken, 1993).
Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap
konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs
(keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil
tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu
perilaku. Dengan kata lain, seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan
outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga
sebaliknya.
Berdasarkan Theory Of Planned Behavior, seseorang yang percaya bahwa menampilkan perilaku
tertentu akan mengarahkan pada hasl yang positif akan memiliki sika favorable terhadap
ditampilkannya perilaku, sedangkan orang yang percaya bahwa menampilkan tingkah laku tertentu
akan mengarahkan pada hasil yang negatif, maka ia akan memiliki sikap unfavorable (Ajzen, 1988).
Berikut ini adalah rumus untuk mengukur attitude toward behavior (Ajzen, 1988):

Keterangan:
AB = sikap terhadap perilaku B
bi = belief bahwa menampilkan perilaku B akan menghasilkan i
ei = evaluasi terhadap hasil i

2.1.3 Subjective Norms


Subjective Norms merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi seseorang tentang
apakah orang lain akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu tingkah laku yang ditampilkan
(Baron & Byrne, 2000). Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative
belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen, 2005). Keyakinan normatif
berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang
berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja
atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Subjective Norms didefinisikan sebagai adanya
persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku.
Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak
menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila individu meyakini apa yang menjadi norma
kelompok, maka individu akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan
kelompoknya.
Subjective Norms tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga ditentukan oleh motivation to
comply. Secara umum, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya
menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, akan
merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Sebaliknya, individu yang yakin bahwa kebanyakan
referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi
untuk mengikuti perilaku tertentu, maka hal ini akan menyebabkan dirinya memiliki subjective norm
yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen,
2005).
Dalam Theory of Planned Behavior, Subjective Norms juga diidentikan oleh dua hal, yaitu: belief
dari seseorang tentang reaksi atau pendapat orang lain atau kelompok lain tentang apakah individu
perlu, harus, atau tidak boleh melakukan suatu perilaku, dan memotivasi individu untuk mengikuti
pendapat orang lain tersebut (Michener, Delamater, & Myers, 2004). Berikut adalah rumus dari
Subjective Norms (Ajzen, 2005):

Keterangan:
SN= Subjective Norm
ni = belief normative (belief seseorang bahwa seseorang atau kelompok yang menjadi
referensi berpikir bahwa ia seharusnya menampilkan atau tidak menampilkan perilaku
mi = motivasi seseorang untuk mengikuti seseorang atau kelompok yang menjadi referensi.

2.1. Perceived Behavioral Control


Perceived Behavioral Control menggambarkan tentang perasaan self efficacy atau kemampuan
diri individu adalam melakukan suatu perilaku. Hal senada juga dikemukakan oleh Ismail dan Zain
(2008), yaitu Percieved Behavior Control merupakan persepsi individu mengenai kontrol yang
dimiliki individu tersebut sehubungan dengan tingkah laku tertentu. Percieved Behavior Control
merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi
individu untuk melakukan suatu perilaku. Percieved Behavior Control ditentukan oleh pengalaman
masa lalu individu dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk
melakukan suatu perilaku. Pengalaman masa lalu individu terhadap suatu perilaku bisa dipengaruhi
oleh informasi yang didapat dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang dikenal
seperti keluarga, pasangan dan teman.
Ajzen (dalam Ismail & Zain, 2008) menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya
dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan
sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Perceived Behavioral Control
merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu
perilaku. Ketika individu percaya bahwa dirinya kekurangan sumber atau tidak memiliki
kesempatan untuk menunjukkan suatu perilaku, (kontrol perilaku yang rendah) individu tidak akan
memiliki intensi yang kuat untuk menunjukkan perilaku tersebut (Engel, Blackwell, & Miniard,
1995).
Dalam beberapa situasi, satu atau dua faktor saja dapat digunakan untuk menjelaskan intensi, dan
kebanyakan ketiga faktor ini masing-masing berperan dalam menjelaskan intensi. Sebagai
tambahan, tiap individu memiliki perbedaan bobot dari antara ketiga faktor tersebut mana yang
paling mempengaruhi individu tersebut dalam berperilaku (Ajzen, 2005). Sehingga kesimpulannya
seseorang akan melakukan suatu perilaku tertentu jika orang tersebut mengevaluasi perilaku tersebut
secara positif, ditambah individu tersebut mendapatkan tekanan dari sosial untuk melakukan
perilaku tersebut, serta individu tersebut percaya bisa dan memiliki kesempatan untuk melakukan
perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Berdasarkan hal itu, Perceived Behavioral Control dapat
dirumuskan sebagai berikut (Ajzen, 2005):

PBC = Perceived Behavioral Control


ci = control belief bahwa faktor i akan ada
pi = kekuatan faktor i untuk mempermudahkan atau menghambat dalam menampilkan
perilaku
Perceived Behavioral Control dapat diukur menggunakan dua skala, yaitu:
a.Skala yang mengukur control belief subjek (Indirect Perceived Behavioral Control) yaitu
mengenai kemampuan individu untuk mengontrol perilakunya terhadap faktor dari luar
individu yang menghambat atau mendukung individu untuk menampilkan perilaku yang
berasal dari luar individu.
b.Skala yang mengukur perceived power (Direct Perceived Behavioral Control) yaitu mengenai
kemampuan individu untuk mengontrol perilakunya terhadap factor dari dalam individu yang
menghambat atau mendukung individu untuk menampilkan perilaku yang berasal dari dalam
diri individu.

2.2 Mahasiswa Sebagai Individu Dewasa Muda


Penelitian ini menggunakan mahasiswa program Online Learning Universitas Bina Nusantara
Jakarta. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008). Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk
mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18 – 30 tahun. Mahasiswa
merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan
perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu
lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat. Sedangkan menurut
Knopfemacher (dalam Sarwono, 1978) mahasiswa adalah insan-insan calon sarjana yang dalam
keterlibatannya dengan perguruan tinggi, dididik dan diharapkan menjadi calon-calon intelektual.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan pengertian mahasiswa menurut Sarwono (1978), yang
menyatakan bahwa mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti
pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.
Masa dewasa muda (Early Adulthood) dimulai pada usia 18 tahun sampai 40 tahun. Secara
biologis masa dewasa muda merupakan masa puncak perumbuhan fisik yang prima dan usia tersehat
dari populasi manusia secara keseluruhan (healthiest people in population) karena didukung oleh
kebiasaan-kebiasaan positif atau pola hidup yang sehat. Secara psikologis, cukup banyak yang
kurang mampu mencapai kematangan akibat banyaknya masalah dihadapi dan tidak mampu diatasi
baik sebelum maupun setelah menikah. Misalnya ketidakmampuan memenuhi harapan orangtua,
ketidakmampuan untuk mendapatkan prestasi akademis yang baik, dan ketidakmampuan
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapan. Tugas-tugas perkembangan (development
task) pada usia dewasa muda meliputi pengamalan ajaran agama, memasuki dunia kerja, memilih
pasangan hidup, memasuki pernikahan, belajar hidup berkeluarga, merawat dan mendidik anak,
mengelola rumah tanggga, memperoleh karier yang baik, berperan dalam masyarakat, mencari
kelompok sosial yang menyenangkan (Hurlock, 1968).
Menurut Kenniston (dalam Santrock, 1995) masa dewasa muda adalah masa muda yang
merupakan periode transisi dari masa remaja ke dewasa, yang merupakan masa perpanjangan
kondisi kognitif, hal ini ditunjukkan oleh kemandirian berpikir dan membuat keputusan. Fase
dewasa muda jika dikaitkan dengan usia mahasiswa pada fase ini menunjukkan bahwa peran, tugas
dan tanggung jawab mahasiswa bukan hanya pencapaian keberhasilan akademik, melainkan mampu
menunjukkan perilaku dan pribadi untuk mengeksplorasi berbagai gaya hidup dan nilai-nilai secara
cerdas dan mandiri, yang menunjukkan penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan
harapan sosial yang baru sebagai orang dewasa.

2.3 Kerangka Berpikir


Mahasiswa sebagai individu dewasa muda memiliki tugas dan tuntutan untuk mendapatkan
keberhasilan atau prestasi akademis yang merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam hidupnya.
Pada tahap perkembangan dewasa muda mahasiswa diharapkan sudah mampu untuk menentukan
sikap dalam mengambil keputusan, termasuk keputusan untuk berprestasi dengan baik atau tidak
dapat berprestasi dengan baik pada hasil evaluasi akademisnya. Dalam Theory Planned of Behavior
Ajzen (1988), menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku
tergantung dari niat yang dimiliki oleh orang tersebut. Berarti dapat dikatakan bahwa sikap
mahasiswa untuk berprestasi atau tidak berprestasi tergantung dari niatnya untuk mendapatkan
prestasi tersebut. Semakin kuat niat mahasiswa untuk berprestasi, maka semakin baik prestasinya.
Begitu pula sebaliknya, semakin lemah niat mahasiswa untuk beprestasi, maka semakin rendah
prestasi belajar yang diperoleh.
Dalam Theory of Planned Behavior niat atau intensi memiliki tiga komponen, yaitu Attitude
Toward Behavior, Subjective Norms, Indirect Perceived Behavioral Control, dan Direct Perceived
Behavioral Control (Fishbein & Ajzen, 1975). Keempat komponen tersebut menjadi indikator dalam
menentukan mahasiswa memiliki intensi atau niat untuk berprestasi atau tidak.
Salah satu faktor pendukung seorang mahasiswa untuk berprestasi selain intensi atau niat dari
dalam diri mahasiswa tersebut adalah metode belajar. Saat ini banyak metode belajar yang
ditawarkan oleh perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Dari metode konfensional atau dengan
belajar di kelas sampai dengan metode belajar menggunakan media Teknologi Informasi (IT) untuk
melaksanakan perkuliahan. Salah satu contoh penggunakan Teknologi Informasi pada dunia
pendidikan adalah model belajar online learning. Model belajar online learning adalah salah satu
metode belajar yang tergolong baru, sedangkan selama ini di Indonesia masih mengandalkan model
belajar dengan cara bertatap muka di kelas pada setiap sesi pembelajarannya. Oleh karena itu banyak
orang yang belum tentu mengerti mekanisme model pembelajaran online learning dan belum tentu
siap untuk menjalankan proses belajar mengajar dengan menggunakan model online learning
(Darmawan, 2011). Sesuai dengan yang dikatakan oleh McCleland (1961) bahwa berprestasi
merupakan salah satu kebutuhan dasar dari manusia maka dapat diasumsikan bahwa setiap
mahasiswa ingin mendapatkan prestasi yang baik dengan tujuan untuk dapat memenuhi salah satu
kebutuhan dasar dalam hidupnya.
2.2 Aplikasi Theory Planned Behaviour

A. PHBS di lingkungan Sekolah Dasar (SD)


1.Sikap
Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya sikap para siswa mengenai PHBS di lingkungan
sekolah, salah satunya adalah pengarahan yang diberikan oleh guru atau penyuluhan oleh petugas
kesehatan. Dari kegiatan semacam itu akan memberikan pengetahuan terhadap para siswa mengenai
apa dan bagaimana PHBS itu (kognitif). Dengan pengetahuan pengetahuan tersebut akan
memunculkan sikap dalam siri para siswa. Sikap yang muncul pada tiap-tiap siswa pasti berbeda.
Sikap tersebut bisa berupa :
– Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya bagaimana keyakinan dan
pendapat atau pemikiran siswa terhadap PHBS.
– Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian
(terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Dalam hal ini berarti
bagaimana para siswa menilai terhadap PHBS, apakah merupakan suatu hal yang baik dan
bermanfaat, biasa saja atau malah sesuatu yang tidak berguna.
– Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan komponen yang
mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau
berperilaku terbuka (tindakan). Dalam hal ini siswa akan berpikir/berancang-ancang untuk
menerapkan PHBS.
B.Norma Subjektif
Norma subjektif dalam hal ini berkaitan dengan perilaku warga sekolah yang lain serta penerapah
PHBS di lingkungan keluarga para siswa. Norma subjektif merupakan adanya pengaruh orang lain
atau kelompok terhadap munculnya niat untuk berperilaku tertentu. Siswa akan melihat bagimana
penerapan PHBS oleh warga sekolah tersebut, apakah PHBS benar-benar diterapkan dengan baik
oleh semua pihak atau tidak. Selain itu, kebiasaan di lingkungan keluarga juga memberikan
pengaruh terhadap siswa untuk mau menerapkan PHBS di sekolah. Saat semua warag sekolah atau
sebagian besar warga sekolah melaksanakan PHBS di sekolah, maka kemungkinan besar seorang
siswa juga akan menerapkannya karena jika tidak, ia akan merasa berbeda dengan lingkungannya.
Atau karena adanya peraturan di rumahnya yang membentuk kebiasaan PHBS terhadap seorang
siswa, maka siswa tersebut akan memiliki kebiasaan PHBS dimanapun dia berada. Dalam hal ini
norma keluarga mempengaruhi kecenderungan berperilaku dari siswa tersebut.
C.Kontrol Perilaku yang Disadari
Kontrol perilaku di sini adalah mengenai penilaian diri atas kemungkinan dilaksanakannya suatu
perilaku tetentu. Dalam hal ini seorang siswa mampu atau tidak dirinya menerapkan PHBS di
sekolah serta mengenai ada tidaknya hambatan yang mungkin menghalangi siswa tersebut untuk
menerapkan PHBS di sekolah. Dalam contoh kasus ini faktor control perilaku yang disadari menurut
kami memberikan pengaruh yang kecil karena dalam penerapan PHBS, semua siswa pasti mampu
melaksanakannya selama ada sikap yang positif, apalagi didukung dengan norma subjektif yang
positif pula. Mengenai hambatannya, pihak sekolah sebalum membuat komitmen untuk menerapkan
PHBS terhadap semua warga sekolah, tentunya semua persiapan telah dilakukan, seperti sarana dan
prasarana, misal tempat sampah yang memadai, tempat cuci tangan yang layak dan memadai, dan
lain-lain.
D.Niat
Niat untuk melakukan sesuatu akan muncul setelah munculnya sikap yang positif, adanya
dukungan normatif yang positif dan adanya kemampuan diri untuk melakukannya. Setelah seorang
siswa merasa bahwa PHBS di sekolah memang baik dan penting untuk diterapkan karena nanti juga
akan berdampak baik bagi dirinya dan lingkungannya, dia juga termotivasi dari orang-orang
sekitarnya, serta merasa mampu untuk melaksanakannya, maka akan muncul niat dalam diri siswa
tersebut untuk menerapkan PHBS di sekolah.
E.Perilaku
Niat yang muncul dalam diri siswa tersebut akan teraplikasi dalam sebuah perilaku, yaitu perilaku
hidup bersih di sekolah.
1. Perilaku Ibu untuk Mengimunisasikan Anaknya di Posyandu Didasari oleh Niat Ibu Sendiri
1. Niat ibu ini ditentukan oleh :
• Sikap ibu, yakni penilaian ibu tersebut terhadap untung ruginya tindakan yang akan diambil
untuk imunisasi anaknya,
• Norma subjektif, yakni kepercayaan atau keyakinan ibu terhadap perilaku yang akan diambil,
lepas dari orang lain setuju atau tidak setuju.
Pengendalian diri, yakni persepsi ibu tersebut tentang akibat-akibat yang harus ditanggung bila
anaknya sakit setelah diimunisasi.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
1.Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku
Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) merupakan suatu teori yang menjelaskan
tentang perilaku manusia. Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku
dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia.
2.Teori yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) merupakan bentuk pengembangan dari
Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action).
3.Teori yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) / Teori Reasoned Action (Theory Of
Reasoned Action) menjelaskan bahwa perilaku manusia teerbentuk karena adanya niat dan niat itu
sendiri juga memiliki determinan.
4.Faktor pembeda antara kedua teori tersebut adalah pada determinan niat. Dalam Theory Of
Reasoned Action determinan niat terdiri atas dua hal, yaitu sikap dan norma subjektif sedangkan
dalam Theory of Planned Behaviour, Ajzen menambahkan satu determinan lagi, yaitu control
perilaku yang disadari.
5.Salah satu contoh aplikasi teori ini adalah pada penerapan PHBS oleh siswa Sekolah Dasar.
Langkah pertama adalah memunculkan sikap para siswa mengenai PHBS kemudian membentuk
lingkungan normatif yang bisa memberikan efek positif terhadap para siswa mengenai PHBS.
Setelah dua hal tersebut, para siswa akan melakukan control sikap terhadap dirinya mengenai
mampu atau tidak menerapkan PHBS di sekolah yang jika mereka merasa mampu dan tidak ada hal
yang menjadi penghambat, maka akan muncul dalam diri mereka kemauan untuk menerapkan PHBS
yang akhirnya akan terealisasi dalam perilaku mereka, yaitu perilaku hidup sehat di sekolah.

B. Saran
Dalam menentukan sikap, ada baiknya jika kita lebih berhati-hati karena sikap akan menentukan
perilaku kita. Mempertimbangkan tentang pendapat orang lain dalam menentukan perilaku
memang perlu tapi keputusan untuk melakukan sebuah perilaku tertentu tetap tergantung pada diri
kita. Hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam berperilaku adalah kontrol perilaku karena
dengan begitu kita akan lebih mengetahui apakah kita mampu untuk berperilaku sesuai dengan apa
yang kita niatkan atau tidak. Kita juga akan mengetahui halangan atau hambatan yang akan kita
hadapi sebagai konsekuensi dari perilaku yang akan kita lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

https://rendezvous2318.wordpress.com/2012/11/07/makalah-pkip-teori-reasoned-action/
http://www.pendidikanekonomi.com/2014/08/teori-perilaku-yang-direncanakan-theory.html
htt[//:library.binus.ac.id>aColls>Bab2DOC

Anda mungkin juga menyukai