TINJAUAN PUSTAKA
dalam bekerja dan dana yang mengalir dalam permainan ini cukup besar
1
Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT. Tatanusa, Jakarta
2
Sutan Remi Syahdeni, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer, Pustaka Utama Graffiti, Jakarta, 2009. hlm 230
16
17
mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari pada jumlah
uang atau harta semula”. 4 Dalam bahasa Inggris judi ataupun perjudian
dalam arti sempit artinya gamble yang artinya “play cards or other
Permainan judi berarti harus diartikan dengan artian yang luas juga
termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan
kuda atau lain-lain pertandingan, atau segala pertaruhan, dalam
perlombaanperlombaan yang diadakan antara dua orang yang tidak
ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator
dan lain-lain. 7
Ayat (2) mengartikan judi adalah Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
3
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 419.
4
Ibid hlm. 419
5
Michael West, An International Reader‟s Dictionary, Longman Group Limited, London, 1970, hlm. 155.
6
Kartini Kartono, Patologi Sosial, jilid I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 56.
7
Dali Mutiara, Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1962, hlm. 220.
18
Hukum Pidana dalam Pasal 303 ayat (3) mengartikan judi sebagai :
informasi dari waktu ke waktu terus tumbuh subur. Masalah judi maupun
negara.
masyarakat yang pada zaman orde baru amat sulit untuk dilakukan maka
saat ini masyarakat dapat dengan mudah untuk memperoleh informasi dari
dan juga sebagai dampak buruk dari pengaruh globalisasi yang dampak
19
informasi karena dirasa lebih aman dari intaian aparat kepolisian. Para
rekening sebagai syarat untuk bermain judi, jika menang bandar akan
pemalas, tapi memang agak sedikit manja dan lebih suka dengan berbagai
Dari sisi mental, mereka yang terlibat dengan permainan judi ataupun
perjudian, mereka akan kehilangan etos dan semangat kerja sebab mereka
Dari sisi budaya telah lama dikenal bentuk-bentuk judi seperti judi dadu,
adu jago, pacuan kuda, dan adu domba yang sudah menjadi tradisi di
dengan Karapan sapi, Pulau Sumbawa dengan lomba pacuan kuda dan di
daerah Sulawesi Selatan serta Pulau Bali dengan adu ayam jago. Bentuk-
bentuk judi dan perjudian tersebut dimainkan oleh rakyat jelata sampai
terhormat.
masyarakat cina perjudian merupakan suatu cara untuk buang sial namun
mendapatkan uang yang cepat tanpa perlu kerja keras untuk mengubah
didapat orang bias melakukan perjudian kapan saja, mulai dari kartu, dadu,
nomor sampai pada menebak hasil pertandingan sepak bola, tinju atau
8
Nurdin H. Kistanto, Kebiasaan Masyarakat Berjudi, Harian Suara Merdeka, Minggu, 4 November 2001, hal. 8.
9
Hasil wawancara dengan Prof. Sunarto D.M. SH., MH. Salah satu pakar hukum pidana Universitas Lampung (dilakukan
pada tanggal 14 Februari 2013)
21
terang terangan dengan menyebut bahwa situs tersebut adalah situs judi
cenderung berpikir negatif dan tidak rasional. Para pelaku judi terutama
judi togel biasanya ada yang pergi ke dukun, ketempat keramat atau
kuburan untuk mendapat ilham /wangsit mengenai nomor togel yang akan
keluar pada esok hari padahal jika dilogika jika seorang dukun mengetahui
nomor yang akan keluar atau jumlah skor dan pemenang dalam suatu
pertandingan maka ia akan memasang nomor judi atau memilih tim atau
pemenang untuk dirinya sendiri serta ia tak akan jadi dukun karena ia
10
Makin Maraknya Perjudian di Masyarakat, Harian Wawasan, Minggu 11 November 2001, hal. 4.
22
usianya sebaya dengan kelahiran manusia dan tetap saja ada mengisi
kebutuhan manusia.
meliputi;
perbuatan judi, dan dilain pihak terdapat juga yang tidak senang dan
kehidupan yang baik dan yang bersih dari segala perbuatan yang
perjudian;
perjudian.
Golongan pertama yaitu orang yang gemar dengan judi dan senang
Masyarakat ini hanya memandang judi dari segi ekonomi semata untuk
tenaga dan biaya yang ringan. Golongan pertama ini beranggapan bahwa
itu benar dan tepat sekali dan harus diterima, karena dengan melalui cara
lain tidak mungkin, walaupun mungkin dalam waktu yang lama sekali,
24
sekali. Inilah pandangan atau penilaian bagi golongan yang senang dan
ingin yang baik. Judi adalah merupakan suatu perbuatan yang dianggap
dirasakan sekali menimpa kepada umat manusia, lebih parah lagi akibat
dibandingkan dengan hasil yang dicapai, tidak ada manfaatnya lagi, atau
pula bahwa tidak ada orang kaya dari judi. Demikianlah pandangan atau
melalui internet saat ini sedang marak, menurut Onno W. Purbo, yang
disebut sebagai judi online atau judi melalui internet (internet gambling)
biasanya terjadi karena peletakan taruhan pada kegiatan olah raga atau
dimuka sebelum dapat melakukan judi online. Hal ini berarti harus
sejumlah koin untuk permainan judi. Jika menang maka uang hasil
taruhan akan dikirim lewat transfer bank dan jika kalah maka koin akan
berkurang11.
Pada Pada masa sekarang, banyak bentuk permainan yang sulit dan
11
Onno W Purbo, Kebangkitan Nasional Ke-2 Berbasis Teknologi Informasi, Computer Network Research Group, ITB,
2007. Lihat dalam yc1dav@garuda.drn.go.id. Diakses tanggal 10 April 2013
27
kelompok-kelompok tertentu.
a. Roulette;
b. Blackjack;
c. Bacarat;
d. Creps;
e. Keno;
f. Tombala;
g. Super Ping-Pong;
h. Lotto Fair;
i. Satan;
j. Paykyu;
l. Ji Si Kie;
n. Chuc a Cluck;
q. Pachinko;
r. Poker;
s. Twenty One;
t. Hwa-Hwe;
u. Kiu-Kiu
dengan:
a. Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak
bergerak;
b. Lempar gelang;
d. Koin;
e. Pancingan;
g. Lempar bola;
h. Adu ayam;
i. Adu kerbau;
k. Pacu kuda;
l. Kerapan sapi;
29
m. Pacu anjing;
n. Hailai;
o. Mayong/Macak;
p. Erek-erek.
a. Adu ayam;
b. Adu sapi;
c. Adu kerbau;
d. Pacu kuda;
e. Karapan sapi;
terdapat dalam angka 3, seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu
merupakan perjudian.
Ketentuan pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
syarat formil dan syarat materiil. Syarat formil dari perbuatan pidana
dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak
masyarakat.
12
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. hlm. 63.
13
Ibid
31
sebutan Straf baar Feit sebagai, Een strafbaar gestelde onrecht matige,
met schuld ver bandstaande van een teori keningsvat baar person. Tindak
pidana menurut Simmons terbagi atas dua unsur yakni unsur obyektif dan
unsur subyektif14:
1. Perbuatan orang.
1. E. Mezger
14
D Simbons dalam Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990. hlm. 41.
15
Van Hamel dalam Moeljatno, Azas-Azas Hukum… op.cit. hlm. 56.
16
E. Mezger dalam Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Dahlia Indonesia, Jakarta, 1997. hlm. 89.
32
membiarkan).
subyektif).
2. H.B. Vos
strafbaar feit ist een men selijke gedraging waarop door de wet
a. Kelakuan manusia.
3. J. Bauman
suatu kesalahan18.
4. W. P. J. Pompe
17
H.B. Vos dalam Bambang Poernomo, Ibid, hlm. 89
18
J. Bauman dalam dalam Bambang Poernomo, Ibid, hlm. 89
33
di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan yakni, “Tindak Pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, yang mana larangan
tersebut disertai sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
dalam proses pengendalian sosial agar gerak kerja hukum menjadi sesuai
19
W.P.J. Pompe dalam Bambang Poernomo, Ibid, hlm. 89
34
sepele. Masalah judi maupun perjudian lebih tepat disebut kejahatan dan
tinggi.
pidana perjudian pada dasarnya tidak disebutkan secara jelas dan terinci
20
Erwin Mapaseng dalam Upaya Pemberantasan Perjudian, Harian Kompas, Hari Rabu 31 Oktober 2001, Rubrik Jawa
Tengah dan DIY, hlm. 6
21
Wantjik Saleh, Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, hlm. 69.
35
perjudian adalah dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP yang telah
berwenang, seperti:
Kelenteng Bandung;
22
Kartini Kartono, Patalogi Sosial..., op.cit., hlm. 61.
36
oleh:
a. Negara.
yang berwajib, dalam hal ini kepala daerah ijin untuk mengadakan
umum.
tersebut.
37
sebagai berikut:
Perlu diketahui rumusan Pasal 303 bis KUHP tersebut sama dengan
pidana pada ayat (1) nya maksimal satu bulan pidana kurungan atau pidana
Pada perjudian itu ada unsur minat dan pengharapan yang paling
untuk menang atau kalah. Situasi tidak pasti itu membuat orang semakin
waktu) pada abad mesin sekarang namun tidak urung masih banyak melekat
tunduk kepada tata tertib atas peraturan di masyarakat atau negara, kalau
38
tata tertib yang berlaku dalam masyarakat itu lemah dan berkurang maka
dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang dasar-
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
tersebut23.
hukum pidana itu masih ada hukum-hukum yang lain misalnya hukum
perdata, hukum tata negara, hukum Islam, hukum tata pemerintahan dan
sebagainya.
23
Moeljatno, Azas-Azas Hukum... op.cit, hlm. 1
39
dengan subyek yang dibicarakan oleh hukum pidana itu. Adapun yang
menjadi subjek dari hukum pidana itu adalah manusia selaku anggota
tata tertib ini dalam kaidah atau norma yang tertuang posisinya di dalam
masyarakat.
artinya orang-orang yang tidak mau tunduk dan dikenai sanksi terhadap
pelanggaran tersebut.
diberi reaksi atau tindakan yang tepat, pantas agar wibawa tegaknya
24
Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, Remadja Karya, CV. Bandung,
1985, hlm. 132
41
Melihat definisi hukum pidana dari pendapat ahli hukum pidana itu
dalam pergaulan hidup diantara sesama manusia, oleh karena itu dalam
yang pokok:
akan diterima oleh orang yang melakukan perbuatan yang dilarang 26.
25
Bambang Poernomo, Asas-Asas ..., op.cit, hlm. 17.
26
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana…, op.cit, hlm. 92.
42
Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana
akan tetapi juga apa yang disebut tindakan, yang bertujuan untuk
Hukum Pidana tahun 1972 dapat dijumpai gagasan tentang maksud dan
disamping pidana ada pula tindakan. Tindakan ini pun merupakan suatu
27
Ibid, hlm. 50.
43
terhukum.
rumusan KUHP yaitu, yang diatur melalui Pasal 303 dan 303 bis, hal ini
28
Ibid, hlm. 187.
44
pemainan yang luas. Dalam arti kata yang sempit permainan hazard adalah
segala permainan jika kalah menangnya orang dalam permainan itu tidak
nasib baik dan sial saja. Dalam arti kata yang luas yang termasuk hazard
menang itu bisa bertambah besar pula karena latihan atau kepandaian
pemain atau secara lain dapat dikatakan bahwa yang dinamakan permainan
hazard itu ialah, suatu permainan jika kalah menangnya orang dalam
permainan itu tergantung kepada nasib dan umumnya pada pemain yang
kepandaian si pemain.
pemain yang ikut judi tampak niat pembentuk undang-undang itu dari
jelas bahwa perjudian dilarang oleh norma hukum pidana karena telah
memenuhi rumusan seperti yang dimaksud, untuk itu dapat dikenal sanksi
Dalam kenyataannya bahwa judi tumbuh dan berkembang serta sulit untuk
pinggir jalan raya bahkan ada yang dilakukan secara terorganisir dan
terselubung dan beraneka ragam yang dilakukan oleh para penjudi tersebut
Di era global ini berbagai hal positif yang bisa dimanfaatkan oleh
tetapi juga munculnya kejahatan di alam maya yang telah menjadi realitas
dunia.
47
ini dianggap tidak mungkin terjadi atau tidak akan terpikirkan terjadi.
Salah satu contoh terbesar saat ini adalah kejahatan maya atau biasa
dari “hi-tech crime”, dimensi baru dari “transnational crime”, dan dimensi
29
Abdul Wahib dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Refika
Aditama, Bandung , 2005, hlm. 39
30
Barda Nawawi Arief., Antisipasi Penanggulangan “Cybercrime” dengan hukum Pidana.,makalah pada seminar Nasional
mengenai “Cyberlaw”.
48
ciri khas tersendiri yaitu para pelaku umunya orang muda yang menguasai
orang lain32.
31
Jo Ann Miller dalam Sutanto, Hermawan Sulistyo, dan Tjuk Sugiarto, Cybercrime-Motif dan Penindakan, Pensil 324,
Jakarta, hlm. 13-14.
32
Ibid., hlm. 20.
33
ITAC,” IIIC Common Views Paper On: Cybercrime”, IIIC 2000 Millenium congress, September 19th, 2000, hlm.5.
34
M.Arief Mansur dan Alistaris Gultom, , CyberLaw;Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2005,
hlm.8.
49
tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa
pengguna internet37.
35
Petrus Reinhard Golose, Perkembangan Cybercrime dan Upaya Penanganannya di Indonesia Oleh Polri, Makalah pada
Seminar Nasional tentang “Penanganan Masalah Cybercrime di Indonesia dan Pengembangan Kebijakan Nasional yang
Menyeluruh Terpadu”, hlm. 7
36
Andi Hamzah, Aspek-Aspek Pidana di Bidang Komputer, 1998, hlm. 4.
37
Abdul Wahib dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Op..Cit, hlm. 40.
38
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Op.Cit, hlm. 243.
39
Naskah akademik RUU tindak pidana di bidang Teknologi Informasi disusun oleh Mas Wigantoro Roes Setiyadi, Cyber
Policy Club dan Indonesia Media Law and Policy Center, 2003, hlm. 25.
50
Secara garis besar cybercrime terdiri dari dua jenis, yaitu 41:
kejahatan)
40
Ibid.
41
Sutanto, Hermawan Sulistyo, dan Tjuk Sugiarto, Cybercrime-Motif dan Penindakan Op.Cit., hlm. 21.
42
Freddy Haris, Cybercrimedari Persfektif Akademis, Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, hlm. 4.
51
komputer yang tidak bersifat publik ke, dari atau di dalam sistem
computer;
(access code);
43
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan,
Op.Cit. hlm. 24
52
suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau
dimasukinya.
2. Illegal Contents
Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat
44
Naskah akademik RUU Tindak Pidana di bidang Teknologi Informasi disusun oleh Mas Wigantoro Roes Setiyadi,
Op.Cit, hlm. 25-26.
53
3. Data Forgery
melalui internet.
4. Cyber Espionage
pihak sasaran.
tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal,
7. Infringements of Privacy
oleh orang lain akan dapat merugikan korban secara materil maupun
immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau
chat programs;
internet;
melawan hukum.
45
M.Arief Mansur dan Alistaris Gultom, , CyberLaw;Aspek Hukum Teknologi Informasi, Op.Cit,hal.26.
55
46
Majalah Warta Ekonomi No. 9, 5 Maret 2001 hlm.12
47
Romli Atmasasmita, Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana terhadap Kejahatan Transnasional Terorganisasi, 1996,
hlm. 90.
56
informatika) global.
nampak jelas bahwa cybercrime dapat dilakukan dimana saja, kapan saja
kejahatan dalam dunia maya ini diperlukan penanganan yang serius serta
multilateral.
48
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, Alumni Bandung, 1999, hlm.14
57
(jurisdiction) adalah50:
kesamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan. Yurisdiksi juga
merupakan suatu bentuk kedaulatan yang vital dan sentral yang dapat
hukum51.
49
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hlm.
1134.
50
Henry Campbell Black, Black‟s Law Dictionary”, third edition, hlm.766.
51
Shaw, Internatonal law, London: Butterworths, 1986, hal. 342
58
sehingga sampai saat ini belum dapat dipastikan bagaimana yurisdiksi suatu
52
Tien S, Saefulah, Yurisdiksi sebagai Upaya Penegakan Hukum dalam Kegiatan Cyberspace, Pusat Studi Cyberlaw
Fakultas Hukum UNPAD, ELIPS, 2002, hlm. 96.
53
Ahmad M.Ramli, Perkembangan CyberLaw Global dan Implikasinya Bagi Indonesia, Jakarta, hlm. 5-6.
59
yang berlaku dalam hukum internsional dalam kegiatan cyberspace oleh setiap
cyberspace oleh setiap negara, maka akan mudah bagi negara-negara untuk
54
Darrel Menthe, “Jurisdiction in Cyberspace: A Theory of International Sraces”,
http://www.mttlr.org/volfour/menthe.html, hlm. 2. diakses tanggal 20 Mei 2013.
60
terhadap setiap peristiwa, setiap orang dan setiap benda. Ketiga katagori
prescribe);
substantif (oleh karena itu, disebut yurisdiksi legislatif, atau dapat juga disebut
hukum (oleh karena itu disebut yurisdiksi judisial atau aplikatif). Ketiga,
55
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 27-28.
56
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Op. Cit. hlm. 247
57
Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah: Perbandingan Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 280.
61
mengadili, dikatakannya58:
dalam European Treaty Series dengan Nomor 185. Tujuan Konvensi tersebut
58
http://www.Hukumonline.com:”yurisdiksi”
59
Council of Europe, European Treaty Series No.185, Budapest 23. IX. 2001, hlm. 13
62
1. Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to estabilish jurisdiction over any offence estabilished in
accordance with Article 2 through 11 of this convention,when the offence
is commited:
a. In its teritorry; or
b. On board a ship flying the flag of that party;or
c. On board an aircraft registered under the laws of that party;or
d. By one its national,if the offence is punishable under criminal law
where it was commited outside the territorial jurisdiction of any
state.
2. Each party may reserve the right not to apply only in specific cases or
conditions the jurisdiction rules laid down in paragrphs 1.b through 1.d
of this article or any part there of;
3. Each party shall adopt such measures as may be necesarry to estabilish
jurisdiction over the offences reffered to in Article 24,paragraph 1, of this
convention, in cases where an alleged offender is present in its territory
and it does not estradite him or her to another party,solely on the basis of
his or her natonality,after a request for extradition;
4. This convention does not exclude any criminal jurisdiction exercised by a
Party in accordance with its domestic law;
5. when more than one Party claims jurisdiction over an alleged offence
estabilished in accordance with this Convention, the Parties involved
shall, where apporiate,consult with a view to determining the most
apporiate jurisdiction for prosecution.
terhadap setiap tindak pidana yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 2-11
60
Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah: Perbandingan Hukum Pidana, Op.Cit, hlm. 280-281
63
bersangkutan; atau
d. oleh seseorang dari warga negaranya, apabila tindak pidana itu dapat
aturan yurisdiksi sebagaimana disebut dalam ayat (1) b, ayat (1) d pasal
Pasal 24 ayat (1) konvensi ini dalam hal tersangka berada di wilayahnya
dan negara itu tidak mengekstradisi tersangka itu ke negara lain (semata-
permintaan ekstradisi.
5. Apabila lebih dari satu pihak (negara) menyatakan berhak atas yurisdiksi
tindak pidana dalam konvensi ini, maka para Pihak yang terlibat akan
64
penuntutan.
sebagai berikut61:
Ayat (1) sub b dan sub c didasarkan pada perluasan asas teritorialitas
(reservasi) terhadap ayat (1) sub b, sub c dan sub d, tetapi tidak untuk
ayat (1) sub a atau ayat (3) diperlukan untuk menjamin negara yang
3. Yurisdiksi dalam ayat (1) tidak bersifat eksekutif. Oleh karena itu, ayat
4. Konsultasi dalam ayat (5) tidak bersifat absolut, tetapi apabila dipandang
konsultasi apabila sudah diketahui bahwa negara lain itu tidak berencana
61
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Op.Cit., hlm. 252.
65
ruang tersendiri, menjadi ruang ke empat setelah air, darat, dan udara.
siber mengingat kejahatan ini punya karakter yang khas dan sifatnya lintas
negara-negara lain.
62
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 305.
66
sudah menerapkan asas universal. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 2 dan
penjelasannya:
satu fundamen yang penting dan pokok. Hal ini terlihat dalam urutan sila-sila
Pancasila dimana Ketuhanan Yang Maha Esa berada dalam urutan pertama.
Mendapat tempat dan kedudukan yang tinggi seperti yang dicantumkan dalam
UUD 1945 adalah bukan merupakan negara sekuler, yang berdasarkan atas
suatu agama tertentu melainkan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (sila
pemerintahannya.
pelaksanaannya harus dijalankan dan ditaati. Hal itu bertujuan agar tidak
dalam hidup ini orang tidak jarang menyimpang dari norma agama, hal itu
kelak. Jadi di dunia ini kurang dapat dirasakan, untuk itu terhadap orang yang
baik tetapi bagi orang yang mempunyai iman hal itu tidak akan terjadi karena
yang menolak sama sekali, yaitu mengganggap sebagai perbuatan dosa dan
68
netral saja.
sebab penghasilan yang halal itu bukanlah hasil dari pertaruhan, akan tetapi
Keagungan Tuhan. Agama Islam juga melarang perjudian, perbuatan judi dan
bujukan setan untuk tidak mentaati perintah Tuhan karena itu sifatnya jahat
dan merusak.
bertentangan dengan agama. Ditinjau dari segi apapun juga, maka judi
“Suatu permainan atau undian dengan memakai taruhan uang maupun lainnya
masing-masing dari keduanya ada yang menang ada yang kalah (untung dan
dirugikan)”63.
63
Syamsuddin Adi Dzahabi, 75 Dosa Besar, Media Idaman, Surabaya, 1987, hlm. 148.
69
Di samping itu juga dalam kitab suci Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat
91 yang berbunyi:
dan kebencian diantara kamu antara meminum khamar dan berjudi itu,
Sudah jelas bahwa dari segi norma agama dalam hal ini agama Islam
permusuhan antara sesama umat manusia yaitu saling dendam dan iri hati dan
dari adanya perbuatan judi tersebut akan membuat harta benda menjadi
Harta benda yang dihasilkan dari perjudian ini termasuk cara yang
terlarang, dan apabila harta dimakan berarti ia memakan barang haram, bila
dipakai untuk usaha berarti juga menggunakan modal yang dilarang oleh
Islam dan jika hal tersebut dibelanjakan di jalan Allah, maka Allah juga tidak
64
Ibid., hlm. 148
65
Ibid., hlm 149
70
Rasulullah”67.
bahwa perjudian ini tergolong sebagai perbuatan dosa besar sebab bertolak
dari sanalah seperangkat perbuatan dosa dapat timbul. Misalnya, timbul rasa
benci antara yang kalah dan yang menang, pertengkaran dan berontak di
dalam rumah tangganya akibat kalah bahkan banyak juga terjadi pencurian,
pembegalan dan perampokan yang disebabkan oleh perkara yang sama, oleh
yang tidak beriman sajalah yang mencoba untuk mendekati judi. Manusia
potensi rohaniyahnya, dimana pikiran sumber cipta, perasaan sumber rasa dan
menentukan profesi dan kecakapan. Oleh karena itu kedua potensi tersebut
66
Ibid., hal 150.
67
Ibid.
71
terbujuk karena rayuan setan yang akan membawa manusia menyimpang dari
Di dalam pribadi manusia terdapat dua potensi yaitu akal dan nafsu
pengarahan dari segi agama akan selalu mengarah kepada kebaikan yang
kejahatan itulah sebabnya manusia terbuat dari hawa dan nafsu yang
dikendalikan oleh iblis akan menjerat manusia ke tempat yang hina, demikian
dengan memperbaiki akhlak dan ibadah sebagai insan yang bertakwa lebih
tinggi. Bagi orang yang melakukan perbuatan judi hukumnya adalah haram
72
artinya apabila perbuatan itu dilakukan maka terhadap pelaku tersebut akan
mendapat sanksi.
disebabkan oleh pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh perjudian antara lain
dari norma agama perjudian jika ditinjau dari norma-norma yang mengatur
norma-norma lainnya.
dan dapat mengarah kepada kesusilaan. Norma kesusilaan adalah norma yang
bersumber pada rasa kesusilaan. Norma ini banyak ikut membantu dan
atau seks seorang manusia” 68. Dari pengertian kesusilaan tersebut bisa ditarik
68
Wiryono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta- Bandung, 1980, hlm. 67.
73
diancam pidana.
Para pelaku tindak kejahatan perjudian bisa menjadi kalap lalu sampai
hati merampas hak milik orang lain, merampas atau mencuri harta kekayaan
dan semua harta warisan jika modalnya habis dipertaruhkan di meja judi.
Sebaliknya apabila dia menang berjudi hatinya mekar, senang sifatnya sangat
royal, boros, tanpa pikir, suka akan wanita lacur dan lupa daratan. Pola
longgar dan sanksi-sanksi sosial jadi lemah juga keyakinan akan norma-
norma religius jadi menipis, oposisi kaum agama dalam menentang perjudian
tidak ditirukan sama sekali. Hal itu disebabkan oleh sebagian masyarakat
sudah kecanduan perjudian, taruhan dan lotre yang semuanya bersifat untung-
untungan di samping itu juga bahwa tak acuh terhadapnya. Banyak orang
menganggap perjudian sebagai satu reaksi yang netral dan tidak mengandung
cara berpikir irasional akan menyuburkan kebudayaan mistik suatu hal yang
masyarakat juga bertujuan meningkatkan budi pekerti dan akhlak yang luhur
oleh karena keadaan sosial yang dihasilkan oleh perjudian tersebut sangat
karena itu kita harapkan melalui norma kesusilaan ini dapat menanggulangi
norma yang lain. Jadi orma kesusilaan ini harus dipegang teguh dalam
perjudian.
antara masyarakat dan aparat penegak hukum disamping juga perlu dilakukan
tidak lebih dari produk warisan penjajah Belanda, dan karenanya tidak sesuai
perubahan yang perlu diadakan terhadap hukum yang ada agar dapat
yang bertumpu pada kerangka landasan hukum yang terdahulu menuju pada
penyusunan “ius constituendum” atau hukum pada masa yang akan datang.
Hal tersebut di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh salah satu ahli
hukum yaitu
76
lain menyebut ada tiga alasan mengapa KUHP perlu diperbaharui yakni
turunan dari Wetboek van Strafrecht negeri Belanda tahun 188671. Meskipun
dalam KUHP sekarang ini telah dilakukan tambal sulam namun jiwanya tetap
tidak berubah.
yang disingkat W.v.S atau KUHP yang sehari-hari digunakan oleh para
praktisi hukum Indonesia telah berusia lebih dari 50 tahun. Selama itu ia
berubah”72.
69
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan... op.cit. hlm. 30-31
70
Sudarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru:Bandung, 1983 hlm. 66-68
71
Muladi, Lembaga Pidana ... op.cit. hlm. 10.
72
Sudarto, 1974, Suatu Dilema Dalam Pembaharuan Sistem Pidana Indonesia, Pusat Study Hukum dan masyarakat, FH
UNDIP Semarang, hlm. 2
77
lahirnya UUD 1945, tidak dapat dilepaskan pula dari landasan sekaligus
tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia seperti telah dirumuskan
pembangunan yang dilakukan tidak hanya pada satu sisi kehidupan saja akan
(Criminal Policy), yang meliputi kebijakan secara terpadu antara upaya penal
dan non penal yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya.
Istilah kebijakan dalam hal ini ditransfer dari bahasa Inggris: “policy”
atau dalam Bahasa Belanda: “Politiek” yang secara umum dapat diartikan
(dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum) dalam mengelola,
73
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana (Menyongsong Generasi Baru Hukum
Pidana Indonesia), Pidato Pengukuhan Guru Besar FH UNDIP, Semarang, 1994 hlm.1.
74
Sudarto, Hukum Pidana, Alumni: Bandung, Cet. ke-2, 1981 hlm. 102
78
yang menggariskan cara yang paling efektif dan paling efisien untuk
berasal dari kata “politic”, “politics” dan “policy” (Inggris) atau “politiek”
(Belanda). Politik berarti “acting of judging wisely, prudent”, jadi ada unsur
“wise” dan “prudent” yang berarti bijaksana. “Politics” berarti “the science of
wise conduct77.
sebagai berikut78:
kebijakan.
75
Henry Campbell Black, et.al.,ed., Black‟s Law Dictionary, Fifth Edition, St. Paulminn West Publicing C.O., 1979, hlm.
1041.
76
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penganggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit
UNDIP Semarang, 1994, hlm. 59
77
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Kriminal (Criminal Policy), FH Universitas Katolik Parahyangan, hlm. 78
78
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, 2002, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, hal. 780
79
terkandung kebijaksanaan.
dari kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan penegakan hukum (criminal
sosial.
yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan 80, dalam arti
79
Marc Ancel dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai…, op.cit, hlm. 2
80
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana …, op.cit , hlm. 30
80
sempit, politik kriminal adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi
dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana, dalam arti
hukum, temasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi, sedangkan
dalam arti yang paling luas politik kriminal merupakan keseluruhan kebijakan
masyarakat (social welfare). Oleh karenannya, tujuan akhir atau tujuan utama
kesejahteraan masyarakat”83.
81
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni:Bandung, 1986, hlm. 113-114
82
ibid
83
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan ...,Op.Cit, hlm. 2, lihat juga Muladi, Kapita SelektaSistem Peradilan
Pidana, 1995, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, hlm. 8
81
kebijakan penal dan non penal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
juga merupakan bagian intergral dari politik sosial yaitu kebijakan atau upaya
sosial-welfare policy
Sosial GOAL
Policy
sosial-defence policy
- formulasi
penal - aplikasi
criminal policy - eksekusi
non-penal
keterpaduan (integral) antara politik kriminal dan politik sosial serta ada
penal84.
84
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan...,op.cit, hlm. 3
82
dan “social defence”. Kedua aspek tersebut yang sangat penting adalah aspek
Social Defence Planning ini pun harus merupakan bagian yang integral dari
85
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum…, op.cit. hlm.74
86
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana…, op.cit. hlm. 96
87
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan ...,Op.Cit, hlm. 5-9.
83
“masalah sosial” yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan hukum pidana
88
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif…, op.cit.hlm. 34-35. Lihat juga Muladi dan Barda
Nawawi Arief, 1992, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Alumni:Bandung), hlm. 159
89
Muladi, Kapita Selekta Sistem..., op.cit. hal. 7
90
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan...,op.cit. hal. 47-49
84
91
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori ..., op.cit, hlm. 169
85
diefektifkan92.
pelanggar.
masalah sentral tersebut, yang harus pula dilakukan dengan pendekatan yang
situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang akan datang 95.
suatu sistem hukum yang terdiri dari budaya (culture), struktur dan substansi
92
ibid hlm. 159
93
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan…, op.cit. hlm. 29
94
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori…, op.cit, hlm. 160-161
95
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan...,op.cit. hlm. 21
86
sektor lain seperti ilmu hukum pidana dan ide-ide hukum pidana melalui
hukum pidana (penal policy), yang harus ditempuh dengan pendekatan yang
kebijakan dalam arti ada keterpaduan (integralis) antara politik kriminal dan
96
Ibid, hlm. 28
97
Ibid, hlm. 30
87
98
ibid, hlm. 32.
88
tenaga manusia;
yang berkaitan dengan nilai-nilai yang ingin dicapai atau dilindungi oleh
hukum pidana. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pidana pada umumnya
adalah99:
keadilan individu.
begitu pula menurut W. Clifford, the very foundation of any criminal justice
99
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori..., op.cit. hlm. 166
89
menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu
dari kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana, dan oleh
kriminal yang pada hakikatnya menjadi bagian integral dari kebijakan sosial
tertentu (crime containment system), dilain pihak sistem peradilan pidana juga
100
Christiansen Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori..., op.cit. hlm. 167
101
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan..., op.cit.hlm. 2-3
90
dapat mencapai efesiensi dan efektivitas yang maksimal. Oleh karena itu
berikut102:
ketat diatur oleh kaidah hukum. Akan tetapi mempunyai unsur penilaian
pribadi103.
d. Faktor masyarakat;
e. Faktor kebudayaan.
102
ibid., hlm. 25
103
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang..., op.cit. hlm. 4-5
104
ibid., hlm. 5
91
lain. Merupakan esensi dari penegakan hukum dan bekerjanya hukum dalam
a. Faktor Perundang-undangan
melakukan judi.
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jikalau hal itu
peradilan pidana105.
hingga tingkat eksekusi. Hal ini dikarenakan karateristik yang khas dari
105
Muladi, Kapita Selekta Sistem...,op.cit.hal. 23
93
pemidanaannya.
perjudian
pidana perjudian.
keterlaluan.
efektif dari pada hukum yang tidak selaras dengan kaidah moral,
106
Soetandyo Wignyosoebroto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Hukum Dalam Melaksanakan Fungsinya
Sebagai Sarana Kontrol Sosial, terjemahan dari CG Howard dan RS Mumner, Law, is nature and limits, New Jersey Hall,
1975, hlm. 46-47.
95
undangan harus dirumuskan secara jelas dan terinci mengatur dan memberi
menanggulangi kejahatan.
yang timbul dalam rangka penegakan hukum dan antisipasinya dapat meliputi
107
Soedarto, Kapita Selekta ..., op.cit. hlm. 112
96
tentang tindak pidana perjudian dan sosialisasi hukum nasional secara luas.