Anda di halaman 1dari 16

GANGGUAN HIPERKINETIK

BAB 1: PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG (2)


Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian
dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD).
Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik.
Jadi secara garis besar gangguan hiperkinetik adalah suatu pola perilaku pada
seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh
perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak
dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh anak-
anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke
fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan
mengasikkan namun tidak kunjung datang.
Hiperaktif juga mengacu kepada ketiadaannya pengendalian diri, contohnya
dalam mengambil keputusan atau kesimpulan tanpa memikirkan akibat-akibat terkena
hukuman atau mengalami kecelakaan. Ada tiga tanda utama anak yang menderita
ADHD, yaitu: Tidak ada perhatian; Hiperaktif, mempunyai terlalu banyak energi; dan
Impulsif, Bertindak tanpa dipikir atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu
akibatnya(2).

B. EPIDEMIOLOGI (2)
Anak-anak ADHD didapatkan pada semua golongan sosio ekonomi dan lebih
sering didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan (dengan perbandingan 3-
6 kali lebih banyak). Onset timbulnya gejala ADHD sebelum usia 7 tahun. Prevalensi
anak ADHD berkisar antara 3-10% pada anak-anak usia sekolah, dan 35-50% kasus
ADHD dapat berlanjut ke masa remaja atau dewasa. Dari 34 juta kasus ADHD di USA,
Eropa dan Jepang, diperkirakan 31% menjadi kasus ADHD dewasa (usia > 19 tahun) dan
69% kasus ADHD pada usia 3-19 tahun. Penelitian longitudinal telah membuktikan
bahwa sebanyak 2/3 dari anak-anak ADHD memiliki gejala ADHD yang mengganggu
ketika mereka menjadi dewasa. Penelitian pada orang-orang dewasa yang ditemukan
secara klinis dengan serangan ADHD masa kanak-kanak yang didefinisikan secara
retrospektif menunjukkan bahwa mereka memiliki sebuah pola ketidakmampuan
psikososial, komorbiditas kejiwaan, disfungsi neuropsikologis, penyakit familial, dan
gagal sekolah yang menyerupai ciri-ciri anak-anak ADHD. Anak-anak ADHD lebih
banyak didapatkan pada masyarakat urban daripada masyarakat rural (Shatmari, 1989).
Kira-kira 75% dari anak ADHD juga disertai gangguan psikiatrik lainnya misalnya
gangguan sikap menentang, gangguan tingkah laku, gangguan belajar, gangguan
penggunaan zat, gangguan cemas, gangguan tik, dan lain sebagainya.
Di Amerika Serikat insidens ADHD diperkirakan berkisar antara 2–20% pada
anakanak usia sekolah dan 3-7% pada usia pra pubertas. Di Inggris Raya insidens ADHD
lebih rendah, yaitu kurang dari 1%. Prevalensi pada laki-laki lebih tinggi daripada wanita
dengan rasio terentang antara 2 : 1 sampai 9 : 1. Saudara derajat pertama misalnya
saudara dari penderita ADHD berisiko tinggi untuk terjadinya gangguan lain seperti :
gangguan tingkah laku, gangguan cemas, gangguan depresi, gangguan belajar, dan
kesulitan bersosialisasi di sekolah. Orang tua penderita ADHD juga terbukti
menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan insidens hiperkinetik, sosiopatik,
penggunaan alkohol, dan gangguan konversi yang mendukung teori genetik sebagai salah
satu penyebab ADHD. Gejala ADHD sering nampak pada usia 3 tahun, tetapi diagnosis
seringkali baru bisa ditegakkan pada masa sekolah, seperti pada prasekolah atau Taman
Kanak Kanak, yaitu ketika guru dan teman mengeluh akan kurangnya perhatian dan
impulsivitasnya. Prevalenssi pada wanita memang lebih rendah, tetapi gejalanya
cenderung menetap dengan bertambahnya usia. Beberapa peneliti mendapatkan bahwa
gejala ADHD menetap pada sebagian remaja dan dewasa, berkisar antara 31%-71%,
meskipun dilaporkan hanya berkisar 8% gejalanya yang memenuhi criteria ADHD pada
usia dewasa. Literatur lain menyatakan 15%-20% ADHD menetap sampai dewasa dan
65% di antaranya mengalami masalah di bidang akademis dan pekerjaannya.(1)
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI (4)
Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang
ditandai inattentiveness atau gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi,
impulsivitas yaitu berbuat dan berbicara tanpa memikirkan akibatnya, disertai hiperaktif
(overactivity) yang tidak sesuai dengan umur perkembangannya (Davinson, 1994;
Sadock, 2003) atau Gangguan Hiperkinetik dalam PPDGJ-III ( Pedoman Penggolongan
dan diagnosis Gangguan Jiwa III, 1993) . Pola perilaku ini menimbulkan gangguan
dalam fungsi social dan akademisnya, serta mengakibatkan penderitaan yang nyata bagi
yang bersangkutan maupun lingkungannya. Menurut DSM IV (The American
Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual IV), berdasarkan tiga gejala
utamanya tersebut, definisi ADHD dibagi dalam 3 (tiga) kelompok tipe yaitu :(4)
I. tipe “Inattentiveness”
II. tipe “hyperactivity-impulsivity”
III. tipe “combined” (campuran).

B. ETIOLOGI (2)
Sampai sekarang ini belum ditemukan penyebab utama GPPH, berbagai faktor berperan
terhadap terbentuknya gangguan tersebut.
Pada umumnya yang memegang peranan utama adalah faktor bawaan, khususnya
genetik, namun masalah saat hamil, melahirkan, menderita sakit parah pada usia dini
serta racun yang ada di sekeliling kita memperbesar risiko terjadinya gangguan ini.
Kesemua faktor ini berinteraksi satu sama lain yang dapat memperberat GPPH (bio-
psiko-sosial).
Faktor psikososial berpengaruh terhadap perjalanan penyakit dan prognosis dari
gangguan tersebut. Kondisi psikososial yang buruk berpengaruh besar terhadap interaksi
anak dengan orangtua, sehingga masalah psikososial yang timbul akibat gangguan ini
akan semakin kompleks.(2)

1. Faktor Genetik
GPPH terkait dengan genetik karena sering terdapat dalam keluarga. Penelitian
menunjukkan bahwa 25% keluarga dekat dari anak yang menderita GPPH, juga
menderita GPPH. Penelitian pada anak kembarpun menunjukkan adanya kaitan genetik
yang kuat. Sampai saat ini belum dapat dibuktikan adanya kromosom abnormal sebagai
penyebab gangguan ini. Walaupun GPPH sangat terkait dengan faktor bawaan, namun
kemungkinan besar gangguan ini disebabkan oleh faktor heterogen.

2. Faktor Neurologik (kerusakan dalam otak)


Pengetahuan tentang struktur otak, telah membantu para peneliti untuk memahami
GPPH. Rutter berpendapat bahwa GPPH disebabkan oleh gangguan pada fungsi otak,
karena didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan adanya patologi di area prefrontal
dan/atau sagital frontal pada otak dengan predominasi pada korteks otak. Adanya
kerusakan otak merupakan risiko tinggi terjadinya gangguan jiwa, termasuk GPPH.
Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling sering disebabkan oleh kondisi hipoksia.

Pada tahun 2002 National Institute of Mental Health di Amerika melakukan penelitian
terhadap 152 anak laki-laki dan perempuan yang menderita GPPH dibandingkan dengan
139 anak normal dengan umur yang sama. Dilakukan pemindaian (scanning) pada otak
kedua kelompok, minimal sebanyak 2 kali. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa anak
yang menderita GPPH mempunyai otak yang lebih kecil 3 – 7% pada beberapa bagian
bila dibandingkan dengan otak anak normal.

3. Faktor Neurotransmiter
Neurotransmiter yang diperkirakan berkaitan dengan terjadinya GPPH antara lain nor-
epinefrin dan dopamin.

4. Faktor Psikososial
Faktor psikososial bukan merupakan penyebab namun dapat berpengaruh
pada perjalanan penyakit dan prognosis gangguan ini.

5. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin dari lingkungan yang dianggap sebagai penyebab GPPH antara lain:
 Rokok dan alkohol
Penelitian menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara merokok dan minum
alkohol selama kehamilan dan risiko terjadinya GPPH. Oleh karena itu sebaiknya
selama kehamilan jangan merokok atau minum alkohol
 Konsentrasi timbal (Pb) yang tinggi dalam tubuh anak prasekolah juga merupakan
risiko tinggi terhadap terjadinya GPPH. Timbal biasanya banyak terdapat pada cat,
asap knalpot, bensin dll.

6. Trauma Otak
Beberapa anak yang mengalami kecelakaan dan trauma otak mungkin menunjukkan
beberapa gejala yang sama dengan perilaku penderita GPPH, namun hanya sedikit
penderita GPPH yang mempunyai riwayat trauma otak.

7. Gula dan Zat Tambahan Pada Makanan (Aditif)


Pada Tahun 1982 The National Institute of Health America menyatakan bahwa
pembatasan diet hanya menolong 5% dari anak penderita GPPH, umumnya hanya pada
anak yang alergi terhadap gula/zat tambahan.(2)

C. KRITERIA ADHD MENURUT DSM IV-TR, KRITERIA DIAGNOSTIK DARI


ATTENTIONAL DEFICIT DISORDER WITH HYPERACTIVITY DISORDER
(ADHD), SEBAGAI BERIKUT :(4)
 INATTENTION.
Paling tidak ada 3 dari dibawah ini.
· Sering gagal menyelesaikan sesuatu
· Sering seperti tidak mendengarkan
· Sulit konsentrasi pada tugas yang butuh perhatian
· Pikiran mudah kacau
· Sulit melibatkan diri dalam kegiatan bermain.
 IMPULSIVITAS.
Paling tidak ada 3 dari di bawah ini
· Sering bertindak sebelum berpikir
· Mudah beralih dari satu aktivtas ke aktivitas yang lain
· Sulit melakukan organisasi kerja
· Butuh pengawasan dari orang lain
· Sering dihukum di kelas
· Sulit menunggu giliran dalam permainan kelompok.
 HYPERACTIVITY.
Paling tidak ada 2 dari di bawah ini
· Berlari-larian, memanjat secara berlebihan
· Sulit duduk tenang/ gelisah berlebihan
· Sulit diam
· Selama tidur banyak bergerak
· Selalu dalam keadaan siap bergerak / bertindak seperti digerakkan motor
· Tenggang waktu 6 bulan
· Muncul sebelum usia 7 tahun.
· Bukan Schizofrenia, Affective Disorders atau MR

i. Kriteria DSM IV-TR untuk ADHD:


o Harus ditemukan enam (6) atau lebih gejala gangguan pemusatan perhatian
atau enam (6) atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas.
o Menetap 6 bulan atau lebih sampai derajat terjadi maladaptive dan tidak
sesuai dengan tingkat perkembangan.
o Sudah timbul sebelum usia 7 tahun serta beberapa gejala tersebut di atas
muncul dalam atau lebih keadaan.
ii. Gangguan Pemusatan Perhatian
o Gagal memusatkan perhatian pada hal kecil atau membuat kesalahan
sembrono dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain.
o Sukar mempertahankan perhatian apa tugas atau aktivitas bermain.
o Seolah tidak mendengar bila di ajak berbicara langsung.
o Tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah, tugas
atau kewajiban ditempat bekerja.
o Mengalami kesukaran dalam mengatur tugas dan aktivitas
o Menghindar atau tidak suka terikat pada tugas yang membutuhkan dukungan
mental terus menerus, seperti pekerjaan sekolah atau PR
o Sering kehilangan benda yang diperlukan untuk tugas atau kegiantannya
misalnya mainan, tugas sekolah, pensil atau buku.
o Perhatian mudah teralihkan oleh rangsang dari luar
o Sering melupakan kegiatan sehari-hari.
iii. Hiperaktivitas Dan Impulsivitas
o Sering gelisah menggerakkan tangannya atau tidak dapat duduk tenang.
o Meninggalkan tempat duduk dikelas dalam situasi dimana anak diharapkan
tetap duduk.
o Sering berlari atau memanjat berlebihan dalam situasi yang tidak sesuai (pada
remaja atau orang dewasa terdapat perasaan subjektif gelisah)
o Sering sulit untuk bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang dengan
tenang.
o Bergerak terus atau sering berlaku bagaikan “dikendalikan oleh motor”.
o Sering berbicara berlebihan
o Sering menjawab sebelum pertanyaan yang diajukan selesai
o Sering sulit menunggu giliran
o Sering menyela dan memaksakan kehendaknya pada orang lain (missal
potong pembicaraan orang lain atau permainan)
iv. Kriteria DSM IV-TR:
o Kriteria A: gejala yang muncul dalam waktu 6 bulan terakhir
o Kriteria B: gejala hiperaktif-impulsif muncul sebelum usia 7 tahun
o Kriteria C: gejala muncul sedikitnya dalam dua situasi
o Kriteria D: gejala dianggap mengganggu kehidupan social, akademik, dan
pekerjaan.
o Kriteria E: gejala tidak terjadi dengan sendirinya

v. Sub Kategori diagnosis dalam DSM IV-TR:


o ADHD tipe predominan inatentif
o ADHD tipe hiperaktif impulsive
o ADHD tipe kombinasi

D. DIAGNOSIS BANDING(6)
Pemisahan spektrum autisme dari hiperaktif tidak didasarkan pada fitur termasuk
hiperaktif tapi pada mendeteksi kehadiran jenis gangguan autis. Gangguan anxietas dan
perasaan atau mood yang kadang-kadang menyebabkan perilaku hiperaktif, karena
mereka membuat anak-anak gelisah dan tidak nyaman.Penilaian yang terbaik yang bisa
diberikan kepada mereka dengan kombinasi antara wawancara psikiatrik dengan anak
dan sejarah yang holistik gejala emosional.
Gangguan penyesuaian akut mudah dibedakan dengan onset gejala mereka,
bahkan ketika perubahan aktifitas dan perhatian terlihat. Segala gangguan yang
didapatkan juga harus dipertimbangkan dalam diferensial tersebut. Beberapa anak yang
memiliki banyak gangguan dan berkepanjangan yang didapatkan berhubungan saat anak
usia dini menunjukkan karakteristik tertentu yang mana periode awal akan menjadi
pembawaan sehingga saat dewasa, selama tahun persekolahan, dengan pola kegiatan saat
diluar dan aktifitas yang tidak memusatkan perhatian, kontak yang tidak seharusnya
dengan orang asing dan sering kekurangan tidur serta memiliki hubungan yang
terpecayakan.
Sindrom otak kronis juga dapat hadir dengan perilai hiperaktif, seperti sindrom
kejiwaan lainnya: Oleh karena disfungsi otak bukanlah diagnosis diferensial, tetapi satu
penyebab yang mungkin. Retardasi mental mungkinberdampingan dengan gangguan
hiperkinetik, dan tidak mengecualikan diagnosis. Dokter perlu menilai apakah gangguan
aktivitas dan perhatian yang terlalu berat untuk dinilaikanan dengan tingkat
perkembangan yang didapatkan dari anak.
Gangguan yang terjadi tanpa ada defisit perhatian kadang-kadang dapat
memberikan kesulitan dalam diferensial tersebut. Ini bisa terjadi terutama karena
perilaku yang tidak terkendali adalah norma pada gangguan yang berlawanan. Ini
mungkin sulit untuk diceritakan - terutama pada anak yang lebih muda - apakah Pola
tidak memberi perhatian mempunyai kesulitan untuk melakukan kegiatan dalam
menidakkan ekspektasi dewasa untuk dihadirkan. Ini mungkin diperlukan untuk
mengikuti anak-anak selama beberapa waktu, sampai Pola itu bisa diklarifikasi. Hal ini
sering terjadi saat belum masuk kealam persekolahan, tempat di mana perhatian
diperlukan bahwa adalah mungkin untuk menjadi lebih jelas apakah ada gangguan.
Selama periode itu dokter harus menyadari kemungkinan misdiagnosis kedua-duanya.(6)

E. SPPAHI (SKALA PENILAIAN PERILAKU ANAK HIPERAKTIF INDONESIA) (2)


Petunjuk Pengisian :
Di bawah ini ada butir-butir masalah perilaku pada anak. Silahkan isi tiap butir
menurut perilaku anak/murid dalam periode enam bulan terakhir. Pada setiap butir,
tanyakan pada diri anda “Berapa banyak masalah ini terjadi dalam enam bulan terakhir?”,
dan beri tanda ( ) pada salah satu kolom yang paling tepat. Jika sama sekali tidak atau
sangat jarang, anda dapat memberi
tanda ( ) pada kolom 1. Jika selalu demikian, anda dapat memberi tanda ( ) pada kolom 4.
Anda dapat memberi tanda ( ) kolom 2 untuk kadang-kadang. Dan kolom 3 untuk
seringkali. Mohon semua butir diisi.
Tidak
Pernah
Sama Kadang- Sangat
Sekali kadang Sering Sering
(1) (2) (3) (4)
1. Sering sulit mempertahankan
perhatian pada waktu melaksanakan tugas
atau kegiatan bermain
2. Sering berlari-lari ataumemanjat secara
berlebihan pada situasi yg tidak sesuai
untuk
hal tsb
3. Gagal menyelesaikan sesuatu yg telah
dimulai
4. Gagal memberi perhatian kepada hal hal
kecil atau ceroboh dalam menyelesaikan
tugas sekolah
5. Sering seolah olah tidak memperhatikan
orang pada waktu diajak berbicara
6. Sering lambat dalam menyelesaikan tugas
di
sekolah (mencatat, menyalin,
mengerjakan soal)
7. Kemampuan sosialisasi buruk
8. Sering lupa tentang segala sesuatu yang
telah dipelajari
9. Menghindari, enggan atau mengalami
kesulitan melaksanakan tugas tugas
yang membutuhkan ketekunan yang
berkesinambungan
10. Membutuhkan bimbingan penuh utk dpt
menyelesaikan tugas
11. Mengalami kesulitan bermain atau
melaksanakan kegiatan dgn tenang
diwaktu senggang
12. Mudah terangsang dan impulsif (
bertindak tanpa berpikir)
13. Sering melontarkan jawaban secara
terburu buru thd pertanyaan yang belum
selesai
Ditanyakan
14. Meninggalkan tempat duduk di kelas atau
situasi lain di mana diharapkan untuk
tetap duduk diam
15. Mengalami kesulitan utk antri atau
menunggu giliran dlm bermain atau
situasi kelompok
16. Sering perhatiannya mudah terpecah atau
terbagi
17. Mudah tersinggung dan terganggu oleh
orang lain
18. Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan
dgn baik tanpa bantuan orang lain
19. Tidak dapat menyelesaikan tugas sesuai
dgn waktunya
20. Tidak dapat mengikuti perintah secara
berurutan
21. Perhatiannya mudah beralih ketika diberi
petunjuk utk mengerjakan sesuatu
22. Perhatiannya sering mudah dialihkan oleh
rangsangan dari luar
23. Sering ceroboh atau tidak teliti dlm
menyelesaikan tugas
24. Tidak pernah bisa diam, tidak mengenal
lelah
25. Sering menghilangkan benda-benda yang
diperlukan utk menyelesaikan tugas atau
kegiatan lain
26. Sering seperti tidak mendengarkan pd
waktu
diajak berbicara secara langsung
27. Sering gagal menyelesaikan tugas
28. Selalu dlm keadaan “siap gerak” atau
aktivitasnya spt digerakkan oleh mesin
29. Sulit dikendalikan pada saat berada di Mal
atau sedang berbelanja
30. Sering menyela atau memaksakan diri thd
orang lain ( misalnya memotong,
menyelak percakapan atau menngganggu
permainan)
31. Sering usil, mengganggu anak lain di
dalam kelas
32. Terlalu aktif atau aktifitas berlebihan
33. Tidak mampu mengikuti petunjuk dan
gagal
menyelesaikan tugas sekolah (tidak
disebabkan oleh tingkah laku/sikap
menentang atau kegagalan utk memahami
petunjuk)
34. Tidak bisa duduk diam (kaki dan
tangannya tidak bisa diam atau selalu
bergerak)
35. Sering “bengong”, pada waktu
melaksanakan tugas

Penilaian SPPAHI:
- Jawaban setiap butir pertanyaan diberi nilai 0-3
- Nilai 0 = jawaban pada kolom 1 (sama sekali tidak atau sangat jarang)
- Nilai 1 = jawaban pada kolom 2 (kadang-kadang)
- Nilai 2 = jawaban pada kolom 3 (sering)
- Nilai 3 = jawaban pada kolom 4 (selalu)
- Total nilai = 0 -105Cut off Score:
- Pemeriksa Orang Tua > 30
- Pemeriksa Guru > 29
- Pemeriksa Dokter > 22
Anak dengan skor SPPAHI lebih besar dari cut off score dinyatakan berisiko tinggi
mengalami GPPH. Anak yang berisiko tinggi dianjurkan untuk segera dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan prosedur pemeriksaan anak dengan GPPH.
F. PENATALAKSANAAN
Penanganan anak ADHD yang terbaik adalah(1):
I. terapi perilaku
II. medikamentosa (pharmacotherapy)
III. kombinasi pengobatan medikamentosa dengan
IV. terapi perilaku
V. edukasi pasien dan keluarga anak ADHD.
1. Terapi perilaku (1)
2. Farmakoterapi (Psychopharmacology)
a. First-line Treatment (Stimulan)
i. Metilfenidat :
1. Short acting : 5-20 mg (2-3 kali/hari) selama 3-5
hari.
2. Intermediate-acting : 20-40 mg (pagi 20 mg, sore 20 mg)
selama 3-8 hari.
3. Long-acting : 18-72mg (1 kali/hari) selama 8-12
hari.
ii. Amfetamin :
1. Short acting : 5-15 mg (2 x/hari) atau 5-10 mg (3
x/hari).
2. Intermediate-acting : 5-30mg (1 x/hari) atau 5-15mg (2
x/hari).
3. Long-acting : 10-30 mg (1 x/hari)
b. Second-line Treatment (Anti-depresan)
i. Tricyclics ( TCAs) : 2-5 mg/kg/hari (2-3 x/hari ).
ii. Bupropion : 50-100mg (3 x/hari ) atau 100-150 mg (2
x/hari ).

Walau bagaimanapun, efek samping psikostimulan yang tersering adalah


insomnia, berkurangnya nafsu makan sampai berat badan menurun, kadang-
kadang sakit kepala. Bila sebelum dan saat pengobatan anak ADHD menunjukkan
gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin untuk nafsu makan misalnya
curcuma plus, atau cyproheptidine tablet serta pemberian obat stimulansia
bersama dengan makan. Bila timbul gejala efek samping sukar tidur, sebaiknya
pemberian malam hari tak dilakukan, dilakukan membaca lebih dahulu sebelum
tidur (bedtime reading), dapat diberikan obat tidur bila sangat diperlukan
(adjunctive agent)

G. PROGNOSIS (3)
GPPH bisa berlanjut hingga usia dewasa tetapi segala diagnosis awal awal dan
penatalaksanaan yang sedini mungkin bisa mempunyai prognosis yang lebih baik.
H. KONKLUSI
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan
hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi
ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Mengesan atau mendiagnosis Attention
Deficit and hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dengan
Hiperaktifitas (GPPH) sedini mungkin adalah sangat penting karena kompleksitas dalam
mendiagnosianya. Langkah pertama yang penting ialah kepahaman tentang AHD itu
sendiri secara holistik dan ketepatan dalam mendiagnosianya secara berterusan dan tidak
meminggirkannya sebagai gangguan yang tidak bermakna. Mengkonklusikan ADHD
atau GPPH sebagai bukan suatu penyakit atau gangguan yang bisa diidentifikasikan bisa
menyebabkan anak-anak diperlakukan seakan-seakan dipinggirkan, tidak terdiagnosakan
dan bisa menyebabkan anak-anak akan terus sengsara. Untuk menangani Attention deficit
and Hyperactivity disorder (ADHD), kita mesti mempunyai dukungan dari banyak pihak
baik dari sektor kesehatan maupun di rumah atau di tempat sekolah.Dengan adanya Skala
Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia (SPPHI), untuk mendiagnosa gangguan
hiperaktifitas lebih mudah khususnya di Indonesia.Walau bagaimanapun masih belum
ada fakta-fakta yang mendukung apakah penyebab sebenar yang bisa menyebabkan
ADHD atau GPPH. Antara penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah terapi perilaku
dan medikamentosa (phamacotheraphy) atau kedua-duanya. Maka,penatalaksanaan yang
benar serta efisien adalah penting untuk memberikan prognosis yang lebik baik kepada
anak-anak yang mendapat ADHD atau GPPH ini. Seandainya tidak dapat di diagnosiskan
atau mendapat rawatan yang efisien,maka jumlah orang yang mengalami ADHD atau
GPPH akan bertambah dan seterusnya akan merugikan sesebuah negara karena
pertambahan jumlah anak-anak yang tidak dirawat sejak dini telah membesar menjadi
dewasa.
BAB 3: DAFTAR PUSTAKA

1. ASPEK NEUROLOGIS ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER


(ADHD) Agung Budi Setyawan, Bagian Psikiatri, Dosen Fakultas Kedokteran,
Universitas Wijaya kusuma, Surabaya.
2. 2011, No.107, MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ENDANG
RAHAYU SEDYANINGSIH www.djpp.depkumham.go.id
3. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Jiwa/Psikiatri, Perhimpunan Dokter
Spesialis Kedokteran Jiwa ,(PP PDSKJI) 2012.
4. CDC - ADHD, Symptoms and Diagnosis – NCBDDD
5. Tinjauan pustaka Universitas Pembangunan Nasional
6. European clinical guidelines for hyperkinetic disorder – first upgrade. Eur Child Adolesc
Psychiatry [Suppl 1] 13:I/7–I/30 (2004) DOI 10.1007/s00787-004-1002-x.

Anda mungkin juga menyukai