PROPOSAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Meraih Derajat Sarjana Keperawatan
Oleh:
NUR FADILLAH
201401029
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2014
HALAMAN PENGESAHAN
NUR FADILLAH
NIM : 201401029
( )
( )
( )
Palu,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu
Prodi S1 Keperawatan
Dekan,
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak ada karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila ternyata kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya
diatas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.
Palu,
Penulis
Nur Fadillah
MOTTO
‘’Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga
berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah’’
(Kahlil Gibran)
‘’Saat engkau mendapatkan kebahagiaan itu artinya satu doa orang tuamu
terkabulkan lagi’’
(penulis)
PERSEMBAHAN
“Karya ini penulis persembahkan kepada Allah Yang Maha Pemurah atas segala
karunia dan pertolonganNya yang telah Dia berikan kepada hambaNya yang dhoif
ini. Tuntunlah hambamu ini menuju jalan yang engkau ridhoi, kebahagiaan dunia
akhirat”
‘’Ibuku tercinta yang telah memberikan semangat, doa dan kasih sayang baik spiritual
maupun material. Tanpa itu semua ananda tak mungkin seperti ini. Engkau adalah
sosok yang ananda kagumi’’
‘’Almarhum Ayahku, yang kusayangi ‘’
‘’ Adikku tersayang asrul, yang telah memberikan support ‘’
‘’1804 yang selalu mensupportku dan membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini’’
‘’Teman-teman Keluarga besar Keperawatan angkatan 2014 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu terima kasih semuanya. Kita tunjukkan kepada dunia bahwa
kita mampu’’
‘’Almamaterku tercinta’’
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayahNya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan Terapi Okupasi Terhadap Perubahan Perilaku Pada
Pasien Skizofrenia Di Ruang Manggis dan Ruang Salak RSJD Madani Palu”.
Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Program Studi S1 di Stikes Widya Nusantara Palu. Penulis menyadari tanpa bantuan dari
berbagai pihak tidak banyak yang bisa penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya selama pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi ini kepada:
1. Ibu serta keluarga besarku tercinta yang telah senantiasa memberikan do’a,
dorongan, nasehat dan pengorbanan yang takkan pernah terbalas sampai
kapanpun hingga nanda hanya dapat berdoa semoga kita sekeluarga
dipertemukan kembali di jannahNya.
2. Kepada teman – teman seperjuangan anak keperawatan 2014, terima kasih atas
persahabatannya selama ini yang telah mengajarkan kesabaran dan arti sebuah
persahabatan semoga kita dipertemukan kembali pada suatu saat nanti, entah
kapan lagi mungkin masih didunia ini atau mungkin di akhirat nanti.
3. Semua pihak yang telah membantu baik materiil maupun non materiil yang tidak
bisa dituliskan satu persatu. Semoga amal yang telah dilakukan akan mendapat
balasan oleh Allah SWT.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
Palu,
Penulis
Nur Fadillah
BAB 1
PENDAHULUAN
Perkembangan zaman yang semakin maju membuat manusia tidak pernah luput
dari masalah kesehatan. Masalah kesehatan menjadi salah satu penentu keberlangsungan
hidup seseorang dalam aktivitas keseharian maupun pekerjaan. Indonesia merupakan
salah satu negara berkembang yang masih belum memiliki kesadaran penuh terhadap
kesehatan. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (Undang Undang No.36, 2009). Kesehatan yang dipahami oleh masyarakat
pada umumnya masih difokuskan pada kondisi fisik semata tanpa memperhatikan kondisi
psikis. Kondisi psikis yang baik memiliki peranan penting bagi seseorang dalam
memengaruhi kualitas hidup. Seseorang yang mengalami kondisi jiwa yang kurang sehat
dapat mengganggu fungsinya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan
sering disebut orang dengan gangguan jiwa. Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah
orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan pasienan dan hambatan dalam menjalankan fungsi
orang sebagai manusia (Undang Undang No.18, 2014). Gangguan jiwa terjadi
disebabkan karena banyaknya tekanan yang berasal dari lingkungan internal dan
eksternal. Gangguan jiwa yang paling sering ditemukan adalah skizofrenia.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang yang menyangkut
perubahan dari fisik, psikologis dan social budaya. Menurut WHO memperkirakan
ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa, paling
tidak ada 1 (satu) dari 4 (empat) orang di dunia mengalami masalah mental. Sebuah
studi yang dilaksanakan oleh WHO pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di 14
(empat belas) negara berkembang, terdapat sekitar 76%-85% pasien yang tidak
mendapatkan pengobatan apapun pada tahun pertama kasus gangguan jiwa parah.
Salah satu gangguan jiwa banyak terjadi adalah skizofrenia yang menduduki
peringkat ke-4 (empat) dari 10 (sepuluh) besar penyakit terberat di seluruh dunia,
berkenaan dengan hal ini, WHO (2007) melansir bahwa sekitar 25.000.000 orang
penduduk di seluruh dunia mengalami skizofrenia. (Stuart, 2007). Prevalensi
penderita Skizofrenia di Indonesia mencapai 0,3 sampai 1 % dan biasanya timbul
pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada juga yang baru menginjak umur 11
sampai 12 tahun sudah mengalami skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar
200 jiwa maka diperkiakan 2 juta penduduk Indonesia menderita Skizofrenia
(Hawari, 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan
bahwa prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1.000
penduduk atau sekitar 400.000 orang.
Data pasien skizofrenia tahun 2016 RSJ Madani Palu menunjukkan bahwa
pasien rawat inap dari bulan Januari sampai Desember sebanyak 352 untuk pasien
laki-laki dan 193 untuk pasien perempuan dengan jumlah pasien secara keseluruhan
sebanyak 543 orang dan jumlah pasien yang meninggal sebanyak 3 orang. Untuk
pasien rawat inap tahun 2017 dari bulan Januari sampai Desember sebanyak 761
orang laki-laki yang keluar dan pada perempuan sebanyak 251 orang, jumlah pasien
secara keseluruhan sebanyak 1.012 orang dan pasien yang meninggal sebanyak 1
orang.Untuk pasien rawat jalan tahun 2016 dari bulan Januari sampai bulan
Desember sebanyak 62 orang pasien laki-laki yang keluar untuk pasien perempuan
sebanyak 39 orang, jumlah pasien secara keseluruhan sebanyak 101 orang dengan
jumlah kunjungan sebanyak 4.546 orang. Untuk pasien rawat jalan pada tahun 2017
dari bulan Januari sampai bulan Desember sebanyak 80 orang pasien laki-laki yang
keluar dan pada perempuan sebanyak 42 orang, jumlah pasien secara keseluruhan
sebanyak 122 orang dengan jumlah kunjungan sebanyak 5.187 orang.
Adapun data pasien Skizofrenia tahun 2017 di ruang Manggis mulai dari
januari sampai desember 2017 sebanyak 900 orang dan untuk ruangan salak pada
tahun 2016 mulai tanggal 2 januari sampai 28 desember 2016 sebanyak 282 orang,
pada tahun 2017 mulai dari tanggal 2 januari 2017 sampai 23 desember 2017
sebanyak 279 orang.
Karakteristik dari pasien yang terdiagnosis Skizofrenia sangat beragam, satu
diantaranya yang sering ditemukan oleh pasien adalah gangguan emosi yang dapat
berupa ketakutan, kecemasan, depresi dan kegembiraan yang berlebihan. Kecemasan
yang terjadi pada pasien skizofrenia dapat berupa gangguan parathimi atau yang
seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, sehingga pada pasien muncul rasa
cemas, sedih dan marah (Maramis, 2008). Satu diantaranya penanganan pasien
skizofrenia adalah dengan terapi okupasi. Terapi okupasi adalah merupakan suatu
cara atau bentuk psikoterapi suportif yang penting dilakukan untuk meningkatkan
kesembuhan pasien (Djunaedi & Yitnamurti, 2008). Terapi okupasi membantu
menstimulasi pasien melalui aktivitas yang disenangi pasien.
Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah diuraikan di atas penulis sangat
tertarik untuk melakukan penelitian dengan harapan dapat menjawab pertanyaan
tentang Hubungan Terapi Okupasi Terhadap Perubahan Perilaku Pada Pasien
Skizofenia di Ruangan Manggis dan Ruangan Salak RSJ Madani Palu.
b. Sikap (attitude)
1) Pengertian
Sikap adalah respon tertutup seorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik
yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga manifestasinya tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian
respons terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).
2) Tingkatan sikap Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari beberapa
tingkatan yaitu:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan.
b. Merespons (Responding)
Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah atau suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggungjawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
4) Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden
terhadap suatu obyek. Menurut Azwar (1995), pengukuran sikap dilakukan
dengan menggunakan model likert, yang dikenal dengan summated rating
method. Skala ini juga menggunakan pernyataan-pernyataan dengan lima
aternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan-pernyataan tersebut. Subyek
yang diteliti diminta untuk memilih satu dari lima alternatif jawaban yang
dikemukakan oleh Likert yaitu:
a) Sangat setuju (strongly approve)
b) Setuju (Approve)
c) Ragu-ragu (Undecide)
d) Tidak setuju (Disapprove)
e) Sangat tidak setuju (Strongly Disapprove)
c. Praktik/Tindakan
1) Pengertian
Keterampilan merupakan salah satu domain dari perilaku setelah pengetahuan
dan sikap (Notoatmodjo, 2007). Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap
adalah kecendrungan untuk bertindak (practice). Sikap belum tentu terwujud
dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya suatu tindakan perlu faktor lain
seperti fasilitas dan sarana prasarana.
2) Tingkatan praktik
Menurut Notoatmodjo (2007), adapun tingkatan praktek sebagai berikut:
a. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
b. Respons Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
c. Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.
d. Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
3) Pengukuran psikomotor
Menurut Notoatmodjo (2007), pengukuran psikomotor dilakukan dengan
pengamatan (observasi), namun dapat dilakukan pula dengan dengan
pendekatan recall atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh
responden beberapa waktu yang lalu.
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan
pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam
perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan,
‘miskin’ kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak
acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif
2.3.2. Epidemiologi
2.3.3. Etiologi
a. Faktor Genetik
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi
saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan
salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua
menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi
kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang
disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin
disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di
seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat
keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai
berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan
semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand
& Barlow, 2007).
b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron
berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia
berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagianbagian
tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja
tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin
dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).
c. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama
semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang
tuaanak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga
(Wiraminaradja & Sutardjo, 2005).
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga
mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic
mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang
memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab
skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007).
Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005), keluarga
pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan
kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak
memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak
terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan
anjuran yang dibutuhkannya.
2.3.4. Perjalanan Penyakit
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis,
yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai
tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata
secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh
(Buchanan, 2005).
a. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau
halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang
relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran,
atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan,
keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi
ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif.
b. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau,
tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang
kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi
pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang
serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
c. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang
dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang
berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan
berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang
ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia).
d. Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan
perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator
skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi
yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang
berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti
mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan.
e. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia
tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti
keyakinankeyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar
yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi
menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.
2.3.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi
psikososial.
a. Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi
dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan
bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan
gejalagejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine (thorazine)
dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok
obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut
obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan,
tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat
tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi
penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak
relevan (Durand, 2007).
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada
penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy
(ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah
menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.
ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa,
termasuk skizofrenia.
Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT semakin
memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi
sebagian besar penderita skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih
dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi
dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien.
Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan
mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan
pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot
yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik (Durand, 2007).
Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak Moniz (1935,
dalam Davison, et al., 1994) memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu proses
operasi primitif dengan cara membuang “stone of madness” atau disebut dengan
batu gila yang dianggap menjadi penyebab perilaku yang terganggu. Menurut
Moniz, cara ini cukup berhasil dalam proses penyembuhan yang dilakukannya,
khususnya pada penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-
an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan
kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.
b. Terapi Psikososial
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi
pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton
dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan
pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan
ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai
pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi psikosial terdapat dua bagian
yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga (Durand, 2007).
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi
ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan
sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling
memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi,
sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan
berkomunikasi.
Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok.
Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan
tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari
ungkapanungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh
kembali.
Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk
mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara
konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-
sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan caracara untuk
menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon
(Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangat
membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah
kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara
individual.
BAB 3
KERANGKA KONSEP
C. Variabel Penelitian
1. Variabel independen atau variabel bebas, menjadi variable independen
yaitu Terapi Okupasi
2. Variabel dependen atau variable terikat, yang menjadi varibel dependen
yaitu perubahan perilaku pada pasien skizofrenia
D. Defenisi Operasional
1. Terapi Okupasi
Terapi Okupasi yaitu kegiatan yang dilakukan perawat terhadap pasien
skizofrenia dimana terapi tersebut bisa membuat perubahan perilaku pada
pasien skizfrenia
Cara Ukur : Observasi
Alat Ukur : Kuesioner keaktifan mengikuti terapi okupasi
Skala Ukur : Ordinal
Hasil Ukur : 1 Aktif (bila skor ≥ 15 benar)
0 Tidak Aktif (bila skor ≤ 15 benar)
E. Hipotesis
Ada Hubungan Terapi Okupasi Terhadap Perubahan Perilaku Pasien Skizofrenia
Di Ruangan Manggis Dan Ruangan Salak RSJ Madani Palu