Anda di halaman 1dari 15

Keterasingan Tokoh Florent dalam Roman Le Ventre de Paris karya Émile

Zola
Nadya Yahya 1606890990

Pendahuluan

Émile Zola adalah seorang novelis, kritikus, dan aktivis politik Prancis yang lahir di Paris

pada 2 April 1840 dan meninggal pada 28 September 1902. Meskipun lahir di Paris, Zola

melewatkan masa kecilnya di Aix en Provence karena tuntutan pekerjaan ayahnya, François Zola,

yang merupakan seorang insinyur. Zola berasal dari keluarga borjuis, namun semenjak kematian

ayahnya yang mendadak pada tahun 2847, Zola dan ibunya terpaksa hidup secara sederhana dan

kembali ke Paris.

Zola sempat mengalami kegagalan dalam ujian baccalauréat ketika menempuh

pendidikannya di Lycée Saint-Louis, Paris hingga beasiswa yang ia terima sebagai anak yatim

terpaksa ditarik. Semenjak itu, pada 1859 Zola kemudian memutuskan untuk tidak

menggantungkan hidupnya pada ibunya dan mulai mencari pekerjaan. Akan tetapi, Zola

menghabiskan sebagian besar dari dua tahun ke depannya menganggur dan hidup dalam

kemiskinan. Pada 1862, Zola dipekerjakan sebagai pegawai di perusahaan L.-C.-F. Hachette.

Selain itu, Zola kemudian juga memutuskan untuk menulis untuk menambah penghasilannya dan

menyalurkan idenya.

Sejak kecil, Zola memang memiliki ketertarikan pada dunia sastra, ia sangat mengagumi

karya-karya para penulis besar Prancis, seperti Victor Hugo dan Musset. Kecintaannya pada sastra

mendorongnya untuk menghadiri program-program diskusi yang diselenggarakan oleh para

intelektual liberal. Hal itu kemudian membuatnya akrab dengan gagasan positivis pada saat itu.

Hal tersebutlah yang antara lain memberikan pengaruh pada Zola dalam mencetuskan gagasannya

1
mengenai pemikiran naturalisme. Gagasannya ini kemudian didukung dan diikuti oleh rekan-

reekannya, antara lain Maupassant, Huysmans, Céard, Heuniqe, dan Alexis atau yang kemudian

dikenal dengan nama Le Groupe de Médan (Beaumarchais, 1987).

Pada 1865, Zola merilis novel pertamanya yang berjudul La Confession de Claude, sebuah

kisah semi-autobiografi yang cukup kontroversial hingga menarik perhatian banyak publik,

bahkan polisi. Setelah berhasil mengangkat reputasinya sebagai penulis untuk menghidupi diri dan

keluarganya, Zola meninggalkan pekerjaannya di Hachette untuk mengejar minat sastranya. Pada

tahun-tahun berikutnya, Zola melanjutkan kariernya dalam dunia sastra dengan menerbitkan

karya-karya lainnya. Zola memaparkan mengenai perbedaan pengarang realis dan naturalis

melalui bukunya Le Roman Expérimental. Zola menjelaskan bahwa naturalisme dibedakan dengan

realisme dalam pendekatannya. Pengarang realis hanya melakukan mengobservasi fenomena-

fenomena dan kejadian yang ada dan kemudian dituangkan dalam bentuk roman. Sementara itu,

pengarang naturalis melakukan pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang ada dan kemudian

melakukan interpretasi terhadap hasil pengamatan tersebut berdasarkan pengalaman dan ilmu

pengetahuan yang dimiliki, dan selanjutnya digunakan untuk menemukan kebenaran dari asumsi

yang dibentuk. Beberapa karyanya yang menjunjukkan identitasnya sebagai pengarang naturalis

antara lain roman serialnya yang terdiri atas 20 buku berjudul Les Rougon-Macquart (1871),

Thérèse Raquin (1867), Germinal (1885), L’Assommoir (1877), dan Le Ventre de Paris (1873).

Le Ventre de Paris adalah novel ketiga dalam serial 20 volume Les Rougon-Macquart

yang mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Florent Quenu yang kembali ke kota asalnya,

Paris setelah bebas dari penjara di Setelah lolos dari penjara. Akan tetapi, ketika Florent kembali

ke Paris, kota itu nyaris tidak lagi dikenalinya. Daerah-daerah pekerja telah digantikan dengan

bulevar-bulevar lebar dan flat-flat borjuis. Florent menumpang tinggal pada keluarga adiknya di

2
daerah pasar Les Halles yang baru dibangun. Tak lama, Florent terjerat dalam pusaran berbahaya

dunia makanan dan politik. Di tengah intrik antara para pedagang pasar serta bahan-bahan

makanan yang melimpah ruah itu, terdapat jurang yang sangat besar antara yang “gemuk” dan

yang “kurus”, si kaya dan si miskin, dan pada akhirnya hal ini menimbulkan ketegangan yang

tidak terhindarkan roman ini menunjukkan bagaimana keadaan sosial, politik, dan ekonomi dapat

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penduduk. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di

atas, penulisan ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana keterasingan tokoh Florent

ditampilkan Émile Zola dalam Roman Le Ventre de Paris.

Konteks Sejarah Abad XIX di Prancis

Sejak abad ke-18 di Eropa, novel menjadi karya yang paling mendominasi dari karya sastra

lainnya. Didukung oleh adanya peningkatan edukasi masyarakat kelas menengah dan terciptanya

mesin cetak, novel menjadi sebuah refleksi sosial dan sejarah, juga menjadi cermin dari peradaban

baru yang lebih modern dan menentang semangat zaman Abad Pertengahan, yaitu ketika gereja

masih mendominasi (Klarer 2004: 11). Sebagai bagian dari Eropa yang sedang berkembang,

Prancis turut mengalami revolusi industri pada abad XIX yaitu transformasi dari masyarakat

agrikultur menjadi masyarakat industri, serta menyebabkan terjadinya migrasi dari desa ke kota

pusat industri. Abad XIX ditandai dengan perkembangan dalam dunia ilmu pengetahuan serta

kemajuan yang pesat dalam bidang industri dan ekonomi. Akan tetapi, abad XIX di Prancis juga

ditandai sebagai masa yang penuh gejolak akibat keadaan politik yang tidak stabil. Dalam satu

abad, Prancis mengalami sembilan kali perubahan bentuk pemerintah. Periode yang tidak stabil

itu tentunya mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi Prancis. Terdapatnya perubahan bentuk

3
pemerintah mengalihkan peranan kaum bangsawan dan gereja dalam kehidupan sosial dan

ekonomi pada golongan baru yakni kaum borjuis.

Perubahan situasi sosial ini membawa dampak besar bagi kesusastraan Prancis. Pengarang-

pengarang yang muncul pada abad tersebut memberikan reaksinya terhadap berbagai perubahan

dengan menghasilkan karya-karya yang ditulis berdasarkan pada kenyataan yang ada dalam

masyarakat, salah satunya adalah munculnya novel-novel dengan yang mengangkat kisah-kisah

kehidupan masyarakat kelas menengah ke bawah serta kaum borjuis Prancis. Para pengarang pada

masa itu juga memiliki karakteristik yang sama yakni kesungguhannya dalam menggambarkan

kenyataan dalam masyarakat, berbeda dengan karya-karya klasik yang sangat fanatik pada

golongan tertentu dalam pemilihan tokoh-tokoh yang berasal dari kalangan bangsawan.

Keterasingan Tokoh Florent Melalui Analisis Unsur Intrinsik Roman

Pada roman Le Ventre de Paris karya Émile Zola, terdapat penggambaran tokoh pemuda

bernama Florent yang merupakan bagian dari masyarakat kelas menengah ke bawah. Florent

dikirim ke penjara setelah kudeta Louis-Napoleon tahun 1851 yang mana Florent secara keliru

dituduh berpartisipasi dalam upaya menggulingkan pemerintah. Florent kemudian dideportasi ke

l’île du Diable di Guyenne selama tujuh tahun. Begitu Florent tiba kembali ke Paris, ia mendapati

kota itu mengalami perubahan yang drastis karena bawah program rekonstruksi perkotaan

Haussmann. Kota yang pernah dicintainya telah menjadi tempat mencari makan bagi para petits-

bourgeois. Roman ini mengungkap tema besar suasana suram dan penderitaan yang dirasakan

oleh pemuda sebagai bagian dari masyarakat kelas pekerja pada abad XIX.

Roman ini memiliki alur gabungan dari alur progresif dan regresif. Zola menyajikannya

ceritanya secara urut dan kemudian pada suatu waktu diceritakan kembali kisah yang terjadi di

4
masa lalu atau flashback. Hal ini juga merupakan salah satu ciri umum karya-karya Zola yang

kerap menggunakan alur gabungan dengan penggunaan kilas balik untuk memaparkan memori

atau peristiwa yang terdahulu yang melandasi peristiwa pada saat ini.

Bagian pemaparan pada roman diawali dengan kembalinya Florent ke Paris setelah

melarikan diri dari penjara di l’île du Diable di mana ia ditahan selama tujuh tahun akibat tuduhan

berpartisipasi untuk menggulingkan pemerintah. Pada bagian ini diberikan informasi mengenai

latar ruang dan waktu keseluruhan cerita, yakni Paris pada abad XIX. Pada periode ini,

dideskripsikan kondisi Paris yang sangat berbeda dari tujuh tahun yang lalu ditandai dengan pasar-

pasar yang bermunculan di Les Halles, tempat tinggal Florent. Pada pemaparan, pembaca

dikenalkan dengan tokoh Florent sebagai tokoh yang akan menjadi sorotan dan berperan dalam

cerita. Pemaparan tersebut berlanjut semakin dekat ke arah konflik ketika Florent menyadari

tempat tinggal lamanya, Paris telah berubah dari keadaan awal. Perubahan itu merupakan suatu

hal yang tidak ia sukai, ia tidak pernah membayangkan Paris dengan banyak pasar di sekelilingnya.

Konflik dimulai saat Florent dihadapi dengan masalah pekerjaan. Ketika ia melihat

perubahan yang terjadi pada paris, yakni kota kesayangannya telah berubah menjadi sebuah pasar,

Florent kemudian menyimpan perasaan benci pada peradaban yang sedang terjadi ini, sehingga

ketika ia diberikan tawaran untuk bekerja di pasar sebagai inspektur ikan. Hal tersebut

menimbulkan Konflik batin atau konflik pribadi yang disebabkan oleh adanya dua atau lebih

keinginan atau gagasan yang saling bertentangan dan menguasai diri Florent hingga

mempengaruhi sikapnya.

Klimaks pada konflik terjadi ketika rahasia Florent terungkap akibat Mlle Saget yang

menyebarkan informasi pada masyarakat bahwa Florent merupakan buron yang melarikan diri dari

penjara l’île du Diable. Segala permasalahan di Les Halles dan kondisi keterasingan Florent

5
kemudian berhenti dan ia diposisikan kembali di bagian awal sebagai seseorang yang secara fisik

diasingkan ke tempat lain. Selanjutnya, cerita diselesaikan oleh ditangkapnya Florent oleh polisi.

Berdasarkan penjelasan tersebut, Florent ditampakkan sebagai tokoh yang sedari awal

benar-benar diasingkan, yakni ia ditangkap oleh negara dan dideportasi serta dipenjarakan di

Guyenne. Selanjutnya walaupun ia sudah melarikan diri dari tempat dia diasingkan untuk kembali

lagi ke kota kebanggaannya, Florent justru merasa terasingkan karena perubahan-perubahan yang

ia temukan. Pada akhir cerita, keadaan Florent kembali lagi ke awal. Florent yang merasa

teralienasi pada akhirnya benar-benar diasingkan karena memiliki pola hidup yang berbeda dari

masyarakat sehingga ia tidak dapat memenuhi ekspektasi mereka.

Secara garis besar, roman Le Ventre de Paris berlatar di Les Halles, Paris pada abad XIX.

Pada masa ini, Paris digambarkan sebagai kota dengan pertumbuhan ekonomi yang berkembang

dengan pesat, didukung dengan kemajuan pada bidang industri dan teknologi yang semakin

canggih. Masyarakat Paris juga digambarkan terobsesi dengan ekonomi, pasar, dan bersifat

konsumtif. Berikut adalah latar ruang dan waktu yang lebih terperinci pada roman tersebut:

1. Le Charcuterie Quenu-Gradelle, nama toko daging yang dimiliki oleh paman Florent

dan Quenu, Monsieur Gradelle. Setelah kematiannya, La Belle Lisa dan Quenu

mengambil alih toko tersebut. Istilah "charcuterie" kadang-kadang keliru digunakan

dalam referensi ke toko yang mengkhususkan diri hanya pada daging babi, namun

tidak pada roman ini.

2. Kafe Monsieur Lebrige, terletak tidak jauh dari charcuterie, kafe Lebigre adalah

tempat Florent dan teman-temannya merencanakan untuk menggulingkan Kekaisaran

Prancis. Kafe ini terletak di Rue Pirouette, tidak jauh dari toko daging Quenu-

Gradelles.

6
3. Nanterres, merupakan daerah pinggiran Paris yang terkenal. Mme François tinggal di

daerah itu. Florent dan Claude Lantier pernah mengunjunginya di rumahnya suatu hari,

dan di tempat itulah Florent merasa aman dan nyaman.

4. Les Halles, pasar sentral yang sangat besar dan sibuk di Paris abad ke XIX. Les Halles

dibangun kembali dalam bentuk besi dan kaca selama Second Empire.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas latar berada di dalam

ruangan; toko, rumah, kafe. Penggunaan latar ruang tertutup secara tidak langsung dapat

menunjukkan bahwa tokoh dalam roman ini gerak-geriknya tidak bebas, bahwa ada ruang-ruang

yang membatasi mereka. Hal ini tercermin dalam roman bahwa hampir semua tokoh, terlebih lagi

Florent yang menjadi fokus dari penulisan ini, tidak ada yang benar-benar bebas, setiap tokoh

dihadapi oleh keterbatasan. Meskipun Florent telah bebas dari penjara, ia tetap merasa

terperangkap dan menderita di Paris akibat suasana dan kondisi kota yang berbeda dari apa yang

ia ketahui dan harapkan sebelumnya.

Tokoh merupakan individu rekaan dalam sebuah cerita rekaan yang memainkan perannya

sesuai dengan karakternya masing-masing. Roman Le Ventre de Paris menampilkan berbagai

macam tokoh dengan karakter yang cukup beragam dan mewarnai peristiwa-peristiwa di

dalamnya. Tokoh-tokoh tersebut memainkan perannya menurut fungsinya masing-masing, yaitu

fungsi tokoh sebagaimana yang disampaikan oleh Sudjiman (1991: 17—22) yang membagi fungsi

tokoh menjadi dua, yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan, serta tokoh tambahan yang juga

berperan mewarnai cerita. Terkait hal ini, Grimes (dalam Sudjiman, 1992: 19) mengatakan, bahwa

tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya

sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.

7
1. Florent Quenu, merupakan protagonis utama Le Ventre de Paris. Seorang pemuda yang

temperamennya lembut, Florent digambarkan sebagai tokoh yang tinggi dan kurus,

berbeda dengan tokoh-tokoh lain di sekitarnya. Florent juga tidak memiliki kepedulian

pada uang dan penampilan. Dia tidak memedulikan tampilannya ditandai dengan

kebiasaannya yang hanya mengenakan celana panjang dan mantel hitam. Sifatnya yang

lembut ini juga ditunjukkan melalui Florent yang memiliki titik lemah untuk anak-anak.

Florent merasa terganggu dengan kondisi Paris ketika ia kembali hingga pemandangan dan

bau makanan justru menjadi hal yang menjijikan baginya. Hal ini dijelaskan pada bagian

awal dari roman ini melalui kutipan berikut,

“Florent souffrit alors de cet entassement de nourriture, au milieu duquel il


vivait. Les dégoûts de la charcuterie lui revinrent, plus intolérables.”
‘Florent kemudian menderita karena tumpukan makanan ini, di tengah-tengah dia
tinggal. Rasa jijik akan charcuterie kembali kepadanya, lebih tak tertahankan.’

2. Lisa Quenu, merupakan perempuan cantik yang digambarkan dengan penampilan yang

sempurna dan perawakan yang pendiam. Lisa merupakan istri dari Quenu, saudara tiri

Florent. Lisa juga digambarkan sebagai seseorang yang jujur, misalnya ketika ia

menemukan tempat persembunyian Gradelle tua dan ia segera memberitahukannya kepada

Quenu, atau ketika ia langsung memberikan Florent warisan pamannya yang layak

diterimanya. Lisa juga sangat menjunjung tinggi ketenangan dalam hidupnya, hal inilah

yang kemudian mendorongnya untuk mencari cara dengan melaporkan Florent pada polisi

agar ia keluar dari Les Halles karena dianggap menyebabkan masalah dan merusak

ketenangannya.

3. Quenu, merupakan saudara tiri Florent. Di awal kehidupannya ia diurus oleh Florent dan

kemudian oleh Lisa. Quenu mewarisi charcuterie semenjak kematian pamannya, Gradelle.

Quenu adalah karakter yang lemah karena sebagian besar waktu ia didominasi oleh Lisa

8
yang memanipulasi demi kepentingan egonya. Quenu digambarkan sebagai tokoh yang

menyenangkan yang menghabiskan waktunya di rumah dan dapurnya.

4. Pauline Quenu, putri dari Quenu dan Lisa yang digambarkan dengan postur yang gemuk

dan pendek. Pauline memiliki hubungan yang dekat dengan pamannya, Florent, berkat

kisah-kisah yang diceritakan Florent.

5. Claude Lantier, pelukis muda dengan cita-cita tinggi yang tinggal di sekitar Les Halles.

Kerabat langsung satu-satunya yang dia miliki adalah bibinya, Lisa. Sepanjang buku itu ia

bertindak sebagai pengamat perilaku tanpa memihak pada siapapun. Claude berteman

dengan Florent tanpa pernah setuju dengan pandangan politiknya.

6. Louise Méhudin, atau yang sering dijuluki dengan nama “ La Belle Normande”.

Layaknya Lisa, ia digambarkan sebagai perempuan yang cantik dan montok. Hal ini

dijelaskan pada roman melalui kutipan berikut,

“Elle avait une beauté hardie, très blanche et délicate de peau, presque aussi forte
que Lisa, mais d’oeil plus effronté et de poitrine plus vivante.”
‘Dia memiliki kecantikan yang berani, kulit yang sangat putih dan halus, hampir
sekuat Lisa, tetapi dengan mata yang lebih cerah dan payudara yang lebih cantik’

Sebelumnya ia memiliki hubungan yang tidak baik dengan Florent ketika Florent bekerja

sebagai inspektur. Akan tetapi, ketika melihat Florent berhasil mengambil hati anaknya,

Muche, Louise mulai melupakan kebenciannya terhadapnya.

7. Claire Méhudin, saudari Louise yang diam-diam jatuh cinta dengan Florent. Ia cemburu

melihat keintiman tumbuh antara saudarinya dan Florent. Louise adalah salah satu karakter

dalam novel yang tidak pernah iri pada Florent dan tidak senang ketika Florent terjerat

masalah hukum, justru penangkapan Florent membuatnya putus asa.

9
8. Mademoiselle Saget, merupakan teman Mme. Lecoeur. Wanita ini sangat senang

mencampuri urusan orang lain, terpesona oleh keintiman orang-orang di sekitarnya, dan

kemudian membuat dan menyebarkan gosip kepada orang-orang di sekitarnya.

“sa langue était redoutée [...] Elle ne causait que des autres”
‘lidahnya ditakuti [...] Ia hanya merugikan orang lain’

Mlle Seget juga merupakan tokoh yang mendorong penangkapan Florent, ia

mengungkapkan segala hal yang diketahui tentang Florent, dan juga menciptakan beberapa

hal lain. Ia merupakan perempuan yang sangat manipulatif.

9. Gavard, adalah pria berusia 50 tahun yang sedari dulu menjalankan charcuterie hingga

istrinya meninggal pada tahun 1848. Gavard sekarang bekerja sebagai penjual ayam itik di

Les Halles. Ia tinggal di Rue de Cossonerie, digambarkan sebagai seseorang yang kaya

raya. Dia berteman dengan Florent dan Quenu setelah kematian ibu mereka dan merupakan

teman pertama yang ditemui Florent sekembalinya ke Paris. Gavard sering terlihat di kedai

tempat sebuah kelompok politik bertemu.

10. Marjolin dan Cadine, Marjolin berusia 18 tahun, sedangkan Cadine 16 tahun. Mereka

adalah dua anak yang ditemukan dan diberi makan oleh La Mère Chantemesse. Di akhir

masa remajanya, ia bekerja untuk Gavard untuk menjual ayam itiknya. Marjolin juga

merupakan sumber inspirasi untuk lukisan Claude Lantiers. Sementara itu, Cadine adalah

perempuan berambut hitam, digambarkan sebagai sosok yang penuh semangat dan pekerja

keras. Di Les Halles, Cadine menjual karangan bunga kecil dan menjajakannya di jalan-

jalan sekitar kota.

11. Madame François, seorang pedagang pasar dari Nanterre. Mme François merupakan

sosok yang pertama kali muncul bersama Florent, ia membantu Florent dengan

memberikannya tumpangan ke Les Halles, ketika pria malang itu baru saja tiba dari

10
penjara. Ia memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Florent. Madame François

membenci Paris dan kerap mengundang Florent dan Claude untuk menghabiskan waktu di

rumahnya yang terletak di Nanterre.

Berdasarkan penjelasan tersebut, karakter-karakter novel ini adalah representasi sempurna dari

masyarakat seperti apa di Paris abad XIX. Mereka dibagi ke dalam kelas sosial tergantung pada

berat badan mereka yang bergantung pada kekayaan mereka.

Penggambaran Masyarakat Prancis Abad XIX

Dalam Roman Le Ventre de Paris, latar kejadian terletak di Les Halles, Paris yang

merupakan sebuah jantung kota dan rumah dari Pasar Makanan Sentral Besar Paris pada abad XIX.

Pasar Makanan Sentral Besar dibangun oleh Victor Baltard di awal Second Empire dan merupakan

pasar makanan terbesar di dunia pada saat itu. Pasar Makanan Sentral Besar Paris dibentuk untuk

memuaskan selera para penduduk Paris kelas menengah ke atas yang mampu. Pasar Makanan

Sentral Besar adalah simbol bagi ketidakadilan sosial dan politik. Selama masa itu, konsumerisme

meningkat pesat di masa tersebut. Terdapat jalan-jalan baru, pajak baru, dan pemerintahan baru.

Pasar lama Innocents telah digantikan oleh pasar monolitik Les Halles.

Berbagai macam sayuran dan buah-buahan, daging dan ikan, keju dan mentega adalah hal

yang memotivasi warga konsumer Paris untuk mengemis, barter, menjual dan mencuri untuk

memenuhi kebutuhan fisik dan sosial mereka. Pada roman ini, masyarakat Prancis terbagi antara

kelas dan posisi sosial tergantung pada status fisik mereka. Ukuran tubuh tiap individu kemudian

dilihat sebagai hal yang menandakan kelas mereka di masyarakat. Orang-orang yang memiliki

badan berukuran besar dan penuh lemak dilihat sebagai orang-orang kaya dan terpandang karena

11
dianggap berperan dalam ekonomi dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan

mereka. Sementara itu, orang-orang bertubuh kurus dilihat sebagai bagian dari rakyat jelata.

Masyarakat di Prancis pada abad XIX didominasi oleh dua kelompok besar yaitu kelompok borjuis

yang menguasai ekonomi dan sekaligus menduduki tempat-tempat penting dalam pemerintah dan

kelompok pekerja, pengrajin dan buruh yang berpenghasilan rendah.

Dalam roman ini, walaupun kaum borjuis digambarkan sebagai pihak-pihak yang berkuasa

dan memiliki kemampuan, Zola juga memberikan pandangannya terhadap kaum borjuis di Paris

yang digambarkan sebagai orang-orang yang bodoh. Hal ini dapat dilihat di teks ketika Zola

membahas salah satu tokoh, yakni Quenu. Saudara tiri dari Florent ini dideskripsikan sebagai

sosok yang gemuk dan tidak lebih cerdas daripada Florent walaupun ia merupakan bagian dari

kaum borjuis. Quenu digambarkan sebagai tokoh yang sukses dalam menjalankan bisnisnya, akan

tetapi ketika ia menikahi Lisa, ia justru digambarkan sebagai sosok yang posisinya di bawah Lisa

dan mudah dimanipulasi oleh istrinya. Quenu dipandang sebagai sosok yang sangat bodoh oleh

masyarakat di sekitarnya, hal ini dapat ditunjukkan dalam roman sebagai berikut,

“Le cousin ! répondit la Normande d’une voix aiguë, vous croyez au cousin, vous !…
Quelque amoureux, ce grand dadais ! […] Elle a un mari trop serin pour ne pas le faire
cocu.”
‘Sepupunya itu! Jawab La Normande dengan suara melengking, “Kamu percaya pada pada
sepupumu! Ah, seseorang sedang jatuh cinta, idiot hebat ini! [...] Suaminya itu terlalu
bodoh untuk tidak mengkhianatinya’

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa dalam menggambarkan Quenu sebagai orang

bodoh, Zola menunjukkan bahwa seseorang yang merupakan kaum borjuis dan identik dengan

kerakusan dikaitkan dengan orang yang tidak cerdas dan ceroboh. Lebih jauh lagi, implikasi bahwa

Quenu adalah sosok yang mudah dikhianati menunjukkan kelemahan dari karakternya. Zola

12
mengimplikasikan di sini bahwa kaum borjuis yang makmur dan gemuk adalah orang-orang lemah

yang tidak menyadari bagaimana mereka dimanfaatkan.

Florent sebagai Liyan dari Masyarakat Paris Abad XIX

Keterasingan yang dimaksud pada penulisan ini mengacu pada kata alienasi dan isolasi.

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, “alienasi” adalah suatu keadaan merasa terasing

(terisolasi) atau penarikan diri seseorang dari suatu kelompok masyarakat. Sedangkan kata

“isolasi” adalah pemisahan suatu hal dari hal lain atau usaha untuk memencilkan manusia dari

manusia lain.

Dalam Le Ventre de Paris terdapat dua unsur bentuk keterasingan. Bentuk pertama adalah

keterasingan yang diakibatkan oleh tindakan pemencilan oleh orang lain. Pada roman Le Ventre

de Paris, tokoh Florent diasingkan secara fisik dari Paris dan dijauhkan dari identitasnya sebagai

parisien. Tindakan mengasingkan Florent dari rumahnya dan mengurungnya dalam penjara

membuat dirinya asing akan peradaban. Dalam bahasa Prancis, makna “asing” yang dimaksud

adalah « se sentir étranger » ‘merasa asing’ atau « qui n’appartient pas ou qui est consideré comme

n’appartenant pas à un groupe (familial ou social)» ‘yang tidak memiliki atau yang dianggap tidak

termasuk pada suatu kelompok, keluarga atau sosial’. Kesan asing (étrangeté) atau seakan-akan

asing (impression d’étrangeté) dicoba diatasinya dengan berusaha untuk membebaska diri dari

perasaan tersebut dengan melarikan diri dari penjara untuk kembali pada kota tempat ia tinggal di

mana ia merasa nyaman dengan sekelilingnya.

Bentuk keterasingan yang kedua adalah keterasingan yang dikehendaki oleh dirinya sendiri

dengan cara mengasingkan diri. Ketika Florent kembali ke Paris ia mendapati kota ini sebagai

sebuah mimpi buruk karena tidak mencerminkan Paris yang dahulunya ia kenali. Ketidaksesuaian

13
ini membuat Florent memiliki pandangan yang berbeda akan prinsip-prinsip yang dianut oleh

masyarakat umum. Kedua bentuk keterasingan inilah yang diungkapkan oleh Émile Zola dalam

Le Ventre de Paris.

Telah dipaparkan pada subjudul sebelumnya mengenai penggambaran masyarakat Paris

yang bersifat konsumtif. Selain itu, penduduk Paris yang ditunjukkan dalam roman ini juga

digambarkan sebagai kaum borjuis yang bodoh dan mudah dimanipulasi. Adanya pemujaan yang

berlebihan pada makanan serta konstruksi anggapan dari badan kurus dan gemuk juga menjadi ciri

khas dari masyarakat pada masa itu. Dari 11 tokoh yang telah dipaparkan di bagian atas, dapat

dilihat bahwa hanya tiga dari mereka yang bukan bagian dari kaum borjuis, dan Florent, sebagai

protagonis utama adalah sosok yang keluar dari pola.

Meskipun terus-menerus dikelilingi oleh makanan yang lezat, Florent tidak menunjukkan

keinginan untuk memakannya atau menandakan kelaparan. Makanan yang dipuja-puja oleh para

kaum borjuis justru dianggap sebagai sesuatu yang menjijikan bagi Florent. Perbedaan antara

masyarakat umum dan tokoh Florent membuktikan bahwa dirinya dalam roman ini

dikonstruksikan sebagai liyan dari peradaban yang tengah terjadi.

Kesimpulan

Pada abad XIX, Paris berubah secara sosial, ekonomi, dan politik. Di tengah pemerintahan

Kekaisaran Kedua Napoleon III, upaya pembaruan perkotaan mengarah pada pembangunan pasar

sentral Les Halles dan ketersediaan pegunungan makanan. Roman karya Zola ini berisikan kritik

sosial yang mendasar bahwa kaum borjuis mengonsumsi terlalu banyak makanan dan memiliki

obsesi yang tidak sehat dengan makanan sementara kesenjangan ekonomi antara kelas pekerja dan

borjuis melebar. Budaya yang didominasi makanan di Paris versi Zola mendikte struktur kelas

14
sosial sehingga mereka yang gemuk dianggap terhormat, sementara mereka yang kurus dianggap

rendah dan tidak bisa dipercaya.

Adanya perbedaan pandangan antara Florent dan tokoh-tokoh lainnya di masyarakat

membuat dirinya terasingkan. Keterasingan yang dialami Florent merupakan akibat dari

ketiadaannya pada suatu periode ketika kota sedang direkontruksi, sehingga ketika ia tiba-tiba

ditempatkan di masyarakat, ia merasakan adanya ketidakselarasan antara apa yang ia percaya dan

ketahui dengan realitas yang ada. Keterasingan yang Florent rasakan selama ini tidak hanya

membuatnya jauh dari masyarakat, namun sudah mencapai titik di mana ia dikucilkan dan tidak

dianggap oleh masyarakat hingga masyarakat sekitar melakukan upaya untuk mendiskreditkan dan

bahkan membuangnya dari komunitas.

Referensi

Beaumarchais, J.P. 1987. Dictionnaire des littératures de langue française. Paris: Bordas

Castex, P.G, P. Surer, G. Becker. 1974. Histoire de la Littérature franç aise. Paris: Hachette.

Demerjian. 2016. The Age of Dystopia. Nescastle: Cambridge Scholar Publishing

Guerard, Albert. A Great Life in Brief: Napoleon I. New York. Alfred A. Knopf. 1956.

Lagarde, André dan Laurent Michard. XIXème Siècle: Les Grands Auteurs Français du

Programme. Paris. Bordas. 1960.

Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

15

Anda mungkin juga menyukai