Anda di halaman 1dari 8

II.

Tinjauan Pustaka
2.1 Makanan Kaleng
Kaleng adalah salah satu jenis kemasan makanan yang sudah dikenal sejak perang
dunia kedua. Pada abad ke 19, kaleng digunakan untuk mengemas bahan makanan agar tetap
segar untuk tentara perang pada masa perang. Pada tahun 1908, Nicholas Appert seseorang
yang berkebangsaan Perancis memperkenalkan cara menyimpan makanan dalam botol kaca,
lalu botol kaca tersebut disumbat longgar dengan gabus, kemudian direbus kembali sampai
mendidih. Sesudah udara dalam botol tersebut keluar lalu disumbat lagi dengan kayu gabus
sampai rapat dan kencang. Inilah bentuk paling tua dari kemasan kaleng yang kita kenal.
Kelebihan dari kemasan kaleng ini adalah dapat dilakukan proses sterilisasi dengan suhu tinggi
selama 20-40 menit sehingga makanan didalam nya menjadi steril, tidak mudah rusak dan
awet.
Mengemas makanan dalam kaleng merupakan salah satu teknologi pengawetan
makanan dengan cara sterilisasi dengan suhu tinggi. Saat ini makanan dalam kemasan kaleng
semakin populer akibat mobilitas masyarakat yang sangat tinggi, sehingga mengkonsumsi
produk makanan kaleng dapat menghemat waktu. Kerusakan utama yang terjadi pada bahan
makanan yang dikemas dalam kaleng adalah kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba yang
menyebabkan makanan menjadi berbau busuk, asam dan bahkan beracun.
Menurut Winarno (1995), kerusakan makanan kaleng dibagi menjadi 4 bagian
1. Flat Sour
Apabila permukaan kaleng tetap datar dan tidak mengalami kerusakan
apapun, tetapi produk di dalam kaleng tersebut sudah rusak dan berbau asam.
2. Flipper
Apabila dilihat sekilas, bentuk kaleng terlihat normal tanpa kerusakan.
Tetapi bila salah satu ujung kaleng ditekan, maka ujung yang lainnya akan
terlihat cembung.
3. Springer
Apabila salah satu ujung kaleng tampak rata dan normal, sedangkan
ujung yang lain tampak cembung permanen.
4. Swell (cembung)
Apabila kedua ujung kaleng sudah terlihat cembung akibat adanya
bakteri pembentuk gas. Swell (cembung) dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu soft swell dan hard swell. Soft swell yaitu kedua ujung kaleng yang sudah
cembung tetapi belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan sedikit ke
dalam. Sedangkan hard swell yaitu kedua ujung permukaan kaleng sudah
cembung dan begitu keras sehingga tidak bisa lagi ditekan ke dalam.
2.2 Kornet
Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan
atau kenikmatan bagi yang memakannya karena kandungan gizinya lengkap, sehingga
keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Daging dapat diolah dengan cara dimasak,
digoreng, dipanggang, disate, diasap, atau diolah menjadi produk lain yang menarik, antara
lain daging korned, sosis, dendeng dan abon. Oleh karenanya, daging dan hasil olahannya
merupakan produk-produk makanan yang unik (Soeparno, 1998).
Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging sapi yang
banyak digunakan dalam resep masakan Indonesia. Kornet daging sapi diolah dengan cara
diawetkan dalam air garam (brine), yaitu air yang dicampur dengan larutan garam
jenuh.Kemudian dimasak dengan cara simmering, yaitu direbus dengan api kecil
untuk menghindari hancurnya tekstur daging sapi. Tujuan pembuatan kornet daging sapi
adalah untuk tetap dapat memperoleh produk daging sapi yang berwarna merah, awet dan
praktis. Dengan diproses menjadi kornet,masalah penyimpanan daging sapi segar dapat diatasi.
Agar awet, daging sapi segar memang harus disimpan pada suhu dingin atau suhu beku,
akibatnya menjadi tidak praktis apabila akan digunakan. Sedangkan daging sapi segar yang
telah diproses menjadi Kornet kemudian dikalengkan, dapat disimpan pada suhu kamar sekitar
dua tahun.
Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling. Bahan tambahan yang
diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak gula dan bumbu.
Daging sapi yang sudah digiling dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur daging,
bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen. Agar emulsi tetap terjaga
stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan pada suhu rendah (10-16°C). Emulsi daging yang
telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng yang sebelumnya telah disterilkan dengan
panas. Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng ke
dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan 0,55 kg/cm2, selama 15 menit. Agar
daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah disterilkan harus segera
didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air selama 20-25 menit. Setelah permukaan
kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap untuk diberi label dan dikemas
(Astawan, 2007).
Tabel 1. Syarat Mutu Corned Beef Dalam Kaleng (SNI 01-3775-1995)
No Uraian Satuan Syarat Mutu
1 Keadaan kaleng Kondisi normal, tidak bocor,
tidak kembung, tidak berkarat,
permukaan tidak bernoda, lipatan
kaleng baik.
2 Kehampaan mmHg Min. 70
3 Kadar Protein % bb Min. 17
4 Kadar lemak %bb Maks. 12
5 Pengawet
- Nitrat, atau Mg/kg Maks. 500
Mg/kg Maks. 50
- Nitrit, atau
Mg/kg Maks. 12
- Gabungan nitrat
dan nitrit
6 Kadar karbohidrat %bb Maks. 5
7 Cemaran logam
- Tembaga (Cu) Mg/kg Maks.20
Mg/kg Maks.2
- Timbale (Pb)
Mg/kg Maks.0,03
- Raksa (Hg) Mg/kg Maks.40
Mg/kg Maks.250
- Zinc (Zn)
- Timah (Sn)
8 Cemaran Arsen Mg/kg Maks. 1
9 Cemaran mikroba
- Bakteri aerob Koloni/g Maks. 102
termofilik
pembentuk spora AMP/g <3
Koloni/g 0
- Bakteri coliform
- Clostridium
perfringens
Sumber: BSN, 1995.

2.3 HACCP pada Industri Pangan


Konsep HACCP menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) terdiri dari 12
langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan
dan penerapan sistem HACCP menurut CAC adalah sebagi berikut:
Gambar 1. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP menurut CAC

Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi CAC tersebut dan menuangkannya dalam
acuan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik-Titik Kritis
(HACCP) serta pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004/1999. Sistem yang
penerapannya masih bersifat sukarela ini telah digunakan pula oleh Departemen Pertanian RI
dalam menyusun Pedoman Umun Penyusunan Rencana Kerja Jaminan Mutu Berdasarkan
HACCP atau Pedoman Mutu Nomor 5.
III. Pembahasan
1. Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah
membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat
dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-
individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki
keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/
engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam
mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan,
saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari luar.
Tim terbentuk dari 5 orang yang memiliki pengetahuan tentang produk dan proses
pembuatanya serta pengetahuan 7 prinsip HACCP.Tim terbentuk dari :
Jabatan Tanggung Jawab
General Manager Memberikan kewenangan akan design,Dan
implementasi sistem kontrol kepada Ketua
tim HACCP
Ketua Tim HACCP memastikan syarat-syarat
implementasi HACCP terpelihara dan
terimplementasi dengan baik

Manager Produksi Menjamin semua karyawan di


dapertemennya memehami system
keamanan pangan dan produksi berlangsung
dengan baik

Manager Penerimaan Menjamin semua karyawan did


apertemennya memehami system keamanan
pangan dan penerimaan dan penyimpanan
barang berlangsung denga nbaik

Manager Pengemasan Menjamin semua karyawan di


dapertemennya memehami system
keamanan pangan dan menjamin
pengemasan berlangsung dengan baik

2. Deskripsi Produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari
produk pangan yang akan disusun rencana HACCP yang sudah dibuat. Deskripsi produk yang
dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi,
formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang
berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlukan Tim HACCP untuk melakukan
evaluasi secara luas dan komprehensif.
Deskripsi produk pada produk buah kaleng adalah
1. Komposisi
Daging sapi, garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak, gula,
dan rempah-rempah(bawang merah, bawang putih, merica dan lada)
2. Pengemasan
dilakukan dengan cara pengalengan.
3. Kondisi penyimpanan
Diletakan pada suhu kamar.
4. Daya tahan
Apabila diletakan pada suhu yang sesuai produk mampu bertahan hingga 1,5
tahun.
5. Persyaratan standar
Standar produk sesuai dengan SNI 01-3775-1995.
Jenis Uji Persyaratan
1. Aroma Normal, sesuai label
2. Rasa Normal, sesuai label
3. Tekstur Normal
Air (%, b/b) Maks. 60
Protein (%, b/b) Min. 12
Lemak (%, b/b) Maks. 20
Karbohidrat (%, b/b) Maks. 25
Kalsium (mg/100g) Maks. 30
6. Metode pendistribusian
Pendistribusian dilakukan secara langsung ke agen-agen penjualan.
Astawan, M. 2007. Sehat Dengan Makanan Berkhasiat. Buku Kompas. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. Syarat Mutu Corned Beef dalam Kaleng SNI 01-3775-
1995.
Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press
Yogyakarta

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 113
Hlm.

Anda mungkin juga menyukai