Anda di halaman 1dari 9

Etnografi

Kebudayaan Suku Biak

Disusun Oleh:

Kelompok 2
Oktafianti andini nurafifah : 20180511064015
Ajeng maulidia putrid lestari : 20180511064073
Sarhana rassya aulyah sahihd : 20180511064054
Wahyu dwi astute : 20180511064024
Nurul amalia rahmat puteri : 20180511064050
Indri tahania apsai : 201805110640
Desyana Susana momao : 201805110640
Dimas anas ayafrudin : 201805110640
Evanjeli beroperai : 201605110640
Magdalena sance dawes : 201505110640
Irpa dimara : 201805110640

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Cenderawasih
Jayapura-Papua
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan berbudaya, tentunya Indonesia sebagai Negara kepulauan yang begitu luas,

dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 didunia, yang dibatasi oleh lautan, memiliki keragaman

kebudayaan yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini tentu tak mesti menjadi sebuah perbedaan yang

akhirnya menjadi konflik diantara sesama bangsa Indonesia. Justru hal tersebut harus dianggap khazanah

kekayaan kebudayaan di Indonesia yang akan menjadi pemersatu bangsa, seperti halnya semboyan

Negara kita, “ Bhineka Tunggal Ika “ yang berarti berbeda-beda namun tetap satu jua, Salah satu daerah

di Indonesia yang memilki kebudayaan yang cukup terkenal serta memiliki kebudayaan yang sangat kaya

serta masih memiliki keasliannya di tengah aliran globalisasi adalah salah satunya di daerah irian. Seperti

yang kita tahu bagaimana Begitu kayanya daerah irian ini. Ditambah lagi dengan kekayaan kebudayaan

begitu beragam serta jauh berbeda dengan kebudayaan yang ada didaerah Indonesia lainya, bagaimana

mereka masih berpegang teguh terhadap ajaran nenek moyang mereka serta masih tertutup dari budaya

luar.

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui letak geografis serta demografis dari kebudayaan biak.

2. Mengetahui perlengkapan serta peralatan yang digunakan oleh kebudayaan biak untuk biasa
bertahan hidup.

3. Mengetahui sistem mata pencahariannya.

4. Mengetahui sistem kekerabatan dan organisasi sosial yang ada di kebudayaan tersebut.

5. Mengetahui bahasa daerah yang sehari-hari digunakan.

6. Mengetahui sistem kepercayaan yang di anut oleh masyarakat yang ada di biak.

C. Rumusan Masalah

1. Apa dan Bagaimana Sistem Religi Masyarakat Biak?


2. Apa dan Bagaimana Sistem Kemasyarakatan/Sosial Masyarakat Biak ?

3. Bagaimana sistem pengetahuan masyarakat biak?

4. Bagaimana bahasa/alat komunikasi masyarakat biak?

5. Apa dan Bagaimana kesenian masyarakat Biak?

6. Apa dan Bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat biak?

7. Bagaimana sistem peralatan dan tekhnologi masyarakat papua?

D. Sistematika Penulisan

Dalam rangka mempermudah memahami penulisan laporan ini, maka penulis menyusun
sistematika sebagai berikut :
BAB II
PEMBAHASAN

1. Iklim dan Geografi

Letak geografis Kabupaten Biak Numfor berada di sebelah utara daratan Papua, tepatnya
pada titik 0’55” – 1’27” Lintang Selatan dan 134’47” – 136′ Bujur Timur dengan luas wilayah
daratan sebesar 2.602 km2. Kabupaten ini memiliki dua pulau besar, yaitu Pulau Biak dan Pulau
Numfor serta sekitar 42 pulau-pulau kecil.
Sebelah Utara, Kabupaten Biak Numfor berbatasan dengan Kabupaten Supiori dan Samudera
Pasifik. Sebelah Selatan adalah Selat Yapen, sementara sebelah Timur berbatasan dengan
Samudera Pasifik dan sebelah Barat adalah Kabupaten Manokwari.
Kabupaten Biak Numfor terdiri dari 19 distrik. Lima distrik diantaranya ada di Pulau Numfor
yaitu Numfor Barat, Numfor Timur, Orkeri, Poiru dan Bruyadori, 12 distrik lainnya di Pulau Biak
yaitu Distrik Oridek, Biak Timur, Biak Kota, Samofa, Yendidori, Biak Utara, Yawosi, Andey,
Bondifuar, Warsa, Biak Barat, dan Swandiwe. Adapun 2 distrik lainnya berada di kepulauan yaitu
Distrik Padaido dan Aimando.
Dari hasil pencatatan Stasiun Meteorologi Kelas I Frans Kaisiepo Biak, suhu udara rata-rata di
wilayah Kabupaten Biak Numfor selama tahun 2017 adalah 27,0 derajat Celsius. Suhu minimum
rata-rata pada tahun 2017 adalah 22,7 derajat Celsius, sedangkan suhu maksimum rata-rata
adalah 32,0 derajat Celsius. Sementara itu rata-rata kelembaban udara pada tahun 2017 adalah
86,9%.
Dari data tahun 2017 tercatat rata-rata curah hujan adalah 291,6 mm, dengan curah hujan terbesar
terjadi pada Bulan Desember (479,1 mm) dan terendah pada Bulan Juli (153,0 mm). Adapun rata-
rata jumlah hari hujan dalam satu bulan adalah 22,8 hari hujan.
Total penyinaran matahari setiap bulan pada tahun 2017 adalah 122,9 jam. Pada tahun 2017
penyinaran terlama terjadi pada Bulan September yaitu selama 146,7 jam. Penyinaran terpendek
terjadi pada Bulan Juli yaitu selama 80,2 jam. Dari data diperoleh, rata-rata kecepatan angin tiap
bulan di tahun 2017 adalah 3 knots. Sedangkan untuk tekanan udara rata-rata tahun 2017 lebih
tinggi dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2016 sebesar 1008,4 mba dan pada tahun 2017
sebesar 1008,5 mba.
2. Bahasa Daerah
Adapun bahasa yang digunakan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat yang tersebar di
19 (sembilan belas) wilayah kecamatan/distrik di Kabupaten Biak Numfor adalah Bahasa
Indonesia. Bahasa Biak digunakan penduduk asli di 19 (sembilan belas) kecamatan/distrik yang
sama, hanya dibedakan oleh dialek bahasa. Masyarakat Biak Numfor mempunyai potensi yang
besar dalam sosial budaya seperti seni suara, seni ukir, adat-istiadat dan objek wisata yang dapati
kembangkan sebaga daya tardaya tarik wisata bagi wisatawan domestik dan mancanegara.
3. Rummah Adat
a. Rum som
Rum Som merupakan rumah kehuarga luas yang didiami ayah dan ibu senior dengan
anak laki-laki mereka yang sudah kawin. Disebut Rumsom sebab atapnya yang
berbentuk kulit penyu, bagian depannya yang menjulur keluar memberi kesan
“mengambang” karena tidak ditopang oleh tiang penyangga.
b. Rum Sram
Rum Sram adalah rumah pemuda. Rumah ini dibangun untuk menampung anak-anak
lelaki yang sudah saatnya tidak boleh tidur bersama orang tuanya di dalam bilik keluarga
di Rum Som (rumah keluarga).
4. Perahu tradisonal baik
Terdapat 2 (dua) jenis perahu besar yang cukup terkenal di Biak Numfor yaitu “Manjur”
(perahu dagang) dan “Wai roon” (perahu perang). Dengan perahu Mansusu orang Biak
mengadakan penjelajahan jauh sampai ke Tidore dan Ternate serta Negara-negara asing lainnya.
Dengan perahu Wai roon orang Biak mengadakan perang suku dengan suku-suku lain dan
menangkap budak-budak.
5. Kesianan
a. Seni Musik Daerah
Musik tradisional Biak Numfor disebut Wor yaitu puisi Biak yang dinyanyikan dengan
tangga nada pentatonik 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 5 (sol) dan 6 (la). Wor Biak tidak mengenal 4 (fa)
dan 7 (si). Struktur puisi Wor terdiri dari 2 bait yang disebut Kadwor (puncak) dan Fuar
(pangkal).
Tercatat sekitar 18 jenis lagu Wor Biak antara lain Kankarem, Moringkin, Kansyaru, Wonggei,
Disner, Nambojaren, Erisam, Dow Arbur, Dow Mamun, Armis, Aurak, Dow Beyor Warn, Dow
Bemun Warn, Kawop, Urere, Randan dan Beyuser.
Nyanian Wor biasanya diiringi alat music” Sireb” atau Sandip yakni alat musik Tifa.
b. Seni Ukir Daerah
Seni ukir daerah yang dengan gaya Karwamya, selama ini hanya menjadi penghuni museum luar
negeri. Dengan munculnya seni ukir Asmat yang terkenal di dunia internasional, mendorong
pengukir muda berbakat asal Biak kembali mengabdikan karya seni nenek moyang dalam
seluruh aspek kehidupan masyarakat adat Biak Numfor.
c. Seni Kerajinan Rakyat
Beberapa seni kerajinan rakyat Biak yang menonjol antara lain :
- Kerajinan kerang hias;
- Kerajinan anyam-anyaman;
- Pengrajinan lainnya.

6. Seni Tari Daerah


Di Kabupaten Biak Numfor, terdapat aneka tari daerah yang menarik dan memikat. Tari-
tarian tersebut berupa Tari Kankarem (Tari Pembukaan), Tari Mamun (Tari Perang), Tari
Akyaker (Tari Perkawinan) dan lain-lain yang diiringi dengan lagu-lagu wor Biak.
Disamping tari tradisional diatas, terdapat pula dua jenis tarian Biak versi baru yakni Tari Pancar
dan Tari Mapia. Tari Pancar yang saat ini popular dengan nama Yospan (Yosimpancar)
diciptakan sekitar awal tahun 1960-an oleh seniman Biak. Tarian ini tidak dikenal disaat
terjadinya konfrotasi antara Belanda dan Indonesia soal Irian Barat ( Papua).
Tarian ini diiringi oleh lagu-lagu pancar diantonis yang menggunakan alat musik Gitar,
Stringbass, dan Ukulele. Tari Mapia merupakan tari kreasi baru yang berasal dari pulau-pulau
Mapia. Tarian ini diciptakan sekitar tahun 1920-an dan diperkenalkan ke Biak oleh orang-orang
Kinmon, Saruf, dan Bariasba.

7. Upacara Tradisional Biak


Upacara tradisional Biak atau pesta adat Biak disebut Wor atau Munara, yang
dilaksanakan untuk melindungi seorang individu yang beralih peran dari satu peran sosial
sebelumnya ke peran sosial berikutnya.

Orang-orang tua Biak mengatakan “Nggo Wor Baindo Na Nggo Mar” (tanpa upacara/pesta adat
kami akan mati). Dengan demikian, maka dalam segala aspek kehidupan sosial suku Biak selalu
diwarnai dengan upacara adat.

Jenis upacara adat Biak yang dapat diurutkan sebagai berikut :


- Munara Kafko Ibui, Kinsasor (Menembak dengan anak panah dan busur);
- Munara Sababu (upacara membawa turun);
- Munara Famamar (upacara mengenakan cawat (marj), dan sraikir kneram (melubangi telinga);
- Munara Panani Sampar (mengenakan manset yang dibuat dari kulit kerang);
- Munara Kapapknik (upacara cukur rambut);
- Munara Sraikir Snonikor (upacara melubangi sekat hidung);
- Munara Pananai Mansorandak (mencuci muka, dengan didahului dengan busur yang dibentang);
- Munara Kabor-Insos (wor kapakpok);
- Karindanauw (upacara pertunangan);
- Munara Yakyaker Farbakbuk ( upacara perkawinan);
- Worak atau Wor Mamun (upacara perang);
- Kafkofer Afer atau Afer (melemparkan kapur = mengikat perdamaian);
- Wor saso atau Myow Rum Babo (tarian pencobaan untuk rumah baru);
- Kankanes Ayob atau Munabai (ratapan untuk mati);
- Farbabei (menyematkan atau menggantungkan tanda mata);
- Panamnomes Romawi (penghancuran warisan);
- S’panggung Bemarya (orang membungkus mayat);
- S’erak I (pemakaman di tepi karang);
- Wor Ras Rus (menggali tulang orang mati untuk dikuburkan kembali);
- Worwarek Marandan (melindungi sanak saudara yang sedang dalam perjalanan dengan
nyanyian).;
- Wor FAN NANGGI (upacara memberi makan kepada langit);
- Wor Fayakyik Robena (menunjukkan seorang anak muda kepada barang barang milik);
- Wor Manibob (pada kesempatan menerima seorang teman dagang);
- Wor fafyafer Membesorandak (upacara cara untuk seorang pemuda yang untuk pertama kali
tiba di suatu tempat);
- Worm Mon (upaca yang dipakai untuk dukun atau saman);
- Wor Koreri;
- Kinsasor (meramal divination);
- Wor Sabsibert.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
unsur mistis.Dari berbagai unsur-unsur kebudayaan, antara lain dalam sistem ekonomi, Menanggapi
semua hal yang sudah di bahas pada bab-bab sebelumnya, saya menyimpulkan bahwa suku bangsa Biak-
Numfor, Irian Jaya mengalami prosesakulturasi pengaruh dari kebudayaan luar yang masuk ke wilayah
Biak-Numfor,makamuncul kebudayan-kebudayaan baru akibat hasil akulturasi tersebut.
Berdasarkan penelitian saya terhadap beberapa data dan fakta mengenai suku Biak di Irian
Jaya,kebudayaan Suku tersebut masih menyimpan benda-benda yang mengandung sistem organisasi
sosial,sistem religi, dan kesenian. Perubahan di sistem ekonomiinilah, masyarakat suku Biak-Numfor
mengalami perubahan yang cukup signifikan.Karena di masa lampau mata pencaharian yang sangat
penting dalam kehidupan orangBiak adalah perdagangan. Barang-barang perdagangan utama pada waktu
itu adalahhasil laut, piring, budak dan alat-alat kerja yang dibuat dari besi seperti parang dan 33 tombak
dan mereka pun menggunakan sistem perdagangan yang berupa barter (tukar menukar barang).
Kemudian masyarakat Biak tersebut mengalamiperubahan dalam sistem perdagangan seiring
perkembangan jaman.Namun ciri khas orang
Biak khusunya daerah pedesaan serta pesisir pantai,maka mata pencaharian untuk bertahan hidup ialah
dengan berladang dan menangkapikan karena sulitnya mencari pekerjaan di sekitar wilayah mereka.

B. Saran
a. kita sebagai mahasiswa Harus mejaga kelestarian budaya, agar bisa diwariskan kepada
generasi selanjutnya.
b. Tidak terpengaruh terhadap budaya asing.
c. Tetaplah menjaga budaya daearah, agar tidak di akui oleh Negara asing.
Daftar pustaka
1. http://www.scribd.com/doc/29476927/Tugas-Final-Edit#scribd

2. http://www.wikipedia.com

3. http://www.google.com

Anda mungkin juga menyukai