Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1.CT-Scan

Computed Tomography (CT Scan) merupakan teknologi dalam bidang


kesehatan berupa kombinasi antara kerja sinar X dan komputer yang dapat
menampilkan bagian dalam tubuh manusia, berupa organ dan jaringan, yang hasilnya
berpua gambar untuk membantu para tenaga kesehatan dalam menentukan diagnosa
dan tindakan kesehatan yang akan dilakukan. Tenaga kesehatan seperti dokter,
membutuhkan tindakan CT scan untuk mendiagnosa penyakit yang berhubungan
dengan masalah tulang, sendi dan otot. Selain itu juga untuk mendeteksi adanya
kanker, penyakit jantung, penyakit paru, liver dan organ tubuh vital lainnya. CT scan
juga dapat mendeteksi adanya luka dan perdarahan internal dalam tubuh manusia
yang tidak dapat dilihat langsung oleh mata. Dengan adanya interpretasi langsung
tentang kondisi di dalam tubuh manuasia, maka diagnosa dan tindakan kesehatan
yang akan dilakukan dapat sesuai dengan kebutuhan dan membantu dalam proses
penyembuhan.
CT scan berkembang menjadi sebuah metode pencitraan medis yang sangat
diperlukan dalam pemeriksaan radiodiagnostik sehari-hari. Inovasi dalam
perkembangan teknologi CT scan berkembang bersamaan dengan perkembangan
teknologi komputer. Semakin majunya teknologi komputer yang ada akan semakin
mendorong kemajuan dalam teknologi CT scan yang digunakan. Fokus dari
pengembangan teknologi CT scan sendiri adalah lebih mengutamakan pada
peningkatan kecepatan pencitraan dengan adanya multi detektor, peningkatan resolusi
gambar dan pengurangan dosis radiasi yang diterima oleh pasien.
Teknik pencitraan CT scan tidak bersifat invasif, namun dapat menampilkan
gambar bagian dalam tubuh manusia tanpa terpengaruh oleh posisi dan struktur
anatomi setiap organ yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena pada teknik
pencitraan CT scan di dapat dari seluruh objek yang diproyeksikan pada bidang datar
dua dimensi dengan penerapan algoritma rekonstruksi gambar dan diolah dengan
bantuan komputer sehingga dapat diperoleh gambaran 2 dimensi tanpa kehilangan
informasi 3 dimensinya.
Sebuah sistem CT scan terdiri dari 4 komponen yaitu unit pemindai atau
gantry yang di dalamnya terdapat tabung sinar X dan rangkaian detektor, meja
pemeriksaan pasien, unit komputer pengolah data, dan konsul pengendali. Peran CT
scan dalam diagnostik dan pencitraan medik sudah diterapkan pada bidang
spesialisasi syaraf , jantung dan pembuluh darah, kanker dan onkologi, serta
kegawatdaruratan (Muzammil, 2015).

2.2.Jenis Kontras Media

Kontras media untuk CT scan adalah zat yang berfungsi untuk membuat
penampakan kontras yang diinginkan pada suatu image antar organ, pembuluh atau
saluran yang diisinya, dan jaringan pada tubuh agar dapat memperlihatkan struktur
anatomi dan fisiologi organ yang dimaksud. Cara pemasukan zat kontras di dalam
tubuh dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya melalui gastrointestinal tract
(oral atau rectal), peredaran darah (Intravenous), cerebrospinal fluid (intratechal),
atau langsung kedalam ductus dan tractus (limfa dan ductus lacrimal) (Romadhani,
2011).

Tabel 1. Bentuk Sediaan dan Rute Pemberian Radiofarmaka (Kontras Media)

Rute pemberian Bentuk Sediaan

Oral Kapsul dan Larutan

Injeksi intravena Larutan, dispersi koloid, suspensi

Injeksi intratekal Larutan

Inhalasi Gas dan Aerosol

Instilasi melalui

Tetes mata

Kateter uretra Larutan steril

Kateter intraperitoneal

Shunt

Sumber: Badan POM Indonesia


Kontras media untuk CT scan dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat fisika
radiasinya menjadi zat kontras negatif dan zat kontras positif. Zat kontras negatif
berbahan gas karena nomer dan berat atomnya rendah sehingga ia menyerap radiasi
lebih sedikit dibandingkan jaringan tubuh disekitarnya. Contoh zat kontras negatif
yaitu air, karbon dioksida, dan gas didalam tubuh (inert gasses). Zat kontras positif
adalah bahan yang menyerap X-rays lebih besar dari jaringan tubuh karena nomer dan
berat atomnya lebih tinggi. Contoh zat kontras positif seperti barium sulfat, kontras
iodine dan zat kontras untuk MRI atau USG (BPOM, 2017).
Pemberian kontras media dapat menyebabkan efek samping terhadap tubuh
setelah pemberian. Efek samping yang dihasilkan dapat bersifat segera dan delayed.
Efek samping segera, (0-1 jam setelah pemberian kontras media), dikelompokkan
menjadi efek samping ringan seperti mual, mata berair, tenggorokan terasa kering,
gatal-gatal, bersin. Efek samping sedang seperti napas cepat dan pendek, jantung
berdebar cepat, batuk. Efek berat seperti bronchospasme, cardiac arrest, hilang
kesadaran. Ada pula efek samping segera yang fatal seperti kematian. Pengelompokan
efek samping yang kedua adalah efek samping delayed, (6-24 jam setelah pemberian
kontras media), seperti produksi urin yang sedikit, kreatinin darah naik dan
irreversible, gagal ginjal akut dan kematian (Muzammil, 2015).

2.3.Kontras Iodine dan Efek Sampingnya

Bahan kontras iodium merupakan salah satu kontras media yang banyak
digunakan dalam praktek radiodiagnostik. Hal ini dikarenakan kontras iodine bisa
terikat pada senyawa organik (non-ionik) dan/atau senyawa ionik. Bahan-bahan ionik
dibuat pertama kali dan masih banyak digunakan, tergantung pada pemeriksaan yang
dimaksudkan. Media kontras yang berbasis iodium dapat larut dalam air dan tidak
berbahaya bagi tubuh. Bahan-bahan kontras ini banyak dijual sebagai larutan cair
jernih yang tidak berwarna. Konsentrasinya biasanya dinyatakan dalam mg I/ml.
Bahan kontras teriodinasi modern bisa digunakan hampir di semua bagian tubuh.
Kebanyakan diantaranya digunakan secara intravenous, tapi untuk berbagai tujuan
juga bisa digunakan secara intraarterial, intrathecal (tulang belakang) dan
intraabdominal – hampir pada seluruh rongga tubuh atau ruang yang potensial
(Brown, et al., 2010).
Sebelum tahun 1950, semua media kontras iodium bersifat ionik, dimana
dalam susunan kimianya terdapat ikatan ion. Pada pertengahan tahun 1950, kontras
iodine dikombinasikan dengan dengan bahan dasar molekul benzoat yang setiap
molekulnya dapat mengkat 3 atom iodium. Pada aplikasi kontras iodine, terdapat
bahan kontras ionik seperti Natrium, Methylglucamine, dan Ethanolamine yang
digunakan. Untuk mendapatkan sifat media kontras yang dikehendaki, biasanya
dilakukan penggabungan antara beberapa jenis kation dalam satu jenis media kontras
yang terdiri dari media kontras ionik monomer dan media kontras ionik dimer
(Ruhimat, Kuntara, & Togatorop, 2017).
Bahan Kontras iodium yang modern merupakan obat-obat yang aman, reaksi-
reaksi berbahaya bisa terjadi tetapi tidak umum. Efek samping utama dari
radiokontras iodium adalah reaksi anafilaktif dan nefropati. Reaksi-reaksi anafilaktif
jarang terjadi, namun bisa saja terjadi sebagai respon terhadap bahan kontras yang
disuntikkan atau yang diberikan lewat mulut dan rektal. Gejalanya mirip dengan
reaksi-reaksi anafilaksis, tapi tidak diakibatkan oleh respon kekebalan yang
diperantarai IgE. Pengobatan dini dengan kortikosteroid dapat mengurangi kejadian
reaksi-reaksi yang disebabkan oleh reaksi anafilatik karena media kontras (Rohiman,
Buchari, Amran, & Juliastuti, 2014)
Nefropati oleh media kontras iodine dapat ditimbulkan baik oleh peningkatan
kreatinin darah yang lebih besar dari 25% atau peningkatan mutlak kreatinin darah
yang mencapai 0,5 mg/dL. Ada tiga faktor yang terkait dengan meningkatnya risiko
nefropati yang dipengaruhi oleh medium kontras, yaitu: gangguan ginjal sebelumnya
(seperti penurunan kadar kreatinin < 60 mL/menit (1.00 mL/detik), diabetes yang
telah ada sebelumnya, dan volume intravascular yang berkurang. Osmolalitas bahan
kontras diyakini sangat berperan dalam nefropati. Idealnya, bahan kontras harus
isoosmolar terhadap darah. Sebenarnya atom iodium yang terikat kuat dalam senyawa
bahan kontras tidak memberikan pengaruh yang besar. Ia hanya sensitif terhadap ion
iodida bebas yang sedikit banyak terdapat dalam bahan kontras.
Kontras media yang saat ini digunakan adalah senyawa berbasis iodium,
namun senyawa iodium ini memiliki kelemahan diantaranya sifatnya yang sangat
cepat dalam metabolisme tubuh, sehingga setelah penyuntikan senyawa iodium,
pasien harus segera mungkin melakukan pemeriksaan CT-Scan, karena apabila
terlambat maka diperlukan proses penyuntikan kembali. Selain itu dosis iodium yang
di suntikan cukup besar yaitu sekitar 300 mg iodium / Kg berat badan, sehingga akan
mengakibatkan kondisi yang kurang nyaman dalam tubuh pasien setelah penyuntikan
iodium.

2.4.Gold Nanoparticles (AuNPs)

Gold nanoparticles (AuNPs) telah diteliti secara intensif sejak 15 tahun yang
lalu sebagai kontras media dalam aplikasi radiodiagnostik. AuNPs mempunyai
kelebihan dibandingkan logam emas dalam bentuk aslinya. Sifat yang menonjol
tersebut adalah sifat optik dan elektronik (optoelektronik) dengan toksisitas yang
rendah. Sifat lainnya yang menonjol adalah kemampuan dalam memberikan akses
langsung pada sensor, dapat berubah sifat konduktivitasnya, sebagai Surface
Plasmon Resonance (SPR), dan karakteristik redoksnya ketika berikatan dengan
material lain (Sun, Gao, Lei, Zou, Ma, & Huang, 2016).
AuNPs memberikan rentang warna merah dari merah, coklat, hingga ungu
seiring dengan peningkatan ukuran inti dari 1 nm sampai 100 nm sebagai kontras
media. AuNPs memiliki sifat kontras 3 kali lebih kuat dibandingkan senyawa
berbasis iodium sehingga hasil gambar yang dikeluarkan dapat lebih jelas dan
bagus. Pendistribusian AuNPs sebagai kontras media pra CT Scan kedalam tubuh
manusia dapat dilakukan menggunakan stabilizer PAMAM dendrimer (Zhang,
Chen, Wang, Cheng, & Chen, 2015).

2.5.Pembuatan AuNPs

Salah satu cara pembuatan Gold nanoparticles (AuNPs) adalah dengan


melalui proses desorpsi-reduktif [AuCl4-] yang teradsorpsi pada magnetit Mg/Al-NO3
hidrotalsit dengan asam glutamat. Secara umum, AuNPs diperoleh melalui sintesis in-
situ yaitu mereduksi HAuCl4 dengan asam sitrat atau asam amino seperti asam
glutamat sebagai zat pengkaping dan agen penstabil. Syarat zat pengkaping dan
penstabil adalah memiliki gugus karboksil dan gugus amina.
Metode absorpsi emas dapat dilakukan dengan memungut ulang emas dari
sumber sekunder menggunakan hidrotalsit dan kombinasi magnetit. Penggunaan
tunggal hidrotalsit sebagai absorben emas dapat membuat emas yang teradsorpsi
menjadi sulit untuk dipisahkan dari larutan karena ukuran molekulnya yang sangat
kecil. Pada beberapa cara pembuatan, adakalanya suatu molekul dapa bertindak
sebagai zat pengkaping-penstabil dan zat adsorben, salah satu zat tersebut adalah M-
Mg/Al-HT dan CM-MG/Al-HT yang disintesis dengan metode kopresipitasi yang
selanjutnya akan mengadsorpsi [AuCl4-] dari larutan emas murni dan larutan emas
hasil leaching PCB. Emas yang terserap dilepaskan dari adsorben dengan asam
glutamat yang bertindak sebagai agen pendesorpsi sekaligus pereduksi dan
pengkaping sehingga dihasilkan emas dalam bentuk AuNPs (Hidayati, Suyanta, &
Santosa, 2018).
Daftar Pustaka

BPOM. (2017). Bab 18-Radiofarmaka. Retrieved Januari 26, 2019, from Pusat Informasi Obat
Nasional BPOM: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-18-radiofarmaka

Brown, J. R., Robb, J. F., Block, C. A., Schoolwealth, A. C., Kaplan, A. V., O'Connor, G. T., et al. (2010).
Does Safe Dosing of Iodinate Contrast Prevent Contrast-Induced Acute Kidney Injury? HHS
Public Access , 346-350.

Hidayati, E. N., Suyanta, & Santosa, S. J. (2018). Pembuatan Nanopartikel Emas Melalui Proses
Desorpsi-Reduktif Asam Glutamat. Berkala MIPA , 32-41.

Muzammil, A. (2015). MSCT: Prinsip Dasar, Tips dan Trik Teknik Pemeriksaan MSCT 64 Slice.
Surabaya: Airlangga University Press.

Rohiman, A., Buchari, Amran, M. B., & Juliastuti, E. (2014). Sintesis, Karakterisasi, dan Aplikasi Gold
Nanoparticles (AuNPs) pada Penumbuhan Silicon Nanowires (SiNWs). Research and
Development on Nanotechnology in Indonesia , 74-82.

Romadhani, A. (2011). Iodine Contrast Media. Retrieved Januari 26, 2018, from slideshare:
https://www.slideshare.net/H_Agus_S/contrast-media-pada-pemeriksaan-msct-scan

Ruhimat, U., Kuntara, A., & Togatorop, M. R. (2017). Effect of Fasting on the Contrast Media-Induced
Nephropathy ( CIN ) Occurrence in CT Scan Examination after Intravenous Contrast Injection.
MKB , 55-60.

Sun, S., Gao, M., Lei, G., Zou, H., Ma, J., & Huang, C. (2016). Visually Monitoring The Etching Process
of Gold Nanoparticles by KI/I2 at Single-Nanoparticle Level Using Scattered-Light Dark-Field
Microscopic Imaging. Nano Research , 1125-1134.

Zhang, Z., Chen, Z., Wang, S., Cheng, F., & Chen, L. (2015). Iodine-Mediated Etching of Gold
Nanorods for Plasmonic ELISA Based on Colorimetric Detection of Alkaline Phosphatase. ACS
Applied Materials and Interfaces , 1-22.

Anda mungkin juga menyukai