Anda di halaman 1dari 15

HASIL PENGKAJIAN RUANGAN DAN INOVASI

PENGGUNAAN STIKER BERWARNA

UNTUK LINEN INFEKSIUS

Ditujukan untuk melengkapi salah satu tugas praktik pada mata ajar
Management in Nursing

Oleh :

Cheary Marcella Willem (01503180050)

Danduma Sampepadang (01503180063)

Natan Sigit Sayogya (01503180202)

Intan Sucitra Sima (01503180137)

Trisia Purwanty (01503180277)

Yoan Pietersz (01503180292)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

TANGERANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan penyertaan-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok yang berjudul “HASIL PENGKAJIAN
RUANGAN DAN INOVASI : PENGGUNAAN STIKER BERWARNA UNTUK LINEN
INFEKSIUS”. Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik guna
menyelesaikan praktek profesi ners dalam stase Manajemen Keperawatan.
Kelompok menyadari bahwa tanpa kerjasama kelompok, kritik, saran dan bimbingan
dari dosen serta preseptor kami tidak dapat menyelesaikan tugas kelompok ini. Oleh karena
itu, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
proses pengerjaan tugas ini, terkhusus kepada Head Nurse lantai 6 Rumah Sakit Umum
Siloam, Ibu Deni yang sudah membimbing dan memfasilitasi kami selama stase manajemen.
Kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa kesalahan dan kekurangan dalam
tugas ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritikan dan masukan dari pembaca guna
pengembangan penulisan ini kedepannya. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Karawaci, 14 Mei 2019

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manajemen linen yang baik merupakan salah satu upaya untuk menekan
terjadinya kejadian infeksi nasokomial di lingkungan rumah sakit. Selain itu
pengetahuan dan perilaku petugas kesehatan juga mempunyai peran yang sangat
penting dalam menangani hal tersebut. Pengelolaan linen diruangan bertujuan untuk
mencegah kontaminasi antara linen kotor atau linen infeksius kepada petugas, pasien
dan lingkngan. Pengelolaan linen ini meliputi pengumpulan, pemilahan,
pengangkutan linen kotor, pemilahan dan teknik pencucian sampai dengan
pengangkutan distribusi linen bersih. Pengelolaan linen kotor dan linen infeksius
secara terpisah untuk mengurangi resiko infeksi pada pasien, petugas dan lingkungan
dilakukan secara menyeluruh dan sistematis agar mencegah terjadinya kontaminasi
dan penyebaran penyakit infeksi lainnya.
Jenis linen di Rumah Sakit Umum Siloam Karawaci diklasifikasikan menjadi
linen bersih, linen steril, linen kotor infeksius. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan linen
diruangan yaitu setiap 3 hari sekali linen akan diganti dengan linen bersih pada setiap
pagi, setelah itu linen akan dimasukan ke tempat troli linen kotor di dirty utility (DU).
Namun ada sedikit perbedaan lainnya dalam pengelolaaan linen infeksius yaitu
apabila sebelum tiga hari linen yang digunakan pasien sudah kotor atau terkena cairan
pasien seperti BAK, BAB, muntah dan juga darah maka linen akan diganti pada saat
itu juga. Setelah itu akan dimasukan ke dalam plastik kuning dan diikat tertutup
sehingga linen yang infeksius tidak tergabung dengan linen kotor lainnya.
Dari fenomena yang kami lihat diruangan dan kami dapatkan dari Head nurse,
perawat-perawat serta HCA/PCA yang bertugas di Rumah Sakit Umum Siloam
Karawaci khususnya lantai 6B bahwa yang menjadi keresahan yaitu berhubungan
dengan masalah infentaris ruangan khusunya berhubungan dengan pemilahan linen
kotor dan linen infeksius di ruangan lantai 6B. Kelompok akhirnya melakukan studi
data awal mengenai proses pemilahan limbah linen di lantai 6B. Berdasarkan hasil
yang dapatkan dari observasi selama 1 minggu setiap dinas pagi di Rumah Sakit
Umum Siloam Karawaci khususnya lantai 6B, pengelolaan linen infeksius tidak
dijalankan sesuai dengan standar prosedur operasional rumah sakit. Dimana dari
100% terdapat 72% perawat yang tidak mengklasifikasikan linen infeksi dan linen

1
kotor sesuai tempat pembuangan serta tidak memberikan keterangan pada plastik
kuning tentang berapa banyak linen yang infeksius dalam satu kantong plastik kuning
tersebut. Sedangkan ada 28% perawat yang mengklasifikasikan linen infeksi dan linen
kotor sesuai tempat pembuangan serta memberikan keterangan pada plastik kuning
tentang berapa banyak linen yang infeksius dalam satu kantong plastik kuning
tersebut
Hal ini didasari atas beberapa alasan yang kami dapatkan dari setiap jawaban
perawat yaitu bahwasannya perawat mengetahui bahwa linen infeksius yang sudah
terkontaminasi dengan darah, muntah, BAK dan BAB harus dimasukan ke plastik
kuning, kemudian diberikan keterangan (cth, 1 linen, 1 selimut dan 1 sarung bantal).
Namun karena kesibukan dengan banyaknya tugas perawat lainnya sehingga perawat
hanya memasukan linen ke plastik kuning setelah itu tidak diberikan keterangan pada
plastik kuning tersebut. Menurut observasi bahwa perawat mengatakan terkadang
lupa, malas dan akan menyita waktu untuk menuliskan kembali berapa banyak linen
yang ada diplastik kuning tersebut.
Dari fenomena yang terjadi dan studi data awal yang mendukung maka
kelompok melakukan sebuah inovasi baru yaitu tentang “ Stiker Berwarna Untuk
Jenis Linen Infeksius”. Inovasi ini bertujuan agar mempermudah perawat dalam
mengelolah linen infeksius dan linen kotor agar dapat sesuai dengan prosedur rumah
sakit.

1.2 Tujuan penulisan


Tujuan umum
Tujuan penulisan ini ialah untuk menganalisa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan
tantangan di ruang perawatan dan memperkuat kekuatan yang ada di ruangan.
Tujuan khusus :
 Mencegah penyebaran infeksi yang berasal dari linen infeksius
 Menjaga inventaris barang (linen) agar lengkap dan memadai sesuai
kebutuhan pasien

2
1.3 Manfaat penulisan
a) Bagi penulis
Untuk menambah pengetahuan mengenai pencegahan infeksi dari linen
infeksius dan pengelolaan yang benar di ruang perawatan
b) Bagi rumah sakit
Untuk memberikan inovasi kepada rumah sakit mengenai penggunaan stiker
berwarna untuk linen infeksius yang dapat mempermudah penghitungan linen
dan inventaris ruangan
c) Bagi pasien
Untuk melindungi pasien dari penyebaran infeksi dari linen infeksius

3
BAB II

ANALISA SWOT RUANGAN

Analisis SWOT menurut Kotler (2009) diartikan sebagai evaluasi terhadapkeseluruhan


kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Sedangkan menurut Rangkuti (2013),
analisis SWOT diartikan sebagai analisa yang didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

1.1 Strength (Kekuatan)


Strength atau kekuatan yang disingkat dengan “S”, yaitu karakteristik
organisasi ataupun proyek yang memberikan kelebihan maupun keuntungan
dibandingkan aspek yang lainnya. Berdasarkan analisa kelompok di ruang rawat
lantai 6B, strength atau kekuatan yang dimiliki ruangan antara lain :
a) Pengelolaan limbah, termasuk pemisahan linen infeksius dan non infeksius.
Di ruang rawat lantai 6B, pengelolaan limbah dilakukan dengan terstruktur.
Sampah maupun linen infeksius memiliki tempat pembuangannya sendiri,
yaitu plastik kuning. Untuk linen sendiri, plastik kuning tersebut menjadi
penanda kepada petugas laundry untuk tidak membuka kembali plastik kuning
tersebut karena infeksius. Selain mencegah penyebaran infeksi, hal ini juga
melindungi tenaga kesehatan di rumah sakit agar tidak terkena infeksi.
b) Line infection control
Di ruang rawat lantai 6B, terdapat line infection control sebagai agen atau
petugas yang membantu petugas infection control untuk memantau agar tidak
tejadi penyebaran infeksi yang luas di rumah sakit.

1.2 Weakness (Kelemahan)


Weakness atau kelemahan yang disingkat “W”, yaitu karakteristik yang
berkaitan dengan kelemahan pada organisasi ataupun proyek dibandingkan dengan
aspek lainnya. Berdasarkan analisa kelompok di ruang rawat lantai 6B, weakness atau
kelemahan yang dimiliki ruangan antara lain :
a) Selama melakukan pengkajian dan analisa ruangan selama 2 minggu,
kelompok sering melihat linen yang terpapar cairan tubuh pasien (linen
infeksius) digabungkan bersama linen yang non infeksius di dalam satu troli.

4
Hal ini bisa menjadi sumber infeksi, baik kepada pasien maupun kepada
petugas kesehatan. Linen yang tidak infeksius akan di hitung oleh petugas
laundry dan di hitung secara manual. Jika linen infeksius digabung bersama
linen non infeksius, maka petugas laundry akan terpapar cairan tubuh pasien
yang terdapat di linen infeksius.
b) Selama melakukan pengkajian dan analisa ruangan selama 2 minggu,
kelompok juga sering melihat linen sudah dimasukkan ke dalam plastik
kuning namun tidak tercatat jumlahnya. Hal ini bisa merugikan inventaris
ruangan terkait kurangnya linen. Petugas laundry tidak akan membuka
kembali plastik kuning untuk menghitung jumlahnya sehingga jika tidak
tercatat, maka linen dalam plastik tersebut bisa saja tidak di hitung, atau hanya
sekadar diperkirakan jumlahnya.

1.3 Opportunities (Kesempatan)


Opportunity atau kesempatan yang disingkat dengan “O”, yaitu peluang yang
dapat dimanfaatkan bagi organisasi ataupun proyek untuk berkembang dan semakin
diperbaharui di kemudian hari. Berdasarkan analisa kelompok di ruang rawat lantai
6B, opportunity atau kesmepatan yang dimiliki ruangan antara lain :
a) Logistik ruangan yang memadai, dimana tersedia plastik kuning untuk linen
infeksius yang sudah terpapar cairan tubuh pasien. Selama melakukan
pengkajian ruangan, kelompok melihat bahwa selalu tersedia plastik kuning di
ruangan.
b) Terdapat satu ruangan khusus sebagai tempat penampungan sementara untuk
menampung plastik kuning yang berisi linen infeksius yaitu dirty utility (DU).
Setiap ruangan di Rumah Sakit Umum Siloam memiliki ruangan dirty utility
untuk menjadi tempat penampungan limbah sementara.
c) Terdapat pelatihan bagi setiap staff rumah sakit mengenai infection control,
termasuk di dalamnya pelatihan mengenai warna kantung plastik sampah
untuk tiap jenis limbah rumah sakit yang berbeda. Rumah Sakit Umum Siloam
memberi pembekalan kepada setiap staff untuk dapat mengetahui pengelolaan
dan pengendalian infeksi.
d) Terdapat IPSG keenam untuk pengendalian dan pencegahan infeksi, yang turut
serta membahas mengenai pengelolaan limbah yang baik dan benar.

5
1.4 Threats (Ancaman atau tantangan)
Threats atau ancaman/tantangan yang disingkat dengan “T”, yaitu ancaman
yang akan dihadapi oleh organisasi ataupun proyek yang dapat menghambat
perkembangan organisasi itu sendiri. Berdasarkan analisa kelompok di ruang rawat
lantai 6B, threats atau ancaman yang dimiliki ruangan antara lain :
a) Kesadaran perawat lantai 6B dalam tanggung jawab pemilahan linen infeksius
dan noninfeksius
b) Banyaknya tindakan keperawatan yang dilakukan perawat, membuat perawat
terkadang lupa melakukan pencatatan jumlah linen infeksius yang sudah
dimasukkan ke dalam plastik kuning.

6
BAB III
TINJAUAN TEORI
3.1 Manajemen linen
Dalam dunia kesehatan dan klinis, pengelolaan linen memiliki dua tujuan, yaitu
menjaga kebersihan dan kerapihan pasien guna meningkatkan kenyamana pasien
selama masa perawatan, serta menjaga linen itu sendiri kotor sehingga dapat
mencemari pasien dan lingkungan pasien. Hal ini menyebabkan diperlukan
manajemen pemisahan linen yang bersih dan kotor, atau dikenal dengan istilah
infeksius dan non infeksius. Menurut Mehtar (2010), ada berbagai jenis linen kotor,
antara lain :
 Used linen (linen yang sudah digunakan)
Merupakan linen yang sudah digunakan oleh pasien namun tidak tampak
kotor. Meskipun tidak terlihat kotor, namun linen sudah digunakan oleh
pasien.
 Infectious linen (linen infeksius)
Linen yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, serta sekresi atau
ekskresi dari pasien. Selain itu linen infeksius juga memiliki kontaminasi yang
mungkin tidak terlihat, misalnya oleh penggunaan linen dari pasien dengan
penyakit menular.

Manajemen linen kotor diruangan juga harus selalu diperhatikan. Linen kotor
dalam kapam pasien tidak boleh diguncang atau diacak untuk sebisa mungkin tidak
menyebarkan partikel patogen. Saat mengeluarkan linen dari tempat tidur, lipat linen
masuk ke arah tengah tempat tidur, dan pastikan ada keranjang atau tempat linen
kotor yang dibawa untuk memastikan penanganan minimum.

Petugas kesehatan harus memastikan bahwa linen infeksius tidak mengenai


pakaian mereka (Huslage, 2010). Linen yang kotor maupun basah, linen yang
infeksius dan terinfeksi harus dimasukkan kedalam palstik yang sekiranya tidak bocor
dand harus segera ditutup. Tidak boleh ada linen infeksius yang tertinggal diarea
bangsal dalam keadaan terbuka (Huslage, 2010).

7
3.2 Limbah/sampah infeksius
Menurut US Enviromental Protection Agency (2011), limbah medis merupakan
semua buangan bahan yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan, seperti
rumah sakit, klinik, bank darah, praktek dokter gigi, dan rumah sakit hewan/klinik,
serta fasilitas penelitian medis dan laboratorium.
Menurut Cheng et al (2009), limbah infeksius yaitu limbah yang diduga
mengandung mikroorganisme patogen dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup
untuk menyebabkan penyakit pada orang yang rentan. Limbah infeksius meliputi :
 Kultur dan stok agen infeksius dari berbagai aktifitas laboratorium
 Limbah hasil operasi atau otopsi dari pasien yang menderita penyakit menular
 Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari unit isolasi
 Alat atau materi lain yang kontak langsung dengan orang sakit

3.3 Penggunaan plastik kuning untuk limbah infeksius


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 27 (2017) tentang pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan, membahas
risiko limbah pada fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas kesehatan harus mampu
melakukan pengelolaan limbah dengan tujuan :
1) Melindungi psaien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitar
fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan cidera
2) Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas, limbah
infeksius, limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman.

Berdasarkan peraturan menteri ini juga, limbah infeksius yang merupakan limbah
yang terkontaminasi darah cairan tubuh dimasukkan ke dalam plastik kuning, agar
tidak mengkontaminasi yang tidak infeksius.

8
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kesenjangan teori dengan permasalahan


Manajemen linen dalam dunia kesehatan dan klinis, pengelolaan linen
memiliki tujuan yang ganda, yaitu menjaga kebersihan dan kerapihan pasien serta
menjaga linen itu sendiri kotor sehingga dapat mencemari pasien dan lingkungan
pasien. hal ini menyebabkan diperlukan manajemen pemisahan linen yang bersih dan
kotor, atau dikenal dengan istilah infeksius dan non infeksius.
Menurut Mehtar (2010), ada berbagai jenis linen kotor, antara lain : Used linen
(linen yang sudah digunakan) merupakan linen yang sudah digunakan oleh pasien
namun tidak tampak kotor. Infectious linen (linen infeksius) yaitu linen yang
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, serta sekresi atau ekskresi dari pasien.
Selain itu juga kontaminasi mungkin tidak terlihat, misalnya oleh penggunaan linen
dari pasien dengan penyakit menular. Hal ini sejalan dengan standar prosedur
operasional yang berlaku di Rumah Sakit Umum Siloam Karawaci dimana ada dua
jenis klasifikasi linen yaitu linen yang tampak kotor dan juga linen infeksius yang
sudah terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh (BAK, BAB ataupun muntah
pasien)
Penggunaan plastik kuning untuk limbah infeksius menurut peraturan Menteri
kesehatan Republik Indonesia nomor 27 (2017) tentang pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan, membahas risiko limbah pada
fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas kesehatan harus mampu melakukan
pengelolaan limbah dengan tujuan :
1) Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitar
fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan cedera
2) Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas, limbah
infeksius, limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman.
Berdasarkan peraturan menteri ini juga, limbah infeksius yang merupakan limbah
yang terkontaminasi darah cairan tubuh dimasukkan ke dalam plastik kuning, agar
tidak mengkontaminasi yang tidak infeksius.
Menurut jurnal dari Huslage (2010) bahwa manajemen linen kotor diruangan
juga harus selalu diperhatikan. Dimana linen kotor pasien tidak boleh diguncang atau
diacak untuk sebisa mungkin tidak menyebarkan partikel patogen. Saat mengeluarkan

9
linen dari tempat tidur, lipat linen masuk ke arah tengah tempat tidur, dan pastikan
ada keranjang atau tempat linen kotor yang dibawa untuk memastikan penanganan
minimum. Selain itu petugas kesehatan harus memastikan bahwa linen infeksius tidak
mengenai pakaian mereka. Linen yang kotor maupun basah, linen yang infeksius dan
terinfeksi harus dimasukkan kedalam plastik yang sekiranya tidak bocor dan harus
segera ditutup. Tidak boleh ada linen infeksius yang tertinggal diarea bangsal dalam
keadaan terbuka.
Hal ini sejalan dengan prosedur di rumah sakit dimana linen kotor infeksius
harus dimasukan pada plastik kuning dan segera diikat atau ditutup sehingga tidak
tercampur dengan linen lainnya. Namun fenomena yang terjadi dilapangan khususnya
di lantai 6B bahwa terdapat 72% perawat yang tidak mengklasifikasikan linen infeksi
dan linen kotor sesuai tempat pembuangan serta tidak memberikan keterangan pada
plastik kuning tentang berapa banyak linen yang infeksius dalam satu kantong plastik
kuning tersebut. Sedangkan ada 28% perawat yang mengklasifikasikan linen infeksi
dan linen kotor sesuai tempat pembuangan serta memberikan keterangan pada plastik
kuning tentang berapa banyak linen yang infeksius dalam satu kantong plastik kuning
tersebut.
Selain itu, akibat dari tidak diberikan keterangan pada setiap plastik kuning
HCA atau PCA tidak mengetahui secara detail berapa jumlah linen pada plastik
tersebut. Sehingga ketika linen kotor diantarkan ke loundry, petugas loundry yang
harus membuka kembali plastik kuning tersebut dan menghitung berapa jumlah linen
pada setiap plastik kuning tersebut. Dari fenomena ini maka hal ini menjadi suatu
kesenjangan dimana petugas loundry secara tidak langsung sudah terkontaminasi
dengan linen infeksius itu sendiri. Hal inilah yang tidak sesuai dengan teori dari jurnal
yang didapatkan tentang “Quantitative approach to defining High Touch Surface in
Hospitals” dari Huslade (2010).

10
4.2 Plan of action
Plan of action meliputi fungsi planning, organizing, staffing, actuating dan
controlling. Fungsi planning yaitu kelompok merencanakan suatu inovasi yang dapat
membantu memperbaiki kineja ruangana. Fungsi organizing yaitu kelompok
menjelaskan kepada perawat dan HCA tentang bagaimana cara penggunaan stiker
untuk linen infeksius dan apa kegunaannya. Selanjutnya fungsi staffing yaitu
kelompok memberdayakan seluruh perawat dan HCA/PCA untuk melakukan inovasi
ini.
Fungsi actuating yang dilakukan kelompok ialah memberi pengarahan dan
motivasi kepada perawat/HCA bahwa penggunaan stiker ini dapat membantu
mencegah penyebaran infeksi terutama dalam bidang linen. Selanjutnya fungsi
controlling yaitu kelompok melakukan kontrol dalam penggunaan stiker berwarna ini.
Penjelasan penggunaan dari stiker berwarna antara lain :
 Tersedia stiker sebagai berikut :

 Di setiap warna mewakili jenis cairan yang mengkontaminasi linen, dan


terdapat kolom untuk menuliskan jumlah. Warna merah untuk kontaminasi
darah, warna ungu untuk kemoterapi dan warna cokelat untuk feses/urin dan
muntah.
 Stiker akan di sediakan di dirty utility agar memudahkan perawat mengingat
untuk selalu menempel stiker.

Kelompok melakukan implementasi selama hari yaitu pada tanggal 21 Mei


2019 dan 22 Mei 2019. Selama implementasi, beberapa perawat dan HCA sudah
menggunakan stiker infeksius. Namun selama pelaksanaannya, terdapat beberapa
koreksi mengenai stiker ini yang akan kami perbaiki selanjutnya.

11
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi awal yang kelompok observasi sesuai dengan
fenomena yang terjadi di Rumah Sakit Umum Siloam Karawaci khususnya lantai 6B
didapatkan bahwa sebanyak 72% perawat yang tidak mengklasifikasikan linen infeksi
dan linen kotor sesuai tempat pembuangan serta tidak memberikan keterangan pada
plastik kuning tentang berapa banyak linen yang infeksius dalam satu kantong plastik
kuning tersebut. Sedangkan ada sebanyak 28% perawat yang mengklasifikasikan
linen infeksi dan linen kotor sesuai tempat pembuangan serta memberikan keterangan
pada plastik kuning tentang berapa banyak linen yang infeksius dalam satu kantong
plastik kuning tersebut.
Berdasarkan jurnal yang kami dapatkan bahwa inovasi “Pemberian Striker
Berwarna untuk jenis Linen Infeksi” dapat mepasien, perawat, HCA/PCA dan juga
petugas loundry. Hal ini juga dapat mempermudah pekerjaan perawat dalam hal
memberikan keterangan setiap plastik kuning yang berisi linen infeksius serta
pengelolaan limbah linen secara benar.

5.2 Saran
a) Bagi peneliti selanjutnya
Melalui penulisan ini diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk
menganalisa keefektifan penggunaan stiker berwarna untuk plastik linen
infeksius di rumah sakit lain.
b) Bagi rumah sakit
Melalui penulisan ini diharapkan rumah sakit dapat mencegah penyebaran
infeksi dari linen infeksius dengan menerapkan inovasi penggunaan stiker
warna untuk linen infeksius.

12
Referensi

Cheng, Y.W., et al. (2009). Medical Waste Production at Hospitals and Associated Factors.
Retrivied from http://ntur .lib.ntu.edu.tw/bitstream/246246/96748/1/16.pdf
Huslage K,. Rutala W. A., Sickbert-Bennett E., Weber D.J. (2010). A quantitative approach
to defining “high-touch” surfaces in hospitals. Infect Control Hosp Epidemiol.
Kotler, Philip., Kevin Lane Keller. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta:Indeks
Mehtar S. 2010. Understanding infection prevention and control. 1st edn. Cape Town: Juta &
Company Ltd, 2010, pp.294-8; 306-312.
Rangkuti, Freddy. (2013). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
US Department of Health and Human Service. (2011). Medical Waste. Retrivied from
http://www.epa.gov/wastes/nonhaz/industrial/medical/
Wulandari, Puri. (2012). Upaya Minimisasi Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai