Interpretasi data
2. Tabel DD
3. DX
4. Mengatap Pada VSD Kasus terdapat sianosis
5. Anatomi Klinis COR
6. Fisiologi COR
7. Hubungan PJB dengan penurunan kadar HB dan Feritin
8. Hubungan PJB dengan BB Turun
9. Interpretasi Antoprometri Menurut WHO dan Kurva Nellhouse
10. Kebutuhan Nutrisi pada PJB
11. Mengapa anak tidak langsung menangis
a. Pengertian
Pada TAB terjadi perubahan tempat keluarnya arteri besar, yakni aorta keluar dari
ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri
pulmonalis keluar dari ventrikel kiri, terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya,
aorta menerima darah vena sistemik dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan,
dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik serta darah dari vena pulmonalis dialirkan
ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan ke arteri pulmonalis dan paru. Dengan
demikian, maka kedua sirkulasi sistemik serta paru tersebut terpisah dan kehidupan
hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasi antara 2 sirkulasi ini.1,
b. Penyebab
Penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui.
Faktor-faktor prenatal(sebelum bayi lahir) berhubungan dengan arteri besar:
a. Rubella (campak jerman) atau infeksi virus lainya pada ibu hamil.
b. Nutrisi yang buruk selama kehamilan
c. Ibu yang alkoholik-usia ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita diabetes
Transposisi arteri besar terjadi pada 40 dari 100.000 bayi.kelainan ini
merupakan kelainan jantuk sianotik yang paling sering ditemukan pada
minggu pertama kehidupan seorang bayi.
c. Patofisiologi
PGA disebabkan oleh fungsi darah pulmonal. Dan sistemik perjalanan secara
bersamaan bukan secara seri.darah dari venapulmonalis yang kaya akan
oksigen kembali keatrium dan ventrikel kiri kembali kesirkulasi
pulmonal.sementara itu darah yang miskin akan oksigen juga akan kembali
keatrium ventrikel kanan.hal ini yang menyebabkan suplai darah kejaringan
berkurang dan overlaud ventrikel kiri.persentase darah yang kaya dan miskin
akan oksigen yang tidak seimbang dalam waktu yang lama akan berpengaruh
pada anatomi dan fungsional tubuh.
d. Manifestasi klinik
Pasien dengan kelainan ini biasanya dengan berat badan yang normal ataupun
yang lebih normal.bergantung baik atau tidak baiknya pencampuran
darah,bayi dapat tampak sianosis ringan dan berat.
Pada auskultasi akan terdegar jantung kedua tunggal oleh karena katup
vulmonal berbunyi dibelakang katup aorta.bising dapat tidak ada sama sekali
sampai bising pansistolik atau bising kontiyu melalui duktus arteriousus.
Gejalanya berupa :
a. Sianosis
b. Sesak nafas
c. Tidak mau makan atau menyusu
d. Jari tangan atau kaki clubbing(seperti tabu genderang).
Patofisiologi
Cacat pada septum interventrikular memungkinkan komunikasi antara sirkulasi
sistemik dan paru. Akibatnya, aliran bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah — yaitu, dari LV ke RV (shunt kiri-ke-kanan). Efek patofisiologis
dari VSD berasal dari efek hemodinamik sekunder dari pirau kiri-ke-kanan dan dari
perubahan pembuluh darah paru.
Patofisiologi VCD
Peningkatan aliran darah paru meningkatkan tekanan kapiler paru, yang dapat
meningkatkan cairan interstitial paru. Ketika kondisi ini parah, pasien dapat
mengalami edema paru. Oleh karena itu, tekanan PA dan tekanan vena pulmonal
meningkat dalam VSD. Peningkatan tekanan vena paru tidak terlihat dengan defek
septum atrium: tekanan LA rendah karena darah dapat dengan mudah keluar dari
ruang ini melalui komunikasi atrium.
Akhirnya, ketika darah didorong melalui VSD menjauh dari aorta, curah jantung
menurun, dan mekanisme kompensasi distimulasi untuk mempertahankan perfusi
organ yang adekuat. Mekanisme ini termasuk peningkatan sekresi katekolamin dan
retensi garam dan air melalui sistem renin-angiotensin.
Faktor anatomi adalah ukuran VSD. (Lokasi VSD tidak relevan dalam hal tingkat
shunt.) Pada jantung normal, tekanan RV sekitar 25-30% dari LV. Dalam VSD besar,
perbedaan tekanan ini tidak lagi dipertahankan, karena lubang besar tidak
memberikan perlawanan terhadap aliran darah. Akibatnya, cacat ini disebut VSD
non-restriktif.
Namun, dalam VSD kecil, perbedaan tekanan normal antara ventrikel dipertahankan.
Cacat ini disebut VSD restriktif karena aliran darah melintasi defek dibatasi, sehingga
perbedaan tekanan normal dipertahankan.
Penyakit pembuluh darah paru pada akhirnya merupakan kondisi yang tidak dapat
disembuhkan dan dapat terjadi seiring waktu pada individu dengan pirau
kiri-ke-kanan yang besar. Ini juga dapat terjadi tanpa adanya pintasan; kondisi ini
disebut hipertensi paru primer. Serangkaian karakteristik perubahan histologis mulai
dari kelas I hingga kelas VI telah dijelaskan. [3] Konsekuensi akhir dari penyakit
obstruktif vaskular paru adalah perubahan vaskular ireversibel dan resistensi paru
sama dengan atau melebihi resistensi sistemik.
History
Sejarah alami VSD memiliki spektrum yang luas dan berbanding lurus dengan
ukuran cacat, mulai dari penutupan spontan hingga gagal jantung kongestif (CHF)
atau perkembangan penyakit pembuluh darah paru tanpa gejala gagal jantung.
Penutupan spontan sering terjadi pada anak-anak, biasanya pada usia 2 tahun.
Penutupan jarang terjadi setelah usia 4 tahun. Penutupan paling sering diamati pada
cacat otot (80%), diikuti oleh cacat perimembran (35-40%). Outlet VSD memiliki
insidensi penutupan spontan yang rendah, dan VSD inlet tidak menutup.
Penutupan dapat terjadi melalui hipertrofi septum, pembentukan jaringan fibrosa, tag
subaortik, apposisi selebaran septum dari katup trikuspid, atau (dalam kasus yang
jarang terjadi) prolaps dari selebaran dari katup aorta. Ketika VSD perimembran
tertutup karena perkembangan jaringan fibrosa atau penempatan katup trikuspid,
aneurisma septum interventrikular dapat
adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar tertukar letaknya,
yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada
kelainan ini sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan
paralel. Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan kelainan ini sangat tergantung
dengan adanya percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik,
melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA).
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau tanpa
VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis
yang berbeda dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan
serta tahanan vaskuler paru. Penampilan klinis yang paling utama pada TGA dengan
IVS adalah sianosis sejak lahir dan kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada
terbukanya PDA. Sianosis akan makin nyata saat PDA mulai menutup pada minggu
pertama kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul hipoksia berat dan asidosis
metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda dan gejala akibat
aliran ke paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung kongestif pada usia 2–3
bulan saat tahanan vaskuler paru turun. Karena pada TGA posisi aorta berada di
anterior dari arteri pulmonalis maka pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung dua
yang tunggal dan keras, sedangkan bising jantung umumnya tidak ada kecuali bila ada
PDA yang besar, VSD atau obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri.
Anak dengan PJB yang tidak begitu parah biasanya memiliki pertumbuhan dan
perkembangan yang normal,3 tetapi dengan adanya PJB dapat mengakibatkan
hambatan pertumbuhan jasmani penderita. Secara fisis, yang terhambat adalah berat
badan dari pada tinggi badan. Berat badan penderita tidak jarang ada di bawah
persentil 3, sedangkan tinggi badan masih normal atau sedikit dibawah normal.14
Mekanisme terjadinya gagal tumbuh pada penderita PJB disebabkan oleh asupan
kalori yang tidak adekuat, gangguan pencernaan makanan (malabsorbsi), dan
pengaruh hormon pertumbuhan.
Kemampuan makan pada bayi dengan PJB asianotik berbeda dengan anak PJB
sianotik. Pada PJB sianotik memiliki keterlambatan yang signifikan dalam hal
kesiapan untuk pemberian makan, keberhasilan pemberian makanan dari lambung,
kesiapan oromotor serta keberhasilan keterampilan oromotor.29 Kesulitan makan
berhubungan dengan kondisi organik dan tidak berhubungan dengan kesulitan dalam
interaksi ibu dan bayi. Dukungan profesional diperlukan bagi ibu dari bayi dengan
PJB untuk mempertahankan rutinitas makan dan berhubungan dengan kesulitan yang
timbul.30
Pemantauan yang perlu dilakukan mengenai pemberian diet pada PJB,
yaitu:25
1. Memastikan kalori dan protein yang cukup untuk memfasilitasi kenaikan berat
badan
2. Hindari pemberian cairan yang berlebihan pada keadaan yang memerlukan
pembatasan cairan
3. Memantau kebutuhan dan asupan natrium
4. Pemantauan elektrolit
PATOFISIOLOGI Anemia pada
Inflamasi memegang peranan penting dalam mekanisme terjadinya anemia pada
gagal jantung. Sitokin proinflamasi seperti TNF-ά, interleukin-1 dan interleukin-6
meningkat pada gagal jantung, dan menyebabkan gangguan pada berbagai aspek
eritropoiesis seperti mengurangi sekresi eritropoietin serta menurunkan aktifitas
ertropoietin pada prekursor eritrosit dalam sumsum tulang.1,10 Sitokin proinflamasi
juga meningkatkan kadar hepcidin, suatu peptida yang dihasilkan oleh hepatosit.
Hepcidin menyebabkan gangguan absorbsi besi di duodenum, meningkatkan ambilan
besi ke dalam makrofag serta menghambat pelepasan besi dari makrofag. Hal ini
menyebabkan besi terperangkap dalam makrofag sehingga mengurangi
bioavailabilitas cadangan besi untuk sintesis hemoglobin. 1,2,11 Gagal ginjal
ditemukan pada sekitar 50% penderita gagal jantung. Pada penderita gagal ginjal
dengan laju filtrasi glomerulus
< 35-40 ml/menit akan terjadi anemia sebagai konsekuensi gangguan sintesis
eritropoietin yang terutama berlangsung di sel endotel peritubular ginjal.1
Patofisiologi yang mendasari belum jelas, diduga akibat terjadinya fibrosis
tubulointerstisial ginjal, adanya kerusakan tubuli, serta obliterasi pembuluh
darah.12,13 Eritropoietin merupakan komponen utama dalam sistem homeostasis, dan
dapat mencegah apoptosis sel progenitor eritrosit, serta menstimulasi proses
proliferasi, maturasi, dan diferensiasi eritrosit. Gangguan terhadap produksi
eritropoietin oleh ginjal atau berkurangnya respons sumsum tulang terhadap
eritropoietin menyebabkan terjadinya anemia. 13 Pada penderita gagal jantung
terdapat resiko terjadinya defisiensi besi akibat terganggunya absorbsi besi di usus
halus. Mekanisme yang mendasari keadaan ini adalah adanya iskemi pada mukosa
usus, penebalan dinding usus akibat edema, serta peranan mediator proinflamasi yang
menghambat absorbsi besi.1 Sistem renin-angiotensin memainkan peranan penting
terhadap regulasi volum plasma dan eritrosit. Peningkatan pengkodean angiotensin II
pada ginjal merobah tekanan oksigen peritubuler yang merupakan faktor regulasi
penting terhadap sekresi eritropoietin. Penurunan tekanan oksigen peritubuler pada
korteks adrenal menyebabkan peningkatan aktifitas hypoxia inducible factor-1 (HIF-1)
dan ekspresi gen eritro-poietin. Angiotensin II meningkatkan sekresi eritropoietin
dengan menurunkan aliran darah ginjal dan meningkatkan reabsorbsi sodium di tubuli
proksimal. Angiotensin II juga mempunyai efek stimulasi langsung terhadap
prekursor eritrosit di sumsum tulang. Penghambatan sistem renin angiotensin dengan
obat-obatan ACE inhibitor ataupun ARB berhubungan dengan penurunan produksi
eritrosit sehingga menyebabkan anemia.1,12,13 Anemia pada gagal jantung sering
berhubungan dengan gejala dan tanda kongesti, sehingga peningkatan volum plasma
mungkin berkontribusi terhadap terjadinya anemia pada gagal jantung melalui proses
hemodilusi. Pada suatu penelitian terhadap 37 penderita anemia dengan gagal jantung
kongestif yang tidak disertai edema, didapatkan 46% penderita mempunyai nilai
hematokrit yang rendah dengan jumlah eritrosit yang normal, sehingga anemia pada
pasien-pasien ini diakibatkam oleh peningkatan volum plasma yang berakibat
hemodilusi.14
Anemia pada gagal jantung cecilia hendrata reginald l. Lefrandt divisi kardiologi
bagian ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas sam ratulangi manado
email: Meyhendratta@yahoo.com