Anda di halaman 1dari 13

1.

Interpretasi data
2. Tabel DD
3. DX
4. Mengatap Pada VSD Kasus terdapat sianosis
5. Anatomi Klinis COR
6. Fisiologi COR
7. Hubungan PJB dengan penurunan kadar HB dan Feritin
8. Hubungan PJB dengan BB Turun
9. Interpretasi Antoprometri Menurut WHO dan Kurva Nellhouse
10. Kebutuhan Nutrisi pada PJB
11. Mengapa anak tidak langsung menangis

Transportasi Arteri Besar

a. Pengertian
Pada TAB terjadi perubahan tempat keluarnya arteri besar, yakni aorta keluar dari
ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri
pulmonalis keluar dari ventrikel kiri, terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya,
aorta menerima darah vena sistemik dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan,
dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik serta darah dari vena pulmonalis dialirkan
ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan ke arteri pulmonalis dan paru. Dengan
demikian, maka kedua sirkulasi sistemik serta paru tersebut terpisah dan kehidupan
hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasi antara 2 sirkulasi ini.1,

Transforsisi arteri besar atau TGA merupakan penyakit jantung sianotik


terbanyak yang terjadi pada neonates. Ditandai dengan kelainan pada arteri
dan pentrikel terjadi perubahan bunyi aorta dari pentrikel kanan dan perubahan
bunyi arteri pulmonal dari pentrikel kiri. Beberapa Bentuk PGA secara
anatomi yaitu : PGA dengan Ventrikel septal defek,TGA dengan septum
ventrikel sempurna,TGA dengan ventrikel septal defek dan opstruksi aliran
ventrikel kiri,dan TGA dengan ventrikel septal defek dengan penyakit
obstruksi arteri pulmonal.
Transposisi arteri besar adalah kelainan letak dari aorta dan arteri pulmonalis.
Keadaan normal,aorta berhubungan dengan arteri kanan jantung dan arteri
pulmonalis berhubungan dengan ventrikel kanan jantung pada transforsisi
arteri besar yang terjadi adalah kebalikanya.darah dari seluruh tubuh yang
kekurangan oksigen akan mengalir kedalam aorta dan kembali dialirkan ke
seluruh tubuh sedangkan darah yang berasal dari paru-paru dan kaya akan
oksigen akan kembali dialirkan keparu-paru.transposisi arteri besar
dikelompokan kedalam kelainan jantung sianotik,dimana terjadi pemompaan
darah yang terjadi kekurangan oksigen keseluruh tubuh yang menyebabkan
sianosis (kulit menjadi ungu kebiruan) dan sesak nafas.bayi dengan kelainan
ini,setelah lahir bisa bertambah sebentar saja karena lubang diantara atrium
kiri dan kanan disebut voramen ovale.vorame ovale ini dalam keadaan
ditemukan pada bayi ketika lahir.dengan ada lubang ini maka sejumlah kecil
darah akan banyak oksigen akan mengaliri dari atrium kiri dan atrium
kanan,lalu ventrikel kanan dan keaorta sehingga mampu memenuhi tubuh
akan oksigen dan bayi akan tetap hidup.
Tranposiisi arteri besar adalah kondisi dimana pembuluh darah utama aorta
(ao) dan pembuluh darah paru-paru(PA) posisinya tertukar.aorta seharusnya
keluar dari bilik kiri (LV) yang memompa darah bersih,sedangkan pembuluh
darah paru keluar dari bilik kanan(RV) yang memompa darah kontor untuk
dibersihkan diparu pada TGA,aorta keluar dari bilik kanan sehingga darah
kotor yang mengalir keseluruh tubuh,dan PA keluar dari bilik kiri sehingga
darah bersih kembali keparu.bayi hanya bisa hidup kalau ada hubungan antara
dua pembulu arteri besar ini melalui pembulu Duktus Arteriousuh,atau ada
hubungan antara kedua serabi melalui lubang disekat pemisahnya.Duktus
arteriousuh memang selalu ada terbuka ketika bayi dalam kandungan,tetapi
segera menutup setelah bayi lahir.tanpa pertolongan,bayi dengan TGA akan
meninggal pada pertama kehidupan.

b. Penyebab
Penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui.
Faktor-faktor prenatal(sebelum bayi lahir) berhubungan dengan arteri besar:
a. Rubella (campak jerman) atau infeksi virus lainya pada ibu hamil.
b. Nutrisi yang buruk selama kehamilan
c. Ibu yang alkoholik-usia ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita diabetes
Transposisi arteri besar terjadi pada 40 dari 100.000 bayi.kelainan ini
merupakan kelainan jantuk sianotik yang paling sering ditemukan pada
minggu pertama kehidupan seorang bayi.

c. Patofisiologi
PGA disebabkan oleh fungsi darah pulmonal. Dan sistemik perjalanan secara
bersamaan bukan secara seri.darah dari venapulmonalis yang kaya akan
oksigen kembali keatrium dan ventrikel kiri kembali kesirkulasi
pulmonal.sementara itu darah yang miskin akan oksigen juga akan kembali
keatrium ventrikel kanan.hal ini yang menyebabkan suplai darah kejaringan
berkurang dan overlaud ventrikel kiri.persentase darah yang kaya dan miskin
akan oksigen yang tidak seimbang dalam waktu yang lama akan berpengaruh
pada anatomi dan fungsional tubuh.

d. Manifestasi klinik
Pasien dengan kelainan ini biasanya dengan berat badan yang normal ataupun
yang lebih normal.bergantung baik atau tidak baiknya pencampuran
darah,bayi dapat tampak sianosis ringan dan berat.
Pada auskultasi akan terdegar jantung kedua tunggal oleh karena katup
vulmonal berbunyi dibelakang katup aorta.bising dapat tidak ada sama sekali
sampai bising pansistolik atau bising kontiyu melalui duktus arteriousus.
Gejalanya berupa :
a. Sianosis
b. Sesak nafas
c. Tidak mau makan atau menyusu
d. Jari tangan atau kaki clubbing(seperti tabu genderang).

Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang


memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan.
Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Perubahan fisiologi yang terjadi dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningklatkan aliran darah kaya
oksigen melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.
2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi
darah, dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.
3. Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat,
menyebabkan piarau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel
kanan ke kiri, menyebabkan sianosis.
Keseriusan gangguan ini tergantung pada ukuran dan derajat hipertensi pulmoner.
Jika anak asimptomatik, tidak diperlukan pengobatan; tetapi jika timbul gagal jantung
kronik atau anak beresiko mengalami perubahan vascular paru atau menunjukkan
adanya pirau yang hebat diindikasikan untuk penutupan defek tersebut. Resiko bedah
kira-kira 3% dan usia ideal untuk pembedahan adalah 3 sampai 5 tahun. (Kapita
Selekta Kedokteran, 2000; Webb GD et al, 2011; Prema R, 2013; AHA, 2014)

Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri meningkat dan


resistensi sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi dibandingkan resistensi pulmonal. Hal
ini mengakibatkan darah mengalir ke arteri pulmonal melalui defek septum Volume
darah di paru akan meningkat dan terjadi resistensi pembuluh darah paru. Dengan
demikian tek.ventrikel kanan meningkat akibat adanya shunting dari kiri ke kanan.
Hal ini akan berisiko endokarditis dan mengakibatkan terjadinya hipertropi otot
ventrikel kanan sehingga terjadi peningkatan workload dan terjdi pembesaran atrium
kanan untuk mengatasi resistensi yang disebabkan oleh pengosongan atrium yang tdk
sempurna.

Patofisiologi
Cacat pada septum interventrikular memungkinkan komunikasi antara sirkulasi
sistemik dan paru. Akibatnya, aliran bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah — yaitu, dari LV ke RV (shunt kiri-ke-kanan). Efek patofisiologis
dari VSD berasal dari efek hemodinamik sekunder dari pirau kiri-ke-kanan dan dari
perubahan pembuluh darah paru.

Pirau kiri ke kanan


Pirau kiri-ke-kanan pada tingkat ventrikel memiliki 3 konsekuensi hemodinamik:

 Peningkatan beban volume LV


 Aliran darah paru yang berlebihan
 Mengurangi curah jantung sistemik
 Tekanan arteri paru yang meningkat

 Patofisiologi VCD

Aliran darah melalui defek dari LV ke RV menyebabkan darah teroksigenasi


memasuki arteri pulmonalis (PA). Penambahan darah ekstra ini ke aliran paru normal
dari vena cava meningkatkan aliran darah ke paru-paru dan selanjutnya meningkatkan
aliran balik vena paru ke atrium kiri (LA) dan akhirnya ke LV. Volume LV yang
meningkat ini menghasilkan dilatasi LV dan kemudian hipertrofi. Ini meningkatkan
tekanan diastolik akhir dan akibatnya tekanan LA, kemudian meningkatkan tekanan
vena paru.

Peningkatan aliran darah paru meningkatkan tekanan kapiler paru, yang dapat
meningkatkan cairan interstitial paru. Ketika kondisi ini parah, pasien dapat
mengalami edema paru. Oleh karena itu, tekanan PA dan tekanan vena pulmonal
meningkat dalam VSD. Peningkatan tekanan vena paru tidak terlihat dengan defek
septum atrium: tekanan LA rendah karena darah dapat dengan mudah keluar dari
ruang ini melalui komunikasi atrium.

Akhirnya, ketika darah didorong melalui VSD menjauh dari aorta, curah jantung
menurun, dan mekanisme kompensasi distimulasi untuk mempertahankan perfusi
organ yang adekuat. Mekanisme ini termasuk peningkatan sekresi katekolamin dan
retensi garam dan air melalui sistem renin-angiotensin.

Tingkat shunt kiri-ke-kanan menentukan besarnya perubahan yang dijelaskan di atas.


Shunt kiri-ke-kanan tergantung pada 2 faktor, yang satu anatomis dan fisiologis
lainnya.

Faktor anatomi adalah ukuran VSD. (Lokasi VSD tidak relevan dalam hal tingkat
shunt.) Pada jantung normal, tekanan RV sekitar 25-30% dari LV. Dalam VSD besar,
perbedaan tekanan ini tidak lagi dipertahankan, karena lubang besar tidak
memberikan perlawanan terhadap aliran darah. Akibatnya, cacat ini disebut VSD
non-restriktif.

Namun, dalam VSD kecil, perbedaan tekanan normal antara ventrikel dipertahankan.
Cacat ini disebut VSD restriktif karena aliran darah melintasi defek dibatasi, sehingga
perbedaan tekanan normal dipertahankan.

Faktor fisiologis adalah resistensi dari tempat tidur vaskular paru.

Perubahan pembuluh darah paru


Istilah hipertensi paru, resistensi paru tinggi, dan penyakit pembuluh darah paru
sering membingungkan. Hipertensi paru hanya menunjukkan tekanan darah tinggi di
sirkuit paru; tergantung pada durasinya, mungkin dapat dibalik. Resistensi paru adalah
fungsi dari banyak faktor, termasuk usia, ketinggian, hematokrit, dan diameter arteriol
paru.

Neonatus mengalami peningkatan resistensi sekunder akibat peningkatan media


arteriol paru; ini mengurangi diameter efektif kapal. Selain itu, neonatus memiliki
polisitemia relatif. Peningkatan resistensi paru biasanya menurun ke level dewasa
setelah 6-8 minggu.

Penyakit pembuluh darah paru pada akhirnya merupakan kondisi yang tidak dapat
disembuhkan dan dapat terjadi seiring waktu pada individu dengan pirau
kiri-ke-kanan yang besar. Ini juga dapat terjadi tanpa adanya pintasan; kondisi ini
disebut hipertensi paru primer. Serangkaian karakteristik perubahan histologis mulai
dari kelas I hingga kelas VI telah dijelaskan. [3] Konsekuensi akhir dari penyakit
obstruktif vaskular paru adalah perubahan vaskular ireversibel dan resistensi paru
sama dengan atau melebihi resistensi sistemik.

History
Sejarah alami VSD memiliki spektrum yang luas dan berbanding lurus dengan
ukuran cacat, mulai dari penutupan spontan hingga gagal jantung kongestif (CHF)
atau perkembangan penyakit pembuluh darah paru tanpa gejala gagal jantung.
Penutupan spontan sering terjadi pada anak-anak, biasanya pada usia 2 tahun.
Penutupan jarang terjadi setelah usia 4 tahun. Penutupan paling sering diamati pada
cacat otot (80%), diikuti oleh cacat perimembran (35-40%). Outlet VSD memiliki
insidensi penutupan spontan yang rendah, dan VSD inlet tidak menutup.

Penutupan dapat terjadi melalui hipertrofi septum, pembentukan jaringan fibrosa, tag
subaortik, apposisi selebaran septum dari katup trikuspid, atau (dalam kasus yang
jarang terjadi) prolaps dari selebaran dari katup aorta. Ketika VSD perimembran
tertutup karena perkembangan jaringan fibrosa atau penempatan katup trikuspid,
aneurisma septum interventrikular dapat

Transposition of the Great Arteries TGA

adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar tertukar letaknya,
yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada
kelainan ini sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan
paralel. Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan kelainan ini sangat tergantung
dengan adanya percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik,
melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA).

Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau tanpa
VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis
yang berbeda dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan
serta tahanan vaskuler paru. Penampilan klinis yang paling utama pada TGA dengan
IVS adalah sianosis sejak lahir dan kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada
terbukanya PDA. Sianosis akan makin nyata saat PDA mulai menutup pada minggu
pertama kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul hipoksia berat dan asidosis
metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda dan gejala akibat
aliran ke paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung kongestif pada usia 2–3
bulan saat tahanan vaskuler paru turun. Karena pada TGA posisi aorta berada di
anterior dari arteri pulmonalis maka pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung dua
yang tunggal dan keras, sedangkan bising jantung umumnya tidak ada kecuali bila ada
PDA yang besar, VSD atau obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri.

 Hubungan PJB dengan penurunan Berat badan


Gangguan pertumbuhan. Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan,
gangguan pertumbuhan timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik,
gangguan pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini
juga dapat timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.

Anak dengan PJB yang tidak begitu parah biasanya memiliki pertumbuhan dan
perkembangan yang normal,3 tetapi dengan adanya PJB dapat mengakibatkan
hambatan pertumbuhan jasmani penderita. Secara fisis, yang terhambat adalah berat
badan dari pada tinggi badan. Berat badan penderita tidak jarang ada di bawah
persentil 3, sedangkan tinggi badan masih normal atau sedikit dibawah normal.14
Mekanisme terjadinya gagal tumbuh pada penderita PJB disebabkan oleh asupan
kalori yang tidak adekuat, gangguan pencernaan makanan (malabsorbsi), dan
pengaruh hormon pertumbuhan.

Mekanisme terjadinya malnutrisi pada anak PJB


Banyak faktor penyebab malnutrisi pada PJB dan timbul dikarenakan salah satu
akibat dari kebutuhan dan kehilangan energi lebih besar daripada asupan nutrisi.
Malnutrisi, khususnya kegagalan pertumbuhan, telah dilaporkan pada lebih dari separuh
anak dengan PJB.2,10 Petunjuk untuk penatalaksanaan nutrisi yang baik dibutuhkan agar
asupan makanan cukup adekuat dan memberikan perbaikan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan sehingga anak dengan PJB memiliki kualitas hidup yang lebih
baik.15,21 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi antara lain:
1. Jenis kelainan jantung
Masalah nutrisi pada anak dengan PJB berhubungan dengan jenis kelainan
jantung dan tingkat keparahan gangguan hemodinamik.10 Sebanyak 60% sampai
70% pasien PJB dengan hipertensi pulmonal dan gagal jantung kongestif memiliki
risiko tinggi untuk mengalami malnutrisi.10,22,23 Malnutrisi berat bisa terjadi
pada gagal jantung kongestif yang berhubungan dengan PJB asianotik. Anak
dengan kelainan ini bisa terlihat normal sesuai dengan umur gestasi pada saat lahir,
tetapi bisa mengalami penurunan berat badan atau wasting yang diikuti dengan
defisit pertumbuhan linear atau pendek.22 Pada anak dengan PJB sianotik, gagal
tumbuh secara simetris diamati dengan berat badan dan panjang badan yang
mengalami penekanan secara bersamaan.15 Meskipun penyebab stunting pada
pasien dengan PJB sianotik belum diketahui secara pasti, tetapi diduga bahwa
tidak optimalnya oksigenasi ke jaringan merupakan faktor penyebab.27
2. Hipermetabolisme
Ketidakseimbangan energi merupakan salah satu faktor utama penyebab gagal
tumbuh dan malnutrisi pada anak dengan PJB. Energi yang tersedia untuk
metabolisme adalah jumlah dari total pengeluaran energi dengan energi yang
tersimpan. Tingkat metabolisme basal merupakan komponen utama total
pengeluaran energi dan energi yang tersimpan. Secara umum, anak memiliki
tingkat metabolisme yang lebih tinggi, sehingga memiliki risiko tinggi mengalami
kekurangan energi selama sakit.2 Pada anak dengan PJB tingkat metabolisme
meningkat terutama jika disertai dengan gagal jantung kongestif.2,25

3. Asupan nutrisi yang tidak adekuat


Asupan nutrisi yang tidak adekuat diyakini menjadi penyebab utama terjadinya
malnutrisi pada anak dengan PJB. Proses pemberian makan pada anak dengan PJB
sama dengan suatu latihan fisik, membutuhkan energi yang lebih besar. Intoleransi
terhadap pemberian makan dapat disebabkan ketidakmampuan untuk
mengeluarkan cukup energi, ditandai dengan takikardia, takipnu, sesak nafas, dan
muntah. Hipoksia yang terjadi menyebabkan baik dispnu dan takipnu selama
makan, menyebabkan anak mudah lelah sehingga mengurangi jumlah makanan
yang dikonsumsi. Faktor lain yang mengakibatkan asupan nutrisi tidak adekuat
adalah anak cepat merasa kenyang, anoreksia, waktu pengosongan lambung yang
tertunda, cardiac output yang rendah, koordinasi menghisap yang kurang,
kelainan pola menelan, dan bernapas akibat takipnu. Selain hal itu, pembatasan
cairan dan terapi diuretik sebagai bagian dari penatalaksanaan medis akan
mengakibatkan pembatasan asupan kalori pada anak dengan PJB.2,10,25
4. Malabsorpsi
Malabsorpsi merupakan salah satu kondisi yang juga menyebabkan malnutrisi
pada anak dengan PJB. Hal ini bisa disebabkan oleh hipoksia dari saluran cerna
yang menyebabkan intoleransi makanan, asupan kalori yang terbatas, dan
mengurangi penyerapan zat-zat gizi. Hepatosplenomegali dapat menyebabkan
kapasitas lambung menurun dan mempengaruhi asupan nutrisi oral. Pada anak
dengan lesi jantung yang mengakibatkan gagal jantung kanan dan peningkatan
tekanan vena sistemik karena shunting kanan ke kiri, dapat dijumpai terjadinya
edema pada dinding dan mukosa usus. Perubahan-perubahan dalam dinding usus
ini akan menyebabkan gangguan gerakan usus, asupan nutrisi dan malabsorpsi,
sehingga mempengaruhi waktu, volume, dan kepadatan kalori dari makanan.2,10
5. Kelainan genetik atau kelainan lain diluar jantung
Anak PJB yang disertai kelainan bawaan lain, memiliki risiko tinggi untuk
mengalami malnutrisi. Kelainan genetik yang sering berhubungan dengan PJB
antara lain Trisomi 21, 13, dan 18, Turner syndrome, Williams syndrome, Noonan
syndrome, dan Di George syndrome. Kelainan ini mempengaruhi laju
pertumbuhan akibat gangguan pada asupan kalori, penyerapan saluran cerna,
metabolisme, dan pengeluaran energi. Faktor risiko yang lain seperti prematur dan
faktor prenatal juga mempengaruhi malnutrisi dan pertumbuhan anak PJB.2,10,25

Pemberian terapi nutrisi pada anak dengan PJB


Dukungan nutrisi harus dipertimbangkan sebagai bagian dari rutinitas perawatan pada
anak dengan PJB. Protokol umum dalam hal memperbaiki kenaikan berat badan
untuk malnutrisi pada anak dengan PJB sampai saat ini tidak ada.10 Nutrisi enteral dan
nutrisi parenteral merupakan terapi yang menunjang kehidupan untuk pasien yang
tidak bisa mendapatkan nutrisi secara oral dan yang akibatnya berisiko untuk
terjadinya malnutrisi dan dampak yang ditimbulkannya. Pemilihan rute makanan yang
digunakan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dalam terapi nutrisi.26
Bentuk paling umum dari terapi nutrisi pada PJB adalah penggunaan formula
tinggi kalori, sehingga mengurangi volume cairan yang diberikan. Penggunaan pipa
nasogastrik maupun pipa gastrostomi sering diperlukan, terutama pada bayi dengan
gejala klinis yang berat sehingga menyebabkan kelelahan berlebihan selama makan.
Bila nutrisi cukup diberikan maka sebagian besar pasien tersebut akan tumbuh pada
tingkat yang cukup normal.27 Dukungan nutrisi yang optimal harus memberikan cukup
energi dan protein tidak hanya untuk mencegah kerusakan atau katabolisme protein dan
mempertahankan komposisi tubuh dan berat badan, tetapi juga untuk mengembalikan
defisit dan terhadap pertumbuhan potensi genetik.10
Teknik dukungan nutrisi berkisar dari suplemen makanan secara oral melalui
pipa nasogastrik atau pipa gastrostomi dan dalam beberapa kasus menggunakan nutrisi
parenteral. Kebutuhan nutrisi terutama energi dan protein pada pasien ini lebih besar
dari yang direkomendasikan berdasarkan kebutuhan fisiologis, usia dan berat badan,
sementara toleransi volume cairan terbatas karena adanya disfungsi jantung.10
Strategi pemberian nutrisi tergantung pada usia, jenis kelainan jantung,
gangguan hemodinamik, operasi, dan status nutrisi. Intervensi nutrisi sejak dini
bertujuan untuk mempertahankan status nutrisi yang adekuat sampai pembedahan.10
Syarat pemberian nutrisi pada anak dengan penyakit jantung bawaan seperti terlihat
pada tabel 3.28
Tabel 3. Syarat pemberian nutrisi pada anak penyakit jantung bawaan. 28

Syarat pemberian nutrisi pada anak penyakit jantung bawaan


1. Kalori yang dibutuhkan tinggi untuk tumbuh kejar yaitu sebesar 120-160 kkal/kgBB
aktual/hari, atau dihitung berdasarkan BB ideal berdasarkan TB aktual dikalikan kebutuhan
energi sesuai RDA (Recommended Dietary Allowance) sesuai usia tinggi.
2. Protein tinggi 10% - 15% dari kalori total atau 3 – 4 g/kgBB/hari, protein diperlukan untuk
pembentukan otot jantung. Pada keadaan gagal jantung, protein diberikan rendah 1-2
g/kgBB/hari
3. Lemak 35% - 50% dari kalori total dan sebaiknya mengandung MCT (Medium Chain
Trygliceride), yang dapat langsung diserap di usus halus.
4. Karbohidrat sebesar 35% - 55% dari kalori total, sebaiknya diberikan karbohidrat yang
mengandung glukosa polimer, oleh karena mempunyai osmolaritas yang rendah dan
menghasilkan kalori yang lebih banyak.
5. Natrium (Na) sebaiknya tidak lebih dari 1 mEq/100 kkal, pada bayi ± 2 mEq/kgBB/hari
untuk mencegah hiponatremia dan gangguan pertumbuhan. Sedangkan bayi dengan PJB yang
berat dan gagal jantung kronik diberikan formula rendah Na, dan pada anak yang lebih besar
diberikan diet padat (makanan biasa) yang rendah garam.
6. Kalium (K) : perlu penambahan kalium bila mendapatkan pengobatan diuretik untuk menjaga
keseimbangan K dan mencegah hipokalemia.
7. Cairan (bersifat individual) berdasarkan derajat kelainan jantung, terapi diuretik, dan
intoleransi.
8. Multivitamin perlu diberikan sesuai AKG untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin dan
mineral.
9. Serat diberikan sesuai kebutuhan untuk memudahkan defekasi.

Kemampuan makan pada bayi dengan PJB asianotik berbeda dengan anak PJB
sianotik. Pada PJB sianotik memiliki keterlambatan yang signifikan dalam hal
kesiapan untuk pemberian makan, keberhasilan pemberian makanan dari lambung,
kesiapan oromotor serta keberhasilan keterampilan oromotor.29 Kesulitan makan
berhubungan dengan kondisi organik dan tidak berhubungan dengan kesulitan dalam
interaksi ibu dan bayi. Dukungan profesional diperlukan bagi ibu dari bayi dengan
PJB untuk mempertahankan rutinitas makan dan berhubungan dengan kesulitan yang
timbul.30
Pemantauan yang perlu dilakukan mengenai pemberian diet pada PJB,
yaitu:25
1. Memastikan kalori dan protein yang cukup untuk memfasilitasi kenaikan berat
badan
2. Hindari pemberian cairan yang berlebihan pada keadaan yang memerlukan
pembatasan cairan
3. Memantau kebutuhan dan asupan natrium
4. Pemantauan elektrolit
PATOFISIOLOGI Anemia pada
Inflamasi memegang peranan penting dalam mekanisme terjadinya anemia pada
gagal jantung. Sitokin proinflamasi seperti TNF-ά, interleukin-1 dan interleukin-6
meningkat pada gagal jantung, dan menyebabkan gangguan pada berbagai aspek
eritropoiesis seperti mengurangi sekresi eritropoietin serta menurunkan aktifitas
ertropoietin pada prekursor eritrosit dalam sumsum tulang.1,10 Sitokin proinflamasi
juga meningkatkan kadar hepcidin, suatu peptida yang dihasilkan oleh hepatosit.
Hepcidin menyebabkan gangguan absorbsi besi di duodenum, meningkatkan ambilan
besi ke dalam makrofag serta menghambat pelepasan besi dari makrofag. Hal ini
menyebabkan besi terperangkap dalam makrofag sehingga mengurangi
bioavailabilitas cadangan besi untuk sintesis hemoglobin. 1,2,11 Gagal ginjal
ditemukan pada sekitar 50% penderita gagal jantung. Pada penderita gagal ginjal
dengan laju filtrasi glomerulus

< 35-40 ml/menit akan terjadi anemia sebagai konsekuensi gangguan sintesis
eritropoietin yang terutama berlangsung di sel endotel peritubular ginjal.1
Patofisiologi yang mendasari belum jelas, diduga akibat terjadinya fibrosis
tubulointerstisial ginjal, adanya kerusakan tubuli, serta obliterasi pembuluh
darah.12,13 Eritropoietin merupakan komponen utama dalam sistem homeostasis, dan
dapat mencegah apoptosis sel progenitor eritrosit, serta menstimulasi proses
proliferasi, maturasi, dan diferensiasi eritrosit. Gangguan terhadap produksi
eritropoietin oleh ginjal atau berkurangnya respons sumsum tulang terhadap
eritropoietin menyebabkan terjadinya anemia. 13 Pada penderita gagal jantung
terdapat resiko terjadinya defisiensi besi akibat terganggunya absorbsi besi di usus
halus. Mekanisme yang mendasari keadaan ini adalah adanya iskemi pada mukosa
usus, penebalan dinding usus akibat edema, serta peranan mediator proinflamasi yang
menghambat absorbsi besi.1 Sistem renin-angiotensin memainkan peranan penting
terhadap regulasi volum plasma dan eritrosit. Peningkatan pengkodean angiotensin II
pada ginjal merobah tekanan oksigen peritubuler yang merupakan faktor regulasi
penting terhadap sekresi eritropoietin. Penurunan tekanan oksigen peritubuler pada
korteks adrenal menyebabkan peningkatan aktifitas hypoxia inducible factor-1 (HIF-1)
dan ekspresi gen eritro-poietin. Angiotensin II meningkatkan sekresi eritropoietin
dengan menurunkan aliran darah ginjal dan meningkatkan reabsorbsi sodium di tubuli
proksimal. Angiotensin II juga mempunyai efek stimulasi langsung terhadap
prekursor eritrosit di sumsum tulang. Penghambatan sistem renin angiotensin dengan
obat-obatan ACE inhibitor ataupun ARB berhubungan dengan penurunan produksi
eritrosit sehingga menyebabkan anemia.1,12,13 Anemia pada gagal jantung sering
berhubungan dengan gejala dan tanda kongesti, sehingga peningkatan volum plasma
mungkin berkontribusi terhadap terjadinya anemia pada gagal jantung melalui proses
hemodilusi. Pada suatu penelitian terhadap 37 penderita anemia dengan gagal jantung
kongestif yang tidak disertai edema, didapatkan 46% penderita mempunyai nilai
hematokrit yang rendah dengan jumlah eritrosit yang normal, sehingga anemia pada
pasien-pasien ini diakibatkam oleh peningkatan volum plasma yang berakibat
hemodilusi.14
Anemia pada gagal jantung cecilia hendrata reginald l. Lefrandt divisi kardiologi
bagian ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas sam ratulangi manado
email: Meyhendratta@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai