Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan Laporan
Diskusi Tutorial ke-2 Blok Reproduksi dan Tumbuh Kembang semester IV Fakultas
Kedokteran Universitas Cenderawasih.
Kami menyadari bahwa dalam pengerjaan laporan ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, pembahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen
guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa
yang akan datang.
1. Infertilitas ➡ kemandulan.
Undescended
Testis
PREMATUR INFERTILITAS?
Organ genitalia masculina terbagi atas 2, yaitu genitalia musculina eksterna dan
genitalia masculina interna.
a) Penis
Suatu organ yang berbentuk bulat memanjang dan memiliki ujung
berbentuk seperti helm disebut Glans penis, yang di penuhi serabut
saraf sehingga akan membuat penis menjadi sangat peka dan sensitif.
Penis memiliki kulit pembungkus yang disebut preputium.
Struktur penis tidak memiliki tulang, hanya jaringan seperti busa yang
di penuhi pembuluh darah. Ereksi terjadi karena rangsangan yang
b) Scrotum
Suatu kantung yang terdiri dari kulit dan otot yang membungkus testis
atau buah zakar. Skrotum mempunyai fungsi untuk mempertahankan
suhu testis dibawah suhu tubuh (2°C dibawah suhu tubuh) yang sangat
penting untuk proses spermatogenesis.
Gambar 4 : Testis
5) Epididmis
a. Testoteron
Testoteron disekresikan oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus
seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk
membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit
sekunder.
b. Hormone luteinisasi (luteinizing hormone)
LH disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi sel-
sel Leydig untuk mensekresi testoteron.
c. Hormon perangsang-folikel (FSH)
FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisi anterior dan berfungsi
menstimulasi sel-sel sertoli. Tanpa stimulasi ini, pengubahan spermatid menjadi
sperma (proses spermiogenesis) tidak akan terjadi.
d. Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel sertoli
juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan
estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus.
Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma.
e. Growth hormone
Diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan
secara spesifik meningkatkan pembelahan awal pada spermatogonia, bila tidak
terdapat hormon pertumbuhan, seperti pada dwarfisme hipofisis, spermatogenesis
sangat berkurang atau tidak ada sama sekali sehingga menyebabkan infertilitas.
3. PROLIFERASI MITOTIK
Spermatogonia yang terletak di lapisan terluar tubulus terus menerus
bermitosis, dengan semua sel baru yang mengandung komplemen lengkap 46
kromosom identik dengan sel induk. Proliferasi ini menghasilkan pasokan sel
germinativum baru yang terus menerus.
Setelah pembelahan mitotik sebuah spermatogonium, salah satu sel anak tetap
di tepi luar tubulus sebagai spermatogonium tak-berdiferensiasi, sehingga turunan
sel germinativum tetap terpelihara. Sel anak yang lain mulai bergerak ke arah
lumen sambil menjalani berbagai tahap yang dibutuhkan untuk membentuk
sperma, yang kemudian akan dibebaskan ke dalann lumen. Pada manusia, sel
anak penghasil sperma membelah secara mitotic dua kali lagi untuk menghasilkan
empat spermatosit primer identik. Setelah pembelahan mitotik terakhir,
spermatosit primer masuk ke fase istirahat ketika kromosom-kromosom
terduplikasi dan untai-untai rangkap tersebut tetap menyatu sebagai persiapan
untuk pembelahan meiosis pertama.
4. MEIOSIS
Selama meiosis, setiap spermatosit primer (dengan jumlah diploid 46
kromosom rangkap) membentuk dua spermatosit sekunder (masing-masing
dengan jumlah haploid 23 kromosom rangkap) selama pembelahan meiosis
pertama, akhirnya menghasilkan empat spermatid (masingmasing dengan 23
kromosom tunggal) akibat pembelahan meiosis kedua. Setelah tahap
spermatogenesis ini tidak terjadi pembelahan Iebih lanjut. Setiap spermatid
5. PENGEMASAN
Bahkan setelah meiosis, spermatid secara struktural masih mirip
spermatogonia yang belum berdiferensiasi, kecuali bahwa komplemen
kromosomnya kini hanya separuh. Pembentukan spermatozoa yang sangat khusus
dan bergerak dari spermatid memerlukan proses remodeling, atau pengemasan,
ekstensif elemen-elemen sel, suatu proses yang dikenal sebagai spermiogenesis.
Sperma pada hakikatnya adalah sel yang "ditelanjangi", yaitu sebagian besar
sitosol dan semua organel yang tidak dibutuhkan untuk menyampaikan informasi
genetik sperma ke ovum telah disingkirkan. Karena itu, sperma dapat bergerak
cepat, hanya membawa serta sedikit beban untuk melaksanakan pembuahan.
I. Spermatocytogenesis (Proliferation)
a) Infertilitas primer
Merupakan suatu keadaan dimana pada pria dan wanita atau suami dan tidak
bisa menghasilkan keturunan walaupun bersenggama tanpa usaha kontrasepsi
selama >12 bulan
b) Infertilitas sekunder
Merupakan suatu keadaan dimana pria dan wanita pernah menghasilkan
keturunan tetapi kemudian tidak mampu lagi untuk menghasilkan keturunan
meskipun telah melakukan hubungan seksual secara teratur selama >12 bulan.
1) Hormonal
Ketika saluran indung telur atau tuba falopi rusak atau tersumbat, maka hal
itu akan menyulitkan sperma membuahi sel telur atau menghalangi gerak
sel telur yang sudah dibuahi kedalam uterus. Kerusakan itu dapat di picu
oleh beberapa faktor.
3) Faktor lokal
Undescended testis adalah gangguan kongenital berupa satu atau kedua testis
tidak dapat berhasil turun kedalam skrotum sehingga berada didalam rongga
abdomen atau kanalis ingunalis atau pada anaulus externa. Sekitar dua bulan
menjelang kelahiran atau pada trimester ketiga kehamilan, testis turun secara alami
melalui suatu saluran bernama inguinal canal, lalu menempati skrotum. Seorang bayi
dinyatakan mengalami kriptorkismus ketika pada saat lahir testis tetap berada di
dalam rongga perut atau di inguinal canal, dan tidak berada pada skrotum seperti
seharusnya. Kriptokismus terjadi pada 30% neonatus pria yang premature dan hanya
ditemui 3% bayi yang lahir atrem. pada sekitar 80% bayi yang terkena kelainan ini
testis akan mengalami desensus (penurunan) secara spontan dalam usia satu tahun
pertama.
4.2 Penyebab
4.3 Patofisiologi
4.4 Akibat
Jika testis tidak dapat turun secara spontan pada waktu 1 tahun umumya keadaan ini
merupakan indikasi untuk tindakan pembedahan. Pembedahan harus dilakukan
menjelang usia 2 tahun karena pada saat itu sekitar 40% testis yang tidak turun itu
sudah tidak mampu menghasilkan sperma yang baik .
5.1 Prematur
Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir).
Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan kategori
World Health Organization (WHO), yaitu:
Bayi laki-laki yang lahir dengan kondisi premature memiliki risiko terjadinya
UDT/kriptokidisme. Pada saat bayi lahir dalam kondisi premature, perkembangan
system organ dari janin masih dalam kondisi belum lengkap/sempurna. Imaturitas
BLOK REPRODUKSI DAN TUMBUH KEMBANG (PBL-2) | Hubungan antara Prematur dengan 26
UDT
dari berbagai system organ pada bayi premature membuat ketidakstabilan control
mekanisme homeostatic tubuh. Dalam proses tumbuh kembangnya, janin
membutuhkan hormon-hormon, nutrisi serta oksigen yang di dapat dari plasenta.
Selama kehidupan janin, testis janin sudah dirangsang oleh Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) untuk membentuk testosteron. HCG dari plasenta
menimbulkan efek perangsangan sel-sel interstisial pada testis janin untuk membantu
pembentukan testosterone pada janin laki-laki sampai waktu lahir.
Jadi ada hubungan antara kelahiran premature dengan kondisi UDT, karena
menurut pembahasan di atas apabila dikaitkan dengan scenario, maka dapat diberi
hipotesis sementara bahwa pasien tersebut dapat dikatakan lahir premature antara
minggu ke-28 sampai minggu ke-31 atau yang di kenal dengan istilah Very paterm,
Mengapa demikian? Karena pasien diketahui lahir prematur dengan kondisi UDT
(undescended testis). UDT/kriptokidisme adalah kondisi gagalnya sebuah testis turun
kedalam skrotum pada waktu atau sekitar waktu kelahiran bayi. Sementara dalam
keadaan normal, proses turunnya testis dimulai sekitar 3 minggu sampai 1 bulan
sebelum masa kelahiran normal bayi (minggu ke-37). Proses turunnya testis melalui
canalis inguinalis menuju scrotum dibantu oleh hormone testosterone yang dihasilkan
oleh testis janin. Pembentukan testosterone oleh testis janin dibantu oleh rangsangan
dari Hormone Chorionic Gonadotropin (HCG) yang berasal dari plasenta. HCG akan
merangsang sel-sel interstisial pada testis janin untuk terus membantu pembentukan
testosterone. Jadi, apabila bayi lahir dalam kondisi premature dengan kategori Very
paterm maka kemungkinan besar akan mengalami kondisi UDT karena penurunan
testis dari abdomen kedalam skrotum tidak terjadi sempurna karena terjadi defisiensi
testosterone sebagai pencetus utama turunnya testis dari abdomen kedalam skrotum.
BLOK REPRODUKSI DAN TUMBUH KEMBANG (PBL-2) | Hubungan antara Prematur dengan 27
UDT
6. Pemeriksaan Analisis Sperma
Analisis sperma adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan normal
atau tidaknya sperma. Pemeriksaan analisis sperma umumnya dilakukan pada pria
yang memiliki pasangan yang sulit untuk hamil dan merupakan bagian dari tes
kesuburan. Selain itu, analisis sperma juga dapat dilakukan pada pria yang menjalani
vasektomi untuk menentukan apakah operasi tersebut berhasil atau tidak.
Tujuan tes analisis semen adalah untuk mendapatkan informasi objektif mengenai
kualitas (Warna, volume, bau, ph, viskositas, liquifaksi) dan kuantitas (Motilitas,
jumlah sperma, morfologi, aglutinasi, hitung leukosit) semen yang merupakan bagian
terpenting dalam mendiagnosis infertilitas pada pria
Sebelum melakukan analisis sperma, Anda mungkin akan diperintahkan untuk tidak
melakukan hubungan seks maupun masturbasi selama paling tidak 2-5 hari sebelum
sampel diambil. Anda akan diperintahkan untuk melakukan masturbasi untuk
mengeluarkan sampel air mani.
Pengambilan sampel di rumah tidak umum dilakukan, karena cairan tersebut harus
dianalisis dalam waktu 1 jam setelah dikeluarkan. Pemeriksaan analisis sperma
direkomendasikan untuk dilakukan 2 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Kedua tes ini umumnya memiliki jarak 2 hingga 3 minggu.
1. Warna
Normal : Putih keabu-abuan atau putih
Abnormal : Merah-kecoklatan (Hemospermia)
: Kekuningan (Jaundice)
2. Volume
Normal :1,5 - 5 ml/ejakulat
Abnormal : < 1,5 ml (hypospermia)
: > 5,5 ml (hyperspermia
3. Bau
Normal : Khas seperti bunga akasia, Bau Sperma yang khas tersebut
disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang
dikeluarkan oleh kelenjar prostat.
Abnormal : Busuk (terdapat infeksi )
4. PH
Normal : 7,2 – 8
Abnormal : < 7,2 (pH yang rendah terjadi karena peradangan yang kronis dari
kelenjar prostat, Epididimis, vesika seminalis atau kelenjar vesika
seminalis kecil, buntu maupun rusak)
: > 8 (pH yang rendah disebabkan oleh peradangan akut kelenjar
atau saluran genital)
5. Viskositas
Normal : sampel menetes dalam tetesan yang kecil < 2 cm
PASCA ANALITIK
3. Azoosperma : bisa akibat adanya obstruksi (produksi sperma normal) seperti pada
infeksi berat, trauma iatrogenik atau pembedahan inguinal, anomali kongenital vas
deferens. Tanpa obstruksi (spermatogenesis tidak terjadi atau menurun) akibat
gangguan intrinsik pada testis atau endokrinopati
F. Paulsen & J. Waschke sobotta atlas Anatomi Manusia Ed. – 23 Jakarta. EKG , 2012 UU
No. 19 Th 2002
Guyton, A. C., dan Hall, J. E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisis 12. Jakarta:
EGC.
Fried, H. George dkk.(2005). Schaum’s Outlines BIOLOGI edisi kedua. Jakarta: Erlangga
Heffner, Linda & Schust Danny. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga.
Rohen, Johannes & Drecoll, Elke. 2003. Embriologi Fungsional, Perkembangan Sistem
Fungsi Organ Manusia. Edisi 2. Jakarta : EGC
Soenardihardjo & Bambang, dkk. 2011. Buku Ajar Embriologi. Suarabaya: Pusat Penerbitan
dan Percetakan Universitas Airlangga.
Turgeon, ML. Clinical Laboratory Science. 6th edition. Boston : El Sevier Mosby. Page 451
– 452
World Health Organization (WHO). World Health Organization Laboratory Manual for the
Examination and Processing of Human Semen. 5th edition. Switzerland: WHO. 2010 : 13-
114.