Oleh:
LEDY ANA ZULFATUNNADIROH
091724653010
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan perlindungan-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Pemeriksaan Sperma
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr.
Puspa Wardani, dr., Sp.PK(K) selaku dosen pengajar Patologi Klinik Forensik.
Dalam makalah ini mungkin penulis masih memiliki banyak kekurangan dan
kesalahan. Maka dari itu, penulis menyampaikan permohonan maaf serta meminta kritik dan
saran dari pembaca demi menghasilkan makalah yang lebih baik di waktu yang akan datang.
Penulis.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
FOTO PROFIL ................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB 2 ISI........................................................................................................... 3
2.1 Anatomi Reproduksi Pria ....................................................................... 3
2.2 Spermatogenesis ..................................................................................... 5
2.3 Sel Spermatozoa ..................................................................................... 7
2.4 Uji Kualitas Semen ................................................................................. 12
2.5 Faktor-faktor yang Secara Langsung Mempengaruhi Spermatogenesis 18
BAB 3 RINGKASAN........................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
Analisis sperma adalah suatu pemeriksaan yang penting untuk menilai fungsi organ
reproduksi pria. Yang dianalisis secara rutin ialah kualitas dan kuantitas spermatozoa serta
fungsi sakretoris kalenjar asesoris seks (Ferial et al., 2009).
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui anatomi reproduksi pria.
1.2.2 Untuk mengetahui proses spermatogenesis.
1.2.3 Untuk mengetahui struktur sel spermatozoa.
1.2.4 Untuk mengetahui pemeriksaan kualitas semen.
1.2.5 Untuk megetahui faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi
spermatogenesis.
BAB 2
ISI
2.1.1 Testis
Testis adalah dua kelenjar oval berukuran panjang 5 cm (2 inci) dan diameter 2,5 cm
(1 inci). Testis terdapat di dalam skrotum dan menggantun di luar tubuh di depan paha dan
di belakang penis. Hal ini memastikan bahwa suhu di dalam testis adalah 2-3oC lebih rendah
dari suhu normal tubuh 37oC. Suhu yang lebih rendah ini diperlukan untuk produksi sperma
yang optimal (spermatogenesis). Anehnya, testis kiri sering ditangguhkan lebih rendah
daripada yang kanan. Jika suhu menjadi terlalu dingin, otot-otot di testis dapat berkontraksi,
dan testis akan naik ke dalam tubuh karena suhu yang sangat dingin juga tidak ideal untuk
spermatogenesis (Szmelskyj et al., 2014).
Fungsi utama testis adalah produksi sperma dan testosteron. Spermatozoa dan cairan
nutrisi diproduksi oleh germ cell, yang melapisi tubulus seminiferous di dalam testis, dan
testosteron di produksi oleh sel Leydig, yang terletak di antara tubulus seminiferous.
Terdapat ratusan tubulus seminiferus di dalam setiap testis, yang masing-masing panjangnya
berukuran 80 cm (31 inci) (Szmelskyj et al., 2014).
3
4
2.1.2 Epididimis
Tubulus seminiferus bergabung ke dalam epididymis, temapt spermatozoa matang
dan disimpan. Proses pematangan ini membutuhkan waktu 6 minggu. Di kepala epididymis,
terdapat 5-10 tubulus yang terpisah, yang bergabung menjadi satu tubulus. Tubulus ini
dipilin dan dipadatkan, 5 cm (2 inci) dalam bentuk kompresi, dan panjangnya sekitar 6 m
(19 kaki) jika diperpanjang (Szmelskyj et al., 2014).
2.1.6 Uretra
Uretra memiliki panjang sekitar 19-20 cm (8 inci) dan memanjang dari kandung
kemih ke ujung penis. Fungsi utamanya adalah transportasi air seni dan air mani (Szmelskyj
et al., 2014)
5
2.1.7 Penis
Penis berisi uretra dan jaringan ereksi. Ketika dirangsang secara seksual, volume
darah yang besar akan mengisi dan penis akan menjadi ereksi. Selama ejakulasi, sperma
didorong oleh gerakan peristaltic vas deferens, vesikula seminalis, saluran ejakulasi, dan
kelenjar prostat ke dalam uretra dan kemudian keluar dari penis. Kadang-kadang sejumlah
kecil air mani keluar sebelum ejakulasi, dan kadang-kadang pria mengalami ejakulasi
nocturnal ketika tidur. Jika mereka tidak mengalami ejakulasi, spermatozoa dapat bertahan
selama beberapa bulan dan akhirnya diserap kembali oleh tubulus seminiferus (Szmelskyj et
al., 2014)
2.2 Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa (sperma), yang terjadi
hanya di Tubuli seminiferi yang terletak di testis. Testes 90% tersusun oeh tubuli seminiferi,
sedangkan yang 10% adalah sel intertitiel dan jaringan ikat. Spermatozoa yang dihasilkan
oleh tubuli seminiferi dikeluarkan ke saluran reproduksi jantan yang terdapat silia dan
muskulernya yang dapat menggerakkan spermatozoa dalam proses transportasi, saluran
reproduksi, saluran reproduksi jantan tersebut adalah retetestes, vas deferens epididymis, vas
efferens dan terakhir di uretra, gambar silia dan muskuler pada saluran reproduksi pria
(Susilawati, 2011).
Spermatogenesis dimulai pada masa pubertas, ketika sel-sel Leydig dalam testis
mulai memproduksi androgen dibawah pengaruh FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan
LH (Luteinizing Hormone), yang pada gilirannya dikendalikan oleh GnRH (Gonadotrophin-
Releasing Hormone) yang diproduksi oleh hipotalamus. Dengan tidak adanya LH dan FSH,
kadar androgen akan turun dan spermatogenesis terhenti (Szmelskyj et al., 2014).
Spermatogenesis adalah proses kompleks yang dikontrol oleh endokrin dan
regulatory factors lainnya (Lucas et al. 2011). Spermatogenesis difasilitasi oleh keberadaan
hormon-hormon yang lain, tetapi hanya hormon testosteron yang berperan sangat penting
dalam memelihara dan menjaga spermatogenesis. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan
hormon androgen sangat penting untuk keberlangsungan spermatogenesis secara normal
(Hasbi & Gustina, 2018).
Follicle stimulating hormone diketahui berperan dalam mengontrol proliferasi sel
Sertoli yang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume testis, sedangkan testosteron
dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa mungkin terlibat dalam memodulasi
diferensiasi sel Sertoli (Kuiri-Hänninen et al. 2011). Lebih lanjut dilaporkan bahwa
6
testosteron bekerjasama dengan hormon tiroid dan asam retinoat terlibat dalam merangsang
diferensiasi sel Sertoli melalui efek pada regulator siklus sel (Hasbi & Gustina, 2018).
Sel somatik (sel Sertoli) memegang peran penting dalam mengontol perkembangan
germ cell. Lebih lanjut dijelaskan bahwa androgen merupakan faktor utama dalam
mendukung perkambangan germ cell pria dan sel Sertoli merupakan target utama untuk aksi
hormon androgen (Verhoeven et al. 2010). Beberapa laporan menunjukkan bahwa
testosteron dan FSH bertindak sebagai germ cell survival faktor selama inisiasi
spermatogenesis (Hasbi & Gustina, 2018).
Spermatogenesis dimulai dengan spermatogonia (sel sperma yang belum matang
diploid (2n) yang berasal dari germ cell embrionik) yang membelah dengan mitosis. Selama
fase meiosis yang berkepanjangan, spermatosit sensitive terhadap kerusakan. Beberapa
spermatogonia berkembang menjadi spermatosit primer (Szmelskyj et al., 2014).
Saat pubertas, terdapat peningkatan testosteron, yaitu dimulainya meiosis I. Selama
tahap ini, spermatosit primer menghasilkan dua spermatosit sekunder, yang kemudian
mengalami meiosis II. Dua spermatid haploid (sel haploid) dihasilkan oleh setiap spermatosit
sekunder, menghasilkan total empat spermatid. Spermiogenesis adalah tahap akhir dari
spermatogenesis, dan selama fase ini, spermatid matang menjadi spermatozoa (sel sperma)
(Gambar 2) (Szmelskyj et al., 2014).
7
kepala dan ekornya (flagela) yang dibagi lagi menjadi bagian tengah, pokok dan akhir yang
bagian–bagian tersebut mempunyai struktur yang berbeda (Susilawati, 2011).
Inti bagian tengah pada ekor bersama dengan seluruh bagian ekor membentuk
aksonema. Aksonema ini terdiri dari sembilan pasang mikrotubulus yang tersusun di
sekitar pusat filamen. Pada bagian tengah, susunan mikrotubulusnya adalah 9+2 yang
dikelilingi oleh sembilan serabut kasar padat yang berhubungan dengan sembilan
pasang aksonema. Aksonema dan fiber yang padat pada bagian tengah, sekelilingnya
dibungkus oleh mitokondria. Pembungkus mitokondria ini tersusun berupa pilinan
yang mengelilingi serabut longitudinal ekor. Mitokondria menghasilkan energi yang
dibutuhkan untuk pergerakan spermatozoa. Pemungkus mitokondria berakhir pada
annulus (Susilawati, 2011).
Bagian pokok yang merupakan lanjutan dari annulus dan memanjang
mendekati bagian akhir ekor, terdiri dari aksonema yang terpusat dan bergabung
dengan serabut kasar. Lapisan fibrous diperkirakan memberikan stabilitas untuk
gerakan ekor. Bagian akhir, merupakan batas posterior dari lapisan fibrous yang hanya
berisi aksonema yang dilapisi membran plasma (Susilawati, 2011).
Aksonema bertanggung jawab pada pergerakan spermatozoa. Sepasang
mikrotubulus tersusun dari 9+2, umumnya dinding ekor melipat seperti gelombang
dengan gerakan menggeser antara sepasang daerah yang berdekatan (Susilawati,
2011).
Droplet protoplasmic atau sitoplasmik biasanya tidak terdapat spermatozoa
yang diejakulasikan, tersusun dari residu sitoplasmik. Meskipun termasuk spermatozoa
abnormal yang diejakulasikan dari berbagai spesies, droplet yang terdapat di daerah
leher, yang diketahui sebagai “Droplet Proximal”, sedangkan yang dekat annulus,
disebut “Droplet Distal” (Susilawati, 2011).
10
b. Komponen Biokimiawi
Inti spermatozoa terdiri dari kromatin yang DNA-nya distabilkan dengan
konjugasi menggunakan protein khusus yaitu sebagai “Spermatozoa Histone”. Inti
spermatozoa dengan berat molekul rendah, yang diketahui sebagai “Protamin”,
sedangkan spermatozoa pada spesies lain mengandung jumlah yang bervariasi pada
arginin yang kaya histone. Protein dasar inti penting untuk kondensasi dan stabilisasi
DNA dengan ikatan sulfhidril. Peningkatan ikatan sulfhydryl berperanan pada
perjalanan spermatozoa saat diepididimis selama perjalanan menuju ke fertilisasi
(Susilawati, 2011).
Saat spermatozoa mengalami reaksi akrosom yang sebagian besar bahan
dalam akrosom dikeluarkan yang disebabkan penggabungan plasma dan membran
akrosom bagian luar. Fungsi dari masing-masing enzim adalah sebagai berikut:
Hialuronidase menyebabkan menyebarnya sel kumulus yang mengelilingi ovum
yang baru diovulasikan menyebar. Proakrosin adalah precursor enzim proteolitik
akrosin, yang dapat membantu dalam mempersingkat penetrasi spermatozoa melalui
zona pellusida. Namun secara bioisika, penginduksian spermatozoa dapat secara
mekanik menetrasi zona pellusida dengan cara gerakannya (gerakan spermatozoa)
(Susilawati, 2011).
Lapisan mitokondria spermatozoa, yang kaya fosfolipid, dengan berbagai
ukuran mitrokondria pada beberapa spesies dan dalam cairan kimia yang dibuat.
Spermatozoa mengandung enzim cytochrome oksidase pada system pernafasan dan
tahap glikosis. Metabolisme enzim lain, khususnya laktat dehydrogenase yang
dikenal sebagai LDH-X, juga terdapat energi yang kaya nukleotida adenin dan
guanin adalah komponen penting dalam energi spermatozoa sebagai protein
12
aksonema, tubulin dan dynein. Dynein merupakan protein dasar dalam mikrotubulus
aksonema yang ditunjukkan oleh ikatan divalent ATP-ase yang diaktifkan
(Susilawati, 2011).
2) Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus dikeluarkan
di laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di laboraturium paling lambat
2 jam dari saat dikeluarkan.
3) Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang bersih dan
steril ( jangan sampai tumpah ), Kemudian botol ditutup rapat-rapat dan diberi
nama yang bersangkutan.
4) Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di serahkan pada
petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus diperiksa sekurang-
kurangnya 2 kali dengan jarak antara waktu 1-2 minggu. Analisis sperma sekali
saja tidak cukup karena sering didapati variasi antara produksi sperma dalam
satu individu.
5) Sperma dikeluarkan dengan cara : rangsangan tangan (onani/masturbasi), bila
tidak mungkin dapat dengan cara rangsangan senggama terputus (koitus
interuptus) dan jangan ada yang tumpah.
6) Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik atau
kondom.
gangguan pada kelenjar prostat. Bila sperma yang baru diterima langsung encer
mungkin tidak mempunyai koagulum karena saluran pada kelenjar vesica seminalis
buntu atau memang tidak mempunyai vesical seminalis.
h. Viskositas semen, diukur setelah terjadi pencairan (likuefasi) yang sempurna.
Pemeriksaan viskositas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Cara subyektif
Dengan cara menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk,
kemudian di tarik maka akan terbentuk benang.
2) Cara pipet Elliason
Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering.
Mengukur viskositas dengan menggunakan pipet elliason. Prosedurnya cairan
sperma dipipet sampai angka 0,1 kemudian atas pipet ditutup dengan jari. Setelah
itu arahkan pipet tegak lurus dan stopwatch dijalankan, jika terjadi tetesan
pertama stopwatch dimatikan dan dihitung waktunya dengan detik.
Dikatakan normal apabila yang keluar dari pipet berupa tetesan, abnormal jika
berupa benang dengan panjang > 2 cm. Selain itu, dihitung pula waktu jatuhnya
tetesan pertama, waktu normal 2 detik.Hasil standarisasi semen standar WHO
(2010), viskositas cairan semen normal kurang dari 2 cm.
Pada semen yang mempunyai viskositas tinggi, kecepatan gerak spermatozoid
akan terhambat. Dengan demikian, akan mengurangi kesuburan pria tersebut.
Sebaliknya, semen yang terlalu encer biasanya mengandung jumlah
spermatozoid yang rendah sehingga kesuburan juga berkurang.
i. Bau sperma, bau yang khas atau spesifik. Untuk mengenal bau sperma, seseorang harus
telah mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Sekali seorang telah
mempunyai pengalaman, maka ia tidak akan lupa akan bau sperma yang khas tersebut.
Sperma yang baru keluar pada botol penampung, dicium baunya, lalu dlaporkan bau
khas yang tercium menurut standar WHO (1999, 2010).
Standar yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1999, 2010), bau
dari semen dinyatakan normal jika memenuhi standar seperti bau pohon akasia. Bau-
bau lain seperti amis dan busuk dapat dicurigai adanya lekosit (infeksi) atau sebab-
sebab lain (parasit).
16
Gambar 5. Eosin-nigrosin smear diamati dalam optik bidang yang cerah (WHO, 2010)
Spermatozoa dengan kepala merah (D1) atau merah muda gelap (D2) dianggap mati
(membrane rusak), sedangkan spermatozoa dengan kepala putih (L) atau kepala merah
muda terang dianggap hidup (membrane utuh).
dalam medium hipo-osmotik dan smeua bentuk flagella ditabilkan dalam 30 menit
(WHO, 2010).
Gambar 6. Representasi skematis dari perubahan morfologis spermatozoa yang mengalami hypo-
osmotic stress (WHO, 2010)
(a) Tidak ada perubahan. (b-g) Berbagai jenis perubahan ekor. Pembengkakan pada
ekor ditunjukkan oleh area abu-abu.
2.5.2 Diabetes
Diabetes ditandai dengan hiperglikemia karena kegagalan produksi dan aksi dari
insulin. Diabetes mellitus (DM) menginduksi kerusakan pada berbagai organ dan sistem,
termasuk testis. Fragmentasi DNA mungkin dapat disebabkan oleh stes oksidatif yang
19
berasal dari peningkatan kadar produk akhir glikasi, yaitu Nε-carboxymethyl-lysine (Neto et
al., 2016).
Sebuah penelitian baru-baru ini melaporkan penurunan produksi laktat oleh SCs
manusia selama kekurangan insulin dapat secara langsung memengaruhi spermatogenesis
karena laktat turunan SCs memiliki efek anti-apoptosis dan merupakan sumber energi utama
untuk spermatosit dan spermatid (Neto et al., 2016).
2.5.4 Varicocele
Varicocele adalah pelebaran abnormal dari vena spermatik internal yang disebabkan
oleh katup vena yang tidak kompeten, yang menyebabkan refluks dan stasis dari darah vena.
Varicocele dapat ditemukan pada 15% dari semua pria dewasa, pada 35% pria infertile dan
70-80% pria dengan infertilitas sekunder (Neto et al., 2016).
Fungsi utama sistem reproduksi pria adalah produksi dan transportasi sperma. Sistem
reproduksi pria terdiri dari testis, epididimis, vas deferens, vaseikula seminalis,
saluran ejakulasi, kelenjar prostat dan uretra prostat, uretra, serta penis.
Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa (sperma).
Spermatogenesis dimulai dengan spermatogonia (sel sperma yang belum matang
diploid (2n) yang berasal dari germ cell embrionik) yang membelah dengan mitosis.
Saat pubertas, terdapat peningkatan testosteron, yaitu dimulainya meiosis I. Selama
tahap ini, spermatosit primer menghasilkan dua spermatosit sekunder, yang
kemudian mengalami meiosis II. Dua spermatid haploid (sel haploid) dihasilkan oleh
setiap spermatosit sekunder, menghasilkan total empat spermatid. Spermiogenesis
adalah tahap akhir dari spermatogenesis, dan selama fase ini, spermatid matang
menjadi spermatozoa (sel sperma).
Metode paling akurat untuk mendeteksi secara dini suspek infertilitas pada pria
adalah melalui tes laboratorium. Analisis sperma dapat dilakukan melalui analisis
makroskopis dan mikroskopis terhadap sperma manusia.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses spermatogenesis antara lain
obesitas, diabetes, bahan kimia lingkungan, varicocele, dan faktor genetik.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ferial, E. W., Soekendarsi, E., & Utami, I. P. (2009). Deteksi Dini Suspek Infertilitas
Berdasarkan Analisis Makroskopik Spermatozoa Manusia Early Detection of
Suspected Infertility Based On Macroscopic Analysis of Human Spermatozoa.
Prosiding Seminar Nasional Biologi Dan Pembelajarannya, 437–442.
Hasbi, H., & Gustina, S. (2018). Regulasi Androgen dalam Spermatogenesis untuk
Meningkatkan Fertilitas Ternak Jantan ( Androgen Regulation in Spermatogenesis to
Increase Male Fertility ). Wartazoa, 28(1), 13–22.
https://doi.org/10.14334/wartazoa.v28i1.1643
Moeloek. (2009). Analisis Semen Manusia.
Neto, F. T. L., Bach, P. V., Najari, B. B., Li, P. S., & Goldstein, M. (2016). Spermatogenesis
in humans and its affecting factors. Seminars in Cell and Developmental Biology, 59,
10–26. https://doi.org/10.1016/j.semcdb.2016.04.009
Susilawati, T. (2011). Spermatologi. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Szmelskyj, I., Aquilina, L., & Szmelskyj, A. O. (2014). Anatomy and physiology of the
reproductive system. Acupuncture for IVF and Assisted Reproduction, 23–58.
https://doi.org/10.1016/b978-0-7020-5010-7.00002-3
WHO. (2010). Examination and processing of human semen. World Health Organization,
Edition, F(10), 286. https://doi.org/10.1038/aja.2008.57
21