Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KIMIA KLINIK I

SPERMATOZOA

Dosen Pengampu : Wibowo, SKM., M.Kes.

Disusun Oleh :
Allifah Umami Khoiridiyah M. 2013422005
Bagus Rahayu Ficaksono 1913421001
Hanin Syabaniyah Azzahra 2013422005
Marlya Sapputri Ratna S.N. 2113423003
Yabes Sanjaya Hutabarat 2113423009

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN GENESIS MEDICARE
DEPOK 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................................iii
1. MEKANISME PEMBENTUKAN SPERMA..........................................................................1
1.1 Tempat Pembentukan Sperma...............................................................................................2
1.2 Hormon yang Mempengaruhi Pembentukan Sperma............................................................3
2. SPERMA DAN SPERMATOZOA..........................................................................................3
2.1 Sperma...................................................................................................................................3
2.2 Spermatozoa..........................................................................................................................4
3. SEMEN....................................................................................................................................4
4. MORFOLOGI SPERMA.........................................................................................................6
4.1 Spermatozoa normal..............................................................................................................6
4.1 Spermatozoa abnormal..........................................................................................................7
5. FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI SPERMA..................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar1. 1 Organ Reproduksi Pria.................................................................................................1
Gambar1. 2 Morfologi sperma........................................................................................................7
Gambar1. 3 Kelainan sperma..........................................................................................................9
Gambar1. 4 Sperma immature.........................................................................................................9

iii
PEMERIKSAAN ANALISA SPERMA
POLTEKKES GENESIS MEDICARE
PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
DEPOK

1. MEKANISME PEMBENTUKAN SPERMA

Gambar1. 1 Organ Reproduksi Pria

Pembentukan sperma, atau spermatogenesis, adalah proses yang terjadi di testis. Testis
adalah organ reproduksi pria yang terletak di dalam skrotum. Proses spermatogenesis
berlangsung selama sekitar 74 hari. Proses spermatogenesis dimulai dengan pembelahan sel
induk sperma, atau spermatogonium, menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer kemudian
mengalami meiosis I, yang menghasilkan dua spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder
kemudian mengalami meiosis II, yang menghasilkan empat spermatid. Spermatid kemudian
mengalami diferensiasi, yang mengubahnya menjadi sperma matang. Diferensiasi meliputi
perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi sperma.

Proses spermatogenesis dibagi menjadi dua tahap utama, yaitu:

1) Pembentukan spermatogonium

Pada tahap ini, sel-sel sperma yang sedang berkembang disebut spermatogonium.
Spermatogonium adalah sel-sel bulat yang mengandung kromosom diploid. Spermatogonium
iv
mengalami proses mitosis, yaitu pembelahan sel secara normal yang menghasilkan dua sel
anak yang identik. Sel anak hasil mitosis spermatogonium disebut spermatosit primer.

2) Pembentukan spermatozoid

Pada tahap ini, spermatosit primer mengalami dua kali pembelahan sel secara meiosis.
Meiosis adalah pembelahan sel yang menghasilkan sel-sel anak dengan jumlah kromosom
setengah dari jumlah kromosom sel induknya. Pembelahan meiosis pertama menghasilkan dua
sel anak yang haploid, yaitu spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder kemudian mengalami
pembelahan meiosis kedua, menghasilkan empat sel anak yang haploid, yaitu spermatid.
Spermatid kemudian mengalami proses diferensiasi, yaitu perubahan bentuk dan struktur, untuk
menjadi spermatozoid. Spermatozoid adalah sel sperma yang telah matang. Spermatozoid
memiliki bentuk yang khas, yaitu kepala, leher, dan ekor. Kepala spermatozoid mengandung
nukleus yang berisi DNA. Leher spermatozoid menghubungkan kepala spermatozoid dengan
ekor spermatozoid. Ekor spermatozoid berfungsi untuk menggerakkan spermatozoid agar dapat
mencapai sel telur. Spermatozoa yang telah matang akan disimpan di dalam epididimis, yang
merupakan saluran panjang yang terdapat di dalam testis. Spermatozoa akan dilepaskan ke dalam
uretra saat pria ejakulasi.

1.1 Tempat Pembentukan Sperma


Pembentukan sperma terjadi di testis, yaitu organ reproduksi pria. Testis terletak di dalam
skrotum, yaitu kantong kulit yang terletak di bawah penis. Testis terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Tubulus Seminiferus
Tubulus seminiferous adalah saluran kecil yang berkelok-kelok di dalam testis yang
merupakan tempat terjadinya spermatogenesis. Tubulus seminiferus tersusun atas dua
lapisan sel, yaitu sel germinal dan sel sertoli.
a. Sel germinal adalah sel yang berperan dalam pembentukan sperma. Sel germinal
terdiri dari spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder, dan
spermatid.

v
b. Sel sertoli adalah sel yang mendukung sel germinal. Sel sertoli berfungsi untuk
menyediakan nutrisi dan oksigen bagi sel germinal, serta membantu proses
diferensiasi sperma.

2. Epididimis
Epididimis adalah saluran yang terletak di belakang testis. Epididimis berfungsi untuk
menyimpan sperma yang telah matang.

1.2 Hormon yang Mempengaruhi Pembentukan Sperma

Hormon yang mempengaruhi pembentukan sperma adalah hormon luteinizing (LH) dan
hormon folikel-stimulating (FSH). LH dihasilkan oleh kelenjar pituitari anterior, sedangkan FSH
dihasilkan oleh kelenjar pituitari anterior dan testis. LH berfungsi untuk merangsang sel Leydig
di testis untuk menghasilkan testosteron. Testosteron berfungsi untuk merangsang
spermatogenesis. FSH berfungsi untuk merangsang spermatogonium untuk membelah secara
mitosis dan meiosis.

2. SPERMA DAN SPERMATOZOA

Sperma dan spermatozoa adalah dua istilah yang sering digunakan secara bergantian,
tetapi sebenarnya memiliki arti yang berbeda. Sperma adalah sel-sel reproduksi jantan yang
terdapat di dalam air mani. Spermatozoa adalah sel-sel yang membentuk cairan sperma.

2.1 Sperma

Sperma adalah sel-sel yang sangat kecil, berukuran sekitar 50 mikrometer. Sperma terdiri
dari dua bagian utama, yaitu kepala dan ekor. Kepala sperma mengandung materi genetik, yaitu
DNA. Ekor sperma berfungsi untuk menggerakkan sperma menuju sel telur. Sperma dihasilkan
di dalam testis. Proses pembentukan sperma disebut spermatogenesis. Spermatogenesis dimulai
ketika pria memasuki masa pubertas.

vi
2.2 Spermatozoa

Spermatozoa adalah sel-sel yang membentuk sperma. Spermatozoa terbentuk di dalam


testis, tepatnya di dalam tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus adalah saluran yang berkelok-
kelok di dalam testis.

Perbedaan utama antara sperma dan spermatozoa adalah pada tingkat perkembangannya.
Sperma adalah istilah yang lebih umum dan dapat mengacu pada sel-sel sperma yang belum
matang maupun yang sudah matang. Spermatozoa, di sisi lain, mengacu pada sel-sel sperma
yang sudah matang dan siap untuk membuahi.

3. SEMEN
Semen dalam istilah medis adalah cairan kental dan keruh dari seorang pria yang dikeluarkan
saat ejakulasi, berisi sekret dari kelenjar prostat, kelenjar-kelenjar lain, dan spermatozoa. Semen,
yang diejakulasikan selama aktivitas seksual pria, terdiri atas cairan dan sperma yang berasal dari
vas deferens (kira-kira 10% dari keseluruhan semen), cairan dari vesikula seminalis (kira-kira
60%), cairan dari kelenjar prostat (kira-kira 30%), dan sejumlah kecil cairan dari kelenjar
mukosa, terutama kelenjar bulbouretralis. Jadi, bagian terbesar semen adalah cairan vesikula
seminalis, yang merupakan cairan terakhir yang diejakulasikan dan berfungsi untuk mendorong
sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra. Kelenjar bulbourethral berkontribusi sekitar
5% dari volume cairan dalam bentuk lendir basa yang kental yang membantu menetralkan
keasaman dari sekresi prostat dan vagina. Cairan prostat membuat semen terlihat seperti susu,
sementara cairan dari vesikula seminalis dan dari kelenjar mukosa membuat semen menjadi agak
kental.
Pemeriksaan analisis semen dikerjakan pada pasien varikokel atau infertilitas pria untuk
membantu diagnosis atau mengikuti perkembangan hasil pasca terapi atau pasca operasi
infertilitas pria. Pada analisis disebutkan tentang volume ejakulat, jumlah sperma, motilitas, dan
morfologi sperma. Di samping itu perlu dinilai kemungkinan adanya leukosit, sel-sel darah
merah, dan kadar fruktosa yang rendah untuk menilai kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit
pada gnetalia pria. Analisa semen dilakukan untuk menentukan seorang pria fertil atau infertil.
Semen yang diperiksa harus dari seluruh ejakulat.
vii
Paling baik jika semen diperiksa selambatnya sejam setelah ejakulasi. Jika sampel masih
dipakai lebih dari 4 jam setelah ejakulasi agar disimpan dalam lemari es, dan untuk
memeriksanya kembali harus ditaruh dulu dalam suhu kamar.
Yang dianalisa antara lain:
1) Bau. Umumnya cairan semen memiliki bau cairan yang khas, tajam, dan tidak busuk.
Bau berasal dari oksidasi spermin yang dihasilkan prostat. Jika tidak ada bau khas semen,
prostat tidak aktif atau mengalami gangguan. Mungkin gangguan itu pada saluran atau
kelenjar sendiri. Bau busuk oleh adanya infeksi.
2) Warna. Normalnya berwarna putih kelabu atau seperti lem kanji. Jika agak lama
abstinensi menjadi kekuningan. Jika putih atau kuning tandanya banyak leukosit, yang
mungkin oleh adanya infeksi pada genitalia. Beberapa macam obat, seperti antibiotika,
dapat mewarnai semen.
3) Volume. Berdasarkan volume, dapat digolongkan menjadi :
a. Aspermia : 0 ml
b. Hypospermia : < 1 ml
c. Normospermia : 1-6 ml
d. Hyperspermia : > 6 ml
Rata-rata volume ejakulasi itu 2,5-5,0 ml. Hypospermia dapat terjadi oleh
beberapa hal, yaitu sampel tumpah waktu ditampung atau diangkut, gangguan patologis
dan genetis pada genitalia vesikula seminalis tidak ada atau tidak berfungsi, dan
gangguan hormonal atau karena radang kelenjar. Sedangkan hiperspermia dapat terjadi
karena abstinensi terlalu lama ataupun karena kelenjar kelamin terlalu aktif.
4) Likuifaksi. Pengenceran atau likuefaksi terjadi pada semen normal 15-20 menit
postejakulasi. Kalau semen tidak mengencer, ini berarti ada gangguan pada prostat yang
menghasilkan zat pengencer (seminin). Orang tersebut sering kurang fertil (subfertil).
5) Viskositas. Kekentalan semen diperiksa dengan alat yang disebut viskometer. Secara
sederhana dapat dilakukan, dengan jalan mencelupkan batang kaca ke obyak yang telah
ditetesi semen, diangkat pelan, diukur tinggi benang yang terjadi antara batang kaca dan
obyek samapai batas putus. Viskositas normal jika panjang benang 3-5 cm. Jika semen
terlalu kental (> 5 cm), berarti kurang enzim likuifaksi dari prostat. Terlalu encer (< 3

viii
cm), karena zat koagulasi yang dihasilkan vesikula seminalis terlalu sedikit, atau enzim
pengencaran dari prostat terlalu banyak.
6) pH. pH normal adalah 7,2- 7,8. Jika pH > 8 menunjukkan adanya radang akut kelenjar
kelamin atau epididimitis. pH < 7,2 menunjukkan adanya penyakit kronis pada kelenjar
atau epididimis. Jika pH rendah sekali menunjukka adanya gangguan atau aplasia pada
vesikula seminalis atau ductus ejaculatorius. pH dapat berubah 1 jam sesudah ejakulasi.
Oleh karena itu, harus dilakukan pengukuran sebelum 1 jam.
7) Konsentrasi. Konsentrasi atau jumlah spermatozoa/ml semen, dihitung dengan
hemositometer Neubauer. Berdasarkan konsentrasinya, dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Polyzoospermia : > 250 juta/ ml
b. Normozoospermia : 40-200 juta/ ml
c. Oligospermia : 40 juta/ ml
d. Azoospermia : 0/ m
Jumlah semen yang biasanya diejakulasikan pada setiap koitus rata-rata adalah 3,5 ml dan
setiap mililiter semen mengandung rata-rata 120 juta sperma, walaupun bahkan pada orang
“normal” jumlah ini dapat bervariasi dari 35-200 juta. Hal ini berarti bahwa rata-rata total dari
400 juta sperma biasanya terdapat dalam setiap ejakulasi. Ketika jumlah sperma dalam setiap
mililiter turun kira-kira di bawah 20 juta,orang tersebut sepertinya hampir mengalami infertilitas.

4. MORFOLOGI SPERMA

4.1 Spermatozoa normal


Spermatozoa normal mempunyai kepala berbentuk oval, regular dengan bagian tegah
(leher) utuh dan ekor tidak melingkar, mempunyai panjang kira-kira 45 mikron. Panjang
kepala 3-5 mikron dengan lebar kepala 2-3 mikron. Akrosom kalau nampak berwarna
pink (merah jambu), kepala berwarna bayangan lebih gelap di daerah akrosom dari pada
bagian tengah (leher), ekor terlihat abu-abu sampai violet. Kepala membulat pada bagian
tengah, pada semua kepala yang masuk kategori oval.

ix
Gambar1. 2 Morfologi sperma

4.1 Spermatozoa abnormal

Spermatozoa disebut abnormal apabila terdapat satu atau lebih dari bagian spermatozoa
yang tidak semestinya. Jadi meskipun kepala spermatozoa oval, tetapi kalau bagian tengah
menebal, maka spermatozoa itu dikatakan abnormal.

A. Abnormalitas pada kepala sperma


 Kepala oval besar (bentuk makro), adalah spermatozoa dengan ketentuan spermatozoa
normal, tetapi ukuran kepala spermatozoa lebih besar, yaitu kira-kira panjang kepala > 3
mikiron,
 Kepala oval kecil (bentuk mikron) adalah dengan ketentuan bila ukuran kepala sperma
lebih kecil yaitu ; panjang < 3 mikron, lebar < 2 mikron.
 Kepala pipih (bentuk lepto). Spermatozoa yang mempunyai kepala dengan perbandingan
ukuran lebar lebih pendek dari pada panjangnya. Kepala sperma kelompok ini berbentuk
cerutu dengan kedua sisi sejajar yang kemudian dapat bertemu dengan titik. Panjang
sperma > 7 mikron dan lebar sperma > 3 mikron.

x
 Kepala berbentuk pir. Kepala lebih menyolok berbentuk sebagai “tetesan air mata” ,
bagian runcingnya berhubungan dengan bagian tengah sperma, disini ukurannya tidak
diperhatikan.
 Kepala dua. Sperma mempunyai dua kepala yang mungkin dalam berbagai bentuk dan
ukuran. Jumlah kepala sperma tanpa memandang bentuk dan ukuran termasuk kedalam
kelompok kepala dua.
 Kepala berbentuk amorfous (bentuk terato). Sperma mempunyai kelainan yang
bervariasi, sebagai contoh adalah kepala terpilin, terdapat cekungan konkaf pada sisinya
dan juga kepala berbentuk kelereng yang berwarna gelap tanpa adanya akrosom.

B. Abnormalitas pada leher / bagian tengah sperma


 Bagian tengah menebal, bila ukuran bagian tengah lebih besar dari 2 mikron.
 Bagian tengah patah.
 Tidak mempunyai bagian tengah.

C. Abnormalitas pada ekor


 Ekor melintang.
 Ekor patah, yang meninggalkan sisanya setidak-tidaknya separuh dari ekor normal.
 Ekor lebih dari 1.
 Ekor sebagai tali terpilin.

xi
Gambar1. 3 Kelainan sperma

D. Sperma Immature
Spermatozoa immature adalah sperma yang masih mengandung sisa-sisa sitoplasma
yang mempunyai ukuran separuh dari ukuran kepala dan masih terikat, baik pada
kepala, bagian tengah maupun pada ekor sperma.

Gambar1. 4 Sperma immature

E. Motilitas
Menurut WHO, normal apabila motilitas 60 menit setelah ejakulasi > 50% dengan
gerakan ke depan. Orang dengan spermatozoa lemah sekali majunya, disebut
asthenozoospermia. Jika hampir semua sperma yang diperiksa nampak mati dan tidak

xii
bergerak, disebut necrozoospermia. Berarti orang tersebut infertil. Namun, laporan
terakhir menunjukkan bahwa sperma yang tidak bergerak belum menunjukkan mati.
Mungkin ada suatu zat cytotoxic atau antibodi yang menyebabkan tidak bergerak.

5. FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI SPERMA

Sperma merupakan sel yang sangat penting dalam proses reproduksi. Sperma yang sehat
diperlukan untuk membuahi sel telur dan menghasilkan kehamilan. Kualitas sperma dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.
a) Faktor Internal
 Genetika : Faktor genetik dapat mempengaruhi kualitas sperma. Pria dengan riwayat
keluarga yang memiliki masalah kesuburan, seperti infertilitas atau kelainan genetik,
berisiko lebih tinggi untuk memiliki kualitas sperma yang buruk.
 Hormon : Keseimbangan hormon yang tepat sangat penting untuk proses
spermatogenesis, yaitu proses pembentukan sperma. Ketidakseimbangan hormon, seperti
kadar testosteron yang rendah, dapat menyebabkan kualitas sperma menurun.

 Penyakit : Beberapa penyakit, seperti infeksi, kanker, dan diabetes, dapat mempengaruhi
kualitas sperma. Infeksi pada testis, epididimis, atau vas deferens dapat menyebabkan
inflamasi dan kerusakan pada organ-organ tersebut, sehingga produksi sperma terganggu.
Kanker pada testis atau organ reproduksi lainnya juga dapat menyebabkan kerusakan
pada sel-sel sperma. Diabetes dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah,
termasuk pembuluh darah di testis, sehingga aliran darah ke testis terganggu dan produksi
sperma menurun.

b) Faktor Eksternal

 Gaya hidup : Gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, minum alkohol, dan
mengonsumsi obat-obatan terlarang, dapat mempengaruhi kualitas sperma.

xiii
- Merokok. Merokok dapat merusak DNA sperma, sehingga sperma menjadi kurang
motil dan mudah mati.
- Minum alkohol. Minum alkohol dalam jumlah yang berlebihan dapat menurunkan
kadar testosteron dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel sperma.
- Mengonsumsi obat-obatan terlarang. Obat-obatan terlarang, seperti kokain dan
heroin, dapat merusak sel-sel sperma dan mengganggu proses spermatogenesis.

 Makanan : Kekurangan nutrisi, seperti asam folat, vitamin D, dan zinc, dapat
menyebabkan kualitas sperma menurun.

- Asam folat. Asam folat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel,
termasuk sel-sel sperma. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan sperma menjadi
abnormal dan kurang motil.
- Vitamin D. Vitamin D penting untuk fungsi sistem reproduksi. Kekurangan vitamin
D dapat menyebabkan penurunan kadar testosteron dan produksi sperma.
- Zinc. Zinc penting untuk produksi sperma yang sehat. Kekurangan zinc dapat
menyebabkan penurunan jumlah sperma, motilitas sperma, dan morfologi sperma.

 Lingkungan : Paparan radiasi, polusi, dan bahan kimia dapat merusak sperma.

- Radiasi. Paparan radiasi, seperti radiasi dari sinar X atau radiasi nuklir, dapat merusak
DNA sperma.
- Polusi. Polusi udara, air, dan tanah dapat mengandung bahan kimia yang berbahaya
bagi sperma.
- Bahan kimia. Beberapa bahan kimia, seperti pestisida, herbisida, dan logam berat,
dapat merusak sperma.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Tortora, Gerard J., dan Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology. 15th ed. New

York: John Wiley & Sons, Inc., 2018.

Guyton, Arthur C., dan John E. Hall. Textbook of Medical Physiology. 13th ed. Philadelphia:

Elsevier Saunders, 2016.

Ganong, William F. Review of Medical Physiology. 25th ed. New York: McGraw-Hill

Education, 2016.

xv

Anda mungkin juga menyukai