Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

“PEMERIKSAAN ANALISIS SPERMA”

DOSEN PENGAMPU : Anggraeni, S.Si., M.Si


ASISTEN PRAKTIKUM : Ramadani, S.Si

Oleh

ALDA PUTRI VALENTINA

2032111045

[FISWAN 4B]

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG


FAKULTAS PERTANIAN PERIKANAN DAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
BALUNIJUK
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun laporan praktikum yang
telah diberikan dengan judul “PEMERIKSAAN ANALISIS SPERMA” selesai
tepat pada waktunya.

Dalam penyusunannya, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada


Ibu Anggraini, S.Si., M.Si selaku dosen dan Kak Ramadani S.Si selaku asisten
dosen yang telah memberi bimbingan dan arahan selama proses pembuatan
laporan ini.

Adapun tujuan penulisan dari laporan praktikum ini adalah untuk


memenuhi salah satu tugas matakuliah praktikum Fisiologi Hewan. Laporan
praktikum ini membahas mengenai Pemeriksaan Analisis secara Mikroskopis dan
Makroskopis Sperma.

Dalam menyusun laporan ini, saya sepenuhnya menyadari bahwa laporan


ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritikan dan saran yang bersifat
konstruktif dan membangun senantiasa diharapkan untuk menyempurnakan
laporan ini. Selanjutnya, penulis berharap Laporan Praktikum ini akan memberi
manfaat bagi pembaca nantinya.

Balunijuk, 10 Maret 2023

Alda Putri Valentina

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2
1.3 Tujuan Praktikum .................................................................................. 2
1.4 Manfaat Praktikum ................................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Spermatozoa .......................................................................................... 3
2.2 Spermatogenesis .................................................................................... 7
BAB III. METODELOGI .................................................................................. 10
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 10
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 10
3.3 Cara Kerja ........................................................................................... 10
3.3.1 Prosedur dan Syarat Pengambilan Semen ...................................... 10
3.3.2 Pengamatan Secara Makroskopik .................................................. 10
3.3.3 Pengamatan Secara Mikroskopik .................................................. 11
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 14
4.1 Hasil .................................................................................................... 14
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 15
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 18
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 18
5.2 Saran ................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19
LAMPIRAN ...................................................................................................... 21

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbandingan Sperma Normal dan Abnormal ........................................ 14
Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Pengamatan Sperma ................................................ 15

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Spermatozoa Normal dan Abnormal (dikutip dari WHO


Guidelines 2010) .................................................................................................. 4
Gambar 2 Tahap-tahap Pembentukan Spermatozoa (dikutip dari Sheerwood L,
2016) ................................................................................................................... 9

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Laporan Sementara ......................................................................... 21

vi
1

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sistem reproduksi memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup


seseorang. Sistem reproduksi pada pria memiliki fungsi untuk menghasilkan
sperma dan menyalurkan sperma kepada wanita. Pada pria, terdapat organ
reproduksi primer yaitu, sepasang testis. Pada kedua jenis kelamin, gonad
matur akan menghasilkan gamet (gametogenesis) yaitu pada pria adalah
spermatozoa sedangkan pada wanita adalah ovum. Gonad juga akan
menghasilkan hormon testosteron pada pria, serta hormon estrogen dan
progesteron pada wanita (Sheerwood L., 2016).
Analisis sperma adalah salah satu pemeriksaan awal yang dilakukan pada
penyakit infertilitas. Analisis sperma ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
sperma, yang hasilnya menentukan apakah sperma tersebut fertil atau infertil
(Tandara et al., 2013). Terdapat empat kategori utama cacat sperma mengarah
ke diagnosis infertilitas laki-laki adalah jumlah sperma yang sedikit
(oligozoospermia), masalah pada motilitas sperma (asthenozoospermia), cacat
morfologi sperma (teratozoospermia), dan tidak adanya sperma dalam semen
(azoospermia), yang mungkin terjadi karena kurangnya produksi atau
obstruksi (Parrot, 2014).
Faktor penting dalam penentuan sperma normal adalah motalitas sperma
(Singh dan Argawal, 2011). Ciri-ciri sperma normal yaitu memiliki lebih dari
atau sama 25% motalitas yang progresif (A) atau lebih dari atau sama dengan
50% motalitas yang progresif + motalitas non progresif (A+B) (Singh et al.,
2010). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motilitas sperma yaitu usia,
berat badan, stress, konsumsi alkohol, pekerjaan, radiasi gelombang
elektromagnetik, dan infeksi. Infeksi organ reproduksi laki-laki akan
meningkatkan jumlah leukosit di cairan semen yang nantinya memengaruhi
motilitas sperma.
Dengan demikian di dalam laporan praktikum ini kita akan membahas
mengenai sistem reproduksi pria, pemeriksaan analisis sperma.
2

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari praktikum ini adalah :


a) Bagaimana hasil analisis sperma secara makroskopik dan mikroskopik.
b) Bagaimana cara melakukan pemeriksaan terhadap kualitas sperma.

1.3 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :


a) Untuk melakukan analisis sperma secara makroskopik dan mikroskopik.
b) Untuk mengetahui cara melakukan pemeriksaan terhadap kualitas sperma.

1.4 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah :


a) Mahasiswa dapat melakukan analisis sperma secara makroskopik dan
mikroskopik.
b) Mahasiswa dapat mengetahui cara melakukan pemeriksaan terhadap
kualitas sperma.
3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Spermatozoa

Sperma merupakan sel yang memiliki fungsi untuk mengantarkan DNA


dari jantan ke sel telur. Sel sperma diproduksi oleh testis yang dikenal sebagai
“Spermatogenesis”, proses ini menunjukkan kesamaan besar di antara
organisme. Adapun struktur dasar sperma yaitu kepala, bagian tengah dan
ekor. Terdapat berbagai variasi luas dalam morofologi sperma di seluruh
spesies, seperti perbedaan dalam ukuran keseluruhan sperma, bentuk dan
jumlah sperma yang dihasilkan (Prakash et al., 2013).
2.2.1 Morfologi Spermatozoa
Menurut Prakash et al 2013 Spermatozoa memiliki tiga bagian :
kepala yang ditudungi akrosom, bagian tengah, dan ekor. Kepala
terutama terdiri dari nukleus, yang mengandung informasi genetik
sperma. Akrosom, menutupi dua pertiga anterior dari nukleus,
merupakan vesikel terisi enzim yang memungkinkan sperma
menembus oosit sekunder saat fertilisasi. Akrosom merupakan
modifikasi lisosom, dibentuk oleh agregasi vesikel-vesikel yang
diproduksi oleh kompleks golgi-retikulum endoplasma sebelum
organel ini disingkirkan. Enzim akrosomal tetap inaktif sampai
sperma kontak dengan ovum. Mobilitas spermatozoa dihasilkan
oleh suatu ekor panjang mirip cambuk (flagellum) yang
gerakannya dijalankan oleh energi ATP yang dihasilkan oleh
mitokondria yang terkonsentrasi di bagian tengah sperma.
Flagellum mempunyai tiga komponen utama, yaitu :
(a) Sebuah sentral skeleton yang terbentuk dari 11 mikrotubulus,
yang disebut axonema.
(b) Sebuah membran tipis yang menyelimuti axonema.
(c) Mitokondria yang mengelilingi bagian proksimal dari
axonema.

Morfologi merupakan salah satu dari pemeriksaan spermatozoa dan


termasuk pemeriksaan mikroskopis selain pemeriksaan jumlah dan
4

motilitas spermatozoa. Penilaian morfologi sperma dilakukan dengan


sediaan hapus sperma yang diwarnai dengan giemsa di baca dengan
pembesaran 1000x. Kriteria morfologi sperma disebut normal bila :

a. Kepala berbentuk oval, akrosom menutupi sepertiga panjangnya,


panjang 3-5 mikron, lebar setengah sampai dengan dua pertiga panjang
kepala.
b. Midpiece berukuran langsing (kurang dari setangah lebar kepala),
panjang 2 kali panjang kepala dan berada dalam satu garis panjang
sumbu kepala.
c. Ekor mempunyai batas tegas, berupa garis panjang 9 kali panjang
kepala.

Gambar 1. Morfologi Spermatozoa Normal dan Abnormal (dikutip dari


WHO Guidelines 2010)
Bentuk abnormal dari spermatozoa biasanya kurang dari 30% dan
meliputi:
a. Defek pada kepala: besar atau kecil, meruncing, pyriform, bulat,
amorf, vakuolisasi (lebih besar dari vakuola atau >20% dari daerah
kepala diduduki oleh vakuola), vakuola di wilayah pasca-akrosom,
5

daerah akrosom kecil atau besar (<40% atau >70% dari daerah kepala),
kepala ganda, atau kombinasi dari beberapa defek.
b. Defek pada leher dan midpiece : penyisipan asimetris midpiece ke
dalam kepala, tebal atau tidak teratur, tajam membungkuk, normal
tipis, atau kombinasi dari beberapa defek.
c. Defek ekor : pendek, hairpin halus, tajam bersudut, lebar tidak teratur,
tergulung, atau kombinasi dari beberapa defek.
d. Sitoplasma droplet : ini dikaitkan dengan spermatozoa abnormal
dihasilkan dari proses spermatogenesis yang rusak. Spermatozoa
ditandai dengan tumpukan sitoplasma yang bentuknya tidak teratur,
besarnya sepertiga atau lebih dari ukuran kepala sperma, sering juga
dikaitkan dengan defek midpiece.

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi morfologi spermatozoa


Adapun faktor yang mempengaruhi morfologi sperma antar lain:
 Suhu
Suhu memegang peranan penting pada spermatogenesis.
Pada mamalia spermatazoa hanya dapat diproduksi bila suhu
testis 29-30’C, sedikitnya. 1,5- 2.0C· dibawah suhu dalam
tubuh, kenaikan suhu beberapa derajat akan menghambat
proses spermatogenesis,sebaliknya suhu rendah akan
meningkatkan spermatogenesis pada manusia.
 Merokok
Asap rokok dapat memberikan dampak buruk terhadap
fungsi reproduksi pria karena terdapat radikal bebas yang dapat
merusak sel. Radikal bebas merupakan suatu molekul yang
tidak stabil akibat kehilangan elektron, dan dapat menyebabkan
kerusakan DNA pada berbagai sel tubuh.
 Usia
Umur mempengaruhi kesuburan dimana pada usia tertentu
tingkat kesuburan seorang pria akan mulai menurun secara
perlahan-lahan.’ Kesuburan pria ini diawali saat memasuki usia
6

pubertas ditandai dengan perkembangan organ reproduksi pria,


rata-rata umur 12 tahun. Perkembangan organ reproduksi pria
mencapai keadaan stabil umur 20 tahun. Tingkat kesuburan
akan bertambah sesuai dengan pertambahan umur dan akan
mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Setelah usia 25
tahun kesuburan pria mulai menurun secara perlahan-lahan,
dimana keadaan ini disebabkan karena perubahan bentuk dan
faal organ reproduksi.
 Alkohol
Dalam testis, alkohol dapat mempengaruhi sel-sel Leydig
yang memproduksi dan mengeluarkan testosteron. Alkohol
juga menganggu fungsi sel Sertoli testis yang memainkan
peranan penting dalam pematangan sperma. Dalam kelenjar
hipofisis, alkohol dapat menurunkan produksi, rilis, dan/atau
kegiatan LH dan FSH.
 Obat Gonodotoksik
Beberapa penelitian menunjukkan adanya sejumlah zat
pestisida yang toksin terhadap gonad, antara lain imidakloprid,
organofosfat, organoklorin, karbamat, fumigan, dan beberapa
herbisida serta fungisida. Obat-obatan tertentu seperti
marijuana, heroin, kokain juga dapat menekan fungsi
reproduksi pria.
 Nutrisi
Kandungan nutrisi kaya oksidan, misalnya makanan yang
mengandung vitamin C, vitamin E, polifenol, flavonoid, dan
jenis-jenis antioksidan lain dapat memperbaiki kualitas sperma
karena mencegah kerusakan sel gonad akibat radikal bebas.
 Varicocele
Aliran darah vena abnormal dari skrotum meningkatkan
produk sisa metabolisme dan mengurang ketersediaan okisgen
dan nutrisi yang diperlukan untuk perkembangan sperma.
7

2.2 Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah proses pembentukan sperma menjadi sperma


dewasa dari germinal sel atau yang sering disebut sel induk. Spermatogenesis
dimulai dari proses poliferasi dan diferensiasi germinal sel dan diakhiri
dengan terbentuknya formasi sperma dewasa. Spermatogonia berkembang
menjadi spermatozit primer, kemudian perkembangan berlanjut menjadi
spermatozit sekunder. Pematangan spermatozit sekunder terbentuklah
spermatid, tahap akhir spermatogenesis adalah pematangan spermatid menjadi
sel sperma, keseluruhan proses ini membutuhkan waktu sekitar 64 hari
(Jungwirth, 2015).
2.3.3 Tahap-tahap Spermatogenesis
(a) Proliferasi Mitotik
Spermatogonia yang terletak dilapisan terluar tubulus terus
menerus bermitosis, dengan semua sel baru yang mengandung
komplemen lengkap 46 kromosom identik dengan sel induk.
Proliferasi ini menghasilkan pasokan sel germinativum baru
yang terus menerus. Setelah pembelahan mitotik sebuah
spermatogonium, salah satu sel anak tetap ditepi luar tubulus
sebagai spermatogonium tidak berdiferensiasi, sehingga
turunan sel germinativum tetap terpelihara. Sel anak yang lain
mulai bergerak kearah lumen sambil menjalani berbagai tahap
yang dibutuhkan untuk membentuk sperma, yang kemudian
akan dibebaskan kedalam lumen. Pada manusia, sel anak
penghasil sperma membelah secara mitotik dua kali lagi untuk
menghasilkan 4 spermatosit primer identik. Setelah
pembelahan mitotik terakhir, spermatosit masuk ke fase
istirahat ketika kromosom-kromosom terduplikasi dan untai-
untai rangkap tersebut tetap menyatu sebagai persiapan untuk
pembelahan meiosis pertama (Sherwood L. 2016, Guyton CA,
Hall JE. 2007).
(b) Meiosis
8

Selama meiosis setiap spermatosit primer (dengan jumlah


diploid 46 kromosom rangkap) membentuk dua spermatosit
sekunder (masing-masing dengan jumlah haploid 23 kromosom
rangkap) selama pembelahan meiosis pertama, akhirnya
menghasilkan empat spermatid (masing-masing dengan 23
kromosom tunggal) akibat pembelahan meiosis kedua
(Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall JE. 2007)
Setelah tahap spermatogenesis, tidak terjadi pembelahan
lanjut. Setiap spermatid mengalami remodeling menjadi
spermatozoa. Karena setiap spermatogonium secara mitosis
menghasilakan empat spermatosit primer dan setiap
spermatosit primer secara meiosis akan menghasilkan empat
spermatid, rangkaian spermatogenik pada manusia secara
teoritis menghasilkan 16 spermatozoa setiap kali
spermatogonium memulai proses ini. Namun sebagian sel
lenyap diberbagai tahap sehingga efisiensi produksi jarang
setinggi ini (Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall JE. 2007).
(c) Pengemasan
Setelah meiosis, spermatid secara struktural masih mirip
spermatogonia yang belum berdiferensiasi, kecuali bahwa
komplemen kromosomnya kini hanya separuh. Pembentukan
spermatozoa yang sangat khusus dan bergerak dari spermatid
memerlukan proses remodeling atau pengemasan, ekstensif
elemen-elemen sel, suatu proses yang dikenal sebagai
spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang
sebagian besar sitosol dan semua organel yang tidak
dibutuhkan untuk menyampaikan informasi genetik sperma ke
ovum telah disingkirkan. Karena itu sperma dapat bergerak
cepat, hanya membawa serta sedikit beban untuk melaksanakan
pembuahan (Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall JE. 2007).
9

Gambar 2 Tahap-tahap Pembentukan Spermatozoa (dikutip


dari Sheerwood L, 2016)
10

BAB III. METODELOGI


3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 6 Maret 2023 pada pukul
07.30-09.30 WIB di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi, Fakultas
Pertanian Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop, cell counter,
preparat kaca dan cover glass mikroskop, mikropipet dan tip, pipet tetes, gelas
ukur, mikrotube, dan neubauer chamber sedangkan bahan yang digunakan
adalah larutan george, kertas pH universal dan sampel sperma segar.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Prosedur dan Syarat Pengambilan Semen


- Pasien melakukan pantang senggama (ABSTINENSI) min. 48
jam dan tidak lebih dari seminggu.
- Semen harus diserahkan ke lab, paling lambat 1 jam setelah di
ejakulasi.
- Sampel diperoleh dengan masturbasi.
- Semen ditampung seluruhnya secara lengkap dalam gelas kaca
bermulut lebar yang bersih dan ditutup dengan biak. Tempat
penampungan diberi label: Nama, Nomor, Jam Pengeluaran,
Lama Abstinensia, Tanggal dan Jam Pemeriksaan.
- Sampel dijaga pada temperatur tinggi (20-400C) untuk
menghindari gangguan motilitas.

3.3.2 Pengamatan Secara Makroskopik


- Warna
Warna semen yang baik adalah putih mutiara, apabila
warna semen berwarna putih jernih maka kandungan
spermatozoa sangat sedikit atau tidak ada. Apabila semen
berwarna kemerahan, diperkirakan terdapat eritrosit atau terjadi
11

pendarahan. Apabila semen berwarna putih keruh diperkirakan


terdapat leukosit atau terjadi infeksi. Pengamatan warna semen
dilakukan diatas kertas berwarna putih.
- Bau
Semen memiliki bau yang khas yang berasal dari oksidasi
spermine, apabila sperma memiliki bau yang amis atau
menyengat, maka diperkirakan terjadi infeksi, apabila sperma
berbau busuk maka diperkirakan waktu pengambilan sperma
sudah lebih dari 6 jam.
- Volume
Pengukuran dilakukan di dalam gelas ukur, pindahkan
semen dari dalam wadah pengumpul ke dalam gelas ukur
dengan menggunakan pipet. Lalu lakukan pencatatan volume
semen.
- pH
Ambil satu strip Ph universal lalu celupkan ke dalam
sampel.
- Likuifaksi
Dilihat dari semen telah cair sempurna tanpa adanya
agregat atau koagulum.
- Viskositas
Dilihat dari kecepatan semen untuk jatuh dari ujung pipet.

3.3.3 Pengamatan Secara Mikroskopik


- Perhitungan Motilitas Sperma
Aduk semen dengan menggunakan batang pengaduk hingga
homogen, lalu teteskan sampel tersebut ke dalam kaca preparat
dan tutup ke dalam cover glass. Kemudian, lakukan
pengamatan di bawah mikroskop.
Berikut ini jenis-jenis motilitas sperma:
1) Motilitas bergerak cepat/progresif linear.
2) Motilitas bergerak lambat/berputar.
3) Motilitas bergerak ditempat.
12

4) Imotilitas/tidak bergerak.
Misalkan menghitung basofil adalah kategori pertama, eosin
kategori kedua, miloid kategori ketiga dan jufenil kategori
keempat. Ketika mengamati motilitas sperma dalam mikroskop
kita dapat menekan satu tombol yang sesuai dengan kategori
tersebut, misalnya jika mengamati motilitas type 1 kita dapat
menekan tombol 1 lalu kita menemukan 2 lagi motilitas type 1
dan menemukan motilitas type 3 atau imotilitas dan type 2.
Disini kita bisa melihat jumlah masing-masing type motilitas
serta total yang sudah dihitung. Apabila sudah mencapai total
100 maka alat akan berbunyi dan kita dapat menghentikan
hitungan. Kemudian penghitungan sperma motil, apabila
melihat sperma dengan motilitas 1, lalu tekan di tombol yang
sesuai.
- Perhitungan Konsentrasi Sperma
Untuk melakukan pengukuran ini, terlebih dahulu lakukan
pengenceran sampel semen sebanyak 1 banding 20 yaitu
dengan menambahkan 50ul sampel semen ke dalam 950ul
larutan george. Pertama ambil 950ul larutan george lalu
masukkan ke dalam mikrotube kemudian ambil larutan semen
sebnayak 50ul lalu masukan ke dalam tube yang telah diisi
larutan george lalu homogenkan. Lalu teteskan larutan yang
telah diencerkan ke dalam neubauer chamber dan kita tutup
menggunakan cover glass. Setelah ditutup, diamkan selama 5
menit agar sel spermatozoa mengendap, pengendapan sel
spermatozoa tersebut akan memudahkan kita untuk
mengobservasi. Lalu melakukan pengamatan dibawah
mikroskop cahaya yang sudah disambungkan ke computer.

Cara menghitung dengan menggunakan naubauer chamber:


Terdapat satu kotak besar yang dibatasi oleh 3 garis. Hitung
jumlah sel spermatozoa yang terdapat dalam kotak besar. Jika
13

hasil kurangdari 10 sel spermatozoa di dalam satu kotak besar,


maka harus menghitung 25 kotak besar. Apabila terdapat 10-40
didalam satu kotak besar, cukup menhitung sebanyak 10
sedangkan apabila lebih dari 40 cukup menghitung 5 kotak
besar.
14

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil

Tabel 1 Perbandingan Sperma Normal dan Abnormal

No Indikator Normal Abnormal


1 Makroskopik Warna Putih mutiara, Putih keabu-
putih kelabu. abuan, merah,
kuning, cokelat,
jernih, keruh.
Bau Bau khas, tidak Bau menyengat,
terlalu menyengat. busuk.
Volume 2-5 ml Terlalu sedikit
pH 7,2-8,0 Dibawah 7 diatas
8
Likuifaksi Yang ada Jika kurang dari
penggumpalan dan 20 menit cairan
mencair dalam 30- semen telah
60 menit. mengalami
perubahan
konsistensi
menjadi cair.
Viskositas Mudah ditarik ke Menggumpal dan
dalam pipet dan sangat kental
membentuk
tetesan kecil yang
tidak tampak
menggumpal.
2 Mikroskopik Perhitungan >40% <40%
motilitas juta/ejakulasi juta/ejakulasi
sperma
Perhitungan >20 juta/ml <20 juta/ml
konsentrasi
15

sperma

Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Pengamatan Sperma

No Uji Indikator Hasil


1 Makroskopik Warna Berwarna putih mutiara
(normal)
Bau Berbau khas (normal)
Volume 1,6 cc (normal)
pH 7-8 (normal)
Likuifaksi Telah cair sempurna
Viskoskitas Cepat
2 Mikroskopik Perhitungan motilitas 30juta/ejakulasi
sperma
Perhitungan Tidak disebutkan
konsentrasi sperma

4.2 Pembahasan

Dari hasil pengamatan sperma yang telah dilakukan, sesuai dengan tabel
diatas secara garis besar sperma tersebut normal. Pada uji makroskopik yang
telah dilakukan meliputi warna, bau, volume, PH, likuifaksi dan viskoskitas
didapatkan hasil pada warnanya berwarna putih mutiara, berbau khas,
memiliki volume 1,6cc, ph nya 7-8, likuefaksi telah cair sempurna dan
viskisitsa cepat. Sedangkan pada uji mikroskopik tidak disebutkan hasilnya.
Pada pemeriksaan makroskopik, indikator warna sperma yang normal
adalah putih mutiara atau putih kelabu, menurut Strasinger et al 2014 semen
yang normal memiliki warna putih kelabu, tampak translusen dan memiliki
bau basi yang khas. Sedangkan warna sperma yang abnormal yaitu jernih
karena konsentrasi sperma yang rendah, putih kekeruhan menunjukkan adanya
leukosit dan infeksi di dalam saluran reproduksi. Variasi warna merah
16

berhubungan dengan adanya sel darah merah pada sperma. Warna kuning
disebabkan oleh adanya kontaminasi urin dan obat-obatan.
Pada indikator bau menunjukkan bau yang khas dan tidak menyengat, hal
ini merupakan ciri-ciri urin yang normal. Menurut Oka, 1998 sperma yang
baru keluar mempunyai bau yang khas dan spesifik, untuk mengenal bau
sperma, seseorang harus telah mempunyai pengalaman membaui sperma. Bau
sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin yang dikeluarkan
oleh kelenjar prostat.
Pada indikator volume, dikatakan normal apabila volume semen berkisar
antara 2ml sampai 5ml. Peningkatan volume dapat dilihat setelah periode
abstinensia yang lama. Penurunan volume disebabkan oleh seringnya
berhubungan dengan terjadinya infertilitas dan mungkin menunjukkan fungsi
yang tidak baik dari salah satu organ penghasil semen, terutama vesikula
seminalis (Strasinger et al 1998).
Pada indikator pH yaitu didapatkan hasil 7-8, hal tersebut merupakan salah
satu ciri dari sperma yang normal. Menurut Gandosoebrata R, 2016. pH
normal semen bersifat basa dengan rentang 7,2 hingga 8,0. Peningkatan Ph
menunjukkan infeksi di dalam saluran reproduksi. Sedangkan penurunan ph
berhubungan dengan peningkatan cairan prostat, obstruksi duktus
ejakulatorius atau vesikula seminalis yang kurang berkembang.
Pada indikator likuifaksi didapatkan hasil cair dengan sempurna. Menurut
Strasinger, 2010 spesimen yang segar adalah semen yang ada penggumpalan
dan harus mencair dalam 30 hingga 60 menit setelah pengumpulan. Kegagalan
likuifaksi yang terjadi dalam waktu 60 menit dapat disebabkan oleh adanya
kekurnagan enzim prostat.
Pada indikator viskositas diapatkan hasil menggumpal dan sangat kental.
Menurut Strasinger et al 1987 Viskositas spesimen mengacu pada konsistensi
cairan dan mungkin berhubungan dengan likuifaksi spesimen. Spesimen yang
mengalami likuifaksi secara tidak lengkap bersifat menggumpal dan sangat
kental. Spesimen semen yang normal harus mudah ditarik ke dalam pipet dan
membentuk tetesan kecil yang tidak tampak menggumpal atau berserabut
ketika jatuh dari pipet akibat gravitasi. Tetesan yang membentuk benang lebih
17

panjang dari 2 cm dianggap sangat kental dan dicatat sebagai abnormal.


Derajat 0 (cair) hingga 4 (seperti gel) dapat ditetapkan untuk laporan
viskositas. Viskositas juga dapat dilaporkan sebagai rendah, normal, atau
tinggi. Peningkatan viskositas dan likuefaksi yang tidak sempurna dapat
menghambat pemeriksaan motilitas sperma, konsentrasi sperma, deteksi
antibodi antisperma, dan pengukuran marker biokimia.
Pada indikator Perhitungan motilitas sperma didapatkan hasil yaitu 30juta
sperma per ejakulasi . Jumlah sperma total untuk ejakulasi dapat dihitung
dengan mengalikan konsentrasi sperma dengan volum spesimen. Jumlah
sperma total lebih dari 40 juta per ejakulasi dianggap normal (20 juta per
mililiter × 2 mL) (Strasinger, 2010)
Pada indikator perhitungan konsentrasi sperma, pada hasil tidak
disebutkan. Menurut Straasinger, 2010 Nilai referensi untuk konsentrasi
sperma biasanya dinyatakan sebagai lebih besar dari 20 hingga 250 juta
sperma per mililiter. Konsentrasi antara 10 dan 20 juta per mililiter dianggap
garis batas (borderline).
18

SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini yaitu :


a) Hasil dari praktikum tersebut sperma yang di analisi yaitu sperma yang
normal. Adapun ciri-ciri dari sperma normal yaitu memiliki bau yang
khas, berwarna putih mutiara, memiliki ph 7-8, likuifaksi cair dengan
sempurna dalam rentang waktu 30-60 menit. Viskoskitas membentuk
tetesan yang mudah ditarik. Perhitungan motilitas sperma kurang dari 40
juta per ejakulasi dan perhitungan konsentrasi sperma kurang dari 20 juta
per ml.
b) Cara untuk melihat kualitas sperma terdapat 2 macam cara yaitu dengan
pengamatan makroskopis yang meliputi ph, warna, bau, volume, likuifaksi
dan viskositas sedangkan cara mikroskopis meliputi perhitungan motolitas
sperma dan perhitungan konsentrasi sperma.

5.2 Saran

Pada saat melakukan praktikum ini, sampel sperma yang telah dikeluarkan
harus sesegera mungkin diitindak agar tidak mengurangi kualitas sperma.
Saat melakukan praktikum tetap memperhatikan keselamatan dan aturan yang
ada di laboratorium dan diharapkan memakai alat pelindung seperti jas lab dan
gloves agar praktikum berjalan dengan lancar, jika praktikum sudah dilakukan
bersihkan kembali alat-alat laboratorium yang digunakan agar tetap steril dan
dapat digunakan kembali, sampah bekas praktikum harap dibuang dengan
benar agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan.
19

DAFTAR PUSTAKA

Gandosoebrata R. 2016. Penuntun Laboratorium Klinik. 16th Edition. Jakarta:


Dian Rakyat. 171-5p.

Guyton CA, Hall JE. 2007. Textbook of medical physiology. 11th Edition.
Rachman LY et al. Editor. Jakarta: ECG. 798-98p.

Ismail A and Nasr A (2013). Semen analysis: Indispensable, yet non-ideal. Middle
East Fertility Society Journal, 18 (4): 287-88.

Jungwirth, A.et al. A. 2015. Guidelines on Male Infertility.online.European:


European Association of Urology.

Khaidir M (2006). Penilaian tingkat infertilitas dan penatalaksanaannya pada pria.


Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 1(1): 30-34

Kuswondo G (2002). Analisis semen pada pasangan infertil. Universitas


Diponegoro. Thesis

Parrott, E.L., 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, 3th,


Burgess Publishing Company, Minneapolis. 76–82.

Sherwood L. 2016. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 8 th. Edition. Ong OH,
Mahode AA, Rahmadani D. Editor. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 782-
803p.

Singh A, Agarwal A (2011). The role of sperm chromatin integrity and DNA
damage on male infertility. The Open Reproductive Science Journal, 3:
64-71.
20

Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014. Urinalysis and Body Fluid. 6th Edition. Ward
MM. Editor. United State: FA Davis Company. 204-13p

Tandara M, Bajić A, Tandara L, ŠunjM, Jurišić Z, Jukić M (2013). Correlation


between proportions of sperm with DNA fragmentation assessed by
Halosperm test and values of standard quality parameters of semen and
possible impact on embryo quality. Zdrav Vestn, 82: 298–307.

WHO. 2010. WHO Laboratory Manual for The Examination and Processing of
Human Semen. 5th Edition. Switzerland: 7-44p
21

LAMPIRAN
Lampiran 1 Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai