Industri Hilir Minyak Sawit PDF
Industri Hilir Minyak Sawit PDF
INDUSTRI HILIR
KELAPA SAWIT
Republik Indonesia
INDONESIA
1
INDONESIAN PALM OIL DOWNSTREAM INDUSTRY
INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT INDONESIA
3
SAMBUTAN SINGKAT
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
Pada kegiatan
PROMOSI INVESTASI INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT NASIONAL
TAHUN 2011
Indonesia merupakan produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan produksi 20 juta ton pada tahun 2010 dan akan terus
meningkat karena ditunjang oleh perluasan perkebunan kelapa sawit dan produktivitas lahan. Dari tahun ke tahun, luas perkebunan kelapa
sawit mengalami pertumbuhan sebesar 11,8% dengan luas total tahun 2010 mencapai 8,1 juta Ha dan pertumbuhan produksi CPO mencapai
12 % per tahun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Akan tetapi, perlu dicermati bahwa CPO masih dieskpor dalam bentuk mentah sehingga
nilai tambah produksi berupa produk oleofood dan oleokimia masih dinikmati oleh negara lain. Dengan potensi ketersediaan bahan baku berupa
CPO dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil) maka Indonesia berpeluang menjadi pemain pasar utama bagi industri turunan kelapa sawit (oleofood
dan oleokimia). Pertumbuhan industri oleofood dan oleokimia akan mampu meningkatkan dinamika perekonomian nasional yang bermuara
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Upaya menumbuhkan industri hilir kelapa sawit diinisiasi oleh kegiatan promosi investasi sehingga akan menarik aliran modal langsung (Foreign
Direct Investment) bagi pengembangan industri. Tujuan promosi investasi tersebut antara lain mempromosikan potensi industri, menjaring
potensi investasi, dan memperluas jaringan pemasaran produk hilir kelapa sawit (oleofood dan oleokimia) nasional. Hal tersebut menjadi penting
untuk memperkenalkan produk-produk industri CPO Indonesia masuk pada jaringan pasar internasional dan meningkatkan aliran modal ke
dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah merancang berbagai program klaster industri hilir kelapa sawit (IHKS) untuk menciptakan integrasi
rantai nilai industri hulu – hilir yang berpotensi meningkatkan daya saing industri oleofood dan oleokimia di tingkat global. Beberapa lokasi
klaster yang siap ditawarkan kepada calon investor antara lain Sei Mangkei Sumatera Utara, Dumai – Kuala Enok Riau, dan Maloy Kalimantan
Timur. Ke depan lokasi klaster industri hilir kelapa sawit akan diperluas menjadi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Papua.
Saya menyambut baik dan memberikan dukungan bagi terselenggaranya kegiatan promosi industri kelapa sawit nasional tahun 2011.
Dengan adanya kegiatan ini diharapkan produk-produk industri CPO Indonesia semakin dikenal secara internasional sehingga ke depannya
diharapkan semakin banyak investasi yang masuk ke Indonesia untuk pengembangan produk-produk industri berbasis oleo food dan oleokimia.
Semoga hasil dari kegiatan promosi ini dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi perkembangan industri hilir turunan kelapa sawit di
Indonesia.
MENTERI PERINDUSTRIAN
MOHAMAD S HIDAYAT
4
BAB I
INDUSTRI PERKEBUNAN
SAWIT INDONESIA
5
A. PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA
Perkebunan kelapa sawit dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, tercatat pada tahun 2009 luas perkebunan kelapa sawit
Indonesia mencapai 7,9 juta ha dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 11,8%. Pada 2010, luas lahan perkebunan
kelapa sawit di prediksi sebesar 8,1 juta ha, dimana komposisi kepemilikan sebesar 43% petani, 8,5% perkebunan besar negara
dan sisanya 48,5 % perkebunan besar swasta.
Sumber: Kementerian Pertanian RI, Gapki, Pusat Data InfoSAWIT, 2011.
Uraian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*
Luas
Areal 4.158.079 4.713.435 5.067.058 5.283.557 5.284.723 5.453.817 6.594.914 6.766.836 7.008.000 7.900.000 8.100.000
66 (ha)
*) Prediksi Gapki
B. PENYEBARAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Pada awal perkembangannya, perkebunan kelapa sawit banyak dibudidayakan di pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara.
Tahun 2011, genap satu abad perkebunan kelapa sawit komersial hadir di Indonesia. Pengembangannya pun tidak lagi terfokus
di pulau Sumatera melainkan ke pulau Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Sumber: Kementerian Pertanian RI, Kementerian Kehutanan RI, Pusat Data InfoSAWIT, 2010.
Sumatera Barat :
Perkebunan: 305.871 Ha
CPO: 839.640 Ton
77
C. PRODUKTIVITAS
Produktivitas CPO Indonesia rata-rata mencapai 3 ton/ha/tahun, cukup stabil hingga tahun 2009. Saat ini
pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas CPO Indonesia dengan cara menerapkan best management
practice di perkebunan kelapa sawit, selain terus menghasilkan bibit unggul sawit.
Sumber: Kementerian Pertanian RI, Gapki, Pusat Data InfoSAWIT, 2011.
Indikator Satuan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*
Produktivitas Kg/Ha 2,78 2,84 2,91 3,05 2,83 2,93 3,50 2,99 2,74 2,94 2,98
*) Prediksi
*) Prediksi
8
Sebaran Pabrik Kelapa Sawit Indonesia
Jumlah Industri Kapasitas
No. Propinsi Pengolahan Produksi (ton
Kelapa Sawit tbs/jam)
buah segar (TBS) sawit menjadi minyak sawit mentah (CPO). Hingga 4. Riau 140 6.660
saat ini PKS yang ada di Indonesia tercatat ada sekitar 608 unit dengan 5. Kepulauan Riau 1 40
kapasitas produksi total mencapai 34.280 ton tbs/jam yang tersebar 6. Jambi 42 2.245
di 22 Propinsi. 7. Sumatera Selatan 58 3.555
Sumber: Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian RI, 2010. 8. Bangka Belitung 16 1.235
9. Bengkulu 19 990
10. Lampung 10 375
11. DKI Jakarta - -
12. Jawa Barat 1 30
13. Banten 1 60
14. Jawa Tengah - -
15. DI Jogjakarta - -
16. Jawa Timur - -
17. Bali - -
18. Nusa Tenggara Barat - -
19. Nusa Tenggara Timur - -
20. Kalimantan Barat 65 5.475
21. Kalimantan Tengah 43 3.100
22. Kalimantan Selatan 15 770
23. Kalimantan Timur 29 1.545
24. Sulawesi Utara - -
25. Gorontalo - -
26. Sulawesi Tengah 7 590
27. Sulawesi Selatan 2 150
28. Sulawesi Barat 6 260
29. Sulawesi Tenggara 3 260
30. Maluku - -
31. Maluku Utara - -
32. Papua 3 140
33. Papua Barat 4 360
9
Indonesia 608 34.280
F. EKSPOR CPO DAN TURUNANNYA 2010
Total Ekspor CPO dan Turunan Indonesia pada 2010: 15.656.350 ton
5.500.000
5.000.000
4.500.000
4.000.000
3.500.000
3.000.000
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0
Bangladesh China Uni India Pakistan USA Others
Eropa
10
Kebijakan Pengembangan
BAB II Industri Hilir Kelapa Sawit
INDUSTRI HILIR
Potensi CPO sebagai bahan baku industri hilir sangat dibutuhkan,
untuk menghasilkan produk dengan kelebihan aman dan ramah
lingkungan bila dikonsumsi. Pemerintah melalui Kementerian
Perindustrian mengeluarkan kebijakan pengembangan industri hilir
KELAPA SAWIT
kelapa sawit sebagai berikut:
11
POHON INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTAH
HILIR KELAPA SAWIT (MSM)
MINYAK INTI SAWIT
MINYAK SAWIT KASAR
(CPO) (PKO)
OLEIN ASAM AMINO PFAD Vit. A,E KAROTEN PROTEIN SEL STEARIN TROGLISERIDA, DIGLISERIDA, ES KRIM LIPASE SOAP CHIP ASAM LEMAK
TUNGGAL MONOGLISERIDA
MARGARIN
MINYAK MINYAK SHORTENING METIL SABUN METIL FAT COCOA BUTTER KOSMETIKA
GORENG GORENG ESTER CUCI ESTER POWDER SUBSTITUTE
(CBS)
SHORTENING
VEGETABLE GHEE
VANASPATI
COCOA BUTTER
SUBSTITUTE (CBS)
ESTER ASAM LEMAK: METALIC SALT: POLYETHOXYLATE FATTY AMINES : OXYGENATED FATTY ALCOHOL FATTY ACID AMIDES : GLICEROL FOOD
DERIVATIVES: FATTY ACID / ESTER : EMILSIFIER
PALMITAT/PROPAND OLEAT / Ba SECONDARY C16 & C18 / C16 & C18 ALCOHOL / STEARAMIDE
PALMITAT/ETHYLENE ETHOXYLATED EPOXY STEARIC / SULPHATED
STEARAT PALMITAT STEARAT / Ca, Zn PROPYLENE OXIDE OCTANOL ESTER ALKANOLAMIDES
BETAIN C16 & C18 ALCOHOL /
METIL ESTER SULFONAT STEARAT / Ca, Mg STEARAT/ETHYLENE EPTHIO STEARIN MONO SULPHATED
ESTERIFIED WITH HIGHER
PROPYLENE OXIDE C16 & C16 / ETHOXYLATED & POLYHYDRIC ALCOHOL ALCANOLAMIDE OF
OLEAT/GLYCOL STEARAT / Al, Li SATURATED FATTY ACID
ESTER PALMITAT, STAERIC &
PROPYLENE GLYCOL OLEIC ACID DIMER
OLEAT / Zn, Pb C16 & C16 ALCOHOL / OLEIC ACIDS
ETHYLENE ETHOXYLATION
PROPYLENE OXIDE OLEAMIDE
KETERANGAN WARNA MONOGLISERIDA
SUDAH DI PRODUKSI DI INDONESIA ETHOXYLATION
BELUM DI PRODUKSI DI INDONESIA
Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2011.
12
12
B. OLEOKIMIA
Selain memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia,
Indonesia juga terus mengembangkan industri turunan kelapa
sawit, salah satunya industri oleokimia. Hingga saat ini, di Indonesia
tercatat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi
fatty acid, fatty alcohol dan glycerine. Kapasitas terpasang fatty acid
A. REFINERI mencapai 986.000 ton/tahun, fatty alcohol mencapai 490.000 ton/
Setiap tahunnya industri minyak goreng yang diproses tahun dan glycerine mencapai 141.700 ton/tahun.
Sumber: Apolin, 2010.
lewat refineri kerap membutuhkan bahan baku CPO sekitar
4 hingga 5 juta ton. Saat ini tercatat Indonesia memiliki 94
refineri yang tersebar di 19 propinsi. Produsen dan Kapasitas Industri Oleokimia Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian RI, 2009.
(Dalam 1.000 ton)
Fatty
Jumlah Pabrik No Perusahaan Fatty Acid Glycerine
No Propinsi Alcohols
(unit)
1 PT Ecogreen (Medan & Batam) 45 350 24
1 NAD 2
2 PT Sumiasih, Bekasi 91 10
2 Sumatera Utara 13
3 PT SOCI MAS, Medan 80 8
3 Sumatera barat 3
4 PT Flora Sawita Chemindo, Medan (Bakrie 50 5,1
4 Riau 8 Group)
5 Jambi 2 5 PT Musim Mas, Medan 320 100 30
6 Sumatera Selatan 5 6 PT Domba Mas, Kuala Tanjung (Bakrie Group) 60 40 4,6
7 Lampung 4 7 Wilmar Group, Gresik 120 30
8 DKI Jakarta 8 8 PT Nubika Jaya, Kisaran 130 20
9 Jawa Barat 8 9 PT Ciasadane Raya Chemical, Tangerang 90 10
10 Jawa Tengah 5 Total 986 490 141,7
11 Jawa Timur 9
12 Banten 1
13 Kalimantan Barat 11
14 Kalimantan Timur 2
15 Sulawesi Utara 5
16 Sulawesi Tengah 1
17 Sulawesi Selatan 5
18 Gorontalo 1
19 Papua Barat 1
Total 94 13
13
C. BIODIESEL
Sumber energi berbasis fosil, kini mengalami kendala lingkung-
an dan dihadapkan pada kian menipisnya cadangan, maka dunia
mencari energi alternatif pengganti minyak fosil, salah satunya
biodiesel dari sawit (fatty acid methyl ester). Faktanya biodiesel
sawit memiliki emisi jauh lebih rendah dari minyak fosil. Di
Indonesia tercatat ada sekitar 20 produsen biodiesel sawit dengan
total kapasitas terpasang mencapai 3,07 juta ton/tahun.
Sumber: Aprobi, 2011.
BAB III
ekonomi, diantaranya sentra produksi, hasil bumi dan lumbung energi nasional
yang di pusatkan di koridor Sumatera. Sementara produksi dan pengolahan hasil
tambang difokuskan pada koridor Kalimantan. Lantas untuk pusat produksi dan
KAWASAN
pengolahan hasil pertanian pangan, perkebunan dan perikanan masuk dalam
koridor Sulawesi, Maluku Utara.
Koridor Jawa, Bali, dan Papua masing-masing untuk koridor pendorong industri
dan jasa nasional, gerbang pariwisata nasional dan pengolahan sumber daya alam.
INDUSTRI
Guna lancarnya pembagian sistem koridor tersebut pemerintah mengembangkan
kawasan industri untuk mengintegrasikan antara industri hulu dan hilir.
Khusus untuk pengembangan kawasan industri berbasis oleokimia, pemerintah
menentukan 3 kawasan industri strategis yakni, Sei Mangkei di Sumatera Utara,
Dumai di Riau dan Maloy di Kalimantan Timur.
Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2011.
15
A. Klaster Industri Sei Mangkei, Sumatera Utara pabrik kelapa sawit milik PTPN III mampu memproduksi 165 ton
TBS/jam. Sementara PKS dari perusahaan perkebunan pemerintah
Kawasan Industri Sei Mangkei merupakan salah satu dari 3 lainya yang ada didaerah itu mampu memproduksi 300 ton TBS/
kawasan industri berbasis oleokimia yang dikembangkan oleh jam dan PKS swasta memiliki kapasitas produksi 104 ton/jam.
pemerintah Indonesia. Sementara untuk bongkar muat CPO dipusatkan di Pelabuhan
Pada tahap pertama dibangun seluas 46 ha (2008-2010) Kuala Tanjung sebagai dermaga ekspor dari kawasan industri Sei
kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua seluas 104 ha (2010- Mangkei. Dari 3 dermaga yang ada di pelabuhan tersebut, dermaga
2011). Tahap ketiga akan diperluas menjadi 640 ha untuk kurun B dan C digunakan sebagai tempat pengiriman CPO. Tercatat
waktu 2013-2018. dermaga B memiliki panjang 150 m, lebar 19 m dan kedalaman 6
Pembangunan kawasan Sei Mangkei ini memiliki total luas area MLWS. Sementara itu, dermaga C mempunyai panjang 80 m, lebar
mencapai 640 ha, dengan dukungan suplai bahan baku berupa 30 m dan kedalaman 11 M.LWS.
minyak sawit mentah dari PTN III. Jarak antara perkebunan kelapa Infrastruktur saat ini yang sudah terbangun adalah ketersediaan
sawit dengan kawasan industri kurang dari 70 km, sehingga air dan pasokan energi listrik, akses jalan menuju kawasan industri
memudahkan dalam proses distribusi bahan baku. Hingga saat ini klaster serta dekat dengan kota.
Sumber: PT Perkebunan Nusantara III, 2011.
Penunjang Infrastruktur Sei Mangkei
Jalan Negara
- Pembangunan Jalan Tol Kuala Namu - Tebing Tinggi (60 km)
- Pembangunan Jalan Tol Kuala Namu - Tebing Tinggi (60 km) Kemen
PU,Pemprov
- Peningkatan Kapasitas Ruas Limapuluh - Indrapura - Simpang Kemen PU
Kuala Tanjung (25 km)
- Pembangunan Fly Over Simpang Kuala Tanjung Kemen PU
Jalan Propinsi
Peningkatan Kapasitas Ruas 50 - Perdagangan (11 km) Pemprov Sumut
Jalan Kabupaten
- Peningkatan Kapasitas Ruas Simpang Mayang - Kec Bosar Pemkab
Maligas (14 km) Simalungun
Jalan Kereta Api
Bandar Tinggi - Kuala Tanjung (23 km) Ditjen
Perkeretaapian
KISM - Pendanaan PTPN III
Pelabuhan Laut
Kuala Tanjung Ditjen Hub Laut,
16
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Infrastruktur jalan Drainase Biomassa Sawit Kapasitas 2 x 3,5 MW
SEI MANGKEI
oleokimia lainnya
- Mengembangkan industri
turunan oleokimia
17
B. Klaster Industri Dumai, Riau
Klaster industri sawit Dumai tepatnya terletak di Provinsi Riau, Produksi Konsumsi, Ekspor dan Impor CPO Provinsi Riau
alasan kuat klaster industri sawit dibangun di daerah ini karena wilayah Periode 2007
Provinsi Riau tercatat memiliki kontribusi terbesar dalam produksi Uraian
(ton)
CPO di Indonesia. Tercatat pada 2009 poduksi CPO Riau mencapai 5
Produksi CPO 5.119.269
juta ton atau mencapai 27% dari total produksi CPO Indonesia.
Provinsi Riau memiliki pabrik kelapa sawit (PKS) sebanyak 137 Konsumsi lokal 723.901
unit, dan terdapat 29 unit PKS nonkebun yang menampung produksi Ekspor CPO dan turunannya 5.574.966
perkebunan rakyat. Total kapasitas industri pengolahan CPO sebesar
Impor CPO dari propinsi lain 1.179.597
5.852 ton/jam. Praktis bahan baku cukup melimpah di Riau.
Tidak hanya itu pemerintah daerah pun mendukung adanya Share impor dari propinsi lain terhadap produksi CPO Riau 23,04%
Sumber: BPS, SBRC
klaster industri sawit Dumai dengan mempersiapkan pendanaan
infrastruktur seperti akses jalan. Sementara swasta diperkenankan
Luas, Volume Produksi CPO dan Jumlah PKS di Riau
membangun kawasan industri dengan mempermudah perizinan
dan memberikan insentif. Pabrik Kelapa
No Kabupaten Luas Lahan Volume Produksi
Sumber: Pemerintah Daerah Riau, 2010. Sawit (PKS)
1 Kabupaten Rokan Hulu 275.609 ha 907.424 ton 19 unit
2 Kabupaten RokanHilir 148.879 ha 452.525 ton 20 unit
3 Pekanbaru 4.007 ha 8.505 ton -
4 Kota Dumai 24.930 ha 50.443 ton 2 unit
5 Kabupaten Bengkalis 127.259 223.625 ton 3 unit
6 Kabupaten Siak 183.598 ha 621.139 ton 17 unit
7 Kabupaten Pelalawan 177.905,5 ha 611.279 ton 15 unit
8 Kabupaten Indragiri Hilir 142.282 ha 372.977 ton 4 unit
9 Kabupaten Indragiri Hulu 114.582 ha 365.615 ton 7 unit
10 Kabupaten Kuansing 121.854 ha 412. 980 ton 11 unit
11 Kabupaten Kampar 291.475 ha 1.092.758 ton 34 unit
Sumber: Dinas Perkebunan Riau, Pusat Data InfoSAWIT
18
Dukungan Infrastruktur Investasi di Riau:
Pemerintah daerah pun telah mengalokasikan lahan • PT. Sari Dumai Sejati (refeneri CPO kapasitas 2.500 ton/hari) dan
kawasan industri seluas 5.000 ha, namun saat ini baru perluasan pabrik PKO serta Pelabuhan Khusus (Pelsus).
terpakai seluas 300 ha oleh pihak swasta. • PT. Semen Padang (Pelsus).
Pelabuhan Dumai dapat disinggahi kapal berbobot 20- • PT. Ketam Putih(Pelra & Gudang)
30 ribu DWT dan bongkar muat CPO mencapai 6 juta ton/ • PT. Indo Bio Fuels (Pabrik Biodiesel)
tahun. Sementara Pelabuhan Kawasan Industri Dumai • PT. Pacific Inter Link (Refineri CPO cap 3.000 ton/hr)
memiliki kedalaman 14 m dan mengakomodir kapal berbo- • PT. Berlian Laju Tankers Tbk (Pelabuhan & PetiKemas)
bot 50 ribu DWT. • PT. Dumai Refinery
• PT. BKR (Perluasan)
Keunggulan Daerah Dumai
• Memiliki posisi strategis berada di jalur selat malaka.
• Kawasan Dumai, kondisi keamanan yang relatif baik.
• Berada di kawasan pesisir dengan pertumbuhan ekonomi
yang relatif tinggi (8,65% per tahun).
• Hinterland perkebunan kelapa sawit yang sangat luas di
Riau, berdasarkan statistik perkebunan 2007, luas lahan
1.612.382 ha, produksi CPO 5.119.270 ton, dihasilkan dari
130 PKS dengan kapasitas 5.645 ton TBS/jam.
• Pusat penghasil minyak bumi yang terbesar di indonesia.
• Sebagai pintu keluar dan masuk, menuju pusat bisnis
dikawasan regional maupun internasional.
• Memiliki empat kawasan industri, salah satunya adalah
kawasan industri swasta yang beroperasi dengan memiliki
luas lahan 1.000 ha, dilengkapi sarana dan Prasarana
penunjang.
• Tersedianya pelabuhan dan infrastruktur (jalan, telepon,
dan air bersih).
• Telah ada kawasan industri seluas 5.084 ha yang terpisah
dari kawasan pemukiman.
JALAN AKSES
DARI DAN KE
JALAN
KABUPATEN
KAWASAN
INDUSTRI
MALOY
JALAN AKSES
AKSESDARI
SELAT
MAKASAR KE
PELABUHAN
20
Katalisator
Target Penanggung
BAB IV
DUKUNGAN
Kegiatan Indikator Pelaksanaan Jawab
Revisi PP 62 dengan menambahkan Industri Hilir 1 peraturan 2011 - 2012 Kemenko Perekonomian,
Kelapa Sawit yang belum masuk daftar Industri BKPM, Kemenperin
tertentu yang mendapat fasilitas Tax Allowance.
Menyusun Payung Hukum pemberian fasilitas Tax
Holiday.
Restrukturisasi Bea keluar CPO dan turunannya.
1 peraturan
1 peraturan
2011 - 2012
2011 - 2012
BKPM, Kemenko
Perekonomian
Kemenko Perekonomian,
Kemenkeu
PEMERINTAH
Guna berkembanganya industri hilir kelapa
Infrastruktur sawit di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan
Target Penanggung kebijakan pengembangan industri pengolahan CPO
Kebutuhan Infrastruktur Volume Pelaksanaan Jawab lewat dua skema yakni skema jangka menengah
Pelabuhan Maloy Lahan 100 2011 – 2015 Kemenhub, (2010-2014) dan skema jangka panjang (2015-
Sarana pendukung: ha Pelindo, 2025).
Lahan Pelabuhan Pemda
Bangunan Pelabuhan
Pelabuhan Sasaran Pengembangan Industri Sasaran Pengembangan
Peralatan Bantu navigasi
Pengolahan CPO Jangka Menengah Industri Pengolahan CPO
Sarana Pemadam Kebakaran
(2010 -2014) Jangka Panjang (2015 -2025)
Peralatan Bongkar Muat Barang
Lapangan dan Penumpukan • Menjamin ketersediaan bahan • Memperluas
baku CPO yang berkualitas. pengembangan produk
Lintas Muara Wahau – Lubuk Tukung – 150 km 2012 - 2015 Kemenhub, PT.
• Peningkatan dan optimalisasi hilir.
Rel Kereta Maloy dibiayai oleh investor dari UAE KAI, BKPM,
utilisasi kapasitas industri. • Terbentuknya centre
Pemda
• Pengembangan klaster industri. of exellence industri
Balikpapan – Samarinda – Maloy (2010 420 km; 2011 - 2015 Kemen PU, • Terbentuknya klaster industri oleokimia.
– 2014, @84 km) Pemda pengolahan CPO danturunannya • Penguasaan pasar.
Jalan Muara Wahau – Sp Perdau – Maloy 197 km; di Sumut dan Riau. • Pemantapan industri
(2010 – 2014, @39,4 km) • Pengembangan fasilitas berwawasan lingkungan.
Akses Jalan Pelabuhan (2013) 10 km, pelabuhan, tanki timbun, dan • Terintegrasinya industri
PLTA Lubuk Ambacang 2011 - 2015 Kemen ESDM, pembangunan infrastruktur. turunan kelapa sawit di
PLTU Peranap/Cerenti PLN • Penciptaan iklim usaha dan Kaltim, Kalbar, Kalteng,
Pembangkit PLTU Pekanbaru investasi yang kondusif. dan Papua.
Listrik Transmisi Listrik Dumai • Peningkatan kerjasama inter dan
Transmisi Listrik Tj. Buton antar klaster.
Transmisi Listrik Kuala Enok • Peningkatan fungsi kelembagaan.
• Pengembangan pilot project dari
Infrastruktur lainnya 1 paket 2011 - 2015 Pemda, Kemen sumber indigenous teknologi dan
Sumber Air bersih ESDM, Kemen lisensi teknologi produk hilir.
Pembangkit Listrik PU, DJ PSDA,
Lain-lain
Bendungan dan Transmisi Air Baku Kemendiknas
Fasilitas Umum
Sekolah Perkelapasawitan 21
Guna tercapainya rencana pengembangan industri pengolahan CPO, Guna lancarnya proses pengembangan industri hilir
pemerintah telah menyusun pokok-pokok rencana aksi yang terbagi atas pokok sawit, pemerintah akan memperbaiki unsur penunjang
rencana aksi jangka menengah (2010-2014) dan pokok rencana aksi jangka infrastruktur seperti pengembangan fasilitas pelabuhan
panjang (2015-2025), sebagai berikut: dan tanki timbun (a.l. di Papua dan Kalimantan Timur),
insentif kredit bagi petani sawit, dan memberikan
Pokok-pokok rencana aksi jangka insentif perpajakan untuk investasi baru selama 3 tahun
Pokok-pokok rencana aksi jangka menengah (2010 -2014)
panjang (2015 -2025) pertama.
Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2011.
• Peningkatan produktivitas perkebunan dengan pengadaan bibit • Diversifikasi produk oleokimia
unggul yang berkualitas, pupuk dan revitalisasi perkebunan. yang bernilai tambah tinggi.
• Peningkatan kualitas kelapa sawit dengan penerapan GAP.Bantuan • Inovasi produk dan teknologi Unsur penunjang periodesasi
permodalan kepada petani. melalui peningkatan R&D.
• Peningkatan kemampuan SDM. • Pemberian insentif bagi pelaku peningkatan tekhnologi
• Peningkatan kualitas infrastruktur untuk meningkatkan kinerja R&D pengembangan produk Jangka Menengah(2010-2014) Jangka Panjang (2015-2025)
industri. turunan kelapa sawit.
• Pilot project untuk Mini Plant Industry & Technology
• Pengendalian ekspor dengan pengenaan PE/BK untuk CPO dan • Penguatan linkage antara
(scale-up) dari sumber indigenous Upgrading, pengembangan
turunannya. industri kecil menengah dengan
teknologi, lisensi untuk produk biomassa dan bioteknologi.
• Modernisasi teknologi produksi dan permesinan. industri besar dalam rangka alih
hilir.
• Kemudahan akses kredit perbankan. teknologi.
• Modifikasi dan pengembangan
• Sosialisasi pengembangan klaster kepada industri dan institusi. • Mendorong kegiatan penelitian
teknologi mandiri melalui R&D.
industri pendukung. pasar (market research) guna
• Pembentukan forum kerjasama pengembangan klaster. mencari orientasi dan sasaran
• Menjalin kerjasama di antara industri CPO dan turunannya dengan pasar yang baru dan bernilai
industri/institusi pendukung/terkait; Integrasi industri pengolahan tambah tinggi.
CPO dan turunannya. • Peningkatan kegiatan riset
• Pengembangan industri turunan CPO ke arah industri surfaktan, teknologi industri dan rekayasa
industri pelumas dan biodiesel. produk kimia turunan kelapa
• Menjalin kerjasama R&D antara lembaga penelitian, perguruan sawit yang terintegrasi.
tinggi dan industri. • Pemenuhan pasar di dalam
• Meningkatkan kualitas produk sesuai SNI. negeri dan perluasan pasar
• Mengembangkan industri mesin peralatan dan mengembangkan ekspor.
industri bahan penolong. • Penyediaan fasilitas promosi dan
• Meningkatkan kualitas SDM melalui penyusunan dan penerapan pemasaran.
SKKNI industri kimia berbasis kelapa sawit. • Pengembangan teknologi proses
• Mendorong peran lembaga keuangan dalam penyediaan layanan yang efisien dan berwawasan
kredit dan permodalan dengan suku bunga rendah. lingkungan.
• Mendorong peran lembaga terkait dalam pemasaran dengan • Penerapan manajemen
promosi investasi. penanganan Dampak
• Pengembangan infrastruktur. Keselamatan, Keamanan,
• Peningkatan koordinasi dan sinergi instansi terkait dalam Kesehatan dan Lingkungan Hidup
penetapan kebijakan. (K3L) di lingkungan industri kimia
• Kebijakan insentif mendukung pengembangan industri. berbasis kelapa sawit.
• Penghapusan Perda yang menghambat pengembangan industri.
• Terbentuknya Badan Otorita Pengembangan Investasi.
22
22
Badan Koordinasi Penanaman Peraturan operasionalisasi NSWi adalah : SPIPISE memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Perka BKPM No.11 Tahun 2009 Tentang 1. Stimulasi penciptaan iklim usaha yang kondusif
Modal (BKPM) Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, dan bagi penanaman modal di Indonesia.
Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu 2. Peningkatan kerjasama promosi dan pelayanan
BKPM merupakan bagian Pemerintah,
di Bidang Penanaman Modal. penanaman dengan negara-negara mitra utama.
guna mewujudkan pelayanan satu atap
2. Perka BKPM No.12 Tahun 2009 Tentang 3. Peningkatan pelayanan, fasilitas, dan advokasi
untuk investasi di Indonesia. Melalui
Pedoman dan Tata Cara Permohonan yang terkait dengan penanaman modal di
program National Single Window for
Penanaman Modal. Indonesia.
investment (NSWi) dan Sistem Pelayanan
3. Perka BKPM No.13 Tahun 2009 Tentang 4. Peningkatan peran dari institusi penanaman
Informasi dan Perizinan Investasi Secara
Pedoman dan Tatacara Pengendalian modal dan sistem informasi investasi (SPIPISE).
Elektronik (SPIPISE).
Pelaksanaan Penanaman Modal.
4. Perka BKPM No.14 Tahun 2009 Tentang SPIPISE bermanfaat sebagai :
Landasan hukum pengembangan
Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan 1. Penyampaian data & informasi tunggal.
NSWi ini adalah :
Investasi Secara Elektronik. 2. Pengolahan data dan informasi yang tunggal
1. UU No.25 Tahun 2007 tentang
dan sinkron.
Penanaman Modal.
Fungsi NSWi 3. Pengambilan keputusan tunggal untuk informasi
2. Inpres RI No.3 tahun 2006 tentang
NSWi berfungsi sebagai penghubung investasi & proses perizinan.
Paket Kebijakan Perbaikan Iklim
dan fasilitator untuk pemangku kepentingan 4. Kemudahan proses perizinan pelacakan.
Investasi.
terkait dengan penanaman modal di
3. Inpres RI No.6 tahun 2007 tentang
Indonesia. Saat ini, pihak-pihak yang telah
Kebijakan Percepatan Pengembangan
terhubung dan dapat memanfaatkan NSWi Alur Proses Pelayanan
Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha
antara lain; penanam modal (investor), Alur proses pelayanan informasi dan pelayanan
Mikro, Kecil, dan Menengah.
public, instansi pemerintah pusat, Pelayanan investasi secara umum digambarkan pada diagram
4. Inpres RI No.5 tahun 2008 tentang
Terpadu Satu Tim (PTSP), Bagian Promosi dan berikut:
Fokus Program Ekonomi Tahun 2008–
kerjasama Penanaman Modal dan Bagian Sumber : http://www.nswi.bkpm.go.id
2009.
Pengendalian Pelaksanaan Penanaman
Melanjutkan Roll out kewilayah yang
Modal. mencakup 70% dari total nilai investasi
di Indonesia, Meliputi seluruh perizinan di
STIMULASI seluruh sektor usaha di Indonesia
PENANAM
MODAL
TAHAP 3
PEMBAGIAN
PENGENDALIAN PUBLIK
2
PELAKSANAAN
INVESTASI
23
23
PTSP
PUSAT/
PROPINSI/
KABUPATEN/
KOTA
Kementerian Perindustrian
Republik Indonesia
Jalan Gatot Subroto
Kav. 52-53, Jakarta 12950
24