Bell S Palsy
Bell S Palsy
PENDAHULUAN
1
BAB II
DEFINISI
2
BAB III
PATOFISIOLOGI
3.1 ANATOMI
N. fasialis bersifat somato-motorik, visero-motorik dan somato-
sensorik. Inti motorik fasialis terletak pada batang otak, menerima impuls dari
girus presentralis korteks motorik homo-lateral untuk otot-otot wajah bagian
atas dan kontralateral untuk otot-otot wajah bagian bawah.
3
Vaskulerisasi
Dalam perjalanannya melalui os temporalis saraf ini dipasok oleh 3
arteri, yaitu:
1. Arteri serebeli inferior anterior.
Memasok saraf pada fossa posterior. Cabang-cabang pembuluh
darah ini, yaitu arteri auditori interna memasok nervus fasialis di
dalam kanalis auditori interna. Ujung dari cabang-cabang arteria ini
memberikan aliran darah pada saraf sampai sejauh ganglion
geniculatum.
2. Cabang petrosal dari arteria meningea media memasuki canalis
fasialis pada ganglion geniculatum dan bercang menjadi cabang-
cabang asendens dan desendens. Cabang desendens berjalan ke
distal bersama saraf ke foramen stilomastoideus, sedangkan cabang
asendens memasok daerah proksimal ganglion genikulatum.
3. Cabang stilomastoid dari arteria auricularis posterior memasuki
kanalis fasialis melalui foramen stilomastoideus dan segera
bercabang menjadi cabang asendens dan desendens. Cabang
asendens berjalan bersama nervus fasialis sampai ke batas ganglion
genikulatum. Cabang desendens memasok saraf ke bawah ke
foramen stilomastoideus dan bersamaan dengan nervus aurikularis
posterior.
Pada perjalanannya di ekstrakranial, nervus fasialis juga mendapatkan aliran
darah dari beberapa sumber, yaitu cabang-cabang stilomastoid, aurikularis
posterior, temporal superfisial, dan transversa dari arteria fasialis.
3.2 PENYEBAB
Meskipun penyebab dari Bell’s Palsy sendiri belum diketahui, tetapi
untuk proses terjadinya dibagi menjadi 2, yaitu:
1.Kongenital
- Sindrom Moebius
- Trauma Lahir (fraktur tengkorak)
2.Didapat
- Trauma
4
- Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis).
- Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll.).
- Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus).
- Infeksi di tempat lain (otitis media, herpes zoster dll.).
- Sindroma paralisis n. fasialis familial.
Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antara lain: sesudah
bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai,
hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler,
gangguan imunologik dan faktor genetik.
5
BAB IV
MANIFESTASI KLINIS
6
BAB V
DIAGNOSIS
7
setinggi ggl. genikulatum.
Fascial Paralysis Recovery Profile (FPRP)
Menurut Adour, ada tiga kelompok otot yang dijadikan patokan, yaitu
muskulus frontalis, muskulus orbikularis okuli dan muskulus orbikularis oris.
Kontraksi ke-3 kelompok otot ini digunakan untuk mengetahui derajat
kelemahan otot muka pada umumnya dan untuk mengetahui derajat pulihnya
paralisis fasialis. Kembalinya fungsi fasial secara akurat diukur dengan satuan
25%, nilai tambahan diberikan tiap fungsi bertambah 25% pada tiga kelompok
otot tersebut. Skor yang didapatkan disebut sebagai Fascial Paralysis
Recovery Profile (FPRP).
8
BAB VI
DIAGNOSIS BANDING
9
paresis fasialis. Sedangkan tumor sekunder di batang otak, os.
temporalis dan di wajah atau leher.
6.Trauma.
Trauma yang bisa menyebabkan paresis fasialis adalah trauma pada
tulang temporal, bisa berupa fraktur transversal dan longitudinal. Post
mastoidektomi timpanoplasti, atau pembedahan stapes bisa
menyebabkan paralisis nervus fasialis. Paralisis ini terjadi bisa karena
trauma atau edema setempat dari saraf fasialis.
10
BAB VII
PENATALAKSANAAN
11
BAB VIII
KOMPLIKASI
12
inkomplit, spasme yang terjadi jarang sampai berat. Dapat juga timbul tic
yang merupakan kontraksi dari sejumlah otot wajah.
5. Ptosis alis.
Alis pada sisi yang sakit tampak lebih rendah dibanding sisi normal.
6. Bell’s Palsy rekuren.
Insidennya kira-kira 7% dari kasus Bell’s Palsy. Faktor predisposisinya
diduga karena penyempitan dari kanalis fasialis (falopii).
BAB IX
PROGNOSIS
13
Sekitar 80-90 % penderita Bell’s Palsy mengalami perbaikan pada
kekuatan otot-otot ekspresi muka. Jika terdapat tanda-tanda kesembuhan otot
wajah sebelum hari ke-18, maka kesembuhan sempurna atau hampir
sempurna diharapkan dapat terjadi.
Perbaikan kelainan yang komplit biasanya dimulai setelah 8 minggu dan
mencapai maksimal dalam 9 bulan sampai 1 tahun. Pada penderita dengan
kelainan inkomplit, perbaikan biasanya dimulai setelah 2 minggu. Kurang dari
15% penderita didapatkan gejala sisa. Hampir 80% mendapatkan
perbaikannya sampai 95% atau lebih.
Faktor-faktor yang meramalkan prognosis yang baik adalah kelainan
inkomplit, umur relatif muda ( kurang dari 60 tahun ), interval yang pendek
antara onset dan perbaikan pertama (initial improvement) dalam 2 minggu, dan
studi elektrodiagnostik yang menunjang. Faktor-faktor yang meramalkan
prognosis yang jelek adalah paralisis total, usia lanjut (lebih dari 60 tahun),
interval yang panjang antara onset dan perbaikan (sekitar 2 bulan), dan studi
elektrodiagnostik yang tidak menunjang.
Nilai peramalan sehubungan dengan paralisis nervus fasialis (nyeri
belakang telinga, fonofobia, hilangnya pengecapan, berkurangnya sekresi air
mata dan aliran saliva) adalah tidak jelas. Tetapi kelemahan pada fungsi-fungsi
ini dapat menunjukkan luasnya degenerasi motor akson.
BAB X
PENUTUP
14
10.1 KESIMPULAN
Bell's palsy adalah nama penyakit yang menyerang saraf wajah no 7,
sehingga menyebabkan kelumpuhan pada otot wajah disalah satu sisi. Ingat,
kelumpuhan hanya terjadi di satu wajah yang terkena. Ini yang
membedakannya dengan stroke. Ditandai dengan susahnya menggerakkan
otot wajah dibagian yang terserang, seperti mata tidak bisa menutup, tidak bisa
meniup, dsb. Penyebab kelumpuhan ini masih menjadi perdebatan. Beberapa
ahli menyatakan penyebabnya adalah karena terpapar angin dingin disalah
satu sisi wajah secara terus menerus, ada juga yang menyatakan hal itu
disebabkan oleh virus herpes yang menetap di tubuh dan aktif kembali karena
trauma, faktor lingkungan, stress, dll. Sebagian penderita bisa sembuh tanpa
pengobatan, tapi disarankan untuk menjalani terapi dan pengobatan agar bisa
segera sembuh.
Bell's Palsy diambil dari nama Sir Charles Bell, dokter dari abad 19 yang
pertama menggambarkan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan
pada syaraf wajah. Meski namanya unik, penyakit ini akan mengganggu secara
estetika ataupun fungsi pada wajah. Artinya, muka yang terlihat cantik dan
bagus di depan kaca itu tidak terjadi dengan sendirinya. Karena, bila salah satu
saja syarafnya minta istirahat, maka proporsi wajah menjadi tidak seimbang.
Jika tidak ditangani maka akan terjadi kecacatan dengan muka penyok.
10.2 SARAN
Seperti disarankan oleh Dokter Syaraf agar Bell's Palsy tidak mengenai
anda, cara-cara yang bisa ditempuh adalah :
1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk
mencegah angin mengenai wajah.
2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin
menerpa wajah anda secara langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah
lain. Jika kipas angin terpasang di langit-langit, jangan tidur tepat di
bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah saat pengoperasian
kipas.
3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam
hari. Selain tidak bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan
15
syaraf.
4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan
pelindung mata. Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir
yang rendah berpotensi tinggi menyebabkan anda menderita Bell's
Palsy.
5. Setelah berolah raga berat, jangan langsung mandi atau mencuci wajah
dengan air dingin.
6. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin
langsung. Tutupi wajah dengan kain atau penutup. Takut dibilang "orang
aneh"? Pertimbangkan dengan biaya yang anda keluarkan untuk
pengobatan.
Pengobatan yang disarankan dokter adalah fisioterapi, di mana wajah
penderita akan dikompres dengan lampu sinar dan diberi kejutan listrik di
sekitar wajah. Namun anda bisa juga menggunakan alternatif pengobatan lain,
seperti akupunktur. Jangan mencampur pengobatan fisioterapi dan akupunktur
di waktu bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
16
Beal MF, Hauser SL. “Trigeminal Neuralgia, Bell’s Palsy, and Other Cranial Nerve Disorders”.
Dalam Kasper DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine, Vol. II, 16 th edition. USA :
McGraw-Hill Companies, Inc, 2005; Bab 355: 2436-2437.
Barbieri RL, Repke JT. “Medical Disorders During Pregnancy”. Dalam Kasper DL, et al.
Harrison’s Principles of Internal Medicine, Vol. I, 16 th edition. USA : McGraw-Hill Companies,
Inc, 2005; Bab 6: 36.
Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2008.
Nara P, Lumbantobing SM. “Penyakit Unit Motor dan Sindrom Neurokutan”. Dalam Buku Ajar
Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 2000; Bab 11: 280-281
Sidharta, P.Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat, 2008.
Sidharta, P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat, 2008.
17