Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang sangat

penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat untuk itu kualitas

dan keamanan makanan yang baik secara biologi, kimia maupun fisik selalu di

perhatikan lebih agar masyarakat sebagai pengguna produk pangan terhindar

dari gangguan penyakit dan keracunan bawaan dari makanan. Terjadinya

kasus keracunan yang disebabkan karena bawaan makanan tidak seharusnya

terjadi apabila bahan makanan tersebut diolah dengan prosedur pengolahan

yang benar (BPOM, 2007).

Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada

kurun waktu 2011 dan 2015, produk makanan yang tidak sesuai dengan

standar yang ditetapkan meningkat sekitar 35%. Diantaranya sejumlah zat

berbahaya yang digunakan sebagai zat adiktif untuk makanan dan adanya

kontaminasi mikrobial. Pada 2013 sampai 2015, laporan tentang keracunan

makanan yang serius meningkat dari 48 menjadi 61 kasus di 34 provinsi. Oleh

karena itu, diperlukan adanya keamanan pangan untuk mencegah terjadinya

keracunan makanan.

Keamanan pangan merupakan persyaratan yang paling penting dari

seluruh parameter mutu pangan yang ada. Konsumen menyadari bahwa mutu

pangan tidak hanya dijamin dari hasil uji produk akhir laboratorium tetapi

mereka mempunyai keyakinan bahwa produk yang aman didapat dari baku

1
yang ditangani dengan baik,diolah dan didistribusikan dengan baik yang akan

menghasilkan produk akhir yang baik (Kementrian Perindustrian RI, 2010).

Keamanan pangan yang dapat dilakukan untuk mencegah keracunan

makanan salah satunya dengan penerapan HACCP (Hazart Analisis Critical

Control Point). HACCP merupakan salah satu sistem jaminan keamanan

pangan yang digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi, kimia,

dan fisik sebagai upaya pencegahan terhadap munculnya bahaya

(Rauf, 2013).

Katering Marwah yang berada di Sleman Yogyakarta merupakan salah

satu tempat yang menyelenggarakan makanan untuk pasien rumah sakit dan

event-event. Rumah Sakit yang pernah bekerja sama dengan Katering

Marwah yaitu diantaranya, RSUD Sleman, Rumah Sakit Paru Dr.Aryo

Wirawan Salatiga, Rumah Sakit Akademik UGM dan Rumah Sakit AMC milik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta Rumah Sakit Khusus Ibu dan

Anak Kahyangan. Selain melayani pasien rumah sakit, Katering Marwah juga

melayani pasien home care dan juga pasien home care tetapi untuk saat ini

Katering Marwah hanya melayani 3 rumah sakit yaitu RSUD Sleman,

RSAUGM dan AMC serta home care. Katering Marwah juga harus mampu

memberikan makanan yang tidak hanya berorientasi pada pemenuhan

kebutuhan para pasien rumah sakit dan pemenuhan kebutuhan pasien home

care, tetapi juga harus mampu memberikan jaminan bahwa makanan yang

disajikan tersebut sudah memenuhi persyaratan keamanan pangan sehingga

layak dikonsumsi.

Telur Bumbu Rujak merupakan salah satu menu untuk rumah sakit yang

disajikan oleh Katering Marwah. Telur Bumbu Rujak disajikan sebagai menu

2
pada siklus ke-2 di jam makan malam. Telur bumbu rujak berbahan dasar

telur ayam serta bumbu pendukung yang digunakan seperti bawang merah,

bawang putih, kunyit, lada, serai, garam, daun salam. Telur Bumbu Rujak

memerlukan tindakan HACCP guna meminimalisir kemungkinan adanya

bahaya pada bahan makanan, seperti bahaya biologi, fisika, kimia,

mikrobiologi dan terjadinya kontaminasi makanan atau bakteri sehingga perlu

diperhatikan untuk kebersihan bahan makanan, alat dan penjamahnya.

Bahaya juga dapat timbul pada saat proses penerimaan bahan makanan

sampai penyajian makanan ke pasien rumah sakit.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan pengamatan

mengenai mutu keamanan pangan pada Telur Bumbu Rujak dengan

menggunakan prinsip-prinsip HACCP di Katering Marwah Sleman

Yogyakarta. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan

mutu kualitas makanan di Katering Marwah Sleman Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan HACCP pada pengolahan Telur Bumbu Rujak di

Katering Marwah Sleman ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan HACCP dan menilai mutu keamanan pangan pada

pengolahan Telur Bumbu Rujak di Katering Marwah Sleman.

3
2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan produk Telur Bumbu Rujak

b. Mengidentifikasi bahaya dan cara pencegahan pada produk Telur

Bumbu Rujak

c. Melakukan analisis potensi bahaya pada Telur Bumbu Rujak

d. Menentukan penetapan CCP dan CP Telur Bumbu Rujak

e. Menetapkan batas kritis pada Telur Bumbu Rujak

f. Mampu melakukan prosedur monitoring atau pengawasan dan tindakan

koreksi Telur Bumbu Rujak

g. Mampu menentukan tindakan koreksi Telur Bumbu Rujak

D. Manfaat

1. Bagi Katering Marwah

Sebagai bahan evaluasi bagi Katering Marwah untuk meningkatkan mutu

dan pelayanan makan bagi para pasien rumah sakit.

2. Bagi Pasien

Pasien memperoleh jaminan keamanan pangan dari menu Telur Bumbu

Rujak yang disajikan oleh Katering Marwah.

3. Bagi Peneliti

a. Menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam

penerapan HACCP pada produk Telur Bumbu Rujak. Sebagai sarana

mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah khususnya

tentang HACCP di Katering Marwah.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemananan Pangan

Keamanan pangan merupakan kebutuhan masyarakat karena

dapat diharapkan dengan mengkonsumsi makanan yang aman,

masyarakat dapat terlindungi dari gangguan penyakit bawaan makanan

ataupun gangguan kesehatan lainnya. Mutu dari makanan tersebut juga

harus terjamin terutama bagi pasien rumah sakit yang tubuhnya dalam

keadaan lemah sehingga rentan berbagai penyakit termasuk penyakit-

penyakit yang ditularkan melalui makanan. Tujuan penyehatan makanan

baik dirumah sakit ataupun di tempat yang lain adalah tersedianya

makanan yang bermutu baik dan aman untuk pasien maupun

konsumen,serta terwujudnya perilaku kerja yang shat dan higienis dalam

penanganan makanan sehingga pasien dan konsumen terhindar dari

risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya

(Ditjen PPM, 2001).

Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering

mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan

konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya

proses penyimpanan dan penyajian sampai risiko munculnya penyakit

kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang

berbahaya (Syah, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan

pangan. Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung

5
bahaya biologi atau mirobiologi, bahaya kimia dan bahaya fisik. Bahaya

biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan cacing), virus,

dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan

pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada

manusia dan bakteri patogen (racun) yang sudah terbentuk dalam

makanan atau bahan pangan sehingga menjadikan makanan tersebut

lebih berbahaya.

Terbentuknya toksin akibat pertumbuhan dan perkembangan

jamur atau kapang penghasil toksin juga termasuk dalam bahaya kimia.

Beberapa jamur atau kapang penghasil toksin (mikotoksin) adalah

Aspergillu sp.,Penicllium sp., dan Fusarium sp., yang dapat menghasilkan

aflatoksin, patulin, okratoksin, zearalenon, dan okratoksin.

Bahaya fisik terdiri potongan kayu, batu, logam, rambut, dan kuku

yang kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar, peralatan

yang telah rusak atau juga dari para pengolah makanan. Meskipun

bahaya ini tidak menimbulkan bahaya yang lebih tetapi bahasa fisik dapat

merubah estetika dari makanan tersebut.

B. HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

1. Pengertian

HACCP atau Analisis Bahaya pada Titik Pengendalian Kritis

merupakan sebuah pendekatan untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya,

tindakan-tindakan pengendalian dalam proses persiapan makanan.

Pengertian lain dari HACCP adalah alat yang dipakai untuk mengukur

tingkat bahaya, menduga perkiraan resiko dan menetapkan ukuran yang

6
tepat dalam pengawan mutu bahan pangan dengan menitikberatkan pada

pencegahan dan pengendalian proses pemasakan bahan makanan

(Ditjen PPM, 2001).

Nilai tambah dari penerapan HACCP adalah untuk meningkatkan

keamanan makanan,keuntungan penggunaan bahan terbaik dan reaksi

cepat dalam mengatasi masalah produksi yang timbul. Menurut WHO

Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and

Critical Control Points /HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan

ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan

mengendalikan bahaya. Hazard Analysis and Critical Control Point

merupakan suatu sistem manajemen yang digunakan untuk melindungi

makanan dari potensi bahaya biologi, kimia dan fisik. Sistem tersebut

diterapakn untuk mencegah kontaminasi makanan dari munculnya

bahaya

Evaluasi HACCP dilakukan dalam empat tahap yaitu

pendeskripsian produk, pendiskripsian tujuan, penggunaan produk,

penyusunan diagram alir dan penerapan prinsip-prinsip HACCP. Dalam

penerapannya Hazard Analysis and Critical Control Point memiliki

beberapa prinsip yang dilaksanakan sistem HACCP terdiri dari tujuh yaitu

(Rauf, 2013).

a. Melakukan analisis potensi bahaya

Potensi bahaya adalah suatu bahan biologi, kimia atau fisik

yang dapat menyebabkan sakit atau cedera jika tidak dapat

dikendalikan. Analisis potensi bahaya merupakan tahap yang

fundenmental sehingga sangat efektifitas dari perencanaan dapat

7
diukur dari teridentifikasinya seluruh potensi bahaya yang mungkin

ada dalam pengolahan. Potensi bahaya dibagi menjadi 3 bagian

yaitu bahaya biologi, kimia, dan fisik.

Tabel 1. Pengelompokkan Potensi Bahaya Menurut Rauf (2013)

Jenis Bahaya Contoh

Biologi Bakteri, Virus, kapang, protozoa dan serangga

Kimia Toksin alami (sianida, alergen, pestisida,

mikotoksin)

Fisik Kerikil, logam, kaca, rambut

Tabel 2. Beberapa Jenis Bahaya pada Bahan Baku dan Tindakan

Pengendalian Menurut Rauf (2013)

Bahan Jenis Bahaya Pengendalian

Daging 1. Biologi : Salmonella, C. Pencucian

perfingens, S. aureus, C.

jejuni, E. coli

2. Fisik : bulu, kotoran

Bawang 1. Biologi : B. cereus Penyeleksian,

merah 2. Kimia : pestisida pengupasan,

3. Fisik : tanah, kerikil pencucian.

Lada 1. Biologi : Aspergillus, B. -

cereus

2. Kimia : Aflatoksin,

8
pestisida

3. Fisik : debu, pasir

Air Biologi : E. coli -

Telur 1. Biologi : Salmonella, C. -

perfingens, S. aureus

2. Fisik : kotoran ayam, bulu

Tabel 3. Pengelompokkan Bahaya Menurut Rauf (2013)

Kelompok Keterangan

Bahaya

A Makanan non-steril untuk golongan beresiko tinggi,

seperti bayi, balita, pasien, lansia, ibu hamil, dan ibu

menyusui.

B Makanan yang tersusun atas bahan yang sensitive

terhadap potensi bahaya biologi, kimia, dan fisik.

C Dalam pengolanan tidak terdapat tahap yang dapat

menghilangkan atau mengurangi bahaya biologi, kimia,

atau fisik hingga batas yang dapat diterima.

D Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali

setelah pengolahan dan sebelum

pengemasan/penyajian.

E Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali

atau penanganan yang kurang tepat selama distribusi

hingga diterima konsumen.

F Makanan yang tidak mengalami proses pemanasan

9
setelah pengemasan hingga disantap oleh konsumen

untuk menghilangkan bahaya biologi.

Tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi,

menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya kimia

dan fisik.

Setelah ditentukannya kelompok bahaya dari bahan baku dan

produk, selanjutnya ditentukan kategori risiko dari setiap bahan baku,

bahan antara, dan produk. Kategori risiko terbagi menjadi tujuh.

Tabel 4. Penentuan Kategori Risiko dari Bahan Baku dan Produk

Menurut Rauf (2013)

Kategori Risiko Keterangan

0 Tidak mengandung bahaya A-F

I Mengandung 1 bahaya B-F

II Mengandung 2 bahaya B-F

III Mengandung 3 bahaya B-F

IV Mengandung 4 bahaya B-F

V Mengandung 5 bahaya B-F

VI Mengandung bahaya A, dengan atau tanpa

bahaya B-F

b. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point)

Tindakan pengendalian kritis merupakan tahapan yang

secara nyata dalam proses pembuatan makanan sehingga tindakan

pengendalian tersebut tercantum di dalam diagram alir proses yang

10
sudah dibuat hingga mencapai level yang dapat diterima. Level yang

diterima artinya pada kadar atau dosis yang tidak akan menimbulkan

bahaya pada saat manusia mengkonsumsi makanan tersebut.

Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu titik pengendalian kritis 1

sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan titik

pengendalian kritis 2 dimana bahaya yang dapat dikurangi

(Rauf, 2013).

c. Menentukan batas kritis

Batas kritis merupakan nilai maximum dan atau minimum dari

parameter biologi, kimia atau fisik yang harus dikendalikan pada

suatu CCP untuk menghilangkan potensi bahaya pada makanan.

Kriteria yang memisahkan sesuatu yang bias diterima dengan yang

tidak bias diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat

batas kritis dan dan kemudian dilakukan validasi. Batas kritis dapat

erubah tergantung dengan jenis makanan, jenis bakteri pathogen

dan proses.

Bahan makanan yang mudah mengalami kerusakan karena

terkena panas yaitu susu, maka menggunakan pemanasan suhu

yang lebih tinggi dan waktu dibuat lebih singkat. Kriteria yang umum

digunakan dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah

suhu, Ph, waktu, tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan

parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur (Rauf, 2013).

d. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP

Monitoring merupakan serangkaian pengamatan dan

pengukuran yang telah direncanakan untuk memastikan bahwaa

11
suatu CPP beroperasi di bawah kendali. Hal ini termasuk sistem

pelacakan operasi dan penentuan kontrol mana yang mengalami

perubahan ketika terjadi penyimpangan yang biasanya pemantauan

harus menggunakan catatan tertulis. Terdapat 4 dasar untuk

pelaksanaan monitoring, diantaranya;

1) Apa yang dimonitor: Biasanya batas kritis dari suatu CCP,

seperti suhu,wagktu, pH, kadar air dan aktivitas air.

2) Bagaimana: Umumnya dilakukan pengukuran fisik dan kimia

(untuk batas kritis kuantitatif) atau pengamatan (untuk batas

kritis kualitatif).

3) Frekuensi: bisa secara kontinyu atau waktu tertentu.

4) Siapa: orang yang terlatih untuk melakukan aktivitas

monitoring (Rauf, 2013).

e. Melakukan tindakan korektif

Tindakan perbaikan merupakan prosedur yang dilakukan

pada saat terjadi penyimpangan batas kritis. Tindakan perbaikan

atau korektif harus mampu mengendalikan membawa CCP kembali

dibawah kendalikan dibawah kendali dan hal ini termasuk

pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara tepat.

Prosedur perbaikan yang akan dilakukan telah dipastikan bahwa

tidak ada dampak bagi keamanan produk atau makanan (Rauf,

2013).

Tindakan dilakukan apabila kriteria yang ditetapkan tidak

tercapai, serta berada di luar pengendalian. Oleh karena itu, segera

12
diperbaiki sehingga tindak lanjut yang tepat dalam proses produksi

akan segera diambil (Badan Standarisasi Nasional, 1998).

f. Menetapkan prosedur verifikasi

Kegiatan verifikasi akan memberikan suatu kepercayaan

bahwa rencana HACCP telah terlaksana dengan baik dalam

mengendalikan potensi bahaya karena didasarkan pada prinsip-

prinsip ilmiah. Aktivitas verifikasi yang dilakukan antara lain kalibrasi

peralatan dan pengujian mikrobiologi. Kalibrasi dilakukan pada

peralatan atau instrumen yang digunakan dalam monitoring atau

verifikasi, yang bertujuan untuk menjamin keakuratan pengukuran.

Apabila peralatan pengolahan telah dilengkapi indikator pengukuran,

seperti alat pengukur suhu, maka peralatan tersebut secara periodik

dikalibrasi. Pengujian mikrobiologi dilakukan pada produk akhir

untuk memberikan keyakinan yang tinggi bahwa produk yang

dihasilkan aman dikonsumsi. Kegiatan verifikasi dapat dilakukan

setiap tahun satu kali (Rauf, 2013).

Prosedur verifikasi dan pengujian mencakup pengambilan

contoh secara acak dan hasilnya dapa digunakan sebagai penentu

apabila sistem HACCP telah bekerja dengan benar (Badan

Standarisasi, 1998).

g. Pemeliharaan Catatan

Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem

HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas

kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan tindakan

korektif yang berhubungan (Rauf, 2013).

13
Pencatatan dan pembukuan yang efisien penting dalam

penerapan HACCP. Dokumen yang akurat dapat menjadi dasar dan

ukuran dalam prosedur bersangkutan (Badan Standarisasi, 1998).

1. Telur Ayam

a. Pengertian

Telur ayam ras merupakan salah satu sumber pangan

hewani yang populer dan diminati oleh banyak masyarakat seluruh

kalangan. Hal ini karena telur ayam mempunyai harga yang relatif

murah dan mudah didapatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Telur pada ayam ras mengandung smua jenis asam amino

esensial bagi kebutuhan manusia. Telur ayam ras juga

mengandung berbagai vitamin dan mineral termasuk vitamin A,

riboflavin, asam folat, vitamin B6, vitamin B12, choline, besi,

kalsium, fosfor dan potasium (Buckle, et al., 2009).

Kandungan nutrisi telur ayam ras berbeda-beda tergantung

dari makanan dan kondisi lingkungan induk ayamnya. Telur dari

ayam ras yang diternakkan bebas di padang rumput mengandung

asam lemak Omega-3 empat kali lebih banyak, vitamin E dua kali

lebih banyak, beta-karoten dua sampai enam kali lebih banyak,

dan kolesterol hanya separuh daripada kandungan telur dari ayam

yang hanya diternakkan di kandang dengan penghangat buatan

(Buckle et al., 2009).

Telur ayam ras yang baru ditelurkan memiliki pH sekitar 7,8

tetapi selama penyimpanan dapat meningkat menjadi 9,5 atau

lebih pada telur kualitas rendah (Kurtini et al., 2011). Menurut

14
penelitian Sihombing (2014), pH telur yang baru ditelurkan

berkisar 7,60--7,90. Peningkatan pH telur disebabkan oleh

penguapan CO2 yang mengakibatkan berubahnya konsentrasi

hydrogen (Kurtini et al., 2011).

Menurut Lies Suprapti (2002), kualitas telur ditentukan oleh

beberapa hal, antara lain oleh faktor keturunan, kualitas makanan,

sistem pemeliharaan, iklim, dan umur telur.

1) Unggas yang dihasilkan dari keturunan yang baik & diberi

makanan yang berkualitas, umumnya akan menghasilkan telur

yang berkualitas baik.

2) Makanan yang berkualitas dengan komposisi bahan yang

tepat, baik, dari jumlah maupun kandungan nutrisinya akan

mempengaruhi pertumbuhan & kesehatan unggas. Sehingga

menghasilkan telur yang berkualitas.

3) Sistim pemeliharaan antara lain berkaitan dengan kebersihan

atau sanitasi kandang & lingkungan di sekitar kandang.

Sanitasi yang baik akan menghasilkan telur yang baik pula.

4) Iklim disekitar lokasi kandang akan sangat mempengaruhi

kehidupan unggas yang dipelihara. Iklim akan sangat

mendukung kesehatan dan laju pertumbuhan unggas.

5) Umur telur yang dimaksud adalah umur telur setelah

dikeluarkan oleh unggas. Secara umum, telur memiliki masa

simpan 2 – 3 minggu. Telur yang disimpan melebihi jangka

waktu penyimpanan segar tersebut tanpa mendapatkan

15
penanganan pengawetan akan mengalami penurunan kualitas

yang menuju kearah pembusukan.

b. Ciri atau tanda-tanda telur yang baik :

1) Kulitnya tebal, bersih dari bercak kotoran, bercak kapur, cerah,

dan agak segar. Pilih telur yang berbentuk bulat telur, yaitu

salah satu ujungnya agak runcing dan ujung yang satunya

agak tumpul.

2) Terlihat terang bila diteropong dengan sinar lampu atau sinar

matahari.

3) Tenggelam apabila dimasukkan ke dalam air biasa.

4) Tidak bersuara apabila digoyang-goyang.

c. Tanda – tanda dan Penyebab kerusakan telur

Menurut Lies Suprapti (2002), telur yang pernah

mengalami penurunan kualitas, ditandai dengan adanya

perubahan, antara lain isi telur yang semula terbagi 2 (kuning &

putih) dan kental berubah menjadi cair & tercampur, timbul bau

busuk, bila diguncang berbunyi, timbul keretakan atau pecah

pada kulit luarnya dan bila dimasukkan ke air akan mengapung

atau melayang mendekati permukaan air.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan kerusakan atau

penurunan kualitas pada telur, antara lain dibiarkan atau disimpan

di udara terbuka melebihi batas waktu kesegaran (lebih dari 3

minggu); pernah jatuh atau terbentur benda kasar atau sesama

telur sehingga menyebabkan kulit luarnya retak atau pecah,

mengalami guncangan keras, terserang penyakit (dari unggas),

16
pernah dierami namun tidak sampai menetas dan terendam

cairan cukup lama.

17
BAB III

METODE

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

1. Tempat pelaksanaan Hazard Analysis And Critical Control Point

(HACCP) pada produk telur ayam bumbu rujak adalah di Katering

MArwah.

2. Waktu pelaksanaan pengamatan pada hari Jumat tanggal 22

Desember 2017.

B. Tim Pelaksana

Pada proses pelaksanan pengamatan HACCP terdapat Tim

Pelaksana dengan pembagian tugas sebagi berikut.

Anggota Tim Peran

Aulia Bella Mengamati proses penerimaan dan persiapan bahan

Yuniari dan bumbu.

Martha Tri Mengamati proses pengolahan, penyajian dan

Wahyuningrum distribusi.

C. Bahan dan Alat

1. Bahan

a. Bahan baku : Telur ayam yang sudah bersih

18
b. Bumbu :

1) Bawang merah

2) Bawang putih

3) Merica

4) Daun salam

5) Kunyit

6) Laos

7) Serai

8) Tomat

9) Garam

10) Kaldu rasa jamur (Welhi)

2. Alat

a. Wajan

b. Kompor

c. Panci

d. Pisau

e. Blender

f. Toples

D. Teknik Pengamatan/Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada pengamatan HACCP telur ayam

bumbu rujak adalah dengan menggunkan data primer dan data sekunder,

sebagai berikut.

19
a. Data Primer

Melakukan pengamatan atau observasi langsung pada saat proses

persiapan, pengolahan dan distribusi produk telur ayam bumbu rujak.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan meliputi data standar resep dan

standar bumbu.

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Produk

No Deskripsi Produk Keterangan

1. Nama Produk Telur Ayam Bumbu Rujak

2. Komposisi yaitu telur ayam. Bumbu yang digunakan

adalah bawang merah, bawang putih, merica,

kunyit, garam, kaldu jamur (welhi), tomat,

serai, daun salam dan laos.

3. Sifat Fisik Warna : kuning kemerahan

Aroma : Harum

Rasa : Sedikit pedas

Tekstur : lunak mudah dicerna

4. Teknik Pengawetan Telur ayam bumbu rujak diolah tidak

menggunakan penambahan bahan

pengawet. Sehingga produk hanya akan

aman untuk dikonsumsi maksimal 24 jam

setelah pengolahan.

5. Kemasan Telur ayam bumbu rujak di kemas dalam

toples tertutup dan terjamin kebersihannya

sampai ke RSA UGM.

6. Masa Kadaluarsa Tidak terdapat label kadaluarsa

7. Petunjuk Pemakaian Diberi label jenis diet

8. Label khusus

21
B. Prosedur Pengolahan/Penyediaan Makanan

1. Prosedur persiapan bumbu pada olahan telur bumbu rujak

a. Bawang merah

b. Bawang putih

c. Merica

d. Kunyit

e. Garam

f. Laos

g. Daun salam

h. Serai

i. Tomat

j. Kaldu jamur (Welhi)

2. Prosedur pengolahan telur ayam bumbu rujak

a. Merebus telur yang sudah dibersihkan sampai matang.

b. Mendinginkan telur ayam pada air dingin/ air suhu ruang.

c. Mengupas telur ayam

d. Membilas telur ayam dengan air bersih

e. Mencuci semua bumbu (kecuali garam, kaldu jamur, merica)

f. Menghaluskan semua bumbu dengan menggunakan blender (bawang

merah, bawang putih, merica, kunyit), menambahkan sedikit air.

g. Memasak bumbu hingga harum dan matang

h. Menghaluskan tomat dengan menggunakan blender

i. Menambahkan tomat halus, daun salam, laos,garam, kaldu jamur dan

serai ke dalam bumbu yang sedang dimasak

j. Memasak bumbu hingga cairan pada bumbu sedikit berkurang

22
k. Menuangkan air hingga mendidih

l. Memasukkan telur ayam ke dalam bumbu

m. Memasak telur ayam bumbu rujak hingga mendidih

n. Menggankat dan menyimpan telur ayam bumbu rujak ke dalam toples

tertutup yang bersih

o. Telur ayam bumbu rujak siap di distribusikan ke RSA UGM sebagai

menu lauk hewani siklus ke 2 untuk menu makan malam.

3. Diagram alir pengolahan telur ayam bumbu rujak

*Terlampir*

C. Analisis Potensi Bahaya

1. Deskripsi Bahan Baku

Nama Produk : Telur Ayam Bumbu Rujak

Nama Bahan Deskripsi Spesifik

Telur ayam Telur ayam yang digunakan adalah

telur ayam yang bersih, tidak cacat

kulitnya.

Bawang merah Berbentuk bulat, tidak busuk dan

berwarna merah keunguan.

Bawang putih Berwarna putih kekuningan, tidak

busuk, bersih dan segar.

Lada Berbentuk bulat kecil dan berwarna

keabu-abuan.

Kunyit Segar, berwarna orange

kekuningan dan tidak busuk

23
Tomat Berwarna kemerahan, segar dan

tidak busuk.

Serai Berwarna putih kekuningan, keras

dan segar

Daun Salam Segar, tidak cacat, dan daun

setengah tua.

Garam Berbentuk butiran kecil berwarna

putih kusam.

Kaldu bubuk rasa jamur Berbentuk butiran halur berwarna

putih

Air Bersih, tidak berbau dan tidak

berwarna.

2. Potensi Bahaya dan Tindakan Pengendalian Telur Ayam Bumbu Rujak

No Bahan Bahaya Jenis bahaya Pengendalian

1. Telur Ayam Biologis Salmonella, S.aureus Perebusan 3

Fisik Kotoran ayam,bulu

2. Bawang Biologis B. cereus, Aspergillus Penyeleksian 1,

merah Niger, kapang pengupasan 1,

Fisik Tanah, kerikil, busuk pencucian 1

Kimia Pestisida

3. Bawang Biologis B. cereus, Aspergillus Penyeleksian 2,

putih Niger, kapang pengupasan 2,

Fisik Tanah, kerikil, busuk pencucian 2

24
Kimia Pestisida

4. Lada Biologis Aspergillus, B. Cereus -

Fisik Debu, pasir

Kimia Aflatoksin, pestisida

5. Kunyit Biologis B. cereus, Kapang Pengupasan 3,

Fisik Tanah pencucian 3

Kimia Pestisida

6. Tomat Biologis E.coli Pencucian 4

Fisik Tanah, debu

Kimia Pestisida

7. Serai Biologis Pencucian 5

Fisik Tanah

Kimia Pestisida

8. Daun salam Fisik Debu Pencucian 6

9. Garam Fisik Kerikil, tanah -

10 Kaldu Fisik Debu, tanah -

bubuk rasa

jamur

11. Air Biologis E.coli Pemasakan

25
D. Titik Kendali Kritis

1. Telur Ayam

Apakah telur ayam terdapat tindakan pencegahan untuk bahaya


yang teridentifikasi (Bahaya biologis, kimia dan fisik) ?

YA

Apakah pada tahap perebusan 3, pendinginan dan pengupasan


4 dapat menghilangkan/mengurangi potensi bahaya biologis,
fisik dan kimia sampai pada batas yang dapat diterima?

TIDAK

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat


terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau
dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA

Apakah tahapan berikutnya, sebelum makanan


dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau
menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima ?

YA BUKAN CCP

26
2. Bumbu Utama

Apakah bawang merah, bawang putih, dan kunyit


terdapat tindakan pencegahan untuk bahaya biologis,
kimia dan fisik yang teridentifikasi ?

YA

Apakah tahap penyeleksian 1, pengupasan 1, pencucian


1, penyeleksian 2, pengupasan 2, pencucian 2,
pengupasan 3, pencucian 3 dan pemotongan 1dapat
menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya sampai
pada batas yang diterima ?

TIDAK

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat


terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau
dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA

Apakah tahapan berikutnya, sebelum makanan


dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau
menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima ?

YA BUKAN CCP

27
3. Bumbu Pelengkap

Apakah air, garam, gula, lada, kaldu bubuk rasa jamur, tomat,
daun salam dan serai terdapat tindakan pencegahan untuk
bahaya yang teridentifikasi (Bahaya biologis, kimia dan fisik) ?

YA

Apakah pada tahap pencucian 4, pemotongan 2, penggerusan 1


pencucian 5 dan pencucian 6 dapat menghilangkan/mengurangi
potensi bahaya biologis, fisik dan kimia sampai pada batas yang
dapat diterima?

TIDAK

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat


terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau
dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA

Apakah tahapan berikutnya, sebelum makanan


dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau
menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima ?

YA BUKAN CCP

28
4. Air

Apakah telur ayam terdapat tindakan pencegahan untuk bahaya


yang teridentifikasi (Bahaya biologis, kimia dan fisik) ?

YA

Apakah pada tahap perebusan 3, pendinginan dan pengupasan


4 dapat menghilangkan/mengurangi potensi bahaya biologis,
fisik dan kimia sampai pada batas yang dapat diterima?

TIDAK

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat


terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau
dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA

Apakah tahapan berikutnya, sebelum makanan


dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau
menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima ?

YA BUKAN CCP

29
5. Pencampuran

Apakah telur ayam terdapat tindakan pencegahan untuk bahaya


yang teridentifikasi (Bahaya biologis, kimia dan fisik) ?

YA

Apakah pada tahap perebusan 3, pendinginan dan pengupasan


4 dapat menghilangkan/mengurangi potensi bahaya biologis,
fisik dan kimia sampai pada batas yang dapat diterima?

TIDAK

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat


terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau
dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA

Apakah tahapan berikutnya, sebelum makanan


dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau
menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima ?

YA BUKAN CCP

30
6. Penggerusan 2

Apakah telur ayam terdapat tindakan pencegahan untuk bahaya


yang teridentifikasi (Bahaya biologis, kimia dan fisik) ?

YA

Apakah pada tahap perebusan 3, pendinginan dan pengupasan


4 dapat menghilangkan/mengurangi potensi bahaya biologis,
fisik dan kimia sampai pada batas yang dapat diterima?

TIDAK

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat


terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau
dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA

Apakah tahapan berikutnya, sebelum makanan


dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau
menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima ?

YA BUKAN CCP

31
7. Pemasakan

Apakah telur ayam terdapat tindakan pencegahan untuk bahaya


yang teridentifikasi (Bahaya biologis, kimia dan fisik) ?

YA

Apakah pada tahap perebusan 3, pendinginan dan pengupasan


4 dapat menghilangkan/mengurangi potensi bahaya biologis,
fisik dan kimia sampai pada batas yang dapat diterima?

TIDAK

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat


terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau
dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA

Apakah tahapan berikutnya, sebelum makanan


dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau
menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima ?

YA BUKAN CCP

32
8. Perebusan 1

Apakah telur ayam terdapat tindakan pencegahan untuk bahaya


yang teridentifikasi (Bahaya biologis, kimia dan fisik) ?

YA

Apakah pada tahap perebusan 3, pendinginan dan pengupasan


4 dapat menghilangkan/mengurangi potensi bahaya biologis,
fisik dan kimia sampai pada batas yang dapat diterima?

TIDAK

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat


terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau
dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA

Apakah tahapan berikutnya, sebelum makanan


dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau
menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima ?

YA BUKAN CCP

33
9. Perebusan 2

Apakah telur ayam terdapat tindakan pencegahan untuk bahaya


yang teridentifikasi (Bahaya biologis, kimia dan fisik) ?

YA

Apakah pada tahap perebusan 3, pendinginan dan pengupasan


4 dapat menghilangkan/mengurangi potensi bahaya biologis,
fisik dan kimia sampai pada batas yang dapat diterima?

TIDAK

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat


terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau
dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA

Apakah tahapan berikutnya, sebelum makanan


dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau
menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima ?

YA BUKAN CCP

34
Tahap CCP dan CP pada pengolahan telur ayam bumbu rujak

Proses CCP CP

Penyeleksian 1 √ -

Pengupasan 1 √ -

Pencucian 1 √ -

Penyeleksian 2 √ -

Pengupasan 2 √ -

Pencucian 2 √ -

Pengupasan 3 √ -

Pencucian 3 √ -

Pemotongan 1 - √

Pencucian 4 √ -

Pemotongan 2 - √

Penggerusan 1 - √

Pencucian 5 √ -

Perebusan 3 √ -

Pendinginan - √

Pengupasan 4 √ -

Pencucian 6 √ -

Pencampuran 1 - √

Penggerusan 2 - √

Pemasakan √ -

Perebusan 1 - √

Perebusan 2 √ -

35
E. Batas Kritis

Batas kritis pada pengolahan telur ayam bumbu rujak

CCP Potensi Bahaya Batas Kritis

Penyeleksian 1 Biologi Tidak ada bahan yang

busuk

Pengupasan 1 Biologi, kimia, fisik Semua kulit terkupas

Pencucian 1 Biologi, kimia, fisik Tidak ada potongan

kulit, kotoran, pasir

Penyeleksian 2 Biologi Tidak ada bahan yang

busuk

Pengupasan 2 Biologi, kimia, fisik Semua kulit terkupas

Pencucian 2 Biologi, kimia, fisik Tidak ada potongan

kulit, kotoran dan

pasir

Pengupasan 3 Biologi, kimia, fisik Semua kulit terkupas

Pencucian 3 Biologi, kimia, fisik Tidak ada potongan

kulit, kotoran, pasir

Pencucian 4 Biologi, kimia, fisik Tidak ada potongan

kulit, kotoran, pasir

Pencucian 5 Biologi, kimia, fisik Tidak ada potongan

kulit, kotoran, pasir

Perebusan 3 Biologi Suhu 100oC selama

40 menit

Pengupasan 4 Biologi, fisik Tidak ada potongan

kulit dan kotoran

36
Pencucian 6 Biologi, kimia, fisik Tidak ada debu, pasir

Pemasakan Biologi Suhu 72oC selama 30

menit

Perebusan 2 Biologi Suhu 100oC selama

30 menit

37
F. Monitoring dan Tindakan Perbaikan

Tabel Monitoring dan Tindakan Pada Pengolahan Telur Ayam Bumbu Rujak

CCP Pot. Bahaya Batas Kritis Monitoring Tindakan

Apa Bagaimana Frekuensi Siapa perbaikan

Penyeleksian 1 Biologi Tidak ada Bagian yang Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

bahan yang busuk atau secara penyeleksian persiapan pengupasan

busuk berjamur langsung

Pengupasan 1 Biologi, Semua kulit Kulit yang Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

Kimia, Fisik terkupas menempel pada secara pengupasan persiapan pengupasan

bahan langsung lagi

Pencucian 1 Biologi, Tidak ada Potongan kulit, Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

Kimia, Fisik potongan kotoran,pasir, dan secara pencucian persiapan pencucian lagi

kulit, kotoran, debu yang langsung

pasir, debu menempel pada

bahan

38
Penyeleksian 2 Biologi, Tidak ada Tidak ada bagian Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

Fisik bagian yang yang busuk, secara penyeleksian persiapan pengupasan

busuk, berpasir, dan langsung

kotoran, debu yang

pasir, debu menempel pada

bahan

Pengupasan 2 Biologi, Tidak ada Kulit, debu, dan Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

Kimia, Fisik bagian tanah tanah yang secara pengupasan persiapan pencucian

yang menempel pada langsung

menempel bahan

Pencucian 2 Biologi, Tidak ada Tanah dan debu Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

Kimia, Fisik tanah dan yang menempel secara pencucian Persiapan pencucian lagi

debu pada bahan langsung

Pengupasan 3 Biologi, Tidak ada Batang, akar, Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

39
Kimia, Fisik batang, tidak bagian busuk secara pengupasan persiapan pegupasan

ada akar, yang menempel langsung lagi

tidak ada pada bahan

bagian yang

busuk

Pencucian 3 Biologi, Tidak ada Bagian yang tidak Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

Kimia, Fisik potongan diperlukan pada secara pencucian persiapan pencucian

kulit, bahan langsung

kotoram,

pasir

Pencucian 4 Biologi, Tidak ada Bagian yang tidak Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

Kimia, Fisik potongan diperlukan pada secara pembersihan pengolah pemisahan

kulit, kotoran, bahan langsung bagian yang

pasir tidak

diperlukan lagi

40
Pencucian 5 Biologi, Tidak ada Bagian yang tidak Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

Kimia, Fisik potongan diperlukan pada secara pembersihan pengolah pemisahan

kulit, kotoran, bahan langsung bagian yang

pasir tidak

diperlukan lagi

Perebusan 3 Biologi Suhu 100°C, Suhu dan waktu Monitoring Kontinyu Tenaga Dilakukan

40 menit suhu dan pengolah penyesuaian

waktu suhu dan

waktu

Pengupasan Biologi, fisik Tidak ada Bagian yang tidak Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

potongan diperlukan pada secara pembersihan pengolah pengupasan

kulit, kotoran, bahan langsung lagi

pasir

Pencucian 6 Biologi, Tidak ada Bagian yang tidak Pemeriksaan 1× selama Tenaga Dilakukan

kimia, fisik potongan diperlukan pada secara pembersihan pengolah pencucian lagi

41
kulit, kotoran, bahan langsung

pasir

Pemasakan Biologi Suhu 72oC Suhu dan waktu Monitoring Kontinyu Tenaga Dilakukan

selama 30 suhu dan pengolah penyesuaian

menit waktu suhu dan

waktu

Perebusan 2 Biologi Suhu 100oC Suhu dan waktu Monitoring Kontinyu Tenaga Dilakukan

selama 30 suhu dan pengolah penyesuaian

menit waktu suhu dan

waktu

42
PEMBAHASAN

Telur ayam bumbu rujak merupakan menu lauk hewani pada siklus kedua

untuk RSA UGM. Lauk ini di olah untuk berbagai jenis diet antara lain, diet

normal, DM, RG, DHDJ dan BS. Bahan utama yang digunakan untuk membuat

telur ayam bumbu rujak adalah telur ayam, sebagai bumbu pelengkap sebagai

berikut bawang merah, bawang putih, lada, kunyit, tomat, garam, daun salam,

serai, kaldu rasa jamur, Rasa dari telur ayam bumbu rujak ini adalah sedikit

pedas, namun tidak merangsang. Sesuai dengan spesifikasi makanan untuk

pasien yang tidak merangsang. Berwarna sedikit kemerahan dengan tekstur

mudah dicerna. Lauk hewani telur ayam bumbu rujak diperuntukkan untuk pasien

rumah sakit.

Pengamatan HACCP telur ayam bumbu rujak dilakukan di Katering

Marwah pada hari Jum’at tanggal 22 Desember 2017. Pengamatan ini dilakukan

untuk mengetahuai keamanan pangan produk olahan telur ayam bumbu rujak.

Berikut ini adalah bahan-bahan telur ayam bumbu rujak adalah sebagai berikut :

a. Telur Ayam

Telur ayam merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan

telur ayam bumbu rujak. Pada bahan makanan telur ayam terdapat titik

kendali kritis (CCP) yang ditemukan ada pada perebusan 3 dan pegupasan

1. Proses perebusan dilakukan pada suhu 100oC selama 45 menit. Untuk

menghilangkan bahaya biologis pada telur ayam. Bahaya yang dapat

dihilangkan/dikurangi yaitu bakteri pada telur ayam mati pada saat perebusan

100oC. pada pengupasan 1 dilakukan untuk menghilangkan bahaya fisik yaitu

kulit telur ayam.

44
b. Bawang merah

Bawang merah merupakan bahan pelengkap atau bumbu yang

digunakan dalam pengolahan telur ayam bumbu rujak. Pada bawang merah

terdapat titik kendali kritis (CCP) yang ditemukan yaitu penyeleksian 1,

pengupasan 1 dan pencucian 1. Pada penyeleksian 1 dilakukan untuk

menghilangkan bahaya biologis dan bahaya fisik. Pengupasan 1 dilakukan

untuk menghilangkan bahaya biologis dan bahaya fisik. Kemudian pada

pencucian 1 dilakukan untuk menghilangkan bahaya biologis, fisik dan kimia.

Pada tahap pencucian diharapkan bawang merah bebas dari kotoran, kulit,

jamur dan pestisida yang menempel.

c. Bawang putih

Bawang putih merupakan bahan pelengkap atau bumbu yang digunakan

dalam pengolahan telur ayam bumbu rujak. Pada bawang putih terdapat titik

kendali kritis yang ditemukan yaitu penyeleksian 2, pengupasan 2 dan

pencucian 2. Pada penyeleksian 2 dilakukan untuk menghilangkan bahaya

biologis dan bahaya fisik, seperti bawang putih yang busuk tidak dipakai,

menghilangkan tanah/pasir dari kulit bawang putih. Pengupasan 2 dilakukan

untuk menghilangkan bahaya biologis dan fisik yaitu mengupas seluruh kulit

yang membungkus bawang putih. Tahap pencucian 2 dilakukan untuk

menghilangkan bahaya biologis, fisik dan kimia. Jamur, pasir atau kulit yang

masih menempel pada bawang putih dibersihkan pada tahap pencucian 2.

Pada tahap pencucian 2 juga dapat melarutkan pestisida yang menempel

pada bawang putih.

45
d. Lada

Lada adalah salah satu bahan pelengkap atau bumbu yang digunakan

dalam pengolahan telur ayam bumbu rujak. Pada bahan pelengkap lada tidak

ditemukan titik kendali kritis. Oleh sebab itu diperlukan modifikasi proses

yang dapat menghilangkan bahaya yang terdapat pada lada yaitu dilakukan

pemasakan bumbu untuk mengurangi bahaya biologis yang dapat

ditimbulkan oleh lada.

e. Kunyit

Kunyit adalah salah satu bahan pelengkap ta bumbu yang digunakan

dalam pengolahan telur ayam bumbu rujak. Pada bahan kunyit ditemukan

titik kendali kritis yaitu pengupasan 3 dan pencucian 3. Pada tahap

pengupasan 3 dilakukan untuk menghilangkan bahaya fisik. Tahap pencucian

3 dilakukan untuk menghilangkan bahaya fisik, bahaya kimia dan bahaya

biologis.

f. Tomat

Tomat merupakan salah satu bahan pelengkap atau bumbu yang

digunakan dalam pengolahan telur ayam bumbu rujak. Pada bahan tomat

ditemukan titik kendali kritis berupa pencucian 4. Pada tahap pencucian 4

dapat menghilangkan bahaya fisik, bahaya kimia dan bahaya biologis.

g. Serai

Serai adalah salah satu bahan pelengkap atau bumbu yang digunakan

dalam pengolahan telur ayam bumbu rujak. Pada bahan serai ditemukan titik

kendali kritis yaitu pencucian 5. Pada tahap pencucian 5 dpat menghilangkan

bahaya yang ditimbulkan oleh bahaya fisik dan bahaya kimia.

46
h. Daun Salam

Daun salam adalah salah satu bahan pelengkap atau bumbu yang

digunakan dalam pengolahan telur ayam bumbu rujak. Pada bahan daun

salam dalam ditemukan titik kendali kritis (CCP) yaitu pencucian 6. Pada

tahap pencucian 6 dilakukan untuk menghilangkan bahaya fisik.

i. Garam

Garam adalah salah satu pelengkap atau bumbu yang digunakan untuk

mengolah telur ayam bumbu rujak. Pada bahan garam tidak ditemukan titik

kendali kritis (CCP). Oleh sebab itu diperlukan modikasi proses yang

dilakukan untuk menghilangkan bahaya yang ditimbulkan oleh garam.

Modifikasi proses tersebut adalah dilakukan pemasakan untuk

menghilangkan bahaya biologis yang di sebabkan dari garam.

j. Kaldu bubuk rasa jamur

Kaldu bubuk rasa jamur adalah salah satu penyedap yang digunakan

dalam pengolahan telur ayam bumbu rujak. Pada bahan tidak ditemukan titik

kendali kritis (CCP). Oleh sebab itu diperlukan modifikasi proses yang

dilakukan untuk menghilangkan bahaya yang disebabkan oleh kaldu bubuk

rasa jamur.

k. Air

Air merupakan adalah salah satu pelengkap atau bumbu yang digunakan

untuk mengolah telur ayam bumbu rujak. Pada air tidak ditemukan titik

ekndali kritis (CCP) sehingga perlu dilakukan modifikasi proses untuk

menghilangkan bahaya yang ditimbulkan air. Modifikasi tersebut adalah

perebusan 1. Tahap perebusan 1 dilaukan untuk menghilangkan bahaya

biologis pada air.

47
l. Pencampuran

Tahap pencampuran tidak dapat menggendalikan bahaya biologi, fisik

dan kimia. Namun berpotensi terjadi pencemaran saat bumbu di campurkan.

m. Penggerusan 2

Tahap penggerusan 2 bukan merupakan CCP karena tidak dapat

menggendalikan bahaya biologis, kimia maupun fisik. Penggerusan dapat

berpotensi terjadi cemaran pada saat penggerusan.

n. Pemasakan

Tahap pemasakan dilakukan pada suhu 72oC selama 30 menit.

Pemasakan merupakan CCP karena tahap ini dapat mengendalikan bahaya

biologis. Batas kritis dalam pemasakan inni yaitu mikrobiologi/hilang pada

saat pemasakan. Bakteri yang terdapat pada bumbu yang dimasak dapat

mati saat pemasakan dengan suhu perebusan sebesar 72oC selama 30

menit.

o. Perebusan 1

Tahap pemasakan dilakukan pada suhu 100oC selama 30 menit.

Perebusan bukan merupakan CCP sebenarnya tahap ini dapat

mengendalikan bahaya biologis. Namun tahap selanjutnya lebih penting

untuk mengendalikan bahaya biologis. Karena pada tahap selanjutnya

diilakukan penambahan telur ayam rebus ke dalam masakan. Batas kritis

dalam perebusan yaitu mikrobiologi/hilang pada saat pemasakan. Bakteri

yang terdapat pada bumbu yang direbus dapat mati saat pemasakan dengan

suhu perebusan sebesar 100oC selama 30 menit.

48
p. Perebusan 2

Tahap perebusan 2 dilakukan pada suhu 100oC selama 30 menit.

Perebusan 2 merupakan CCP karena tahap ini dapat mengendalikan bahaya

biologis. Batas kritis dalam pemasakan inni yaitu mikrobiologi/hilang pada

saat pemasakan. Bakteri yang terdapat pada bumbu dan bahan yang direbus

dapat mati saat pemasakan dengan suhu perebusan sebesar 72oC selama

30 menit.

49
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Telur ayam bumbu rujak adalah lauk hewani menu ke-2 untuk makan

sore pasien RSA UGM. Telur ayam bumbu rujak diperuntukkan untuk

pasien normal dan diet khusus ( RG, DM, dan DHDJ).

2. Bahan yang digunakan untuk mengolah telur bumbu rujakadalah telur

ayam, bawang merah, bawang putih, merica, kunyit, laos, tomat, daun

salam, serai, garam, gula, kaldu bubuk rasa jamur dan air.

3. CCP pada proses pembuatan telur ayam bumbu rujak meliputi proses

penyeleksian 1, pengupasan 1, pencucian 1, penyeleksian ,

pengupasan 2, pencucian 2, pengupasan 3, pencucian 3, pencucian 4,

pencucian 5, perebusan 3, pengupasan, pencucian 6, pemasakan, dan

perebusan 2.

4. CP pada pengolahan telur ayam bumbu rujak adalah pemotongan 1,

pemotongan 2, penggerusan 1, pendinginan, pencampuran 1,

penggerusan 2 dan perebusan 1.

5. Penentapan CCP pada pengolahan telur ayam bumbu rujak di Katering

Marwah yaitu dengan mengamati petugas pada saat proses

penerimaan, persiapan, pengolahan dan pendistribusian.

B. Saran

1. Mempertahankan penggunaan APD dan tata tertip kerja untuk

meminimalisir kontaminasi. Misal membuang sampah ke tempat

50
sampah injak dengan menginjak tuas, tidak membuka menggunakan

tangan. Menggunakan masker selama bekerja.

2. Mempertahankan kebersihan alat masak dan memperlakukan bahan

makanan dengan bersih.

3. Menggambil bumbu ( Kaldu Bubuk Rasa Jamur) dengan menggunakan

alat selama pengolahan makanan, sehingga tidak terjadi kontak

langsung denga tangan pekerja.

51
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis

(HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Jakarta; 1998.

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan Wootton. 2009. Ilmu Pangan. Terjemahan:

Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta

Ditjen PPM & PL. Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan. Jakarta; 2001.

Kementrian Perindustrian RI. 2010. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good

Manufacturing Practices). Nomor: 75/M-IND/PER/7/2012

Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Anugrah Utama

Raharja. Bandar Lampung

Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suprapti, Lies. 2002. Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius.

Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni

Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

52

Anda mungkin juga menyukai