DISUSUN OLEH :
M. IKHSAN LAPADENGAN
010001500267
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRISAKTI
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad
SAW.
Makalah yang berjudul "Hukum Internasional Publik" ini penulis susun untuk
memenuhi persyaratan untuk mengikuti Ujian Akhir Semester Ganjil pada Fakultas
Hukum, Universitas Trisakti.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan
yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan
tugas akhir ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut kami sampaikan
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Kuntoro selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan dorongan dalam penyusunan tugas akhir ini.
2. Orang tua penulis yang tak henti-hentinya mendorong dan mendukung penulis
untuk menyelesaikan semua tugas penulis.
3. Teman-teman kelas seperjuangan yang bersama-sama merasakan perjuangan
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang sangat menumpuk.
Penulis menyadari bahwa tugas ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun
penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam
penyempurnaan tugas ini.
Terakhir penulis berharap, semoga tugas ini dapat memberikan hal yang bermanfaat
dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.
M. Ikhsan Lapadengan.
2
BAB I
Pendahuluan
Indonesia mempunyai banyak pulau dan potensi Sumber Daya Alam. Salahsatunya
adalah Ambalat , yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar milik negara Indonesia
sebagai negara kepulauan. Blok Ambalat dengan luas 15.235 kilometer persegi, ditengarai
mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun.2 Yang
perlu digaris bawahi wilayah Ambalat adalah milik Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya penandatanganan Perjanjian Tapal Batas Kontinen Indonesia-Malaysia
pada tanggal 27 Oktober 1969, yang ditandatangani di Kuala Lumpur, telah diratifikasi
pada tanggal 7 November 1969.3 Hal ini kemudian menjadi dasar hukum bahwa Blok
Ambalat berada di bawah kedaulatan Indonesia. Akan tetapi, letak geografis Blok Ambalat
yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, sehingga rawan menimbulkan
konflik perbatasan.
1
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011),
h.2-3
2
RI Peringatkan Malaysia Soal Blok Ambalat, http://nasional.kompas.com/read/2008/10/21/22413798/ , diakses
pada 20 Maret 2014 pukul 20.25 WIB.
3
Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), (Bandung, P.T
Alumni,2008 ), h. 357.
3
Namun wilayah itu diklaim oleh Malaysia melalui peta 1979 yang diterbitkan secara
sepihak. Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim ,
mereka membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim
Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara
melewati Pulau Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu,
merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan
Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970 (lihat gambar 1)
.Indonesia melihatnya sebagai usaha secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk
melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah
lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan (2002), yang dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia
oleh Mahkamah Internasional.4
Peta 1979 itu sudah diprotes Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya.
Sejak tahun 1980, Pemerintah Indonesia terus menyampaikan protes secara berkala, karena
Malaysia telah melanggar wilayah perairan yang berada di bawah kedaulatan dan hak
berdaulat Indonesia.5
Pada 2005, dikagetkan kembali oleh pemberitaan berbagai media massa yang
memuat persoalan wilayah perairan yang telah menjadi sengketa antara kedua negara,
Indonesia dan Malaysia. Wilayah yang disengketakan tersebut tidak lain adalah di kawasan
Ambalat, sebelah timur kepala Pulau Kalimantan, yang juga masih di perairan Laut
4
Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), (Bandung, P.T
Alumni,2008 ), h. 357.
5
Ibid.
4
Sulawesi. Negara Jiran itu tiba-tiba mengklaim wilayah Indonesia merupakan wilayah
perairan mereka.6
Namun, Indonesia tidak akan merujuk sengketa mereka atas minyak dan gas di
Blok Ambalat yang kaya ke Mahkamah Internasional / International Court of Justice (ICJ).
Menteri Luar Negeri Datuk Seri Utama Dr Rais Yatim mengatakan ini adalah karena
pemerintah kedua negara telah membentuk sebuah kelompok orang terkemuka untuk
mempelajari sengketa. "Kami telah sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara
damai. Kami akan meminta pandangan dari pakar hukum laut dan wilayah untuk solusi,"
tambahnya. "Kami juga akan mendapatkan kelompok netral untuk memberikan pandangan
pada sekali ini kita sudah mendapat rekomendasi dari komite teknis yang memiliki
perwakilan dari kedua negara," katanya usai membuka pertemuan tahunan asosiasi Jelebu
mantan polisi yang umum di sini.
Pada awal 2005, Malaysia memberikan hak eksplorasi minyak di daerah lepas Laut
Sulawesi, yang juga diklaim oleh Indonesia, untuk Shell. Pada saat yang sama, pemerintah
Indonesia memberikan izin kepada ENI perusahaan Italia untuk eksplorasi minyak dan
gas di blok Ambalat. Indonesia kemudian mengirim kapal perang dan jet tempur ke daerah
tersebut, memaksa Malaysia melakukan penghentian kegiatan.
Rumusan Masalah
6
Syaiful Bahri, Sengketa Blok Ambalat dan Kedaulatan RI,
http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/08/opi03.htm , diakses pada 20 Maret 2014 pukul 21.22 WIB.
5
BAB II
Kerangka Teori
A. Teori Kedaulatan
Berdirinya suatu negara karena adanya wilayah dan penduduk saja tidaklah cukup,
dibutuhkan kedaulatan di dalamnya. Karena adanya kekuasaan tertinggi yang mengatur
rakyat adalah salahsatu unsur konstitutif dalam suatu pembentukan suatu negara, yaitu
kedaulatan.
Menurut konsep hukum Internasional , kedaulatan memiliki 3 aspek utama, antara
lain7:
1. Aspek Intern Kedaulatan
adalah hak atau kewenangan eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk
lembaga- lembaganya, cara kerja lembaga- lembaga tersebut dan hak untuk
membuat undang- undang yang diinginkan serta tindakan-tindakan untuk
mematuhi.
2. Aspek Ekstern Kedaulatan
adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan
berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau
pengawasan negara lain.
3. Aspek Territorial Kedaulatan
berarti kekuasaan dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu- individu
dan benda- benda yang terdapat di wilayah negara tersebut.
7
Ambalat, diakses melalui http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/6/articles/1027/public/1027-1135-1-PB.pdf h. 7
pada 16 Maret 2014 pukul 20.05 WIB.
6
Berdasar aspek kedaulatan yang ketiga , bisa diartikan bila ada yang mengganggu
milik yang terdapat di wilayah suatu negara, sama saja telah mengganggu kedaulatan
negara tersebut.
B. Teori Hukum Laut Internasional : Konvensi Hukum Laut Internasional Tahun 1982
Melalui United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun
1982, yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara. Negaranegara kepulauan
(Archipelagic States) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas
200 mil laut di luar wilayahnya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai hak
mengelola (yurisdiksi) terhadap Zona Ekonomi Eksklusif. Hal ini kemudian telah
dituangkan kedalam Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang
Hukum Laut). Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) mencapai jarak 200
mil laut, diukur dari garis dasar wilayah Indonesia ke arah laut lepas.8 Ketetapan tersebut
kemudian dikukuhkan melalui Undangundang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
9
Eklsklusif Indonesia. Konsekuensi dari implementasi undang-undang tersebut adalah
bahwa luas wilayah perairan laut Indonesia bertambah sekitar 2,7 juta Km2, menjadi 5,8
juta Km2.10 Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan dua pertiga wilayahnya
berupa lautan. Dari 17.506 pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang menjadi batas
langsung Indonesia dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil survei Base Point atau Titik
Dasar yang telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas wilayah
dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya
ada di tanjung-tanjung terluar dan di wilayah pantai.11
Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS 1982)
melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu12 :
I. Perairan Pedalaman (Internal Waters).
II. Perairan Kepulauan (Archiplegic Waters), termasuk di dalamnya selat yang
digunakan untuk pelayaran internasional.
III. Laut Teritorial (Teritorial Waters).
8
Dikdik Mohamad Sodik,Hukum Laut Internasional, (Bandung: Refika Aditama, 2011) . h.79
9
Ibid, h. 96
10
Op.cit http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/6/articles/1027/public/1027-1135-1-PB.pdf
11 Sri Endang Susetiawati, Sengketa Perbatasan Indonesia- Malaysia: Tentusaja Belum Cukup! ,diakses melalui:
http://hankam.kompasiana.com/2011/04/13/sengketa-perbatasan-indonesia-malaysia-tegas-saja-belum-cukup-
355178.html pada 24 Maret 2014 pukul 22.17 WIB.
12 Albert W. Koers, diterjemahakan Rudi M. Rizki,dkk. ,disunting Komar Kantaatmadja, dkk., Konvensi Perserikatan
Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut : Suatu Ringkasan, (Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 1991), h.5-13
7
13
KBBI
14
Op.cit http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/6/articles/1027/public/1027-1135-1-PB.pdf
8
BAB III
Pembahasan
A. Faktor yang mendasari Malaysia melakukan klaim atas wilayah blok Ambalat
Sudah tercatat bahwa blok Ambalat merupakan bagian dari wilayah Indonesia,
tepatnya di Kalimantan Timur Indonesia. Yang telah tercantum pada Perjanjian Tapal
Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut
Indonesia dan Malaysia tahun 1970.
Akan tetapi masih saja ada klaim dari Malaysia yang menyatakan bahwa blok
Ambalat adalah milik negara Malaysia. Berikut adalah beberapa faktor mengapa
Malaysia ingin mendapatkan blok Ambalat.
1. Segi Politik
Seperti yang telah kita ketahui bahwa sistem hubungan internasional bersifat anarki
sehingga seperti tanpa aturan, siapa yang mempunyai power (kekuatan) yang lebih besar
,maka dialah yang lebih berperluang memperoleh keuntungan politik, dan tidak ada
yang bisa mencegah suatu negara untuk mencapai kepentingannya baik itu organisasi
internasional (PBB) ataupun hukum internasional (bagi negara mempunyai power yang
sangat besar), karena kepentingan nasional adalah segala-galanya bagi negara ,tidak ada
kepentingan lain selain mencapai kepentingan nasionalnya.
2. Segi Ekonomi
9
Apabila kawasan itu jatuh ke tangan Malaysia , tentu saja membawa keuntungan
besar dari eksploitasi kawasan tersebut. Mereka juga dapat menggunakan minyak dan
gas bumi sebagai bahan bakar bagi negaranya serta menjual dapat menjual pula ke
perusahaan asing (shell). Dengan begitu meningkatkan industrialisasi dan berdampak
baik bagi pendapatan domestik.
15
RI Peringatkan Malaysia Soal Blok Ambalat, http://nasional.kompas.com/read/2008/10/21/22413798/ , diakses
pada 20 Maret 2014 pukul 20.25 WIB.
16
Op.cit http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/6/articles/1027/public/1027-1135-1-PB.pdf
10
Tetapi mengapa sampai saat ini, Indonesia menolak untuk mengajukan masalah
tersebut ke Mahkamah Internasional/ ICJ tentu menjadi suatu pertanyaan.
Kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan telah di sepakati Indonesia dan
Malaysia untuk dibawa ke mahkamah internasional tahun 1997, dan keputusan
Mahkamah Internasional pada 17 desember 2002. Indonesia saat itu telah berjuang
17
Arif Havas Oegrosewu, Batas Laut Indonesia- Malaysia Pasca Sipadan- Ligitan, diakses melalui :
http://www.kompas.co.id/bataslautindonesiaMalaysia//
11
untuk mempertahankan Pulau Sipadan dan Ligitan, dengan menyewa lima penasehat
hukum asing dan tiga peneliti asing untuk membuktikan kepemilikannya. 18
Dengan demikian Indonesia tidak mau mengakui bahwa ini suatu sengketa
perebutan wilayah melainkan wilayah teritori Indonesia yang dilanggar oleh Malaysia
sebagai negara tetangga.
18
Sugiharto, Lepasnya Pulau Ligitan dan Sipadan, diakses melalui
http://hankam.kompasiana.com/2011/10/16/lepasnya-pulau-ligitan-dan-sipadan-dari-nkri-403846.html pada 24
Maret 2014 pukul 22.35 WIB.
19
Ibid.
12
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai aktor politik yang rasional Indonesia tidak mau secara gegabah mengajukan
permasalahan ini ke pada Mahkamah Internasional ataupun memutuskan perang. Hal
tersebut karena:
Demikian makalah ini telah disusun, semoga menambah khasanah ilmu pengetahuan
bagi para pembaca. Serta mengajarkan kita untuk merawat dan mempertahankan apa yang
kita miliki, supaya tidak direbut oleh orang lain.
Saya rasa masih dapat kekurangan dalam penulisannya, jadi masih dibutuhkan saran
dan kritikan untuk revisi makalah ini menjadi lebih baik. Akhirkata penulis ucapkan
terimakasih atas perhatiannya. Sekian
14
Lampiran
15
16
http://3.bp..com/_kBur5TEhtfw/SlL_I2GTbBI/AAAAAAAAAUY/-1CFyLJcBjo/s400/ambalat%20issue.jpg
http://jakartagreater.com/wp-content/uploads/2012/03/Marinir-ambalat-karang-unarang11.jpg
http://1.bp.blogspot.com/_gJQb1fUeW28/TH39LCw1bjI/AAAAAAAAAHQ/fizpJd6ZXNM/s1600/ambalat-1.jpg
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/Mercusuar-Ambalat.jpg
http://media.viva.co.id/thumbs2/2008/10/14/55596_kapal_perang_tni_663_382.jpg
http://i.ytimg.com/vi/x7A2llEF8Cc/0.jpg
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijaya, Suryo Sakti. 2011. Perbatasan Negara dalam dimensi Hukum Internasional.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
17
Adolf, Huala. 2006. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Koers, Albert W. 1991. Konvesi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut ,
Suatu Ringkasan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.