Guru pembimbing:
Arviantri Candra Puspitasari, S.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok 4
1. Akhmad Rofiq [05]
2. Haellen Nailil Fadilah [15]
3. Maulana Lucky Ma’arif [20]
4. Muhamad Mukti Wijaya [23]
5. Nasya Lucky Alvani Syahira [28]
6. Neyna Tiffara Zefriono [30]
7. Rahma Izza Azizah [31]
8. Syahrul Bahtiar [34]
9. Titin Agustini [35]
Blok Ambalat adalah dasar laut (landas kontinen) yang berlokasi di sebelah timur
Pulau Borneo (Kalimantan). Sebagian besar atau seluruh Blok Ambalat berada pada jarak
lebih dari 12 Mil dari garis pangkal sehingga termasuk dalam rejim hak berdaulat (sovereign
rights), bukan kedaulatan (sovereignty). Pada kawasan ini telah terjadi proses eksplorasi dan
eksploitasi sejak tahun 1960an namun belum ada batas maritim antara Indonesia dan
Malaysia.
Ditinjau dari Hukum Internasional Blok Ambalat merupakan milik Indonesia
berdasarkan sejarah dimana sebelum lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik
Malaysia. Blok Ambalat sepenuhnya dikelola oleh Indonesia dengan bukti pemberian ijin
kepada pihak asing. karena Malaysia tidak melakukan Klaim atas tindakan Indonesia atas
kegiatan penambangan dan eksploitasi di wilayah Blok Ambalat sejak Tahun 1960 hingga
pasca keluarnya peta Malaysia tahun 1979 itu merupakan bukti pengakuan Malaysia terhadap
wilayah Blok Ambalat dan Indonesia memiliki Hak berdaulat di wilayah tersebut.
Penyelesaian sengketa terkait pengklaiman Blok Ambalat antara Indonesia dan
Malaysia di selesaikan melalui negosiasi. Sejauh ini hasil dari negosiasi tersebut adalah
pengakuan Malaysia atas Karang Unarang sebagai milik Indonesia dan masih akan terus
dilakukan upaya lain untuk mencapai kesepakatan batas negara di Laut Sulawesi.
2
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................4
BAB 1 ........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang Masalah ..............................................................................................................5
1.2 Tujuan Pembuatan Makalah ........................................................................................................5
BAB 2 ........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................6
2.1 Sengketa Blok Ambalat ...............................................................................................................6
2.2 Penyelesaian Sengketa secara Damai ..........................................................................................8
a. Negosiasi......................................................................................................................................8
b. Mediasi dan Jasa-Jasa Baik (Mediation and Good Offices) ........................................................8
c. Konsiliasi (Conciliation) .............................................................................................................9
d. Enquiry atau Penyelidikan ...........................................................................................................9
e. Penyelesaian di bawah Naungan Organisasi PBB .......................................................................9
2.3 Dasar Hukum yang Digunakan oleh Indonesia .........................................................................10
2.4 Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Ambalat .......................................................................11
BAB 3 ......................................................................................................................................................13
PENUTUP...............................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................13
3.2 Tanggapan/Saran .......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................14
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SENGKETA BATAS
WILAYAH” ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas sekolah pada Mapel pendidikan Pancasila.
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menguraikan kasus persengketaan
Indonesia dan Malaysia dalam salah satu kasus persengketaan, yakni Sengketa Blok Ambalat.
Pada kesempatan ini, penyusun hendak menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Ucapan terima kasih ini penyusun tujukan kepada ibu Arviantri Candra
Puspitasari, S.Pd. selaku guru pembimbing Mapel pendidikan Pancasila di MAN 2 KEDIRI.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan makalah ini sebaik mungkin, penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan
segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Kelompok 4
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Sengketa batas wilayah merupakan permasalahan yang telah menjadi bagian integral
dari sejarah dan geopolitik suatu negara. Batas-batas wilayah memainkan peran penting
dalam menentukan kedaulatan, hak-hak kependudukan, pemanfaatan sumber daya
alam, serta pengaturan administrasi dan kebijakan publik. Sengketa batas wilayah dapat
timbul akibat berbagai faktor, seperti perbedaan sejarah, budaya, etnis, agama,
ekonomi, dan politik antara negara-negara yang berbatasan.
Seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika politik global, sengketa batas
wilayah menjadi semakin kompleks dan beragam. Perubahan dalam struktur politik,
penemuan sumber daya alam baru, ambisi geopolitik, dan ketegangan antarnegara dapat
menjadi pemicu timbulnya sengketa batas wilayah yang memerlukan penyelesaian yang
cermat dan adil.
Dalam makalah ini, akan dikaji berbagai aspek yang terkait dengan Sengketa Batas
Wilayah Blok Ambalat, termasuk penyelesaian sengketa batas wilayah Ambalat.
Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang Sengketa Batas Wilayah Ambalat,
diharapkan dapat merumuskan kebijakan dan strategi penyelesaian yang efektif dalam
mengelola konflik wilayah.
5
BAB 2
PEMBAHASAN
Salah satu kasus persengketaan antara Indonesia dan Malaysia adalah Blok Ambalat.
Blok Ambalat adalah suatu area hamparan wilayah laut seluas 15.235 kilometer persegi
yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar di dekat perpanjangan perbatasan
darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia. Adapun batas-
batasnya secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut: Sebelah utara adalah pulau
Sipadan & pulau Ligitan, sebelah selatan adalah laut Sulawesi, sebelah barat adalah
provinsi Kalimantan Timur, sebelah timur adalah laut Sulawesi.
Blok Ambalat menjadi objek sengketa berkepanjangan antara Indonesia dan Malaysia.
Penyebab utama sengketa Ambalat disebabkan adanya perbedaan persepsi atau klaim
tumpang tindih terhadap penguasaan wilayah di antara dua negara. Indonesia dan
Malaysia masing-masing mengklaim wilayah Ambalat sebagai bagian dari wilayah
kedaulatan negaranya. Saling klaim ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan
belum selesainya masalah batas-batas wilayah kelautan kedua negara.
Persengketaan ini bukan hanya masalah kepemilikan wilayah saja, melainkan di blok
tersebut mengandung minyak dan gas. Sengketa Indonesia-Malaysia atas Ambalat
dimulai ketika kedua negara masing-masing melakukan penelitian di dasar laut untuk
mengetahui landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif pada tahun 1969. Kedua
negara kemudian menandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen Indonesia-
Malaysia pada 27 Oktober 1969 yang diratifikasi oleh masing-masing negara pada
tahun yang sama.
Pada perjanjian ini, wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia. Namun, pada
1979, Malaysia mengingkari perjanjian ini dengan memasukkan blok maritim Ambalat
ke dalam peta wilayahnya. Hal ini menyebabkan pemerintahan Indonesia menolak peta
baru Malaysia tersebut. Tak hanya Indonesia, peta tersebut juga diprotes oleh Filipina,
6
Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas
perebutan wilayah negara lain.
Berdasarkan klaim batas wilayah yang tercantum dalam peta tahun 1979 tersebut,
Malaysia membagi dua blok konsesi minyak, yakni Blok Y (ND6) dan Blok Z (ND7).
Adapun blok Y merupakan blok yang tumpang tindih dengan wilayah konsesi minyak
yang diklaim Indonesia. Sementara blok Z adalah blok yang tumpang tindih dengan
wilayah yang diklaim Filipina.
Pada 16 Februari 2005, Malaysia memberikan konsesi minyak di kedua blok tersebut
kepada perusahaan minyak milik Inggris dan Belanda, Shell. Kapal-kapal patroli
Malaysia pun diketahui berulang kali melintasi batas wilayah Indonesia dengan alasan
area tersebut merupakan bagian dari wilayah Malaysia. Klaim sepihak dan beragam
tindakan provokasi ini berdampak pada peningkatan eskalasi hubungan kedua negara.
Akhirnya, pada tahun 2009, pemimpin kedua negara, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengambil
langkah politik untuk meredakan ketegangan akibat Ambalat. Masing-masing pihak
menjelaskan landasan hukum klaim atas Ambalat.
UNCLOS merupakan singkatan dari United Nations Conventions on The Law Sea,
suatu lembaga di bawah naungan PBB, sejak tahun 1982. Indonesia telah meratifikasi
konvensi ini melalui UU No. 17 tahun 1985. Sejak saat itu, semua negara, termasuk
Indonesia, yang menjadi bagian atau anggota PBB, wajib menaati aturan yang
terkandung dalam UNCLOS 1982 terkait aturan setelah diperjuangkan melalui forum
UNCLOS selama 25 tahun. Menurut UNCLOS 1982, Negara Kepulauan adalah suatu
negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat
mencakup pulau-pulau lain.
Dalam pemahaman ini, negara kepulauan dapat menarik garis dasar atau pangkal lurus
kepulauan yang menghubungkan titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar
kepulauan itu. Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan
7
itu diwujudkan dalam Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957. Kepulauan Indonesia
menjadi satu kesatuan politik, pertahanan, sosial budaya, dan ekonomi.
Sebagai negara yang cinta damai, tentu kita menghendaki perdamaian dalam segala
suasana, termasuk dalam hal penyelesaian sengketa. Konflik dan sengketa merupakan
hal-hal yang tidak mungkin dihindari dalam penyelenggaraan negara. Jadi, setiap ada
konflik atau sengketa sebisa mungkin kita selesaikan dengan cara damai. Namun, jika
kita mempunyai dasar yang kuat, kita pun tidak boleh mengalah karena kedaulatan dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati. Penyelesaian
sengketa bisa dilakukan dengan kekerasan maupun dengan perdamaian. Indonesia
sebisa mungkin menyelesaikan sengketa dengan cara damai.
Dasar hukum:
1. Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara
mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum dan keamanan
internasional.
2. Larangan terhadap perang (renuncitiation of war) terdapat dalam “Bryan-
Kellogs Pact” dalam Paris Treaty 1928.
3. Prinsip tersebut kemudian diadopsi dalam Piagam PBB yang menyatakan :
“Negara tidak dibenarkan untuk menggunakan ancaman atau kekerasan
terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara lain atau dengan
cara apa pun juga yang bertentangan dengan tujuan-tujuan PBB”. (Pasal 2
Ayat 4 Piagam PBB).
4. Prinsip ini kemudian dipertegas lagi dalam Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum
Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar negara
sesuai dengan Piagam PBB Resolusi Majelis Umum PBB 2625 (XXV) tanggal
24 Oktober 1970.
a. Negosiasi
Negosiasi atau perundingan adalah pertukaran pendapat dan asal-usul antar
pihak yang bersengketa untuk menemukan kemungkinan tercapainya
penyelesaian sengketa secara damai. Meskipun dalam praktiknya, perundingan
sering lebih menguntungkan salah satu pihak, negosiasi merupakan
penyelesaian sengketa paling sederhana dan dianggap tradisional tetapi cukup
efektif untuk mencegah konflik. Negosiasi tidak perlu melibatkan pihak ketiga
karena perundingan hanya melibatkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
8
tidak ikut secara langsung dalam perundingan, tetapi hanya menyiapkan dan
mengambil langkah-langkah yang perlu agar negara-negara yang bersengketa
bertemu dan merundingkan sengketanya.
Jadi yang membedakan antara mediasi dan negosiasi adalah adanya pihak
ketiga. Pihak ketiga ini berfungsi sebagai perantara untuk mencapai
kesepakatan. Komunikasi bagi pihak ketiga itu disebut sebagai good offices.
Mediasi bisa terlaksana jika pihak yang bersengketa bersepakat dalam
pencarian solusi perlu melibatkan pihak ketiga dan menerima syarat-syarat
tertentu yang diberikan oleh pihak yang bersengketa.
c. Konsiliasi (Conciliation)
Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak
ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara.
Konsiliasi merupakan suatu proses dari usulan resmi yang dimajukan
mengenai penyelesaian setelah melalui suatu penyelidikan namun para pihak
dapat menerima atau menolak usulan rekomendasi yang telelah dirumuskan.
Istilah konsiliasi memiliki dua arti. Pertama, suatu metode dalam proses
penyelesaian sengketa yang diselesaikan secara damai dengan dibantu melalui
perantara negara lain atau badan penyelidikan dan komite tertentu yang dinilai
tidak berpihak kepada salah satu yang bersengketa. Kedua, suatu metode
penyelesaian konflik yang dilakukan dengan cara menyerahkan kepada sebuah
komite untuk membuat semacam laporan investigasi dan memuat usul
penyelesaian kepada pihak yang bertikai.
9
Berdasarkan keterangan bab VI, DK diberi kewenangan untuk melakukan
upaya-upaya terkait penyelesaian sengketa.
Dasar hukum Yang digunakan oleh Indonesia Atas kepemilikan blok Ambalat adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan kelaziman hukum Internasional karena Malaysia tidak melakukan
Klaim atas tindakan Indonesia atas kegiatan penambangan dan eksploitasi di
wilayah Blok Ambalat sejak Tahun 1960 Sebagai bukti pengakuan Malaysia
bahwa Indonesia memiliki hak berdaulat di wilayah Blok Ambalat.
2. Berdasarkan sejarah wilayah tersebut sejak zaman penjajah Belanda.
Indonesia adalah negara Kepulauan (archipelagic state). Deklarasi Negara
Kepulauan Indonesia telah dimulai ketika diterbitkan Deklarasi Djuanda tahun
1957, lalu diikuti Prp No. 4/1960 tentang Perairan Indonesia. Isi deklarasi
UNCLOS 1982 antara lain; di antara pulau-pulau Indonesia tidak ada laut
bebas, dan sebagai Negara Kepulauan, Indonesia boleh menarik garis pangkal
(baselines) dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar.
3. Garis Pangkal Teritorial menurut Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS
1982) Seperti yang telah dijelaskan melalui kerangka teori, bahwa konvensi
hukum laut telah disepakati oleh negara-negara di PBB.
4. Garis Pangkal Kepulauan Indonesia menurut UU No.6 Tahun 1996 mengenai
perairan Indonesia. Berdasarkan UNCLOS 1982, Indonesia
mengimplementasikannya melalui UU NO. 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia.
5. Garis dasar adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar, apabila
di tarik dari garis lurus itu, maka Ambalat masuk di dalamnya dan bahkan
lebih jauh ke luar lagi. Sikap itu sudah dicantumkan Indonesia dalam Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1960, yang kemudian diakui dalam Konvensi Hukum
Laut 1982. Keberhasilan Indonesia memperjuangkan konsep hukum negara
kepulauan (archipelagic state) hingga diakui secara internasional.
6. Pada 1998 Indonesia memberikan konsesi kepada Shell untuk melakukan
eksplorasi minyak. Malaysia tahu hal itu, tapi tidak memprotes. Malaysia baru
10
memprotes Indonesia Akhir Tahun 2004, saat Indonesia menawarkan konsesi
baru di Blok Ambalat.
Penyelesaian sengketa Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia, menurut hukum
internasional harus dilakukan secara damai. Penyelesaian sengketa perbatasan di
wilayah perairan berbeda dengan daratan yang lebih mudah menentukan batas-batas
wilayah. Namun, sengketa tersebut harus diselesaikan dan tidak terlarut-larut
sehingga menjadikan masalah sengketa Blok Ambalat makin sulit diselesaikan secara
damai.
Penyelesaian sengketa batas wilayah Ambalat dapat ditempuh setidaknya empat
langkah:
1. Pertama, perundingan bilateral. Langkah ini memberi kesempatan kepada masing-
masing negara untuk menyampaikan argumentasinya terhadap wilayah yang
dipersengketakan. Jika belum terselesaikan, Indonesia akan menggunakan pasal
47 UNCLOS 1982, sebagai negara kepulauan dapat menarik garis di pulau
terluarnya sebagai patokan untuk batas wilayah kedaulatannya. Sementara
Malaysia, kemungkinan akan menggunakan argumen peta 1979.
2. Kedua, menetapkan wilayah yang disengketakan sebagai status quo dalam kurun
waktu tertentu. Pada tahap ini, blok Ambalat dimungkinkan sebagai tempat untuk
melakukan eksplorasi sehingga timbul rasa saling percaya kedua belah pihak
(confidence building measure).
3. Ketiga, memanfaatkan ASEAN sebagai organisasi regional, melalui High
Council, sebagaimana disebutkan dalam Treaty of Amity and Cooperation yang
pernah digagas dalam Deklarasi Bali 1976. Namun, kemungkinan besar Malaysia
tidak akan menempuh langkah ini, sebab klaimnya terhadap blok Ambalat menuai
protes dari negara-negara lain, seperti Singapura, Thailand, dan Filipina.
4. Keempat, jalan terakhir dari penyelesaian sengketa ini adalah dengan
membawanya ke Mahkamah Agung (MI). Indonesia pernah kalah dalam kasus
perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan. Namun, untuk kasus blok Ambalat dan juga
wilayah-wilayah lain, jika memang Indonesia mampu menunjukkan bukti-bukti
yudiris, serta fakta lain yang valid atau kuat, besar kemungkinan Indonesia akan
11
memenangkannya. Jika dikaji dengan saksama, pasal-pasal yang ada di UNCLOS
1982 sebenarnya cukup menguntungkan Indonesia. Bukti sejarah, berdasarkan
kajian ilmiah, Blok Ambalat masuk dalam wilayah Kalimantan Timur, bagian dari
Kerajaan Bulungan. Itu berarti, Indonesia berpeluang besar menyadarkan
Malaysia kalau selama ini, klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat
sesungguhnya salah.
12
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Tanggapan/Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14