Anda di halaman 1dari 14

SENGKETA BATAS WILAYAH

Guru pembimbing:
Arviantri Candra Puspitasari, S.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 4
1. Akhmad Rofiq [05]
2. Haellen Nailil Fadilah [15]
3. Maulana Lucky Ma’arif [20]
4. Muhamad Mukti Wijaya [23]
5. Nasya Lucky Alvani Syahira [28]
6. Neyna Tiffara Zefriono [30]
7. Rahma Izza Azizah [31]
8. Syahrul Bahtiar [34]
9. Titin Agustini [35]

KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN KEDIRI


MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KEDIRI
2023/2024
ABSTRAK

Blok Ambalat adalah dasar laut (landas kontinen) yang berlokasi di sebelah timur
Pulau Borneo (Kalimantan). Sebagian besar atau seluruh Blok Ambalat berada pada jarak
lebih dari 12 Mil dari garis pangkal sehingga termasuk dalam rejim hak berdaulat (sovereign
rights), bukan kedaulatan (sovereignty). Pada kawasan ini telah terjadi proses eksplorasi dan
eksploitasi sejak tahun 1960an namun belum ada batas maritim antara Indonesia dan
Malaysia.
Ditinjau dari Hukum Internasional Blok Ambalat merupakan milik Indonesia
berdasarkan sejarah dimana sebelum lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik
Malaysia. Blok Ambalat sepenuhnya dikelola oleh Indonesia dengan bukti pemberian ijin
kepada pihak asing. karena Malaysia tidak melakukan Klaim atas tindakan Indonesia atas
kegiatan penambangan dan eksploitasi di wilayah Blok Ambalat sejak Tahun 1960 hingga
pasca keluarnya peta Malaysia tahun 1979 itu merupakan bukti pengakuan Malaysia terhadap
wilayah Blok Ambalat dan Indonesia memiliki Hak berdaulat di wilayah tersebut.
Penyelesaian sengketa terkait pengklaiman Blok Ambalat antara Indonesia dan
Malaysia di selesaikan melalui negosiasi. Sejauh ini hasil dari negosiasi tersebut adalah
pengakuan Malaysia atas Karang Unarang sebagai milik Indonesia dan masih akan terus
dilakukan upaya lain untuk mencapai kesepakatan batas negara di Laut Sulawesi.

2
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................4
BAB 1 ........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang Masalah ..............................................................................................................5
1.2 Tujuan Pembuatan Makalah ........................................................................................................5
BAB 2 ........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................6
2.1 Sengketa Blok Ambalat ...............................................................................................................6
2.2 Penyelesaian Sengketa secara Damai ..........................................................................................8
a. Negosiasi......................................................................................................................................8
b. Mediasi dan Jasa-Jasa Baik (Mediation and Good Offices) ........................................................8
c. Konsiliasi (Conciliation) .............................................................................................................9
d. Enquiry atau Penyelidikan ...........................................................................................................9
e. Penyelesaian di bawah Naungan Organisasi PBB .......................................................................9
2.3 Dasar Hukum yang Digunakan oleh Indonesia .........................................................................10
2.4 Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Ambalat .......................................................................11
BAB 3 ......................................................................................................................................................13
PENUTUP...............................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................13
3.2 Tanggapan/Saran .......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................14

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SENGKETA BATAS
WILAYAH” ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas sekolah pada Mapel pendidikan Pancasila.
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menguraikan kasus persengketaan
Indonesia dan Malaysia dalam salah satu kasus persengketaan, yakni Sengketa Blok Ambalat.
Pada kesempatan ini, penyusun hendak menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Ucapan terima kasih ini penyusun tujukan kepada ibu Arviantri Candra
Puspitasari, S.Pd. selaku guru pembimbing Mapel pendidikan Pancasila di MAN 2 KEDIRI.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan makalah ini sebaik mungkin, penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan
segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Kediri, 11 Februari 2024

Kelompok 4

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sengketa batas wilayah merupakan permasalahan yang telah menjadi bagian integral
dari sejarah dan geopolitik suatu negara. Batas-batas wilayah memainkan peran penting
dalam menentukan kedaulatan, hak-hak kependudukan, pemanfaatan sumber daya
alam, serta pengaturan administrasi dan kebijakan publik. Sengketa batas wilayah dapat
timbul akibat berbagai faktor, seperti perbedaan sejarah, budaya, etnis, agama,
ekonomi, dan politik antara negara-negara yang berbatasan.
Seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika politik global, sengketa batas
wilayah menjadi semakin kompleks dan beragam. Perubahan dalam struktur politik,
penemuan sumber daya alam baru, ambisi geopolitik, dan ketegangan antarnegara dapat
menjadi pemicu timbulnya sengketa batas wilayah yang memerlukan penyelesaian yang
cermat dan adil.
Dalam makalah ini, akan dikaji berbagai aspek yang terkait dengan Sengketa Batas
Wilayah Blok Ambalat, termasuk penyelesaian sengketa batas wilayah Ambalat.
Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang Sengketa Batas Wilayah Ambalat,
diharapkan dapat merumuskan kebijakan dan strategi penyelesaian yang efektif dalam
mengelola konflik wilayah.

1.2 Tujuan Pembuatan Makalah

a. Menguraikan kasus persengketaan Indonesia dan Malaysia dalam salah satu


kasus persengketaan yakni Sengketa Blok Ambalat.
b. Mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai strategi penyelesaian yang efektif
dalam mengelola konflik batas wilayah, baik melalui jalur negosiasi, mediasi
dan jasa-jasa baik (mediation and good offices), konsiliasi (concilliation),
enquiry atau penyelidikan, serta penyelesaian di bawah naungan organisasi
PBB.
c. Menjelaskan penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Ambalat.

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Sengketa Blok Ambalat

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menurut pasal 1 angka 1


Undang- Undang Nomor 43 Tahun 2008 adalah salah satu unsur negara yang
merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan
laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Indonesia memiliki
sekitar 17.500 pulau dengan luas dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Dari pulau-
pulau itu, terdapat sejumlah pulau terluar yang wilayahnya berbatasan langsung dengan
negara tetangga. Karena itulah, sengketa batas wilayah sering terjadi, terutama yang
paling intensif antara Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini sering kali berurusan
dalam kasus sengketa wilayah, meski selalu berakhir damai.

Salah satu kasus persengketaan antara Indonesia dan Malaysia adalah Blok Ambalat.
Blok Ambalat adalah suatu area hamparan wilayah laut seluas 15.235 kilometer persegi
yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar di dekat perpanjangan perbatasan
darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia. Adapun batas-
batasnya secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut: Sebelah utara adalah pulau
Sipadan & pulau Ligitan, sebelah selatan adalah laut Sulawesi, sebelah barat adalah
provinsi Kalimantan Timur, sebelah timur adalah laut Sulawesi.

Blok Ambalat menjadi objek sengketa berkepanjangan antara Indonesia dan Malaysia.
Penyebab utama sengketa Ambalat disebabkan adanya perbedaan persepsi atau klaim
tumpang tindih terhadap penguasaan wilayah di antara dua negara. Indonesia dan
Malaysia masing-masing mengklaim wilayah Ambalat sebagai bagian dari wilayah
kedaulatan negaranya. Saling klaim ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan
belum selesainya masalah batas-batas wilayah kelautan kedua negara.

Persengketaan ini bukan hanya masalah kepemilikan wilayah saja, melainkan di blok
tersebut mengandung minyak dan gas. Sengketa Indonesia-Malaysia atas Ambalat
dimulai ketika kedua negara masing-masing melakukan penelitian di dasar laut untuk
mengetahui landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif pada tahun 1969. Kedua
negara kemudian menandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen Indonesia-
Malaysia pada 27 Oktober 1969 yang diratifikasi oleh masing-masing negara pada
tahun yang sama.

Pada perjanjian ini, wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia. Namun, pada
1979, Malaysia mengingkari perjanjian ini dengan memasukkan blok maritim Ambalat
ke dalam peta wilayahnya. Hal ini menyebabkan pemerintahan Indonesia menolak peta
baru Malaysia tersebut. Tak hanya Indonesia, peta tersebut juga diprotes oleh Filipina,

6
Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas
perebutan wilayah negara lain.

Berdasarkan klaim batas wilayah yang tercantum dalam peta tahun 1979 tersebut,
Malaysia membagi dua blok konsesi minyak, yakni Blok Y (ND6) dan Blok Z (ND7).
Adapun blok Y merupakan blok yang tumpang tindih dengan wilayah konsesi minyak
yang diklaim Indonesia. Sementara blok Z adalah blok yang tumpang tindih dengan
wilayah yang diklaim Filipina.

Pada 16 Februari 2005, Malaysia memberikan konsesi minyak di kedua blok tersebut
kepada perusahaan minyak milik Inggris dan Belanda, Shell. Kapal-kapal patroli
Malaysia pun diketahui berulang kali melintasi batas wilayah Indonesia dengan alasan
area tersebut merupakan bagian dari wilayah Malaysia. Klaim sepihak dan beragam
tindakan provokasi ini berdampak pada peningkatan eskalasi hubungan kedua negara.
Akhirnya, pada tahun 2009, pemimpin kedua negara, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengambil
langkah politik untuk meredakan ketegangan akibat Ambalat. Masing-masing pihak
menjelaskan landasan hukum klaim atas Ambalat.

Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal


kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang berhasil mereka
rebut pada tahun 2002. Malaysia berargumentasi bahwa tiap pulau berhak memiliki laut
teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinennya sendiri. Namun, alasan ini
ditolak pemerintah Indonesia yang menegaskan bahwa rezim penetapan batas landas
kontinen mempunyai ketentuan khusus yang menyebut keberadaan pulau-pulau yang
relatif kecil tidak akan diakui sebagai titik ukur landas kontinen. Selain itu, Malaysia
adalah negara pantai (coastal state) dan bukan negara kepulauan (archipelagic
baseline) sehingga tidak bisa menarik garis pangkal dari Pulau Sipadan dan Ligitan.
Klaim Malaysia tersebut bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut atau UNCLOS
1982 yang sama-sama diratifikasi oleh Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan konversi
ini, Ambalah diakui sebagai wilayah Indonesia.

UNCLOS merupakan singkatan dari United Nations Conventions on The Law Sea,
suatu lembaga di bawah naungan PBB, sejak tahun 1982. Indonesia telah meratifikasi
konvensi ini melalui UU No. 17 tahun 1985. Sejak saat itu, semua negara, termasuk
Indonesia, yang menjadi bagian atau anggota PBB, wajib menaati aturan yang
terkandung dalam UNCLOS 1982 terkait aturan setelah diperjuangkan melalui forum
UNCLOS selama 25 tahun. Menurut UNCLOS 1982, Negara Kepulauan adalah suatu
negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat
mencakup pulau-pulau lain.

Dalam pemahaman ini, negara kepulauan dapat menarik garis dasar atau pangkal lurus
kepulauan yang menghubungkan titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar
kepulauan itu. Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan

7
itu diwujudkan dalam Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957. Kepulauan Indonesia
menjadi satu kesatuan politik, pertahanan, sosial budaya, dan ekonomi.

2.2 Penyelesaian Sengketa secara Damai

Sebagai negara yang cinta damai, tentu kita menghendaki perdamaian dalam segala
suasana, termasuk dalam hal penyelesaian sengketa. Konflik dan sengketa merupakan
hal-hal yang tidak mungkin dihindari dalam penyelenggaraan negara. Jadi, setiap ada
konflik atau sengketa sebisa mungkin kita selesaikan dengan cara damai. Namun, jika
kita mempunyai dasar yang kuat, kita pun tidak boleh mengalah karena kedaulatan dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati. Penyelesaian
sengketa bisa dilakukan dengan kekerasan maupun dengan perdamaian. Indonesia
sebisa mungkin menyelesaikan sengketa dengan cara damai.
Dasar hukum:
1. Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara
mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum dan keamanan
internasional.
2. Larangan terhadap perang (renuncitiation of war) terdapat dalam “Bryan-
Kellogs Pact” dalam Paris Treaty 1928.
3. Prinsip tersebut kemudian diadopsi dalam Piagam PBB yang menyatakan :
“Negara tidak dibenarkan untuk menggunakan ancaman atau kekerasan
terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara lain atau dengan
cara apa pun juga yang bertentangan dengan tujuan-tujuan PBB”. (Pasal 2
Ayat 4 Piagam PBB).
4. Prinsip ini kemudian dipertegas lagi dalam Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum
Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar negara
sesuai dengan Piagam PBB Resolusi Majelis Umum PBB 2625 (XXV) tanggal
24 Oktober 1970.

Berikut macam-macam cara penyelesaian sengketa secara damai:

a. Negosiasi
Negosiasi atau perundingan adalah pertukaran pendapat dan asal-usul antar
pihak yang bersengketa untuk menemukan kemungkinan tercapainya
penyelesaian sengketa secara damai. Meskipun dalam praktiknya, perundingan
sering lebih menguntungkan salah satu pihak, negosiasi merupakan
penyelesaian sengketa paling sederhana dan dianggap tradisional tetapi cukup
efektif untuk mencegah konflik. Negosiasi tidak perlu melibatkan pihak ketiga
karena perundingan hanya melibatkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

b. Mediasi dan Jasa-Jasa Baik (Mediation and Good Offices)


Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang
bisa berupa negara, organisasi internasional (misalnya PBB), atau individu
(misalnya politikus, ahli hukum atau ilmuwan) yang tidak memiliki
kepentingan dan netral. Secara prinsip, negara yang menawarkan jasa baiknya

8
tidak ikut secara langsung dalam perundingan, tetapi hanya menyiapkan dan
mengambil langkah-langkah yang perlu agar negara-negara yang bersengketa
bertemu dan merundingkan sengketanya.

Jadi yang membedakan antara mediasi dan negosiasi adalah adanya pihak
ketiga. Pihak ketiga ini berfungsi sebagai perantara untuk mencapai
kesepakatan. Komunikasi bagi pihak ketiga itu disebut sebagai good offices.
Mediasi bisa terlaksana jika pihak yang bersengketa bersepakat dalam
pencarian solusi perlu melibatkan pihak ketiga dan menerima syarat-syarat
tertentu yang diberikan oleh pihak yang bersengketa.

c. Konsiliasi (Conciliation)
Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak
ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara.
Konsiliasi merupakan suatu proses dari usulan resmi yang dimajukan
mengenai penyelesaian setelah melalui suatu penyelidikan namun para pihak
dapat menerima atau menolak usulan rekomendasi yang telelah dirumuskan.
Istilah konsiliasi memiliki dua arti. Pertama, suatu metode dalam proses
penyelesaian sengketa yang diselesaikan secara damai dengan dibantu melalui
perantara negara lain atau badan penyelidikan dan komite tertentu yang dinilai
tidak berpihak kepada salah satu yang bersengketa. Kedua, suatu metode
penyelesaian konflik yang dilakukan dengan cara menyerahkan kepada sebuah
komite untuk membuat semacam laporan investigasi dan memuat usul
penyelesaian kepada pihak yang bertikai.

d. Enquiry atau Penyelidikan


Pada 18 Desember 1967, PBB mengeluarkan resolusi kepada anggota-
anggotanya agar dalam proses penyelesaian sengketa internasional perlu
metode yang disebutnya sebagai pencarian fakta (fact finding). Enquiry atau
penyelidikan adalah suatu proses penemuan fakta oleh sebuah badan atau
komisi yang didirikan secara khusus untuk terlibat aktif dalam proses
pengumpulan bukti-bukti dan permasalahan yang dianggap menjadi pangkal
sengketa.
Prosedur ini dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena
perbedaan pendapat mengenai fakta, bukan untuk permasalahan yang bersifat
hukum murni. Hal ini karena fakta yang mendasari suatu sengketa sering
dipermasalahkan.

e. Penyelesaian di bawah Naungan Organisasi PBB


Dalam pasal 1 Piagam PBB, yang di antara tujuannya adalah memelihara
pendalaman dan keamanan internasional, erat hubungannya dengan upaya
penyelesaian sengketa antara negara secara damai. PBB memiliki lembaga
International Court of Justice (ICJ) yang memberikan peran penting dalam
proses penyelesaian sengketa antarnegara melalui Dewan Keamanan (DK).

9
Berdasarkan keterangan bab VI, DK diberi kewenangan untuk melakukan
upaya-upaya terkait penyelesaian sengketa.

Hal-hal yang ditangani oleh ICJ:


1. Masalah-masalah yang berkaitan dengan kedaulatan terhadap wilayah-
wilayah tertentu dan pertikaian mengenai perbatasan.
2. Masalah mengenai delimitasi maritim dan masalah hukum lainnya
yang berhubungan dengan perselisihan laut.
3. Semua permasalahan hukum yang berkaitan dengan perlindungan
diplomatik bagi warga negara di luar negeri yang muncul.
4. Masalah yang timbul akibat terjadinya penggunaan kekerasan.
5. Berbagai kasus lainnya yang melibatkan pelaksanaan kontrak dan
pelanggaran terhadap asas-asas hukum kebiasaan internasional.

2.3 Dasar Hukum yang Digunakan oleh Indonesia

Dasar hukum Yang digunakan oleh Indonesia Atas kepemilikan blok Ambalat adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan kelaziman hukum Internasional karena Malaysia tidak melakukan
Klaim atas tindakan Indonesia atas kegiatan penambangan dan eksploitasi di
wilayah Blok Ambalat sejak Tahun 1960 Sebagai bukti pengakuan Malaysia
bahwa Indonesia memiliki hak berdaulat di wilayah Blok Ambalat.
2. Berdasarkan sejarah wilayah tersebut sejak zaman penjajah Belanda.
Indonesia adalah negara Kepulauan (archipelagic state). Deklarasi Negara
Kepulauan Indonesia telah dimulai ketika diterbitkan Deklarasi Djuanda tahun
1957, lalu diikuti Prp No. 4/1960 tentang Perairan Indonesia. Isi deklarasi
UNCLOS 1982 antara lain; di antara pulau-pulau Indonesia tidak ada laut
bebas, dan sebagai Negara Kepulauan, Indonesia boleh menarik garis pangkal
(baselines) dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar.
3. Garis Pangkal Teritorial menurut Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS
1982) Seperti yang telah dijelaskan melalui kerangka teori, bahwa konvensi
hukum laut telah disepakati oleh negara-negara di PBB.
4. Garis Pangkal Kepulauan Indonesia menurut UU No.6 Tahun 1996 mengenai
perairan Indonesia. Berdasarkan UNCLOS 1982, Indonesia
mengimplementasikannya melalui UU NO. 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia.
5. Garis dasar adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar, apabila
di tarik dari garis lurus itu, maka Ambalat masuk di dalamnya dan bahkan
lebih jauh ke luar lagi. Sikap itu sudah dicantumkan Indonesia dalam Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1960, yang kemudian diakui dalam Konvensi Hukum
Laut 1982. Keberhasilan Indonesia memperjuangkan konsep hukum negara
kepulauan (archipelagic state) hingga diakui secara internasional.
6. Pada 1998 Indonesia memberikan konsesi kepada Shell untuk melakukan
eksplorasi minyak. Malaysia tahu hal itu, tapi tidak memprotes. Malaysia baru

10
memprotes Indonesia Akhir Tahun 2004, saat Indonesia menawarkan konsesi
baru di Blok Ambalat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Blok Ambalat merupakan milik Indonesia


karena Malaysia tidak melakukan klaim atas tindakan Indonesia terhadap
kegiatan penambangan dan eksploitasi di wilayah Blok Ambalat sejak Tahun
1960 hingga pasca keluarnya peta Malaysia tahun 1979 yang merupakan bukti
pengakuan Malaysia terhadap wilayah Blok Ambalat dan Indonesia memiliki
hak berdaulat di wilayah tersebut. Tetapi yang menjadi kelemahan Indonesia
adalah saat pemutusan Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia, Indonesia
tidak meminta Mahkamah Internasional untuk memutuskan garis perbatasan
laut sekaligus.

2.4 Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Ambalat

Penyelesaian sengketa Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia, menurut hukum
internasional harus dilakukan secara damai. Penyelesaian sengketa perbatasan di
wilayah perairan berbeda dengan daratan yang lebih mudah menentukan batas-batas
wilayah. Namun, sengketa tersebut harus diselesaikan dan tidak terlarut-larut
sehingga menjadikan masalah sengketa Blok Ambalat makin sulit diselesaikan secara
damai.
Penyelesaian sengketa batas wilayah Ambalat dapat ditempuh setidaknya empat
langkah:
1. Pertama, perundingan bilateral. Langkah ini memberi kesempatan kepada masing-
masing negara untuk menyampaikan argumentasinya terhadap wilayah yang
dipersengketakan. Jika belum terselesaikan, Indonesia akan menggunakan pasal
47 UNCLOS 1982, sebagai negara kepulauan dapat menarik garis di pulau
terluarnya sebagai patokan untuk batas wilayah kedaulatannya. Sementara
Malaysia, kemungkinan akan menggunakan argumen peta 1979.
2. Kedua, menetapkan wilayah yang disengketakan sebagai status quo dalam kurun
waktu tertentu. Pada tahap ini, blok Ambalat dimungkinkan sebagai tempat untuk
melakukan eksplorasi sehingga timbul rasa saling percaya kedua belah pihak
(confidence building measure).
3. Ketiga, memanfaatkan ASEAN sebagai organisasi regional, melalui High
Council, sebagaimana disebutkan dalam Treaty of Amity and Cooperation yang
pernah digagas dalam Deklarasi Bali 1976. Namun, kemungkinan besar Malaysia
tidak akan menempuh langkah ini, sebab klaimnya terhadap blok Ambalat menuai
protes dari negara-negara lain, seperti Singapura, Thailand, dan Filipina.
4. Keempat, jalan terakhir dari penyelesaian sengketa ini adalah dengan
membawanya ke Mahkamah Agung (MI). Indonesia pernah kalah dalam kasus
perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan. Namun, untuk kasus blok Ambalat dan juga
wilayah-wilayah lain, jika memang Indonesia mampu menunjukkan bukti-bukti
yudiris, serta fakta lain yang valid atau kuat, besar kemungkinan Indonesia akan

11
memenangkannya. Jika dikaji dengan saksama, pasal-pasal yang ada di UNCLOS
1982 sebenarnya cukup menguntungkan Indonesia. Bukti sejarah, berdasarkan
kajian ilmiah, Blok Ambalat masuk dalam wilayah Kalimantan Timur, bagian dari
Kerajaan Bulungan. Itu berarti, Indonesia berpeluang besar menyadarkan
Malaysia kalau selama ini, klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat
sesungguhnya salah.

12
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a. Adanya perbedaan persepsi antara Indonesia dan Malaysia terhadap posisi


Ambalat khususnya pada blok Ambalat yang kaya sumber daya alam/minyak
dan gas, karena batas wilayah perairan tersebut belum pernah disepakati oleh
masing-masing pihak.
b. Malaysia telah mengabaikan fakta bahwa negaranya adalah negara pantai dan
bukan negara kepulauan sehingga penentuan Pulau Sipadan dan Ligitan
sebagai dasar untuk menentukan garis batas maritim dengan menghubungkan
titik atau pulau terluar sebagai titik pangkal menghitung wilayah maritim
tidaklah relevan karena tidak sesuai kerangka hukum internasional yang sama-
sama diakui kedua negara, yaitu UNCLOS 1982.

3.2 Tanggapan/Saran

a. Kepada masyarakat untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia, masyarakat


harus ikut berpartisipasi dalam pemantauan aktivitas di wilayah perbatasan
Indonesia. Apabila ada hal-hal mencurigakan yang dapat mengancam
keutuhan wilayah NKRI agar segera melaporkan kepada pihak yang
berwewenang.
b. Kepada pemerintahan terkait pengklaiman terhadap blok Ambalat, pemerintah
hendaknya lebih tegas terhadap Malaysia yang selalu melakukan pelanggaran
di wilayah Indonesia. Selain itu, pemerintah juga harus melakukan penjagaan
ketat di wilayah perbatasan sehingga Malaysia tidak ada peluang untuk
memasuki wilayah Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi Triwahyuni (2017). Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.


(https://repository.unikom.ac.id/50975/1/PENYELESAIAN%20SENGKETA%20INT
ERNASIONAL%20SECARA%20DAMAI.pdf, diakses 11 Februari 2024).
2. Khaerunisa (2023). Penjelasan Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara
Damai. (https://intisari.grid.id/amp/033716296/penjelasan-cara-penyelesaian-
sengketa-internasional-secara-damai?page=all, diakses 11 Februari 2024).
3. Issha Harruma (2022). Kasus Ambalat: Kronologi dan Penyelesaiannya.
(https://nasional.kompas.com/read/2022/09/22/04200031/kasus-ambalat--kronologi-
dan-penyelesaiannya?page=all, diakses 11 Februari 2024).
4. MT27024 (2017). 28 Kajian Ambalat.
(https://seskoad.mil.id/admin/file/kajian/28%20Kajian%20Ambalat.pdf, diakses 11
Februari 2024).
5. Klisliani Serpin, Dewa Gede Sudika Mangku, Ratna Artha Windar (2018).
PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA TERKAIT
PENGKLAIMAN BLOK AMBALAT DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL.
(file:///F:/DATA%20C/Downloads/apsarihadii,+121-131+Serpin.pdf, diakses 12
Februari 2024).
6. Khaerunisa (2023). Proses Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Blok Ambalat.
(https://intisari.grid.id/read/033708995/proses-penyelesaian-sengketa-batas-wilayah-
blok-ambalat-ini-penjelasannya?page=all, diakses 12 Februari 2024).

14

Anda mungkin juga menyukai