Anda di halaman 1dari 16

ASKEP TAMPONADE JANTUNG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TAMPONADE JANTUNG

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. PENDAHULUAN
Jantung merupakan organ yang berfungsi sebagai pompa muscular dengan
fungsi ganda dan pengaturan diri secara otomatis dan bagian-bagiannya bekerja
sama untuk mengalirkan darah ke berbagai bagian tubuh. Sisi kanan jantung
menerima darah yang miskin akan oksigen dari tubuh melalui vena cava superior
dan vena cava inferior dan memompanya ke paru-paru melalui truncus
pulmonalis untuk oksigenisasi, sedangkan sisi kiri menerima darah yang kaya
akan oksigen dari paru dan memeompanya ke dalam aorta untuk disalurkan ke
tubuh. Jantung berpetak 4 : atrium dekstrum dan atrium sinistrum, serta
ventrikulus dekster dan venytrikulus sinister. Dinding masingmasing ventrikulus
jantung terdiri dari 3 lapisan :
Endokardium
Merupakan lapisan dalam yang melapisi sentrikulus jantung dan katupnya.
Miokardium
Merupakan lapisan tengah yang dibentuk oleh serabut otot jantung.
Epikardium
Merupakan lapisan luar yang dibentuk oleh lamina visceralis pericardium
serosum.
Perikardium adalah kantong fibroserosa berdinding ganda yang meliputi jantung
dan pangkal pembuluh besar jantung.
(Moore, 2002. 58).
Gambar 1. Anatomi
jantung.
2. DEFINISI
Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan
berlebihan di rongga perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel
disertai gangguan hemodinamik (Dharma, 2009 : 67)
Tamponade jantung merupakan kompresi akut pada jantung yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan
dalam pericardium dari rupture jantung, trauma tembus atau efusi yang progresif
(Dorland, 2002 : 2174).
Tamponade adalah perembesan darah dari jantung ke dalam ruang pericardial
sehingga menimbulkan kompresi yang proggresif pada jantung dan obstruksi
pada vena-vena besar.
(Mansjoer, dkk. 2000: 298).
Tamponade jantung merupakan salah satu komplikasi yang paling fatal dan
memerlukan tindakan darurat. Terjadi penngumpulan cairan di pericardium
dalam jumlah yang cukup untuk menghambat aliran darah ke ventrikel.
(Mansjoer, dkk. 2001: 458)
Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc
bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila
pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena pericardium
mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume
cairan yang bertambah tersebut (Muttaqin, 2009 : 137).

Tamponade terjadi ketika ada akumulasi cairan pada ruang pericardium. Ini
mengakibatkan elevasi pada tekanan intracardiac, penurunan diastole secara
progresif dan berkelanjutan, mengurangi volume sekuncup dan cardiac output.
(ENA, 2000: 128).
Tamponad terjadi bila jumlah efusi pericardial menyebabkan hambatan serius
aliran darah ke jantung (gangguan diastolic ventrikel) (Panggabean, 2006 :
1604).
Jadi tamponade jantung adalah kompresi pada jantung yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan
dalam pericardium (250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat,
dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat) yang
menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik,
dimana ini merupakan salah satu komplikasi yang paling fatal dan memerlukan
tindakan darurat.

Gambar 2. Penumpukan cairan pada perikardium 3. PENYEBAB


Etiologinya bermacam-macam yang paling banyak maligna, perikarditis, uremia
dan trauma (ENA, 2000: 128).
Tamponade jantung bisa disebabkan karena neoplasma, perikarditis, uremia dan
perdarahan ke dalam ruang pericardial akibat trauma, operasi, atau infeksi
(Mansjoer, dkk. 2001 : 458). Penyebab tersering adalah neoplasma, idiopatik
dan uremia. Perdarahan intraperikard juga dapat terjadi akibat katerisasi jantung
intervensi koroner, pemasangan pacu jantung, tuberculosis, dan penggunaan
antikoagulan (Panggabean, 2006 : 1604).

4. TANDA DAN GEJALA


Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Bila
terjadi secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi
seperti takikardi, peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume
intravaskular. Bila cepat, maka dalam beberapa menit bisa fatal.
Tamponade jantung akut biasanya disertai gejala peningkatan tekanan vena
jugularis, pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan
sistolik <100mmHg, dan bunyi jantung yang melemah. Sedangkan pada yang
kronis ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis, takikardi, dan pulsus
paradoksus.
Keluhan dan gejala yang mungkin ada yaitu adanya jejas trauma tajam dan
tumpul di daerah dada atau yang diperkirakan menembus jantung, gelisah,
pucat, keringat dingin, peninggian vena jugularis, pekak jantung melebar, suara
jantung redup dan pulsus paradoksus. Trias classic beck berupa distensis vena
leher, bunyi jantung melemah dan hipotensi didapat pada sepertiga penderita
dengan tamponade. (Mansjoer, dkk. 2000: 298).
Gambaran klinis tamponade jantung meliputi takikardia, hipotensi, suara jantung
yang redup atau pelan, dan distensi vena leher (yang menunjukkan peningkatan
tekanan vena jugularis). Palsus paroduksus merupakan gambaran lain yang
menandai perubahan yang tidak terduga tekanan vena. Penurunan tekanan
sistolik yang semakin mencolok akan terjadi pada saat inspirasi. Suara jantung
akan terdengar redup karena adanya cairan yang membungkus jantung
sehingga menurunkan hantaran tonus jantung (Oman, 2008 : 269).
Menurut ENA (2000 : 129) tanda dan gejala yang muncul dapat berupa takipnea,
tanda kusmaul (peningkatan tekanan vena saat inspirasi ketika bernafas
spontan), Beck’s triad, distensi vena jugularis dari elevasi tekanan vena, pulsus
paradoksus : sistolik menurun saat inspirasi 10 mm Hg atau lebih), tekanan nadi
terbatas, takikardi, kulit dingin, kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis,
dan penurunan tingkat kesadaran.

5. PATOFISIOLOGI
Tamponade jantung terjadi bila jumlah efusi pericardium menyebabkan
hambatan serius aliran darah ke jantung ( gangguan diastolik ventrikel ).
Penyebab tersering adalah neoplasma, dan uremi. (Penggabean, 2006 : 364 ).
Neoplasma menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel secara abnorma pada otot
jantung. Sehingga terjadi hiperplasia sel yang tidak terkontrol, yang
menyebabakan pembentukan massa (tumor). Hal ini yang dapat mengakibatnya
ruang pada kantong jantung (perikardium) terdesak sehingga terjadi pergesekan
antara kantong jantung (perikardium) dengan lapisan paling luar jantung
(epikardium). Pergesekan ini dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada
perikarditis sehingga terjadi penumpukan cairan pada pericardium yang dapat
menyebakan tamponade jantung. Uremia juga dapat menyebabkan tamponade
jantung (Price, 2005 : 954). Dimana orang yang mengalami uremia, di dalam
darahnya terdapat toksik metabolik yang dapat menyebabkan inflamasi (dalam
hal ini inflamasi terjadi pada perikardium).
Selain itu , tamponade jantung juga dapat disebabkan akibat trauma tumpul/
tembus. Jika trauma ini mengenai ruang perikardium akan terjadi perdarahan
sehingga darah banyak terkumpul di ruang perikardium. Hal ini mengakibatkan
jantung terdesak oleh akumulasi cairan tersebut.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Doppler.
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam
menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemeriksaan
laboratorium dari pola hemodinamik pada tamponade.
(Nichols, 2006 : 257)
Selain itu pemeriksaan diagnostik lainnya dapat berupa :
• Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
• EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude gelombang P dan QRS
yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya • Echocardiografi adanya
efusi pleura.
(Mansjoer, A., dkk. 2000: 298).
Menurut Braunwald (2001 : 167) hasil pemeriksaan Echocardiografi pada
tamponade jantung menunjukkan :
1. Kolaps diastole pada atrium kanan
2. Kolaps diastole pada ventrikel kanan
3. Kolaps pada atrium kiri
4. Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan terjadi
penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
5. Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan
pemasukan dari ventrikel kiri
6. Penurunan pemasukan dari katup mitral .
7. Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri

Karakteristik tamponade jantung pada pemeriksaan EKG :


• Amplitudo rendah pada semua sadapan (terjadi karena cairan akan
meredam curah listrik jantung).
• Fenomena elektrikal alternans (aksis listrik jantung berubah-ubah pada
setiap denyutan). Tampak di EKG perubahan amplitudo tiap kompleks QRS,
terjadi karena jantung berotasi secara bebas dalam kantung perikard yang berisi
cairan.
(Dharma, 2009 : 67)

7. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI PENGOBATAN


Pada keadaan ini dapat dilakukan perikardiosintesis. Sebuah jarum berongga
ukuran 16 sepanjang 6 inci ditusukkan di bawah prosesus xifoideus dan
diarahkan ke apeks jantung. Jarum tersebut kemudian dihubungkan dengan alat
EKG 12 sadapan melalui klem aligator untuk membantu menentukan apakah
jarumnya mengenai jantung. Defleksi yang tajam akan terlihat pada pola EKG.
Perikardiosintesis dapat disertai dengan denyut jantung false-positive yang
signifikan karena klinisi bisa saja mengaspirasi darah yang berasal dari ventrikel
kanan sendiri. Petunjuk yang akan mengarahkan pengambilan keputusan adalah
bahwa darah yang bersal dari kantong perikardium biasanya tidak akan
membeku. Yang paling baik, perikardiosistesis adalah prosedur yang bersifat
sementara untuk memperbaiki fungsi jantung sambil menunggu pembedahan. Di
beberapa rumah sakit, lubang atau jendela pada selaput perikardium dibuat
secara darurat di UGD oleh dokter bedah atau dokter spesialis kardiotoraks.
(Oman, 2008 : 269).

Penatalaksanaan pra rumah sakit bagi temponade cardio pada tingkat EMP-A
memerlukan transportasi cepat ke rumah sakit. Ini merupakan satu dari
beberapa kedaruratan yang harus ditransport dengan sirine dan lampu merah.
Perhatian ketat harus dicurahkan untuk menghindari pemberian cairan
berlebihan ke pasien. Sering sukar membedakan antara temponade pericardium
dan “tension pneumotoraks” tanpa bantuan radiograph. EMT harus cermat
mengamati penderita dan mengingatkan dokter di rumah sakit terhadap
kemungkinan tamponade pericardium.
Pada tingkat paramedic EMT, setelah diagnositik dan konsultasi ke dokter rumah
sakit, tamponade pericardium dapat diaspirasi. Aspirasi dapat dilakukan dengan
menggunakan jarum interkardiak untuk suntikan ephineprin, dengan hanya
menarik penuh semprit yang kosong. Pendekatannya dari subxifoid, menuju
scapula kiri tepat seperti suntikan intrakardia. Perbedaannya dalam
memasukkan jarum selanjutnya. Pemasukan jarum harus dihentika tepat setelah
memasuki kantong pericardium, sebelum masuk ke ventrikel (lihat gambar).
Identifikasi lokasi ujung jarum dengan tepat dapat dibantu dengan menempatkan
sadapan V elektrograf ke batang baja. Jarum ini dengan klem “alligator”.
Sewaktu jarum dimasukkan, segera dapat diketahui arus luka sewaktu ujung
jarum menyentuh miokardium. Dengan menarik mundur sedikit ke kantong
pericardium, EMT kemudian dapat mengaspirasi darah tanpa mencederai
myocardium.
Seratus lima puluh sampai 250 ml darah di kantong pericardium sudah cukup
untuk menimbulkan tamponade berat. Pengambilan beberapa milliliter bisa
mengurangi tekanan yang memungkinkan peningkatan curah jantung pasien,
peningkatan tekanan darah distal dan penurunan tekanan di sisi kanannya.
Prasat ini (mengeluarkan 50-75 ml darah) merupakan tindakan yang
menyelamatkan nyawa pada tamponade berat. Harus diingat bahwa terapi ini
bukan definitif melaikan hanya suatu tindakan sementara sampai penderita bisa
dibawa ke kamar operasi, tempat dapat dilakukan perikardiotomi formal sebelum
penatalaksanaan difinitive masalah jantung dengan anastesi lokal. Perlukaan
pada pembuluh darah jantung dan struktur vaskuler intertoraks ditangani dalam
masa pra rumah sakit seperti syok hemoragik lainnya dengan pakaian anti syok
dan infus IV. (Boswick, 1997 : 80). Pemberian oksigen sesuai indikasi juga
diperlukan untuk pasien tamponade, agar mencegah terjadinya hipoksia jaringan
akibat oksigen yang tidak adekuat karena penurunan curah jantung.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN
• PENGKAJIAN PRIMER
Data Subyektif
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a) Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada, leher punggung atau perut.
b) Perbaikan pada lesi jantung.
c) Dispnea
d) Cemas
e) Nyeri dada
f) Lemah
2. Riwayat Kesehatan
a) Penyakit jantung
b) Penyakit infeksi dan neoplastik.
c) Penyakit ginjal

Data Obyektif
1. Airway
- Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.
2. Breathing
- Takipnea
- Tanda Kusmaul : peningkatan tekanan vena saat inspirasi ketika bernafas
spontan
3. Circulation
- takikardi,
- peningkatan volume vena intravaskular.
- pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik
<100mmHg,
- pericardial friction rub,
- pekak jantung melebar, - Trias classic beck berupa :
o distensis vena leher, o bunyi jantung melemah /
redup dan o hipotensi didapat pada sepertiga
penderita dengan tamponade.
- tekanan nadi terbatas,
- kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis,
4. Disability
- Penurunan tingakat kesadaran

• PENGKAJIAN SEKUNDER
a) Exposure
- Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.

b) Five Intervensi
- Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
- EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude gelombang P dan QRS
yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya
- Echocardiografi adanya efusi pleura.
Hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade jantung menunjukkan :
o Kolaps diastole pada atrium kanan o Kolaps diastole pada ventrikel kanan o
Kolaps pada atrium kiri
o Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan terjadi
penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
o Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan
pemasukan dari ventrikel kiri o Penurunan pemasukan dari katup mitral .
o Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri
- Pemeriksaan Doppler.
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam
menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemerikasaan
laboraturium dari pola hemodinamik pada tamponade.
c) Give Comfort
- Tidak terdapat tanda dan gejala
d) Head to Toe
- Kepala dan wajah : pucat, bibir sianosis.
- Leher : peninggian vena jugularis.
- Dada : ada jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada, tanda kusmaul,
takipnea, bunyi jantung melemah / redup dan pekak jantung melebar.
- Abdomen dan pinggang : tidak ada tanda dan gejala.
- Pelvis dan Perineum : tidak ada tanda dan gejala.
- Ekstrimitas : pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis.
e) Inspeksi Back / Posterior
Surface - Tidak ada tanda dan
gejala.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda
kusmaul.
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan
distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari
tangan dan kaki sianosis,
c. Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak
efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal,
penurunan kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.
3. PERENCANAAN
Dx 1 : Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda
kusmaul. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit
diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil : • Takipnea tidak ada

• Tanda kusmaul tidak ada


• TTV dalam rentang batas normal (RR : 16 – 20 X/ mnt).

No. Intervensi Rasional


Mandiri:
1. Pantau ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan Perubahan pola
nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
2. Monitor isi pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, nafas
bibir dan penggunaan otot bantu pernafasan Pengembangan dada dan
penggunaan otot Bantu pernapasan mengindikasikan gangguan pola nafas
3. Berikan posisi semifowler jika tidak kontrainndikasi Mempermudah ekspansi
paru
4. Ajarkan klien nafas dalam Dengan latihan nafas dalam dapat meningkatkan
pemasukan oksigen Kolaborasi
5.. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat dapat menghindari
resiko kerusakan jaringan
6. Berikan obat sesuai indikasi Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi
ventilasi pernapasan

Dx 2 :
Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan
distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari
tangan dan kaki sianosis,
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 10 menit diharapkan
curah jantung ke seluruh tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
• TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg).
• Nadi perifer teraba kuat
• Suara jantung normal.
• Sianosis dan pucat tidak ada.
• Kulit teraba hangat
• EKG normal
• Distensi vena jugularis tidak ada.
No. Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Monitor TTV berkelanjutan TTV merupakan indicator keadaan umum tubuh
(jantung).
2. Auskultasi suara jantung, kaji frekuensi dan irama jantung. Perubahan suara,
frekuensi dan irama jantung dapat mengindikasikan adanya penurunan curah
jantung.
3. Palpasi nadi perifer dan periksa pengisian perifer. Curah jantung yang kurang
mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer.
4. Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat. Penurunan curah jantung
menyebabkan aliran ke perifer menurun.
5. Kaji adanya distensi vena jugularis Tamponade jantung menghambat aliran
balik vena sehingga terjadi distensi pada vena jugularis.
Kolaborasi :
6. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat mencegah hipoksia.
7. Berikan cairan intravena sesuai indikasi atau untuk akses emergency.
Mencegah terjadinya kekurangan cairan.
8. Periksa EKG, foto thorax, echocardiografi dan doppler sesuai indikasi. Pada
tamponade jantung, terjadi abnormalitas irama jantung dan terdapat siluet
pembesaran jantung.
9. Lakukan tindakan perikardiosintesis. Dengan perikardiosintesis cairan dalam
ruang pericardium dapat keluar.

Dx 3 :
Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak
efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal,
penurunan kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 15 menit diharapkan
perfusi jaringan adekuat dengan kriteria hasil :
• Nadi teraba kuat
• TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg)
• Tingkat kesadaran composmentis
• Sianosis atau pucat tidak ada
• Nadi teraba lemah, terdapat sianosis,
• Akral teraba hangat

No. Intervensi Rasional


Mandiri :
1. Awasi tanda-tanda vital secara intensif
Perubahan tanda-tanda vital seperti takikardi akibat dari kompensasi jantung
untuk memenuhi suplai O2.
2. Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi (kulit : dingin dan pucat, sianosis)
Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi jaringan

3. Pantau GCS
Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan penurunan tingkat
kesadaran
4. Anjurkan untuk bed rest/ istirahat total Menurunkan kebutuhan oksigen

4. EVALUASI
Disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapa

DAFTAR PUSTAKA
Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Braunwald, Eugene. dkk. 2001. Essential Atlas of Heart Diseases. 2nd Ed.
Philadelphia : Current Medicine.
Darma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta :
EGC.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curiculum. 5th Ed. USA : WB. Saunders
Company.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid pertama. Edisi ketiga.
Jakarta : Media Aesculapius.
Mansjoer, A., dkk. 2000 . Kapita Selekta Kedokteran.Jilid kedua. Edisi ketiga.
Jakarta : Media Aesculapius.
Moore, Keith. L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta :
Salemba Medika.
Nichols, David G. dkk. 2006. Critical Heart Disease in Infant and Children.
Second Edition. USA :
Elsevier.
Oman, K. S. 2000. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Terjemahan Andry
hartono. 2008.
Jakarta : EGC.
Panggabean M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam.
Price, S. A. 2000. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Vol. 2.
Edisi 6. Jakarta :
EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 :
Definisi & Klasifikasi.
Jakarta : Prima Medika.
Smeltzer,C.S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai