Anda di halaman 1dari 49

PEDOMAN

KESELAMATAN PASIEN

RS.MNU “MUNA ANGGITA”


BOJONEGORO
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Pedoman Keselamatan Pasien di RS.MNU
“MUNA ANGGITA” ini berhasil disusun.

Dalam Pedoman Keselamatan Pasien telah dirumuskan kebijakan terkait keselamatan


pasien di RSMNU Muna Anggita.

Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan, seluruh petugas RS.MNU
“MUNA ANGGITA” yang telah berpartisipasi aktif mulai dari proses penyusunan sampai
dengan penerbitan pedoman. Semoga Buku pedoman ini memberikan manfaat bagi pihak
RS.MNU “MUNA ANGGITA” untuk peningkatan pelayanan rumah sakit.

Akhirnya saran dan koreksi demi penyempurnaan buku pedoman ini sangat kami
harapkan.

Terima kasih

Tim Penyusun

i
RUMAH SAKIT MUSLIMAT NU
MUNA ANGGITA BOJONEGORO

PERATURAN DIREKTUR RSMNU “MUNA ANGGITA”


KABUPATEN BOJONEGORO

NOMOR : 018/PER/ RS.MNU.MA/ III/ 2019

TENTANG

PEDOMAN KESELAMTAN PASIEN


RS.MNU “MUNA ANGGITA”
KABUPATEN BOJONEGORO

DIREKTUR RSMNU “MUNA ANGGITA” KABUPATEN BOJONEGORO

Menimbang : a. Bahwa untuk memudahkan pengelolaan file pegawai yang baik, maka
dibutuhkan penyusunan dan penataan kepegawaian di RS.MNU “MUNA
ANGGITA” ;

b. Bahwa untuk menyeragamkan penyusunan file kepegawaian, maka


dbutuhan Panduan File Kepegawaian di RS.MNU “MUNA ANGGITA” ;

c. Bahwa untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a


dan b, maka perlu ditetapkan Peraturan Direktur tentang Panduan File
Kepegawaian di RSMNU “Muna Anggita”.

ii
Jln. Jenderal Ahmad Yani Nomor 10 Sukorejo telp. (0353) 884147
BOJONEGORO (62115)
RUMAH SAKIT MUSLIMAT NU
MUNA ANGGITA BOJONEGORO
Mengingat : 1. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit;

3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014 Tentang


Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit;

4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 tahun 2017 tentang Akreditasi


Rumah Sakit;

5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang


standar pelayanan minimal Rumah Sakit;

6 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor .............................Tentang


Penetapan Rumah Sakit Muslimat NU Muna Anggita sebagai rumah sakit
umum dan anak kelas D;

7. Keputusan Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro Nomor..................


tentang Ijin Operasional RS.MNU “MUNA ANGGITA” ;

8. Keputusan Ketua yayasan kesejahteraan muslimat NU wilayah kerja II


Bojonegoro Nomor /….. /…./… tentang Pengangkatan Direktur
RS.MNU “MUNA ANGGITA” .

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PEDOMAN KESELAMATAN PASIEN DI RS.MNU “MUNA


ANGGITA”

iii
Jln. Jenderal Ahmad Yani Nomor 10 Sukorejo telp. (0353) 884147
BOJONEGORO (62115)
RS.MNU “MUNA ANGGITA” BOJONEGORO
Jl. A. Yani No.10A Telp. (0353) 884147
Email. rsmunaanggita@gmail.com
BOJONEGORO

Pasal 1
Panduan File Kepegawaian digunakan sebagai petunjuk teknis tata cara
Penyusunan file kepegawaian di lingkungan RSMNU “Muna Anggita”.
Pasal 2
Panduan File Kepegewaian di Lingkungan RSMNU “Muna Anggita”
sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1 terdiri atas:
a. Bab I : Definisi

b. Bab II : Ruang Lingkup

c. Bab III : Tata Laksana

d. Bab IV: Dokumentasi

Pasal 3
Panduan File Kepegawaian di Lingkungan RSMNU “Muna Anggita”
sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1 tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur ini.

Pasal 4
Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Bojonegoro

pada tanggal ……………

Direktur,

dr. Moh. Asari

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


PERATURAN DIREKTUR RS.MNU “MUNA ANGGITA” ..... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 5
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 6
A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 6
B. TUJUAN PEDOMAN KESELAMATAN PASIEN ........................................................... 7
C. RUANG LINGKUP............................................................................................................. 7
D. BATASAN OPERASIONAL .............................................................................................. 7
E. LANDASAN HUKUM ....................................................................................................... 8
F. DEFINISI ............................................................................................................................. 8
BAB II STANDART KETENAGAAN ...................................................................................... 10
BAB III STANDAR FASILITAS ............................................................................................... 17
BAB IV TATALAKSANA .......................................................................................................... 18
A. TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT .............. 18
B. SASARAN KESELAMATAN PASIEN NASIONAL (SKPN) ....................................... 23
C. TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN ........................................... 31
BAB V PENCATATAN DAN LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN .............. 38
A. KEJADIAN SENTINEL ................................................................................................... 38
B. KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN ............................................................................... 38
C. KEJADIAN NYARIS CEDERA ....................................................................................... 40
BAB VI LOGISTIK .................................................................................................................... 44
BAB VII KESELAMATAN PASIEN ........................................................................................ 45
BAB VIII KESELAMATAN KERJA ...................................................................................... 46
BAB IX PENGENDALIAN MUTU ........................................................................................... 47
BAB X PENUTUP ...................................................................................................................... 48

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah sistem yang kompleks, yang melibatkan
banyak orang, alat dan sumber daya. Semakin canggih dan menyeluruh, semakin banyak
sumber daya yang terlibat. Dalam kondisi dimana terjadi hubungan, kerjasama dan interaksi
yang beragam dan berulang, muncul peluang terjadinya kesalahan-kesalahan. Beberapa
diantara kesalahan-kesalahan ini dapat terjadi secara berurutan dan beruntun sehingga pada
akhirnya terjadi cedera pada pasien.
Semua sarana pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan memiliki keinginan yang
mulia untuk memberikan bantuan kepada sesama manusia. Namun tidak dapat dipungkiri
bahwa sistem pelayanan rumah sakit saat ini masih memberikan peluang terjadinya cedera
bahkan kematian pada pasien yang bukan karena perjalanan penyakitnya (kejadian sentinel).
Dalam dokumen “To Err is Human “ (Institute of Medicine,1999) (Berbuat salah
adalah manusiawi), dicantumkan bahwa di Amerika Serikat sedikitnya 44.000 orang dan
bahkan bisa mencapai 98.000 orang meninggal dunia setiap tahun karena kesalahan medis
yang dapat dicegah. Kita tidak mempunyai data yang akurat di Indonesia, tetapi diperkirakan
mungkin lebih tinggi dari angka tersebut.
Kesalahan medik dapat diartikan bahwa tindakan yang direncanakan gagal terlaksana
atau penggunaan rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Kesalahan yang paling sering
adalah efek samping obat, transfusi yang salah, cedera bedah, lokasi pembedahan yang salah,
bunuh diri, cedera terkait penahan pasien, jatuh, terbakar, ulkus decubitus, dan kesalahan
identitas pasien. Semakin kompleks dan semakin mendesak waktu (“Time Critical”) semakin
besar kemungkinan kesalahan. ICU, kamar operasi dan ruang gawat darurat merupakan
tempat dimana kesalahan memiliki peluang besar untuk terjadi.
Kenyataan bahwa frekuensi terjadinya kesalahan ini cukup besar meski niat baik
sarana kesehatan dan petugas kesehatan (doktrin “Per primum , non nocere”, “yang paling
utama jangan menyebabkan cedera (lebih parah)”), membuat kita menyadari bahwa tidak
cukup hanya intensi yang baik dalam menolong pasien. Dibutuhkan upaya yang sistematis,
terarah dan terus menerus untuk memperbaiki sistem pelayanan kesehatan rumah sakit untuk

6
menghindari terjadinya cedera yang tidak perlu pada pasien.
Sesuai dengan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (DEPKES-
PERSI,2008), dilakukan 7 langkah upaya pencapaian keselamatan pasien, yang secara rinci
dilakukan di RS.MNU “MUNA ANGGITA” Surabaya dan dituangkan dalam Pedoman
Keselamatan Pasien RS.MNU “MUNA ANGGITA” Surabaya

B. TUJUAN PEDOMAN KESELAMATAN PASIEN


1. Tujuan Umum :
Memberikan pedoman bagi manajemen dan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
RS.MNU “MUNA ANGGITA” untuk dapat melaksanakan program keselamatan pasien
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Tujuan Khusus :
a. Sebagai acuan yang jelas bagi manajemen RS.MNU “MUNA ANGGITA” di dalam
mengambil keputusan terhadap keselamatan pasien.
b. Sebagai acuan bagi para dokter, tenaga kesehatan serta penunjang medik dan semua
pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam pelayanan pasien
untuk dapat meningkatkan keselamatan pasien.
c. Terlaksananya program keselamatan pasien secara sistematis dan terarah.

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pelayanan keselamatan pasien meliputi :
1. Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien
2. Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert
medications)
4. Sasaran lV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasienoperasi
5. Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh

D. BATASAN OPERASIONAL
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen resiko, identifikasi

7
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan

E. LANDASAN HUKUM
1. Regulasi Nasional
a. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
b. Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
c. Permenkes No. 340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
d.
2. Regulasi RS.MNU “MUNA ANGGITA”
Keputusan Direktur RS.MNU “MUNA ANGGITA” Nomor : 045/KEP/RSPM/V/2019
Tentang Kebijakan Sasaran Keselamatan Pasien RS.MNU “MUNA ANGGITA”

F. DEFINISI
1. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan.
2. WHO Patient Safety mendefinisikan : Patient safety is the absence of preventable harm
to a patient during the process of health care.
3. Insiden Keselamatan Pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian
dan lain-lain)
4. Laporan Insiden Keselamatan Pasien adalah laporan tertulis atau suatu sistem untuk
mendokumentasikan insiden yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Sistem ini juga

8
mendokumentasikan kejadian-kejadian yang tidak konsisiten dengan operasional rutin
rumah sakit atau asuhan pasien.
5. Kejadian Potensi Cedera / Reportable circumstance adalah kondisi atau situasi yang
sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Contoh : Alat
defibrilator di IGD rusak, ICU yang dalam kondisi jumlah tenaga yang kurang.
6. Kejadian Tidak Cedera adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak menimbulkan cedera.
7. Kejadian Nyaris Cedera adalah suatu insiden yang belum sampai terpapar ke pasien
sehingga pasien tidak cedera.
8. Kejadian Tidak Diharapkan adalah suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang
tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak
bertindak (“omission”), bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
9. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak
diharapkan atau tidak dapat diterima seperti :
a. Operasi pada bagian tubuh yang salah.
b. Amputasi pada kaki yang salah, dsb sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan & prosedur yang
berlaku.
10. RCA/ Root Cause Analysis adalah metode evaluasi terstruktur untuk identifikasi akar
masalah dari kejadian yang tidak diharapkan dan tindakan adekuat untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali.
11. FMEA/ Failure Mode & Effect Analysis adalah metode perbaikan kinerja yang
dilakukan secara proaktif dengan melakukan identifikasi dan mencegah potensi
kegagalan sebelum terjadi yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien.

9
BAB II
STANDART KETENAGAAN

DIREKTUR

SEKRETARIS KETUA KOMITE


KOMITE PMKP

SUB KOMITE SUB KOMITE


PENINGKATAN KESELAMATAN
MUTU MUTU PASIEN

Uraian Tugas dan Wewenang:


1. Struktur Komite Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien RS.MNU “MUNA ANGGITA”
Ketua Komite PMKP :
Sekretaris :
Ketua Sub Peningkatan Mutu :
Ketua Sub Keselamatan Pasien :

2. Uraian Tugas
1. Tugas Umum Komite PMKP
a. Sebagai motor penggerak penyusunan program PMKP rumah sakit;
b. Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP di unit kerja;
c. Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit pelayanan dalam
memilih prioritas perbaikan, pengukuran mutu /indikator mutu, dan
menindaklanjuti hasil capaian indikator
d. Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas program di
tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi prioritas rumah sakit secara
keseluruhan. Prioritas program rumah sakit ini harus terkoordinasi dengan baik
dalam pelaksanaanya;

10
e. Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data dari data
indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit kerja di rumah sakit;
f. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis data, serta
bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan;
g. Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta menyampaikan
masalah terkait perlaksanaan program mutu dan keselamatan pasien;
h. Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan PMKP;
i. bertanggung jawab untuk mengomunikasikan masalah-masalah mutu secara rutin
kepada semua staf;
j. menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan program PMKP

2. Ketua Komite PMKP


a. Uraian Tugas
1) Menyusun dan merencanakan pelaksanaan kegiatan program kerja PMKP
2) Memimpin, mengkoordinir, dan mengevaluasi pelaksanaan operasional PMKP
secara efektif, efisien dan bermutu
3) Mengumpulkan data indikator baik dari Koordinator Peningkatan Mutu maupun
dari Koordinator Keselamatan Pasien RS dan unit kerja terkait
4) Menganalisa data indikator mutu pelayanan baik indikator mutu klinis RS
maupun indikator mutu manajerial RS serta indikator keselamatan pasien
5) Mengevaluasi pelaksanaan 5 (lima) area prioritas yang sudah ditetapkan oleh
Direktur dengan fokus utama pada penggunaan PPK, clinical pathway dan
indikator mutu kunci
6) Melaksanakan analisis terhadap data yang dikumpulkan dan diubah menjadi
informasi
7) Melakukan validasi data PMKP secara internal dan dilakukan secara periodik
8) Menyebarkan informasi tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara
regular melalui rapat staf
9) Meningkatkan pengetahuan anggota dengan bekerja sama dengan SDM untuk
pelaksanaan pelatihan internal atau eksternal terhadap staf yang ikut serta dalam
program PMKP

b. Wewenang

11
1) Memerintahkan dan menugaskan staf dalam melaksanakan Program Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien
2) Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien dari unit kerja terkait
3) Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RSPM Surabaya
terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
4) Memberikan pengarahan dalam hal penyusunan, pelaksanaan, evaluasi, dan
tindak lanjut rekomendasi dari program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
5) Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan keselamatan
pasien dari unit-unit kerja di lingkungan RS.MNU “MUNA ANGGITA”
Surabaya
c. Tanggung Jawab
1) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit
2) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan
mutu dan keselamatan pasien
3) Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien kepada Direktur RSPM Surabaya

4) Bertanggung jawab terhadap ketersediaan data dan informasi yang berhubungan


dengan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
5) Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang berhubungan dengan mutu
dan keselamatan pasien rumah sakit
6) Bertanggung jawab terhadap disiplin dan kinerja kerja staf di Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
3. Sekretaris Komite PMKP
a. Uraian Tugas
1) Mengatur rapat dan jadwal rapat Komite PMKP
2) Menyiapkan ruang rapat dan perlengkapan yang diperlukan
3) Membantu meminta laporan indikator kepada unit kerja terkait
4) Menganalisis data PMKP bersama ketua dan anggota Komite PMKP

12
5) Mendokumentasikan hasil pencapaian indikator area klinis, manajerial dan
indikator sasaran keselamatan pasien
6) Menjadi notulen di setiap kegiatan pertemuan Komite PMKP
7) Mengorganisir kebutuhan logistik Komite PMKP
8) Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal dan eksternal Komite PMKP
9) Mengerjakan tugas – tugas administratif dan kesekretariatan lainnya

b. Wewenang
1) Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien dari unit kerja terkait
2) Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RSPM Surabaya
terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3) Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan keselamatan
pasien dari unit-unit kerja di lingkungan RSPM Surabaya
4) Melakukan komunikasi internal dan eksternal kepada unit kerja di lingkungan
RSPM Surabaya dan pihak luar melalui surat tertulis, email, dan telepon

c. Tanggung Jawab
1) Bertanggung jawab terhadap kegiatan administratif di Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien
2) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan
mutu dan keselamatan pasien
3) Bertanggung jawab melaporkan hasil kegiatan administratif kepada Ketua
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

4. Sub Peningkatan Mutu


a. Uraian Tugas
1) Melaksanakan kegiatan program peningkatan mutu di RSPM Surabaya
2) Menyusun panduan indikator mutu
3) Membuat metode pemantauan indikator mutu klinis dan manajerial
4) Menyusun formulir pemantauan indikator mutu

13
5) Berkoordinasi dengan unit terkait dalam penyelenggaraan pemantauan indikator
mutu dan pelaksanaan clinical pathway
6) Menganalisa hasil pencapaian indikator mutu
7) Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator mutu
8) Melakukan perbandingan hasil pemantauan indikator mutu secara periodik
dengan standar nasional serta rumah sakit lain yang sejenis
9) Melaksanakan komunikasi secara internal tentang pencapaian mutu dan
pelaksanaan clinical pathway kepada unit kerja di RSPM Surabaya
10) Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal dan eksternal program
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
11) Menyusun panduan pelaksanaan validasi data internal khusus indikator mutu
12) Membuat alat ukur validasi khusus indikator mutu
13) Menyelenggarakan kegiatan validasi hasil pencapaian indikator mutu
berkoordinasi dengan unit terkait
14) Melaksanakan analisis komparatif hasil validasi internal dengan data unit
terkait
15) Membuat laporan hasil validasi internal khusus indikator mutu
16) Berkoordinasi dengan Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan
pasien dalam mengunggah hasil pencapaian indikator mutu yang telah
dinyatakan valid dan direkomendasi oleh Direktur

b. Wewenang
1) Meminta laporan pelaksanaan pemantauan program indikator mutu penjaminan
mutu dan pelaksanaan clinical pathways dari unit kerja terkait
2) Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS.MNU “MUNA
ANGGITA” Surabaya terkait pelaksanaan pemantauan indikator mutu serta
pelaksanaan clinical pathway dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan
mutu rumah sakit
3) Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan pelaksanaan
clinical pathway rumah sakit dari unit-unit kerja di lingkungan RSPM Surabaya

14
c. Tanggung Jawab
1) Bertanggung jawab terhadap pemantauan Program Indikator Mutu dan
pelaksanaan clinical pathway
2) Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan pemantauan indikator mutu
dan pelaksanaan clinical pathway di Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
3) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan
inovasi mutu dan pelaksanaan clinical pathway dan Manajemen resiko di
rumah sakit
4) Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan pemantauan indikator
mutu dan pelaksanaan clinical pathway serta kegiatan-kegiatan mutu lainnya
kepada Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
5) Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi yang berhubungan
dengan mutu dan pelaksanaan clinical pathway rumah sakit

5. Ketua Sub Komite Keselamatan Pasien RS


a. Uraian Tugas
1) Memberi masukan pada ketua komite Peningkatan mutu dan keselamatan
pasien untuk penyusunan Kebijakan Keselamatan Pasien RSPM Surabaya
sesuai dengan standar /akreditasi
2) Menyusun program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3) Membuat laporan tahunan / laporan pelaksanaan program
4) Melaksanakan monitoring dan evaluasi program melalui pertemuan berkala
5) Menyusun indikator keselamatan pasien RS
6) Menganalisa hasil pencapaian indikator keselamatan pasien
7) Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator keselamatan pasien
8) Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal rumah sakit
tentang pencapaian indikator keselamatan pasien
9) Mendesimenasikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator keselamatan
pasien dan pelaksanaan manajemen resiko ke unit terkait

15
10) Mengkoordinasikan pendokumentasian, evaluasi dan upaya tindak lanjut atas
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan
Kejadian Sentinel
11) Melaksanakan koordinasi antar unit bila terjadi KTD dan KNC
12) Melakukan koordinasi tentang program Patient Safety dengan unit terkait dalam
pembuatan RCA.

b. Wewenang
1) Mengusulkan konsep atau perubahan kebijakan keselamatan pasien
2) Meminta laporan pelaksanaan pemantauan indikator mutu keselamatan pasien
dan penjaminan mutu dari unit kerja terkait
3) Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RSPM Surabaya
terkait pelaksanaan pemantauan indikator keselamatan pasien dan hal-hal
lainnya yang berhubungan dengan keselamatan pasien
4) Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan keselamatan pasien
rumah sakit dari unit-unit kerja di lingkungan RSPM Surabaya

c. Tanggung Jawab
1) Bertanggung jawab terhadap pemantauan Program Keselamatan Pasien
2) Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan pemantauan indikator
Keselamatan Pasien di Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
3) Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan pemantauan program
Keselamatan Pasien dan kegiatan-kegiatan mutu lainnya kepada Ketua Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
4) Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi yang berhubungan
dengan keselamatan pasien rumah sakit
5) Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang berhubungan dengan
kegiatan keselamatan pasien rumah sakit

16
BAB III
STANDAR FASILITAS

17
BAB IV
TATALAKSANA

Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang
Keselamatan Pasien, maka kegiatan keselamatan pasien RS.MNU “MUNA ANGGITA” adalah :
1. Penerapan Standart Keselamatan Pasien
2. Pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien
3. Pelaksana Tujuh Langkah Keselamatan Pasien

A. TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT


Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera
di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien
fasilitas pelayanan kesehatan yang merupakan acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya.
Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi. Standar keselamatan
pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. Hak pasien.
2. Mendidik pasien dan keluarga.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:


STANDAR I. HAK PASIEN
Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

KRITERIA:

18
1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

STANDAR II. MENDIDIK PASIEN DAN KELUARGA


Standar: Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
KRITERIA:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di fasilitas pelayanan kesehatan harus
ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga
dapat:
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

STANDAR III. KESELAMATAN PASIEN DALAM KESINAMBUNGAN PELAYANAN


Standar: Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
KRITERIA:
1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat
pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan.

19
2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi
antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi
dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

STANDAR IV. PENGGUNAAN METODE-METODE PENINGKATAN KINERJA


UNTUK MELAKUKAN EVALUASI DAN PROGRAM PENINGKATAN
KESELAMATAN PASIEN
Standar: Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan
pasien.
KRITERIA:
1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan fasilitas pelayanan kesehatan, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktorfaktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien”.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.
STANDAR V. PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN
KESELAMATAN PASIEN

20
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien“
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan keselamatan
pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja
fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien.
KRITERIA:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden. Insiden meliputi Kondisi Potensial Cedera (KPC), Kejadian
Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD). Selain Insiden diatas, terdapat KTD yang mengakibatkan kematian, cedera
permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk
mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan
perjalanan penyakit atau keadaan pasien yang dikenal dengan kejadian sentinel
1. Contoh Kejadian sentinel antara lain Tindakan invasif/pembedahan pada pasien yang
salah, Tindakan invasif/ pembedahan pada bagian tubuh yang keliru, Ketinggalan
instrumen/alat/ benda-benda lain di dalam tubuh pasien sesudah tindakan pembedahan,
Bunuh diri pada pasien rawat inap, Embolisme gas intravaskuler yang mengakibatkan
kematian/kerusakan neurologis, Reaksi Haemolitis transfusi darah akibat
inkompatibilitas ABO, Kematian ibu melahirkan, Kematian bayi “Full-Term” yang
tidak di antipasi, Penculikan bayi, Bayi tertukar, Perkosaan /tindakan kekerasan
terhadap pasien, staf, maupun pengunjung.
2. Selain contoh kejadian sentinel diatas terdapat kejadian sentinel yang berdampak
luas/nasional diantaranya berupa Kejadian yang sudah terlanjur di “ blow up” oleh

21
media, Kejadian yang menyangkut pejabat, selebriti dan publik figure lainnya,
Kejadian yang melibatkan berbagai institusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain,
Kejadian yang sama yang timbul di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan dalam kurun
waktu yang relatif bersamaan, Kejadian yang menyangkut moral, misalnya : perkosaan
atau tindakan kekerasaan.
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas
pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang
benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk
penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian
Nyaris Cedera” (KNC/Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan
pasien mulai dilaksanakan.
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko,
termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan antar
disiplin.
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

STANDAR VI. MENDIDIK STAF TENTANG KESELAMATAN PASIEN


Standar:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan
dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan
pasien secara jelas.

22
2. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
KRITERIA:
1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus memiliki program
pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
sesuai dengan tugasnya masing-masing.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus mengintegrasikan topik
keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang
jelas tentang pelaporan insiden.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam
rangka melayani pasien.

STANDAR VII. KOMUNIKASI SEBAGAI KUNCI BAGI STAFF UNTUK MENCAPAI


KESELAMATAN PASIEN
Standar:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

KRITERIA:
1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan pasien.
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

B. SASARAN KESELAMATAN PASIEN NASIONAL (SKPN)


Tujuan SKP adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal
keselamatan pasien. Sasaran sasaran dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah
dalam perawatan kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan

23
nasihat para pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan
kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran
biasanya sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem.
SASARAN KESELAMATAN PASIEN NASIONAL Di Indonesia secara nasional
untuk seluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan,diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien
Nasional yang terdiri dari :
SKP 1. Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
SKP 2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
SKP 3. Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
SKP 4. Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan
Pada PasienYang Benar
SKP 5. Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
SKP 6. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

SASARAN 1: MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR


Fasilitas pelayanan Kesehatan menyusun pendekatan untuk memperbaiki ketepatan
identifikasi pasien
MAKSUD DAN TUJUAN
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan.
Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien,
adalah pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar
sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat
dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk
mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki
proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien,

24
dengan dua nama pasien, nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang (-identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak
bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan
dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat
darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga
termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk
diidentifikasi.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada
semua situasi dan lokasi.

SASARAN 2: MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


Fasilitas pelayanan kesehatan menyusun pendekatan agar komunikasi di antara para petugas
pemberi perawatan semakin efektif.
MAKSUD DAN TUJUAN
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah
mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon,
bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan
pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera/cito. Fasilitas pelayanan kesehatan secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui
telepon termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau

25
hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang
dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang.
Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses
pembacaan kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi
gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan
kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau
hasil pemeriksaan tersebut
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakukan verifikasi
terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui telepon.

SASARAN 3: MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS


DIWASPADAI
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obatan yang harus diwaspadai.
MAKSUD DAN TUJUAN
Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan manajemen
yang benar penting/krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan
terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang
tampak mirip/ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike
Sound-Alike/ LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO.
Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat
secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih
pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium
klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat].

26
Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien,
bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau
pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat
yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke
farmasi.
Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri.
Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit
konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di
IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana
penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah
pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.

27
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi,
pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area
tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas,
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

SASARAN 4: MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR, PROSEDUR


YANG BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat
lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.
MAKSUD DAN TUJUAN
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan
dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi
yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien
di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi
operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis
tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan
pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Fasilitas
pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur
yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada tubuh manusia
dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan kesempatan
diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan
dimana prosedur ini dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical
Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal

28
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi
operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu
harus digunakan secara konsisten diseluruh fasilitas pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh
orang yang akan melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti.
Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari
tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang). Maksud dari proses verifikasi
praoperatif adalah untuk :
a. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
c. Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang belum terjawab
atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan,
tepat sebelum dilakukan tindakan.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:


Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti
untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan/pemberi
tanda.
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
2. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan
tindakan pengobatan gigi/dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN 5: MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN KESEHATAN


Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

29
MAKSUD DAN TUJUAN
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam kebanyakan
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan
termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini
maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Panduan hand hygiene yang
berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO, fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai
proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsi Panduan hand hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu
di Fasilitas pelayanan Kesehatan.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene
terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan

SASARAN 6 : MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH


Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
pasien dari cedera karena jatuh.

MAKSUD DAN TUJUAN.


Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya,
fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan
untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan
telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.

30
Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja
terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang
tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera,
sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus diterapkan di
fasilitas pelayanan kesehatan.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan
melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi
atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko

C. TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN


Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat menilai kemajuan yang
telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih aman. Dengan tujuh langkah menuju
keselamatan pasien Fasilitas pelayanan Kesehatan dapat memperbaiki keselamatan pasien,
melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah ini akan
membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu
hal yang tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat.
Tujuh langkah ini juga bisa membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan mencapai sasaran-
sasarannya untuk Tata Kelola Klinik, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Mutu.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien. Ciptakan budaya adil dan terbuka
2. Memimpin dan mendukung staf. Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan
pasien diseluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Bangun sistem dan proses untuk
mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden
secara internal (lokal ) maupun eksternal (nasional).
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien Kembangkan cara-cara berkomunikasi
cara terbuka dan mendengarkan pasien.

31
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien. Dorong staf untuk
menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa
terjadi insiden.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien Pembelajaran lewat
perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem yang sangat
komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan
perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup
lama.

LANGKAH 1 BANGUN BUDAYA KESELAMATAN


Segala upaya harus dikerahkan di Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk menciptakan
lingkungan yang terbuka dan tidak menyalahkan sehingga aman untuk melakukan pelaporan.
Ciptakan budaya adil dan terbuka. Dimasa lalu sangat sering terjadi reaksi pertama terhadap
insiden di Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah menyalahkan staf yang terlibat, dan dilakukan
tindakan-tindakan hukuman. Hal ini, mengakibatkan staf enggan melapor bila terjadi insiden.
Penelitian menunjukkan kadang-kadang staf yang terbaik melakukan kesalahan yang fatal, dan
kesalahan ini berulang dalam lingkungan Fasilitas pelayanan Kesehatan. Oleh karena itu,
diperlukan lingkungan dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf berani melapor dan
penanganan insiden dilakukan secara sistematik. Dengan budaya adil dan terbuka ini pasien, staf
dan Fasilitan Kesehatan akan memperoleh banyak manfaat.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
1. Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus dilakukan oleh staf apabila
terjadi insiden, bagaimana dilakukan investigasi dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada pasien, keluarga, dan staf.
2. Pastikan dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran individu dan
akuntabilitasnya bila terjadi insiden.
3. Lakukan survei budaya keselamatan untuk menilai budaya pelaporan dan pembelajaran di
Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Pastikan teman anda merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan membuat laporan
apabila terjadi insiden.

32
b. Tunjukkan kepada tim anda tindakan-tindakan yang sudah dilakukan oleh Fasilitas
pelayanan Kesehatan menindak lanjuti laporan-laporan tersebut secara adil guna
pembelajaran dan pengambilan keputusan yang tepat.

LANGKAH 2 PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA


Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh Fasilitas pelayanan
Kesehatan anda. Keselamatan pasien melibatkan setiap orang dalam Fasilitas pelayanan
Kesehatan anda. Membangun budaya keselamatan sangat tergantung kepada kepemimpinan yang
kuat dan kemapuan organisasi mendengarkan pendapat seluruh anggota.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pastikan ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang keselamatan pasien.
Anggota eksekutif di rumah sakit merupakan jajaran direksi rumah sakit yang meliputi
kepala atau direktur rumah sakit dan pimpinan unsur-unsur yang ada dalam struktur
organisasi rumah sakit, sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
merupakan jajaran pimpinan organisasi jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama.
b. Tunjuk penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit.
c. Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-pertemuan pada tingkat
manajemen dan unit.
d. Masukkan keselamatan pasien ke dalam program-program pelatihan bagi staf dan
pastikan ada pengukuran terhadap efektifitas pelatihanpelatihan tersebut.
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Calonkan penggerak/champion untuk keselamatan pasien.
b. Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada anggota unit anda.
c. Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda sehingga staf merasa dihargai dan
merasa mampu berbicara apabila mereka berpendapat bahwa insiden bisa terjadi.

LANGKAH 3 INTEGRASIKAN KEGIATAN MANAJEMEN RISIKO ANDA


Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan
terjadinya kesalahan.

33
Sistem manajemen risiko akan membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan mengelola insiden
secara efektif dan mencegah kejadian berulang kembali. Keselamatan pasien adalah komponen
kunci dari manajemen risiko, dan harus di integrasikan dengan keselamatan staf, manajemen
komplain, penanganan litigasi dan klaim serta risiko keuangan dan lingkungan. Sistem
manajemen risiko ini harus di dukung oleh strategi manajemen risiko Fasilitas pelayanan
Kesehatan, yang mencakup progam-program asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis dan non klinis, dan
pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf komplain dan
risiko keuangan serta lingkungan.
b. Kembangkan indikor-indikator kinerja untuk sistem manajemen risiko anda sehingga
dapat di monitor oleh pimpinan.
c. Gunakan informasi-informasi yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan asesmen
risiko untuk perbaikan pelayanan pasien secara pro-aktif.

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :


a. Giatkan forum-forum diskusi tentang isu-isu manajemen risiko dan keselamatan pasien,
berikan feedback kepada manajemen.
b. Lakukan asesmen risiko pasien secara individual sebelum dilakukan tindakan
c. Lakukan proses asesmen risiko secara reguler untuk tiap jenis risiko dan lakukan tindaka-
tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya.
d. Pastikan asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam proses asesmen risiko di
tingkat organisasi dan risk register.

LANGKAH 4 BANGUN SISTEM PELAPORAN


Sistem pelaporan sangat vital di dalam pengumpulan informasi sebagai dasar analisa dan
penyampaikan rekomendasi. Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal
(lokal) maupun eksternal (nasional).

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :

34
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan: Bangun dan implementasikan sistem
pelaporan yang menjelaskan bagaimana dan cara Fasilitas pelayanan Kesehatan melaporkan
insiden secara nasional ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
Dorong kolega anda untuk secara aktif melaporkan insiden-insiden keselamatan pasien baik
yang sudah terjadi maupun yang sudah di cegah, tetapi bisa berdampak penting unutk
pembelajaran. Panduan secara detail tentang sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan di
susun oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).

LANGKAH 5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN


MASYARAKAT
Peran aktif pasien dalam proses asuhannya harus diperkenalkan dan di dorong. Pasien
memainkan peranan kunci dalam membantu penegakan diagnosa yang akurat, dalam
memutuskan tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih fasilitas yang aman dan
berpengalaman, dan dalam mengidentifikasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) serta mengambil
tindakan yang tepat. Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan
pasien.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
1. Kembangkan kebijakan yang mencakup komunikasi terbuka dengan pasien dan
keluarganya tentang insiden yang terjadi
2. Pastikan pasien dan keluarganya mendapatkan informasi apabila terjadi insiden dan
pasien mengalami cidera sebagai akibatnya.
3. Berikan dukungan kepada staf, lakukan pelatihan-pelatihan dan dorongan agar mereka
mampu melaksanakan keterbukaan kepada pasien dan keluarganya .
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Pastikan anggota tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluargannya
secara aktif waktu terjadi insiden.
b. Prioritaskan kebutuhan untuk memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya
waktu terjadi insiden, dan berikan informasi yang jelas, akurat dan tepat waktu
c. Pastikan pasien dan keluarganya menerima pernyataan ”maaf” atau rasa keprihatinan kita
dan lakukan dengan cara terhormat dan simpatik.

35
LANGKAH 6. BELAJAR DAN BERBAGI TENTANG PEMBELAJARAN
KESELAMATAN
Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa yang harus disalahkan
tetapi bagaimana dan mengapa insiden itu terjadi.
Salah satu hal yang terpenting yang harus kita pertanyakan adalah apa yang sesungguhnya
terjadi dengan sistem kita ini. Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna
pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Yakinkan staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden secara tepat sehingga
bisa mengidentifikasi akar masalahnya.
b. Kembangkan kebijakan yang mencakup kriteria kapan fasilitas pelayanan kesehatan harus
melakukan Root Cause Analysis (RCA).

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :


a. Lakukan pembelajaran di dalam lingkup unit anda dari analisa insiden keselamatan
pasien.
b. Identifikasi unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan berbagilah proses
pembelajaran anda secara luas.

LANGKAH 7. IMPLEMENTASIKAN SOLUSI-SOLUSI UNTUK MENCEGAH CIDERA


Salah satu kekurangan Fasilitas pelayanan Kesehatan di masa lalu adalah ketidakmampuan
dalam mengenali bahwa penyebab kegagalan yang terjadi di satu Fasilitas pelayanan Kesehatan
bisa menjadi cara untuk mencegah risiko terjadinya kegagalan di Fasilitas pelayanan Kesehatan
yang lain. Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk
sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas
dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang
cukup lama.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :

36
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
1. Gunakan informasi yang berasal dari sistem pelaporan insiden, asesmen risiko, investigasi
insiden, audit dan analisa untuk menetapkan solusi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hal
ini mencakup redesigning system dan proses, penyelarasan pelatihan staf dan praktek
klinik.
2. Lakukan asesmen tentang risiko-risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
3. Monitor dampak dari perubahan-perubahan tersebut
4. Implementasikan solusi-solusi yang sudah dikembangkan eksternal. Hal ini termasuk
solusi yang dikembangkan oleh KNKP atau Best Practice yang sudah dikembangkan oleh
Fasilitas Klesehatan lain Untuk tingkat
Unit/Pelaksana :
a. Libatkan tim anda dalam pengambangan cara-cara agar asuhan pasien lebih baik dan lebih
aman.
b. Kaji ulang perubahan-perubahan yang sudah dibuat dengan tim anda untuk memastikan
keberlanjutannya
c. Pastikan tim anda menerima feedback pada setiap followup dalam pelaporan insiden.

37
BAB V
PENCATATAN DAN LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN

A. KEJADIAN SENTINEL
Kejadian sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan (KTD) yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang
sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang
salah. Pemilihan kata “ sentinel “ terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis.
amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

Dalam hal ini rumah sakit menetapkan kriteria berikut untuk kejadian sentinel :
1. Kematian tidak terduga yang tidak disebabkan oleh penyakit atau kondisi pasien
(Misalnya, akibat bunuh diri)
2. Hilangnya fungsi utama secara permanen yang tidak disebabkan oleh penyakit atau
kondisi pasien
3. Pembedahan dengan lokasi, prosedur atau pada pasien yang salah
4. Penculikan bayi, atau bayi yang tertukar

B. KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN


Kejadian tidak diharapkan (adverse events) adalah suatu insiden atau kejadian yang
mengakibatkan cedera atau harm pada pasien akibat melaksanakan suatu atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau
kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis
karena tidak dapat dicegah.
Kejadian tidak diharapkan pada kasus keselamatan pasien terdeteksi apabila ada
perubahan yang tidak diinginkan dari apa yang diharapkan. Untuk itu analisis mendalam
dilakukan apabila tingkat, pola, atau tren kejadian bervariasi secara signifikan terkait setidak-
tidaknya pada hal-hal berikut:
1. Reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi
2. Kejadian serius akibat efek samping obat
3. Kesalahan pengobatan yang signifikan

38
4. Perbedaan besar antara diagnosis pra-operasi dan pasca-operasi
5. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau mendalam dan
pemakaian anestesi
6. Kejadian – kejadian lain misalnya :
a. Infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan atau wabah penyakit menular
b. Pasien jiwa yang melarikan diri dari ruang perawatan keluar lingkungan RS yang
tidak meninggal/tidak cedera serius.
Ketika adverse events teridentifikasi, Sub Komite Keselamatan Pasien akan melakukan
investigasi sederhana dan analisa akar masalah (RCA) untuk menentukan tindakan yang
perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Tim
akan melaporkan aktivitasnya kepada Direktur Utama melalui Direktur Medis dan
Keperawatan.
Sentinel Event – adalah suatu kejadian tidak diharapkan (KTD) yang mengakibatkan
kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi
untuk mempertahanakan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan
perjalanan penyakit atau keadaan pasien. Yang termasuk kejadian sentinel adalah :
1. Kematian yang tidak diduga, termasuk , dan tidak terbatas hanya :
a. Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi
pasien (contoh kematian setelah infeksi pasca operasi atau emboli paru-paru)
b. Kematian bayi aterm
c. Bunuh diri
2. Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau kondisi pasien
3. Operasi salah tempat, salah prosedur, salah pasien
4. Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfusi darah atau produk
darah atau transpalantasi organ atau jaringan
5. Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan
rumah orang tuanya.
6. Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau
kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atsa pasien,
anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran, siswa latihan, pengunjung atau
vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.

39
Ketika sentinel events teridentifikasi, Sub Komite Keselamatan Pasien akan melakukan
investigasi sederhana dan analisa akar masalah (RCA) untuk menentukan tindakan yang
perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Tim
akan melaporkan aktivitasnya kepada Direktur Utama melalui Wakil Direktur Medis dan
Keperawatan.
Sistematika pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien rumah sakit secara
teknis selengkapnya tertuang dalam Permenkes No 11 tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien.

C. KEJADIAN NYARIS CEDERA


Pimpinan Rumah Sakit telah menetapkan definisi sentinel events dan near miss
dengan tujuan untuk membantu penerapan root cause analysis (RCA). Definisinya adalah
sebagai berikut:
Kejadian nyaris cedera (near miss) – adalah semua kejadian yang hampir
menyebabkan cidera pada pasien akibat melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu
tindakan yang seharusnya dilakukan.
Tujuan penanganan kejadian near miss adalah :
1. Untuk mengurangi resiko kejadian adverse events
2. Untuk mengidentifikasi perbaikan yang potensial
3. Untuk peningkatan mutu pelayanan
Jenis KNC yang harus dilaporkan setidak-tidaknya meliputi:

1. Administrasi
a. Kesalahan serah terima pasien
b. Ketidaklengkapan pengisisan informed consent
c. Ketidaklengkapan identitas pasien
d. Keterlambatan pelayanan proses administrasi

2. Farmasi
a. Kesalahan peresepan obat (prescription error)
b. Kesalahan pengeluaran dan pengemasan obat (dispensing error)
c. Kekosongan stok obat
3. Prosedur klinis

40
a. Prosedur klinis tidak dilakukan ketika dibutuhkan
b. Penundaaan jadwal pelaksanaan prosedur klinis
c. Tidak ada penandaan area yang akan dioperasi (site marking)
d. Kesalahan penandaan area yang akan dioperasi (site marking)
e. Ketidaksesuaian antara janji hasil dengan hasi pemeriksaan penunjang
4. Dokumentasi
a. Kesalahan memasukkan/meng-input data
b. Tulisan tidak dapat dibaca
c. Ketidaksesuaian dalam penggunaan singkatan
d. File rekam medis hilang
e. Ketidaksesuaian catatan hand over
f. Kesalahan penulisan identitas pasien
g. Kesalahan akses dokumen dan atau pasien
5. Tranfusi darah
a. Kekosongan stok darah dan produk darah
b. Ketidaksesuaian suhu penyimpanan
c. Monitoring suhu penyimpanan tidak dilakukan
d. Monitoring reaksi transfusi tidak dilakukan
6. Nutrisi
a. Kesalahan penyimpanan
b. Pencemaran makanan
c. Kesalahan diet
d. Kesalahan konsistensi
e. Kesalahan pemberian makanan pada pasien
7. Alat medis / alat kesehatan
a. Alat-alat tidak bersih atau steril
b. Alat-alat rusak
c. Alat-alat tidak tersedia
d. Kesalahan pemakaian alat
8. Perilaku
a. Agresi verbal pasien
9. Infrastruktur

41
a. Lift rusak
10. Manajemen organisasi
a. Tidak ada SPO
b. Tidak ada kebijakan
11. Laboratorium
a. Kesalahan penempatan bahan
b. Kesalahan pengiriman bahan
12. Infeksi nosokomial
a. Kekosongan stok hand rub
Ketika near miss teridentifikasi, Sub Komite Keselamatan Pasien akan melakukan
investigasi sederhana dan analisa akar masalah (RCA) untuk menentukan tindakan yang
perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Tim
akan melaporkan aktivitasnya kepada Direktur Utama melalui Direktur Medis dan
Keperawatan.
Kejadian tidak cedera adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak
timbul cedera.

42
Alur Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Unit / Dept / Atasan TIM KP RS DIREKSI KKP


Inst Langsung PERSI
Unit

Insiden Laporan
(KTD / Kejadian
KNC) (2x24 Jam

Atasan
Langsung

Grading
Tangani
Segera
Biru / Merah /
Hijau Kuning

Investigasi
Sederhana

Laporan
Rekomendas Kejadian Hasil
i Investigasi

Analisa /
Regradin
g

RCA

Feed Pembelajaran /
Laporan Laporan
Back ke Rekomendasi
Unit

43
BAB VI
LOGISTIK

Tidak kalah penting dalam pedoman keselamatan pasien ini adalah tentang ketersediaan
logistic, yang antara lain berupa form-form pelaporan maupun sarana yang dibutuhkan untuk
pencatatan dan pelaporan kejadian maupun hasil diskusi adanya potensi yang mampu
mempengaruhi keselamatan pasien.
1. Form pelaporan insiden KTD, KNC,KPC, resiko medik
2. Form petunjuk keselamatan dalam gedung
3. Petunjuk lantai basah
4. Peralatan kebersihan lingkungan

44
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

Langkah-langkah kegiatan dalam keselamatan pasien adalah sebagai berikut:


1. Rumah Sakit membentuk Tim Keselamatan Pasien, dengan susunan organisasi sebagai
berikut : Ketua Dokter, Anggota : dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya
2. Rumah Sakit mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang
insiden
3. Rumah Sakit melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota secara rahasia
4. Rumah Sakit memenuhi standar keselamatan pasien dan menerapkan tujuh
langkahmenuju keselamatan pasien

Tujuh langkah keselamatan pasien Rumah Sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk
menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus
dilaksanakan oleh setiap Rumah Sakit. Uraian tujuh langkah menuju keselamatan pasien adalah
sebagai berikut:
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf
3. Integrasikan aktivitas
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih
langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di Rumah Sakit. Bila
langkah-langkah ini berhasilmaka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila
tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik Rumah Sakit dapat menambah penggunaan
metode-metode lainnya

45
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek.
Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja. K3 juga
melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga mungkin
terpengaruh kondisi lingkungan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua
organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat
tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu. Praktek K3 (keselamatan kesehatan kerja)
meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan
untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit.

46
BAB IX
PENGENDALIAN MUTU

Untuk menjamin pengendalian mutu keselamatan pasien, maka yang harus dilakukan adalah:
1. Setiap unit kerja di Rumah Sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada
formulir yang sudah disediakan oleh Rumah Sakit.
2. Setiap unit kerja melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian
Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim
Keselamatan Pasien pada formulir yang sudah disediakan.
3. Tim Keselamatan Pasien menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian
yangdilaporkan oleh unit kerja.
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien
merekomendasikansolusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah
kepada Pimpinan Rumah Sakit.
5. Pimpinan Rumah Sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite
Keselamatan Pasien. Setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar
masalah yangbersifat rahasia.
6. Pimpinan Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit kerja-unit kerja di
Rumah Sakit, terkaitdengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja.

47
BAB X
PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di Rumah Sakit


maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien Rumah Sakit sangatlah penting. Melalui kegiatan
ini diharapkan terjadi penekanan/penurunan insiden sehingga dapat lebih meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap Rumah Sakit di Indonesia. Program Keselamatan Pasien
merupakan never ending proses, karena itu diperlukan budaya termasuk motivasi yang cukup
tinggi untuk bersedia melaksanakan program keselamatan pasien secaraberkesinambungan dan
berkelanjutan.

48

Anda mungkin juga menyukai