Anda di halaman 1dari 8

Siti HaritiHUMANIORA

Sastriani, Transformasi Gaya Bahasa dalam Karya Sastra Terjemahan

VOLUME 19 No. 1 Februari 2007 Halaman 73 − 80

TRANSFORMASI GAYA BAHASA DALAM KARYA


SASTRA TERJEMAHAN
Siti Hariti Sastriani*

ABSTRACT
In the francophone literature entitled Le Rocher de Tanios, (which is translated into “Cadas Tanios”
in Indonesian), there are numerous transformations of the styles. When compared with Cadas Tanios,the
stylesin Le Rocher de Tanios exhibit several forms of transformations. Those forms may be recognized as
the different style and the zero style once the French text has been translated into the Indonesian text. It
can also be said that the “x” style in the French text creates a “y” style in the Indonesian text. The x style
in the French text may also create the zero style in the Indonesian text. In addition, the zero style in the
French text may create the Indonesian “x” or “y” style. However, the other form of Indonesian style in
Cadas Tanios has the same style as that in the French style. The transformations of the styles in Cadas
Tanios indicate that there are creations and innovations in the translation literature, and in the future the
translations of the French literature into Indonesian literature may well benefit from this analysis.

Key words : transformasi, terjemahan, sastra, inovasi, kreasi, analisis

PENGANTAR sastra tersebut dan yang tidak langsung ter-


Teeuw menyebutkan bahwa dalam karya ungkapkan dalam sistem tanda bahasanya
sastra terdapat 3 konvensi, yaitu konvensi (Teeuw, 1984:99-100).
bahasa, konvensi sastra, konvensi budaya. Di dalam terjemahan karya sastra yang
Bahasa merupakan sistem tanda yang secara disebut oleh Popovic (1970:78) sebagai trans-
primer membentuk model dunia bagi pemakai- fer pengetahuan dan nilai-nilai estetik yang
nya. Model itulah yang pada prinsipnya me- menyebabkan adanya pertemuan antara
wujudkan perlengkapan konseptual manusia konvensi bahasa dan sastra ditemukan adanya
untuk penafsiran segala sesuatunya di dalam dan transformasi. Hal ini terjadi karena gagasan
di luar dirinya. Sistem tulah yang dapat digunakan dalam pesan diadaptasi melalui konstruksi
untuk mengikat sastrawan dan penikmat sastra. kalimat yang ditransformasi. Transformasi
Sastra disebut oleh Lotman sebagai sistem tanda adalah proses pembentukan unsur bahasa dan
sekunder yang membentuk model. Sistem struktur dasar ke struktur turunan. Proses
sekunder bergantung kepada sistem primer, yaitu pengubahan struktur kalimat dikenakan pada
sistem yang diadakan oleh sistem bahasa. pemadu-pemadunya sehingga transforinasi
Dalam hal ini, prinsip antara meaning ‘arti’ dan merupakan penyusunan kembali pemadu-
signficance ‘makna’ sebagai prinsip semiotik pemadu kalimat dasar (Samsuri, 1985:221).
sastra adalah penting. Pemahaman karya Transformasi merupakan proses pe-
sastra memerlukan pengetahuan mengenai nyusunan kembali pemadu-pemadu kalimat
kebudayaan yang melatarbelakangi karya (dasar) menjadi kalimat turunan. Penyusunan

* Staf Pengajar Jurusan Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

73
Humaniora, Vol. 19, No. 1 Februari 2007: 73−80

kembali dapat didasarkan pada sebuah kalimat dan wajar, baik cara pengungkapan makna
(dasar) dan dapat pula pada lebih dari sebuah maupun gayanya. Gaya yang diungkapkan
kalimat (dasar). Yang pertama disebut trans- dalam bahasa sasaran tidak boleh menyimpang
formasi tunggal dan yang kedua disebut trans- dan arti dan gaya bahasa yang diterjemahkan.
formasi umum. Transformasi tunggal terbagi Dalam mencari padanan itu, perlu diperhatikan
menjadi empat bagian, yaitu transformasi segi makna dan segi bentuk atau gaya bahasa-
penambahan, pengurangan, penggantian, dan nya. Terjemahan bertumpu pada perpadanan
pemendekan (Samsuri, 1985:249). (equivalence) dan kesejajaran bentuk (formal
Dalam terjemahan karya sastra franco- correspondence). Disebutkan pula adanya
phone yang berjudul Le Rocher de Tanios karya penerjemahan dinamis, yaitu diperolehnya
Amin Maalouf (1991) yang diterjemahkan menjadi kesepadanan amanat teks dan padanan wajar
Cadas Tanios oleh Ida Sundari Husen (1999) yang terdekat dengan bahasa sumber. Berkait-
ditemukan transformasi gaya bahasa. Karya an dengan idiom atau yang disebut dengan
terjemahan Cadas Tanios yang dinyatakan penerjemahan idiomatis, penerjemah berusaha
sebagai karya terjemahan terbaik 1999 oleh menyampaikan makna teks kepada pembaca
Yayasan Buku Utama itu menarik untuk dibahas bahasa penerima dengan menggunakan bentuk
dari segi transformasi gaya bahasanya. gramatikal dan leksikal bahasa penerima yang
wajar (Nida dan Taber, 1974:12).
PENERJEMAHAN DALAM KARYA SASTRA Bidang terjemahan dalam teks sastra
Menerjemahkan berarti (1) mempelajari memiliki 6 karakteristik, yaitu adanya (1) fungsi
leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, ekspresif, (2) karya imajinasi dan kreasi, (3)
dan konteks budaya dan teks bahasa sumber penonjolan bentuk, (4) tidak bermakna tunggal,
serta (2) menganalisis teks bahasa sumber (5) tidak ada batas waktu, dan (6) nilai univer-
untuk menemukan maknanya dan meng- sal. Tiap-tiap karakteristik itu dapat diungkapkan
ungkapkan kembali pesan makna yang sama berikut ini. (a) Dalam sebuah karya sastra,
itu dengan menggunakan leksikon dan struktur pengarang mengungkapkan vision du monde,
gramatikal yang sesuai dengan bahasa persepsinya secara pribadi dalam realitas yang
sasaran dan konteks budayanya. Proses itu dipilih untuk digambarkan. Ia menyatakan
dapat didiagramkan sebagai berikut. perasaan-perasaan, reaksireaksi, dan emosinya.
(b) Karya sastra merupakan karya imaginatif dan
kreatif yang memiliki pouvoir d’évocation atau
‘daya kekuatan’. Semua isi pesan tidak secara
eksplisit dinyatakan. Daya kekuataan ini me-
ngandung unsur mengenang kembali sesuatu.
Satu bagian arti tidak hanya diingatkan atau
memberi pemikiran makna secara tidak lang-
sung, melainkan juga ada pentingnya permainan
konotasi. Urutan kata-kata di antaranya yang
berupa susunan kalimat, mutu suara, dapat
membawa beban kenangan (yang dalam hal ini
mengingatkan kembali kenang-kenangan
bersama), gaya yang mengingatkan kembali
adanya sesuatu (évocatrice) perlu digunakan.
Menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai (c) Karya sastra diungkapkan sebagai valorise
kegiatan menghasilkan kembali amanat dan la forme, yaitu menonjolkan atau menampilkan
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran nilai buku, tampak indah, bermutu, dan menarik
dengan menggunakan padanan yang terdekat dari segi bentuk. Bentuk estetik karya sastra

74
Siti Hariti Sastriani, Transformasi Gaya Bahasa dalam Karya Sastra Terjemahan

diwujudkan dalam sampul buku dan isinya. (d) mencipta. Efim Etkind, linguis penerjemah asli
Non-univocité yang artinya tidak bermakna Rusia mengatakan bahwa terjemahan sastra
tunggal karena karya sastra menghasilkan adalah suatu kreasi sastra pada tingkatan
interpretasi bermacam-macam. (e) Karya kedua, pencipta “murni” dalam puisi, roman,
sastra tulisan mempunyai intemporalité atau atau drama. Penerjemahan sastra merupakan
tidak mengenal batas yang pasti. Karya besar pencipta double original yang dapat dikatakan
dapat bertahan melampaui waktu dan tempat. turunan atau salinan karya sastra. Penerjemah
Jika karya sastra diterjemahkan kembali secara harus memiliki bekal, kesetiaan, keteguhan
periodik untuk melindungi isi, bentuknya dapat moral, dan kerendahan hati atau yang disebut
diremajakan dan disesuaikan dengan zaman- dengan la modestie (Flamand, 1983:119-124).
nya. (f) Karya sastra memiliki valeurs univer- Terjemahan harus menghasilkan bentuk
selles atau nilai-nilai universal. Karya sastra kesepadanan dalam bahasa sasarannya yang
memliki kualitas estetik, tema-tema yang univer- terdiri atas kesepadanan kognitif, kesepadanan
sal, seperti cinta, moral, agama, kemanusiaan, afektif, sifat/karakter global dalam kesepadanan,
dan eksistensialis (Flamand, 1983:16-119). eksplisit atau sinekdoke, dan sifat yang khas
Yang menandai atau yang menjadi ciri khas atau menonjol dalam bahasa. Kesepadanan
terjemahan karya sastra adalah adanya beban kognitif berasal dari pertemuan semantik teks
atau muatan estetik dan dapat mengungkapkan dan pengetahuan dasar penerjemahan. Kese-
isi yang betul-betul menjadi acuannya. Kerumitan padanan afektif, misalnya, penggambaran suatu
atau kompleksitas bahasa sastra kadang- pagi musim panas di California, harus dapat
kadang sulit diterjemahkan. Di samping itu, teks diungkapkan sama dalam teks terjemah-annya,
karya sastra biasanya mengungkapkan kepeka- mengenai visi dan perasaan yang dibangkitkan
an yang berlebih-lebihan. Kerumitan itu terdapat oleh makna dan gaya bahasa teksnya. Sifat atau
pada unsur-unsur leksikal, stilistik, dan jauh karakter global dalam kesepadanan menyangkut
dari tingkatan bahasa sehari-hari. Penerjemah unit makna yang merupakan unit terjemahan
dituntut memiliki kemampuan sastra, kepekaan (Lederer, 1994:52-55).
seni, serta bekal pengetahuan dan pengalaman Indikator adanya kesepadanan dalam
terhadap karya-karya estetik. Bentuk empatik terjemahan karya sastra di antaranya adalah
atau yang muluk-muluk terhadap sesuatu yang terjemahan dapat menyampaikan informasi
akan datang dan juga tentang nada kata-kata, berdasarkan keoriginalitasannya dan realitas
ritme kalimat, gambaran simbolisme, atau linguistik (denotatif), harus menghormati
singkatnya keseluruhan keindahan dalam teks, kekhasan gaya bahasanya, dan eksistensi
perlu dipahami. Edmont Cary mengatakan ekspresi-ekspresi (konotatif), sesuai dengan
bahwa bahasa memiliki fungsi komunikasi yang jenis teksnya (misalnya resep masakan ber-
penting yang disampaikan dengan memakai beda dengan perjanjian hukum), mengadap-
penalaran memiliki fungsi afektif, estetik, dan tasi pengetahuan-pengetahuan pembaca
dapat menimbulkan konflik. Penerjemah karya supaya mengetahuinya (pragmatik), dan
sastra harus memiliki kecocokan perasaan menghasilkan efek estetik (Lederer, 1994:64-
dan pertalian dengan pengarang. Penerjemah 65).
artistik dikatakan sebagai acte d ‘amoureuse
collaboration. Maurice-Edgar Cointeau me- TRANSFORMASI GAYA BAHASA DALAM
ngatakan bahwa tidak cukup hanya memiliki LE ROCHER DE TANIOS MENJADI
kualitas yang baik dan segi penulisan untuk CADAS TANIOS
menerjemahkan karya sastra. Penerjemah Dalam karya sastra terjemahan ditemukan
karya sastra harus memiliki pengetahuan yang transformasi yang berupa pengungkapan
mendalam tentang bahasa sumber dan bahasa gaya, penggambaran suasana, dan pem-
sasaran serta memiliki bekal imajinasi dan bentukan kata baru. Ditemukan adanya inovasi

75
Humaniora, Vol. 19, No. 1 Februari 2007: 73−80

dalam terjemahan karya sastra yang berkaitan Dans mon village, je passais des journées
dengan gaya bahasa. Terjemahan yang ber- devant la tawlé a jouer partie sur partie (Maalouf,
kaitan dengan gaya bahasa menghasilkan 1991:194)
bentuk gaya bahasa yang baru. Dalam teks
Di desa saya, saya melewatkan hari di depan
bahasa sumbernya, penggambaran kata, tawlé, main satu kali, dua kali, dan seterusnya
frase, kalimat, atau wacana diungkapkan (Sundari, 1999:171)
dengan menggunakan gaya bahasa tertentu
yang menghasilkan terjemahan beberapa Penanda yang menunjukkan adanya unsur
bentuk, yaitu gaya bahasa yang sama, gaya gaya bahasa repetisi jouer partie sur partie Kata
bahasa yang tidak sama, tidak menghasilkan partie berarti bagian sehingga penanda terse-
gaya bahasa (zero), atau zero gaya bahasa but dapat diterjemahkan bermain darI satu
dalam bahasa Prancis menghasilkan ter- bagian ke bagian lainnya, tetapi yang muncul
jemahan gaya bahasa dalam bahasa Indone- dalam terjemahannya adalah main satu kali,
sia, seperti tampak dalam tabel berikut.' dua kali, dan seterusnya. Penanda sebagai
hasil terjemahannya itu menunjukkan adanya
Transformasi Gaya Bahasa dalam urutan periodik yang sifatnya penekan sesuatu
Karya Sastra Terjemahan yang dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai
gaya bahasa klimaks. Terjemahan im dapat
dilakukan asal tidak mengubah arti gagasan
yang disampaikan dalam teks bahasa
sumbernya.
Gaya bahasa Prancis menghasilkan zero
gaya bahasa Indonesia. Ditemukan adanya
gaya bahasa eponim dalam karya sastra
bahasa sumbernya menghasilkan terjemahan
zero gaya bahasa dalam teks terjemahannya.
Gaya bahasa eponim adalah gaya bahasa
Tabel tersebut menggambarkan beberapa yang mengatakan bahwa seseorang yang
bentuk transformasi gaya bahasa dalam karya namanya begitu sering dihubungkan dengan
sastra terjemahan. Gaya bahasa X menghasil- sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk
kan gaya bahasa X. Kebanyakan gaya bahasa menyatakan sifat itu (Keraf, 1988:141).
yang diungkapkan dalam teks bahasa sumber-
nya menghasilkan terjemahan gaya bahasa yang J ‘al double leurs gages la semaine dernière.
sama dalam terjemahannya. Gaya bahasa para- Mais si, sur les douze apótres, il s‘est trouvé
lelisme menghasilkan terjemahan gaya bahasa un Judas .... (Maalouf 1991:141)
paralelisme.
Minggu yang lalu aku naikkan gaji mereka dua
Gaya bahasa X menghasilkan gaya bahasa
kali lipat. Tetapi, jika di antara kedua belas or-
Y. Suatu gaya bahasa (gaya bahasa X) yang ang pengawal itu ada seorang pengkhianat.
digunakan dalam teks bahasa sumbernya (Sundari, 1999).
dapat menghasilkan terjemahan gaya bahasa
lain (gaya bahasa Y) dalam teks bahasa sasar- Penanda yang menandai adanya gaya
annya. Dalam karya sastra dan hasil terje- bahasa eponim adalah un Judas. Pemakaian
mahannya yang dianalisis ditemukan hal ter- penanda tersebut memilih nama seseorang,
sebut, misalnya gaya bahasa repetisi dalam yaitu Judas. Dalam terjemahannya, yang muncul
teks bahasa sumbemya menghasilkan gaya bukanlah nama Judas, melainkan kata peng-
bahasa klimaks dalam terjemahannya pada khianat. Kata Judas memiliki padanan Yudas
kalimat berikut ini. atau pengkhianat (Arifin dan Farida, 1991:585).

76
Siti Hariti Sastriani, Transformasi Gaya Bahasa dalam Karya Sastra Terjemahan

Pemilihan kata pengkhianat dalam terjemahan- konteks tersebut, dapat juga diterjemahkan
nya dapat pula berdasarkan adanya per- tanpa menggunakan gaya bahasa tersebut,
timbangan penerjemah untuk memudahkan yaitu diungkapkan dengan kata sunyi.
interpretasi pembaca di Indonesia karena bila Gaya bahasa pertentangan yang ter-
diungkapkan Tetapi, jika di antara kedua belas ungkapkan dalam terjemahannya merupakan
orang pengawal itu ada seorang Judas, basil kreativitas penerjemah, artinya gaya
pembaca Indonesia tidak akan dapat dengan bahasa itu bukan berasal dari gaya bahasa
mudah menerima pesan makna yang di- pertentangan bahasa Prancis. Pada kalimat
ungkapkan melalui nama tersebut. Dapatlah bahasa Prancis ditemukan zero gaya bahasa
dikatakan bahwa terjemahan itu dapat diterima dalam bahasa sumbemya, tetapi menghasil-
dan sesuai dengan pesan rnakna dalam kan terjemahan gaya bahasa litotes yang
bahasa sumbernya. digunakan untuk mengecilkan keadaan pada
Zero gaya bahasa Prancis menghasilkan kalimat Les autorités étaient rarement
gaya tertentu dalam teks bahasa Indonesianya. disposées a transiger en matière d‘impôts
Yang dimaksud dengan zero gaya bahasa (Maalouf, 1991:21) menghasilkan terjemahan
Prancis adalah kalimat yang diungkapkan tidak Penguasa lebih tinggi jarang bersedia mundur
mengandung adanya unsur gaya bahasa, tetapi wuiau hanya setapak datum urusan pajak
menghasilkan terjemahan dalam bahasa Indo- (Sundari, 1999:58). Dalam bahasa Prancis,
nesia yang diungkapkan dengan gaya bahasa. penanda transiger memiliki padanan arti
Bentuk gaya bahasa yang dihasilkan di antaranya mengalah (Arifin dan Farida, 1991:1053) yang
berupa tautologi, litotes, personifikasi, pleonas- dapat digunakan untuk menerjemahkannya.
me, klimaks, dan anafora. Bila diterjemahkan dengan kata mengalah tidak
Beberapa gaya bahasa perbandingan rnenunjukkan adanya gaya bahasa, tetapi
dihasilkan dalam terjemahannya berasal dari dalam terjemahan yang dimunculkan adalah
zero gaya bahasa Prancis. Ditemukan terjemah- hanya setapak untuk menyejajarkan kata
an yang berwujud tautologi karena peng- transiger tersebut. Secara konteks keseluruh-
ungkapannya ada kata berlebihan yang sebe- an, terjemahan itu dapat diterima dan dengan
narnya hanya mengulang kembali gagasan adanya pengungkapan hanya setapak untuk
yang sudah disebut sebelumnya, padahal menyejajarkan rransiger justru menambah
dalam teks aslinya tidak ada unsur gaya bahasa keindahan gaya bahasa sebagai wujud kreati-
tersebut. Kalimat itu adalah benkut ini. vitas penerjemah. Terjemahan itu juga tidak
mengurangi atau berbeda pesan maknanya
Elle se leva; dans le silence il entendit chacun dengan bahasa sumbernya.
de ses pas et le grincement des gonds (Maalouf, Gaya bahasa hiperbola muncul dalam
1991:245) terjemahan yang berasal dari zero bahasa
Prancis. Penanda silencieux diterjemahkan
Lamia bangkit. Dalam ruang yang sunyi
senyap, Tanios mendengar setiap langkahnya dalam gaya bahasa hiperbola disesuaikan
dan gesekan engsel pintu. Semula ia dengan konvensi bahasa Indonesia, yaitu
mengharapkan ibunya akan membesarkan membisu seribu basa pada kalimat benikut ini.
hatinya, tetapi ia malah membawa kekhawatiran
(Sundari, 1999:25). Its s ‘asseyaient en cercle autour de la pièce
silencieux comme a un deuil (Maalouf, 1991:20).
Dalarn teks bahasa Prancis dinyatakan
dans Ie silence. Frase itu tidak mengandung Mereka duduk dalam lingkaran sekeliling
gaya bahasa pada konteks tersebut, tetapi ruangan, membisu seribu basa seperti orang
berkabung (Sundari, 1999:5).
menghasilkan terjemahan gaya bahasa
tautologi, yaitu frase sunyi senyap. Pada

77
Humaniora, Vol. 19, No. 1 Februari 2007: 73−80

Munculnya gaya bahasa hiperbola itu Dalam bahasa Prancis tidak ditemukan
menambah keindahan dalam teks bahasa adanya unsur sinisme, tetapi dalam bahasa
sasaran dibandingkan dengan terjemahan Indonesia muncul adanya sinisme yang
yang mengambil padanan kata diam. Dengan ditandai dengan kata sang yang mengikuti kata
munculnya gaya bahasa itu, pembaca lebih majikan. Kata sang dipakai di depan nama or-
muda mempersepsikan gagasan tersebut, ang, binatang, atau benda yang dianggap hidup
yaitu tentang suasana orang berkabung. atau dimuliakan, tetapi juga dapat digunakan
Gaya bahasa pleonasme muncul dalam untuk berolok-olok (Ali, 1995:875). Berdasarkan
terjemahannya; padahal dalam teks bahasa konteks kalimatnya, penerjemah mengguna-
sumber gagasan pesan yang disampaikan tidak kan kata sang yang diletakkan di depan kata
menggunakan gaya bahasa pleonasme. Cheikh bertujuan untuk mengolok-olok. Yang
Gagasan itu adalah Ce fut une ombre, mais la dimaksud dengan sang majikan adalah Cheikh.
seule ombre (Maalouf, 1991:133) menghasilkan Pada konteks tersebut, Cheikh mendapat
terjemahan Ada satu bayangan hitam, tetapi sorotan dari masyarakat tentang kelakuannya
satu-satunya bayangan (Sundari, 1999:114). yang suka dengan perempuan-perempuan.
Dalam teks aslinya, hanya terungkapkan une Dengan munculnya kata sang, pembaca Indo-
ombre, tetapi diterjemahkan satu bayangan nesia akan Iebih memahami makna yang
hitam. Penanda yang berwujud kata hitam terkandung pada kalimat tersebut. Selain itu,
membuat pengungkapan itu berubah menjadi penanda itu juga dapat menambah keindahan
pleonasme. Tanpa menggunakan kata hitam gaya bahasa. Bila hanya diungkapkan majikan
pun, sebenarnya sudah pasti bahwa bayangan pergi ke kamarnya, kalimat itu tidak memiliki
berwarna hitam. Kata hitam dapat dihilangkan gaya bahasa dan nilai keindahan. Kata sang
atau dapat juga dikatakan mubazir, tetapi juga diungkapkan dalam terjemahannya untuk
munculnya kata tersebut berguna untuk menyebut sang pemenang yang diterjemahkan
memperjelas dan menambah keindahan gaya dari du vainquer, sang pahlawan yang
bahasa. Penambahan kata hitam tersebut tidak diterjemahkan dari le héros, sang “hakim” yang
menambah pesan maknanya, tetapi justru berasal dari juge, sang ayah yang diterjemah-
memperjelas pesan yang disampaikan, yaitu kan dari kata lui, yang semuanya itu digunakan
pesan tentang gambaran bayangan. untuk mengungkapkan gagasan yang me-
Gaya bahasa sinisme muncul dalam teks ngandung ejekan, olokan, atau sinisme. Tidak
bahasa sasarannya yang diterjemahkan dari ditemukan padanan dalam bahasa Prancis
zero gaya bahasa. Gaya bahasa sinisme untuk disejajarkan dengan kata sang. Penanda
dimanfaatkan penerjemah untuk memberi sang disejajarkan sebagai partikel, gelar
julukan kepada tokoh. Munculnya gaya sinisme kehormatan, misalnya Sang Budha sama
merupakan kreativitas pengarang dalam dengan le Bouddha, digunakan dalam bahasa
rangka menambah keindahan gaya bahasa sastra dan digunakan untuk ironi sehingga
yang dilakukan dengan pertimbangan konteks dikatakan tidak ada kata khusus yang sejajar
kalimat secara keseluruhan. Penanda sinisme dengan kata sang dalam bahasa Prancis
yang muncul dalam terjemahannya di (Labrousse, 1985:718).
antaranya kata sang dan si. Penanda sang dan Selain kata sang, muncul juga kata si dalam
si diterjemahkan dari artikel-artikel bahasa terjemahannya untuk mengungkapkan gagasan
Prancis. sinis. Penanda si diterjemahkan dari kata
sandang, misalnya du muletier yang meng-
Le maitre se dirigea alors vers sa chambre
hasilkan teijemahan si pedagang keliling, le
(Maalouf, 1991:171).
futur curé yang menghasilkan terjemahan si
Sang majikan pergi ke kamarnya (Sundari, calon pendeta, du voleur yang diterjemahkan
1999:171). menjadi si pencuri. Pemilihan kata si dalam

78
Siti Hariti Sastriani, Transformasi Gaya Bahasa dalam Karya Sastra Terjemahan

terjemahannya didasarkan konteks kalimat makna legenda yang masih ada. Kata rester
secara keseluruhan yang mengandung gagasan (Arifin dan Farida, 1991:918) berarti ‘tinggal,
sinis. Si merupakan kata yang dipakai di depan masih ada, atau masih tinggal’. Kata reste
nama diri pada ragam akrab atau kurang hormat, diterjemahakan dengan kata hidup sehingga
digunakan untuk mengejek, dan digunakan untuk menghasilkan gaya bahasa personifikasi.
merendahkan din (Ali, 1995:933). Pada kasus Biasanya kata hidup ditujukan untuk manusia,
tersebut, si digunakan untuk menerjemahkan binatang, atau tumbuhan sehingga legenda yang
gagasan-gagasan yang kurang hormat, masih hidup merupakan salah satu bentuk gaya
mengejek, dan merendahkan. bahasa.
Ditemukan zero gaya bahasa dalam bahasa Zero gaya bahasa dalam bahasa
Prancis yang menghasilkan gaya bahasa surnbernya memunculkan gaya bahasa
repetisi yang berwujud anafora dalam bahasa personifikasi dalam terjemahan kalimat lainnya,
sasaran. yaitu Le reverend Stolton rapporte qu‘elle fut
paardie le jour meme dans les rues de Sahlaïn
Mais peut-être avait-il seulement besoin de (Maalouf, 1991:269) menghasilkan terjemahan
rêvasser pour tromper son impatience. Toujours Pendeta Stolton melaporkan kepala itu diarak
est-il qu‘il n‘avait pas tardé a s‘assoupir pada hari itu juga di jalan-jalan di Sahlaïn (Sundari,
(Maalouf, 1991:170).
1999:247). Dalam kalimat bahasa sumbernya
Tetapi mungkin juga ia hanya ingin melamun, tidak dinyatakan adanya penanda kata kepala,
untuk melupakan kesabarannya. Tetapi, ia tetapi dimunculkan dalam terjemahannya. Kata
tertidur tak lama kemudian (Sundari, 1999:149). kepala tersebut diterjemahkan dan elle. Apabila
diterjemahkan dengan mengambil bentuk pada-
Dalam terjemahannya muncul adanya nannya kata elle akan menghasilkan padanan
perulangan kata tetapi, padahal dalam teks kata dia atau ia. Pemilihan kata kepala dalam
bahasa sumbemya kata mais sebagai padanan terjemahannya didasarkan pertimbangan
kata tetapi hanya muncul satu kali. Kalimat konteks kalimat sebelumnya yang telah meng-
aslinya tidak memunculkan adanya gaya bahasa ungkapkan hal tersebut.
anafora, tetapi dalam terjemahannya muncul Zero gaya bahasa paralelisme menghasilkan
bentuk anafora. Hal ini dapat dilakukan asal tidak paralelisme dalam terjemahannya pada kalimat
mengubah arti. Bentuk perulangan yang muncul berikut ini. Dalam karya sastra aslinya tidak
dalam terjemahannya itu tidak mengubah atau ditemukan adanya unsur paralelisme, sedang-
menambah pesan makna, tetapi justru kan dalam terjemahannya muncul adanya
menambah keindahan. Bentuk perulangan itu paralelisme, yaitu bentuk pertautan frase siapa
memberi penekanan makna pesan tersebut. yang paling tahan dua kali muncul dalam hasil
Gaya bahasa personifikasi terungkapkan terjemahannya.
dalam terjemahannya, tetapi dihasilkan dan zero
En ce lieu, depuis toujours, les jeunes du vil-
gaya bahasa pada kalimat berikut ini.
lage se plaisent à comparer leur s‘abat
(Maalouf, 1991:72).
Les faits son périssables, crois-moi, seule la
légende reste, ... (Maalouf, 1991:26). Di tempat itu, sejak dahulu kala, para remaja
desa suka mengadakan pertandingan siapa
Kejadian nyata itu tidak tahan lama, percayalah yang paling tahan dingin; siapa yang pal-
hanya dongeng yang tetap hidup ... (Sundari, ing lama tahan membiarkan tangannya di
1999:245). dalam air mancur itu, dialah yang menang
(Sundari, 1999:56).
Penanda kata reste yang menerangkan
kata la légende dalam bahasa sumbernya Terjemahan yang menghasilkan gaya
merupakan hal yang wajar, yaitu mengandung bahasa yang baru dapat terjadi dengan tujuan

79
Humaniora, Vol. 19, No. 1 Februari 2007: 73−80

agar kalimatnya lebih indah dan diterima dalam Hal ini terjadi supaya hasil terjemahannya lebih
bahasa Indonesia. Bilamana kalimat tersebut dapat disesuaikan atau diadaptasikan dalarn
tidak diungkapkan melalui gaya bahasa bahasa sasarannya sehingga pembaca teks
paralelisme hasilnya menjadi Di tempat itu, hasil terjemahannya tidak merasa kaku atau
sejak dahulu kala, para remaja desa suka janggal. Adanya gaya bahasa dalam teks
bersenang-senang dengan mengadakan aslinya yang menghasilkan terjemahan yang
pertandingan siapa yang dapat membiarkan tidak menggunakan gaya bahasa dapat pula
tangannya lebih lama di bawah air yang menjadi terjadi karena adanya pertimbangan untuk
pemenang. Apabila kalimat tersebut diterjemah- memudahkan pembaca dalam menginter-
kan secara harafiah akan menghasilkan kalimat pretasikan pesan yang disampaikan dalam teks
yang kaku, perlu diterjemahkan dengan aslinya.
memanfaatkan gaya bahasa yang ada, yaitu
paralelisme yang dalam pengungkapannya DAFTAR RUJUKAN
tidak mengubah makna sesuai dengan pesan
Ali, Lukman. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
dalam bahasa sumbernya. Balai Pustaka.
Arifin, Winarsih dan Farida Soemargono. 1991. Kamus
SIMPULAN Perancis-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Wujud terjemahan yang berkaitan dengan Flamand, Jacques. 1983. EcrireetTraduiresurIaVoledela
Creation. Canada: Vermilion.
gaya bahasa yang menghasilkan beberapa
Labrousse, Pierre. 1985. Indonesia Perancis Kamus Umum.
bentuk, yaitu gaya bahasa yang sama, gaya Jakarta:Gramedia.
bahasa yang tidak sama, tidak menghasilkan Larson, Mildred. L. 1989, Penerjemahan Berdasar Makna:
gaya bahasa (zero) atau zero gaya bahasa Pedoman Untuk Pemadanan Antarbahasa. Jakarta:
dalam bahasa Prancis menghasilkan terjemahan ARCAN.
gaya bahasa dalam bahasa Indonesia. Hal itu Lederer, Marianne. 1994.La Traduction aujourd’hui le
dalam karya-karya sastra terjemahan merupa- modèle interpret at f Paris: Hachette.
Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende-Flores:
kan wujud kreativitas dan inovasi penerjemah.
Nusa Indah.
Munculnya wujud gaya bahasa yang sama Maalouf, Amin. 1991. Le Rocher de Tanios. Paris: Grasset
dengan teks bahasa sumbernya merupakan et Fasquelle.
hal yang paling utama perlu diwujudkan untuk Nida, E.A. dan Ch.Taber. 1974. The Theory and Practice of
mewujudkan kesejajaran bentuk. Munculnya gaya Translation. Leidin:E.J.Brill.
bahasa yang baru dalam teks terjemahannya Popovic. 1970. “The Concept of Shift of Expression in
Translation Analysis” dalam Holmes. The Nature of
dapat terjadi asal tidak mengubah makna yang
Translation. The Hague: Mouton.
disampaikan dalarn teks bahasa sumbernya, Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta:
tetapi sebaliknya menghasilkan gaya bahasa Sastra Hudaya.
yang lebih indah sebagai suatu kreativitas. Sundari Husen, Ida. 1999. Cadas Tanios. Jakarta:Yayasan
Perubahan jenis gaya bahasa yang satu Obor Indonesia.
ke gaya bahasa lainnya dapat terjadi asal juga Teeuw,A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori
tidak mengubah makna dalam teks asalnya. Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

80

Anda mungkin juga menyukai