Anda di halaman 1dari 9

RESUME KASUS

OPERKULEKTOMI

Dosen Penanggungjawab:
drg. Inneke C. Sp. Perio

Disusun Oleh :
Suci Nourmaliza
G4B017044

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2019
OPERKULEKTOMI

A. Gambaran Umum Perikoronitis


Perikoronitis mengacu pada inflamasi gingiva yang berhubungan
dengan mahkota gigi yang belum erupsi sempurna. Perikoronitis
merupakan akumulasi eksudat dibawah flap gingiva yang mengelilingi
mahkota pada gigi yang baru erupsi sebagian (Dhonge, dkk., 2015).
Ruangan antara mahkota gigi dengan bagian atas gingiva yang
menutupinya (operkulum) adalah tempat ideal untuk akumulasi debris
makanan dan pertumbuhan bakteri karena pemeliharaan kebersihan mulut
pada area tersebut sulit dicapai. Infeksi ini sering terjadi pada gigi molar
ketiga bawah, dan dapat bersifat akut maupun kronis. Perlu diperhatikan
bahwa dari daerah perikoronitis dapat terjadi abses yang menyebar dan
muncul sebagai abses meruncing pada aspek bukal gigi molar kedua atau
bahkan pada gigi molar pertama bawah (Juniper dan Parkins, 2011).

Gambar 1. Kondisi Perikoronitis

Perikoronitis adalah darurat periodontal yang paling umum terjadi dan


melibatkan area molar ketiga mandibula. pada pasien tanpa tanda atau
gejala klinis, operkulum gingiva secara kronis sering mengalami inflamasi
dan terinfeksi, juga dapat disebabkan karena trauma dari gigi antagonisnya.
Insidensi tertinggi perikoronitis terjadi pada usia 20-29 tahun dan jarang
terlihat sebelum 20 atau setelah 40 tahun (Newman, dkk., 2012).
1. Tanda dan gejala perikoronitis
Tanda klinis yang tampak diantaranya pembengkakan berwarna
merah dari jaringan yang sebagian menutupi gigi yang terlibat dan apabila
daerah tersebut ditekan menggunakan probe tumpul maka akan
mengeluarkan pus. Menurut Juniper dan Parkins (2011), tanda lainnya
yaitu trismus, foetor oris, pembengkakan wajah pada sudut mandibula,
limfadenitis.
Menurut Newman dkk (2012), gambaran klinis dari perikoronitis
diantaranya lesi bengkak supuratif disertai rasa sakit dapat menyebar ke
telinga, tenggorokan, dan dasar mulut. Selain itu, temporomandibular joint
dan regio posterior mandibula juga dapat terlibat (Fragiskos, 2007). Pasien
merasa tidak nyaman karena munculnya rasa busuk dan nyeri pada saat
pembukaan dan penutupan mulut. Pada kasus berat dapat mucul
pembengkakan pada pipi dan limfadenitis regional serta trismus. Gejala
sistemik yang dialami pasien yaitu demam, malaise, dehidrasi, dan
leukositosis. Manifestasi klinis yang tampak berupa rasa sakit pada regio
gigi yang terlibat yang dapat menyebar ke telinga, temporomandibular
joint dan regio posterios submandibula (Fragiskos, 2009).
Menurut Matthew (2007), berdasarkan manifestasinya, perikoronitis
dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
a. Perikoronitis akut
Pada fase ini, pasien memiliki keluhan berupa susah membuka
mulut dan rasa nyeri akibat adanya proses inflamasi lokal, penyebaran
nyeri melalui beberapa otot, tidak nyaman mengunyah dan
pembengkakan ekstraoral. Nyeri yang dirasakan tajam dan timbul saat
mengunyah atau terkadang saat tidur. Pasien juga mengeluhkan terjadi
limfadenitis kelenjar submandibula, kelenjar limfe, eritema edema dan
terasa keras saat dipalpasi disertai keluarnya pus. Gejala sistemik
berupa malaise, bau mulut dan demam.
b. Perikoronitis subakut
Gejala yang dominan yaitu rasa nyeri tajam dan terus menerus
tanpa disertai kesulitan membuka mulut, jarang ditemukan penyebaran
ke otot, jarang ditemukan kondisi demam dan limfadenitis hanya
terbatas pada kelenjar submandibula.
c. Perikoronitis kronis
Gejala berupa rasa nyeri ringan hingga sedang diawali satu
hingga dua hari kemudian menghilang, nyeri tekan pada limfa dan
maserasi jaringan. Periode kronis mengikuti akut yang terjadi sekitar 3-
15 bulan. Perikoronitis kronis berhubungan dengan kondisi kebersihan
mulut, stres dan adanya infeksi saluran pernafasan bagian atas.

B. Operkulektomi
1. Pengertian
Operkulektemi adalah pembuangan operkulum secara bedah.
Operkulektomi merupakan perawatan dari perikoronitis yang bertujuan
untuk mempertahankan gigi molar yang masih memiliki tempat untuk
erupsi tetapi tertutup oleh sebagian operkulum (Newman, dkk., 2012).
Operkulektomi dapat dilakukan menggunakan scalpel bedah,
elektrokauter, laser atau dengan agen kausatik seperti asam trikloroasetik
(Indrasari, 2016).
2. Indikasi dan Kontraindikasi
a. Indikasi
Menurut Indrasari (2016), indikasi operkulektomi yaitu :
- Terdapat ruang yang cukup untuk gigi molar ketiga erupsi
- Gigi molar ketiga erupsi pada lengkung rahang yang tepat dengan
angulasi vertikal
- Gigi antagonis pada angulasi dan posisi yang tepat
- Apabila gigi molar ketiga akan digunakan sebagai gigi abutment
dari gigi tiruan cekat
- Apabila pasien tidak ingin giginya dilakukan ekstraksi.
b. Kontraindikasi
- Gigi molar ketiga antagonis overeruption
- Apabila tidak cukup ruang untuk molar ketiga erupsi
- Gigi molar ketiga tumbuh dengan angulasi horizontal (Balaji,
2009).
3. Penyembuhan Jaringan Post-Operkulektomi
Permukaan dalam flap yang berkontak dengan tulang dan gigi akan
mengalami inflamasi, demolasi, organisasi, dan pemulihan. Beku darah
yang tipis, digantikan oleh jaringan granulasi dalam waktu satu minggu.
Jaringan akan menjadi jaringan ikat kolagen dalam waktu 2 – 5 minggu.
Permukaan dalam flap akan bergabung dengan tulang untuk membentuk
mukoperiosteum yang menambah lebar daerah perlekatan gingival. Kira-
kira 2 hari setelah operasi, epithelium akan mulai berproliferasi dari tepi
flap ke atas luka jaringan ikat. Epitelium akan bergeser ke apical dengan
kecepatan 0,5 mm perhari untuk membentuk pertautan epithelium yang
baru. Perlekatan epithelium yang masak terbentuk dalam waktu 4 minggu.
Perlekatan jaringan ikat akan terbentuk kembali antara jaringan marginal
dan sementum akar dari tepi tulang sampai ke dasar epithelium jungsional.
Dengan cara ini epithelium jungsional tidak akan bermigrasi lebih apical
lagi. Kebersihan mulut yang baik sangat diperlukan selama periode
pemulihan ini (Suryono, 2014).
.
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
1. Nama : Nn. EWK
2. Usia : 23 tahun
3. Alamat : PBumi Arca Indah

B. Pemeriksaan Subyektif
1. Chief complaint (CC) : pasien mengeluhkan gigi bungsu belakang
kirinya tumbuh dan terdapat gusi yang menutupi permukaannya.
2. Present illness (PI) : pasien tidak merasakan keluhan sakit.
3. Past dental history (PDH) : pasien pernah ke dokter gigi 3 minggu yang
lalu untuk bedah gigi bungsu sebelah kiri
4. Past medical history (PMH) : . Pasien memiliki alergi obat
methampiron dan cataflam.
5. Family history (FH) : tidak terdapat kelainan.
6. Social history (SH) : pasien seorang mahasiswa.

C. Pemeriksaan Obyektif
1. Vital sign :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg  normal
- Pulse : 80x/ menit  normal
- Respirasi : 16x/menit  normal
2. Pemeriksaan Ekstraoral : t.a.k
3. Pemeriksaan Intraoral
- Inspeksi : gingiva menutupi setengah disto oklusal gigi 48
- palpasi (-), perkusi (-) vitalitas (+)
Gambar 2. Kondisi Operkulum Gigi 48 pada Pasien

D. Diagnosa
Diagnosa pada pasien tersebut adalah perikoronitis gigi 48

E. Rencana Perawatan
Rencana perawatan perikoronitis pada pasien yaitu operkulektomi gingiva
gigi 48.

F. Prosedur Perawatan
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
- Alat dasar: kaca mulut, sonde, pinset - Aquades steril
- Pinset chirurgis - Cotton roll
- Glass plate - cotton pellet
- Semen spatel - Povidone
- Periodontal pack - Tampon
- Gunting - Tampon
- Scalpel dan blade no. 15 - Spuit dan pehacaine
2. Asepsis dengan mengusapkan antiseptik pada area pembedahan dengan
kapas dan povidone iodine.
3. Melakukan anastesi infiltrasi pada area operkulum Anastesi tidak perlu
mencapai sampai tulang, hanya sampai periosteal kemudian cek
anastesi.
4. Melakukan pemotongan gingiva yang menutup permukaan mahkota
gigi 48. Jaringan di bagian distal M3 (retromolar pad) perlu dipotong
untuk menghindari terjadinya kekambuhan perikoronitis. Ambil
seadekuat mungkin. Penjahitan dilakukan jika trauma terlalu besar atau
bleeding terlalu banyak.
5. Melakukan irigasi dengan povidone iodine kemudian pasien diminta
menggigit tampon.
6. Periodontal pack diaplikasikan jangan melebihi batas epitel bergerak
dan epitel tak bergerak dan mengikuti kontur. Pada daerah koronal
jangan sampai mengganggu oklusi.
7. Instruksikan pasien untuk kembali lagi setelah 7 hari (Bathla, 2011).

G. Instruksi dan Medikasi Post-Operkulektomi


Pasca-gingivektomi pasien perlu diberi informasi yang lengkap
tentang cara-cara perawatan luka. Instruksi berikut ini yang dapat diberikan
kepada pasien pascaoperasi menurut Manson dan Eley (2013), yaitu:
1. Hindari makan dan minum, bekumur-kumur, dan aktifitas yang dapat
merangsang terjadinya perdarahan selama satu jam
2. Jangan minum minuman panas atau alkohol selama 24 jam.
3. Jangan makan makanan yang keras, kasar, lengket. Mengunyah
makanan menggunakan sisi yang tidak dioperasi.
4. Gunakan larutan kumur salin air hangat setelah satu hari. Jangan kumur
terlalu kuat
5. Sikat gigi pada bagian yang tidak dilakukan operasi saja
6. Medikasi
- Antibiotik yang diresepkan berupa amoxicillin 500 mg dapat
diberikan sebanyak 15 kaplet untuk 5 hari kedepan dan harus
dihabiskan.
- Analgesik yang diresepkan dapat berupa paracetamol 500 mg atau
juga dapat NSAID yaitu asam mefenamat 500 sebanyak 10 kaplet
untuk 3 hari kedepan dan apabila sakit (Mims, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Akpata O., 2007, Acute Pericoronitis and the Position of the Mandibular Third
Molar in Nigerians, Journal of Biomedical Science, 1-2:4.

Ayanbadejo P.O, Umesi K, 2007, A Retrospective Study of Some-Demograhic


Factors Associated with Pericoronitis In Nigeriasn, West African Journal of
Medicine, p 303-4

Balaji, S. M., 2007, Textbook of oral and maxillofacial surgery, Elsevier, New
Delhi.

Bathla, S., 2011, Periodontics revisited, 1st ed, Jaypee Brothers Medical Publishers
Ltd, New Delhi.

Dhonge RP. Zade RM. Gopinath V., 2015, Amirisetty R. An insight of pericoronitis
: A Review Article, International Journal Dental Medicine Research, 1(6)
:172-175.

Pedersen, G.W., 2013, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai