Anda di halaman 1dari 13

BIDANG ILMU BEDAH MULUT

LAPORAN KASUS
ODONTEKTOMI

Supervisor:
Dr. drg. A Haris Budi Widodo A.P., S.IP., S.E

Oleh:
Suci Nourmaliza
G4B017044

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2018

TINJAUAN PUSTAKA
A. Impaksi
Gigi impaksi merupakan gigi yang erupsi sebagian atau tidak dapat erupsi
oleh karena terhalang oleh gigi, tulang atau jaringan lunak yang ada disekitarnya.
Gigi impaksi sering terjadi pada gigi molar ketiga (M3) bawah, gigi M3 atas, gigi
kaninus atas dan insisivus kedua, dapat juga terjadi pada kaninus bawah dan
premolar atas dan bawah. Gigi impaksi dibedakan menjadi dua keadaan yaitu
impaksi penuh atau impaksi total dan impaksi sebagian (Pedersen, 2012).
Gigi impaksi diklasifikasikan sebagai berikut; impaksi gigi M3 pada
mandibula, impaksi gigi M3 pada maksila, impaksi gigi kaninus pada mandibula,
impaksi gigi kaninus pada maksila, impaksi gigi insisivus lateral maksila dan
impaksi gigi M2 mandibula. Gigi impaksi M3 pada mandibula di klasifikasikan
berdasarkan angulasi gigi menurut George Winter yaitu angulasi sumbu panjang
gigi impaksi molar terhadap sumbu panjang gigi M2, meliputi impaksi
mesioangular, horizontal, distoangular dan vertikal (Gambar 1) (Fragiskos, 2007).

Gambar 1. Klasifikasi impaksi M3 berdasarkan angulasi gigi (1) mesioangular; (2)


distoangular; (3) vertikal; (4) horizontal; (5) bukoangular; (6)
linguoangular; (7) inverted

Klasifikasi gigi M3 pada mandibula berdasarkan antero-posterior mandibula


menurut Pell dan Gregory yaitu berdasarkan perbandingan ukuran mesio-distal
M3 bawah dengan ruang yang tersedia dari distal M2 sampai ramus asenden
mandibula. Kelas I jika antero-posterior gigi M3 = jarak dari anterior ramus ke
distal M2; Kelas II jika jarak dari anterior ramus ke distal M2 lebih kecil dari
anterioposterior gigi M3, terdapat sejumlah tulang yang masih menutupi bagian
distal M3; Kelas III jika tidak ada ruang sama sekali untuk erupsi gigi M3
(Gambar 2) (Fragiskos, 2007).

Gambar 2. Klasifikasi impaksi M3 mandibula berdasarkan ukuran mesio-distal gigi


terhadap ramus

Klasifikasi gigi M3 pada mandibula berdasarkan hubungan bidang oklusal


menurut Pell dan Gregory yang dilihat berdasarkan letak molar tiga dalam tulang
mandibula. Kelas A jika ketinggian puncak gigi M3 sama dengan oklusal gigi M2,
Kelas B jika ketinggian puncak gigi M3 dibawah garis oklusal gigi M2, tetapi
diatas garis servikal dan Kelas C jika ketinggian puncak gigi M3 di bawah garis
servikal gigi M2 (Gambar 3) (Fragiskos, 2007).
Gambar 3. Klasifikasi impaksi M3 mandibula berdasarkan ketinggian bidang oklusal

B. Odontektomi
Odontektomi adalah pengeluaran gigi yang dalam keadaan tidak dapat
bertumbuh atau bertumbuh sebagian (impaksi) dimana gigi tersebut tidak dapat
dikeluarkan dengan cara pencabutan tang biasa melainkan diawali dengan
pembuatan flap mukoperiostal, diikuti dengan pengambilan tulang undercut yang
meghalangi pengeluaran gigi tersebut, sehingga diperlukan persiapan yang baik
dan rencana operasi yang tepat dan benar dalam melakukan tindakan bedah
pengangkatan molar bawah yang terpendam, untuk menghindari terjadinya
komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan (Pedersen, 2012). Odontektomi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dikeluarkan gigi secara utuh dan secara
separasi.
1. Indikasi dilakukan tindakan odontektomi gigi impaksi yaitu:
a. Sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya infeksi karena erupsi yang
terlambat dan abnormal (perikoronitis), dan mencegah berkembangnya
folikel menjadi keadaan patologis (kista odontegenik dan neoplasia).
b. Golden age (panjang akar 1/3 atau 2/3) dan sebelum mineralisasi
tulang (15-25 tahun).
c. Bila terdapat kelainan patologis (odontegenik).
d. Sebelum dilakukan rencana perawatan orto (memperbaiki maloklusi)
e. Terdapat keluhan rasa sakit atau pernah merasa sakit berdenyut kadang
terasa sakit sampai kepala
f. Gigi impaksi terlihat mendesak gigi molar kedua.
g. Diperkirakan akan mengganggu perawatan orthodonsia dan pembuatan
protesa.
h. Akan mengganggu perawatan di bidang konservasi atau pembuatan
mahkota gigi pada gigi molar kedua
i. Terdapat keluhan neurologi, misalnya : cephalgia, migrain
j. Merupakan penyebab karies pada molar kedua karena retensi makanan
k. Terdapat karies yang tidak dapat dilakukan perawatan
l. Telah terjadi defek pada jaringan periodontal pada gigi molar kedua
(Peterson, 2004).
2. Kontra indikasi odontektomi gigi impaksi yaitu:
a. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut.
b. Bila tulang yang menutupi gigi yang tertanam terlalu banyak sehingga
struktur tulang yang dibuang banyak dan mengakibatkan lamanya proses
penyembuhan ataupun tulang menjadi rapuh atau rentan fraktur.
c. Pasien dengan riwayat penyakit yang berat, seperti diabetes mellitus,
penyakit jantung, dan hipertensi.
d. Kemungkinan timbulnya kerusakan yang parah pada jaringan yang
berdekatan, misal saraf dan gigi sebelahnya (Peterson, 2004).

Pada dasarnya desain flap untuk operasi gigi molar tiga dibagi menjadi dua
kategori:
a. Flap envelope
Insisi yang bisa diandalkan untuk pembedahan impaksi molar tiga
bawah adalah flap envelope (Gambar 4). Teknik ini biasanya dilakukan
dengan membuat insisi horizontal pada tepi gingiva. Flap dibuat memanjang
dari papilla mesial molar pertama rahang bawah dan mengelilingi sekitar leher
gigi ke sudut garis distobukal dari molar kedua, kemudian garis insisi
memanjang ke posterior dan lateral sampai ke perbatasan anterior ramus
mandibular (Riawan, 2007).
Flap envelope seringkali digunakan untuk membuka jaringan lunak
mandibula dalam pencabutan gigi impaksi molar tiga, perluasan insisi
posterior harus divergen kearah lateral untuk menghindari cedera pada saraf
lingual seperti ditunjukkan pada gambar. Insisi envelope dibuka kearah lateral
sehingga tulang yg menutupi gigi impaksi terbuka. Keuntungan flap ini adalah
kerusakan minimal dari suplai vaskular pada jaringan flap, penutupan dan
proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Akses bedah yang terbatas
merupakan kelemahan utama desain flap ini (Riawan, 2007).
Gambar 4. Desain flap envelope

b. Flap triangular
Flap triangular terdiri dari satu insisi vertikal dan 1 insisi horizontal. Pada
tahun (1940), Fischer mendeskripsikan suatu flap triangular submarginal dengan
satu insisi horizontal dan satu insisi vertikal. Insisi vertikal diletakkan ke arah
midline dan insisi horizontal berupa suatu insisi kurva sub marginal yang
diletakkan di sepanjang mahkota gigi pada gingiva cekat dengan
mempertahankan gingiva margin (Riawan, 2007)
Flap triangular merupakan bagian dari desain envelope dengan
membebaskan insisi vertikal (Gambar 5). Teknik ini biasanya dilakukan dengan
membuat insisi horizontal pada tepi gingiva, kemudian dimodifikasi seperlunya
dengan melakukan insisi serong kearah anterior. Saat flap jaringan dibuka pada
insisi pembebas, akan diperoleh lapang pandang yang lebih luas, terutama pada
aspek apikal daerah pembedahan dapat dilihat pada gambar. Flap triangular
menunjukkan kasus di mana gigi yang terkena dampak tertanam dalam tulang
dan membutuhkan pengangkatan tulang yang luas (Riawan, 2007).
Flap ini memiliki dua keuntungan utama. Membuat insisi yang longgar yaitu
berupa suatu insisi pendek pada gingiva cekat dan margin yang akan
mempermudah operator untuk memperluas lapang pandang dan untuk
mendapatkan akses yang diperlukan. Hal ini juga mengurangi tekanan pada flap.
Flap triangular juga memacu penyembuhan luka yang sangat cepat. Flap ini
terutama diindikasikan untuk gigi-gigi posterior mandibular dan anterior maksila.
Flap ini merupakan flap yang dapat digunakan untuk gigi posterior mandibular
(Riawan, 2007).

Gambar 5. Desain flap triangular

LAPORAN KASUS

Inisial pasien : Nn. DDA


Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa

Subyektif
1. Chief complain:
Pasien datang ke RSGM Unsoed ingin mencabut gigi belakang kanan bawah
(48) yang tumbuh miring dan terasa tidak nyaman.
2. Present illness:
Gigi yang tumbuh miring sering mengakibatkan mukosa tergigit dan sisa
makanan pada area tersebut terasa sulit untuk dibersihkan.
3. Post medical history:
Pasien tidak dicurigai mempunyai riwayat penyakit ataupun alergi dan tidak
sedang mengkonsumsi obat / menjalani perawatan apapun.
4. Post dental history:
Pasien pernah melakukan perawatan scaling, penambalan gigi.
5. Family history:
Orang tua dan keluarga pasien tidak dicurigai memiliki kelainan sistemik dan
alergi.
6. Social history:
Pasien adalah seorang mahasiswa.

Objektif
1. Keadaan umum pasien baik
2. Tekanan darah 120/80 mmHg
3. Denyut nadi 80x/ menit
4. Pernafasan 20x/menit
5. Suhu tubuh: 36,5°C
6. Inspeksi :
Ekstra Oral : Tidak ada kelainan
Intra Oral : Gigi 48 impaksi 1A
Palpasi (-), perkusi (-), mobilitas (-), vitalitas (+)
Jaringan lunak disekitar gigi normal yaitu kemerahan (-),
mudah berdarah (-)

Gambar 1. Gambaran periapikal gigi 48

Gambar 2. Gambaran klinis Gigi 48


Assessment
Gigi 48 impaksi tipe 1A

Planning
1. Odontektomi
Pengambilan gigi impaksi
2. Membuka jaringan lunak dengan membuat full thickness flap
3. Pencabutan Transalveolar
Metode pencabutan ini dilakukan terlebih dahulu dengan cara mengambil
sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini juga sering disebut metode
terbuka atau metode surgical.

Penatalaksanaan Kasus
1. Pemeriksaan keadaan umum pasien dan pengisian informed consent.
2. Mempersiapkan instrumentasi steril untuk tindakan odontektomi. Alat yang
digunakan saat dilakukan odontektomi adalah diagnostic set, scalpel, scalpel
holder, rasparatorium, pinset anatomis, pinset cirurgis, mikromotor, round
diamond bur, bein, cryer, tang jockey forceps, tang radiks RB, bone file, dan
kuret. Bahan yang digunakan adalah spuit, pehakain injeksi, kasa steril, cotton
roll, cotton pelet, tampon, povidone iodine, alkohol, benang jahit, jarum jahit,
gelas kumur, suction bedah, masker, handscoon, nurse cap, dan slaber. Alat dan
bahan yang perlu disiapkan untuk kegawatdaruratan adalah epinefrin
(vasokonstriktor), alvogyl, spongostan, asam traneksamat, dan arteri clamp.
3. Pembedahan dilakukan dengan teknik asepsis. Sangat dianjurkan untuk
memberikan antibiotika dan antiflogistik sehari sebelum dilakukan odontektomi.
4. Asepsis dengan betadine, anastesi lokal dan mandibular blok. Pada kasus
dilakukan anestesi blok mandibula, dengan menganestesi nervus alveolaris
inferior dan nervus lingualis menggunakan teknik blok fisher (Purwanto dan
Juwono, 2012) dan nervus bukalis longus dengan infiltrasi. Bahan anestesi yang
digunakan adalah pehacain yang tiap ml berisi lidokain HCL 20 mg dan adrenalin
0,0125 mg dengan dosis maksimal 7 mg/KgBB (Mims, 2014).
5. Dibuat garis insisi yang dimulai dari pertengahan bagian distal gigi molar 3
sampai distal gigi molar pertama (flap triangular). Insisi kearah anterior dibuat
tepat pada gingiva tepat dibawah distal molar pertama turun kearah kaudal dan
kembali ke arah anterior sejajar garis oklusal untuk menghindari kerusakan pada
gingival attachment gigi molar kedua.
6. Membuka flap yang telah dibuat dengan rasparatorium.flap di desain dengan baik
dan ukurannya yang cukup. Flap mandibula yang paling sering digunakan adalah
envelope tanpa insisi tambahan, di refleksikan dari leher M1 dan M2 tetapi
dengan perluasan distal ke arah lateral atau bukal ke dalam regio M3 (trigonume
retromolar) . ask=pek lingual dihindari untuk mencegah cedera n. lingualis
7. Pengambilan tulang yang menutupi gigi impaksi bagian bukal dan proksimal
dilakukan dengan menggunakan round bur putaran rendah dengan pendingin air
garam fisiologi 0,09% atau air steril. Dilakukan cara memotong tulang selapis
demi selapis sehingga bagian gigi yang tertutup tulang dapat terlihat. Selanjutnya
pembukaan tulang dapat diperluas dengan mengambil tulang disekeliling gigi
impaksi dan berpedoman pada bentuk gigi yang impaksi dari foto rontgen.
8. Dalam melakukan pengambilan tulang yang meliputi gigi impaksi perlu
dipertimbangkan beberapa hal:
a. Pengambilan tulang harus cukup dan awal pengeboran dimulai dengan
menyesuaikan letak gigi sesuai dengan jenis klasifikasi gigi impaksinya.
b. Tidak melakukan pengambilan tulang secara berlebihan karena akan
menyebabkan trauma yang besar.
c. Pada kasus dimana membutuhkan pemotongan gigi menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil, maka fisur bur tidak dapat dipakai. Dalam melakukan
tindakan pengeboran, baik untuk mengambil tulang atau memotong gigi harus
dilakukan on sight tidak blind artinya melakukan tindakan pengeboran dengan
melihat objek secara langsung bukan meraba-raba obyek dengan bur, karena
dapat membahayakan struktur jaringan sekitar terhadap kemungkinan terkena
bur.
d. Melepas gigi dari soket dengan elevator / bein.
e. Pengambilan gigi impaksi dengan menggunakan tang.
f. Pada kasus dilakukan pemotongan gigi untuk kasus mesioangular, dengan
terencana karena pemotongan tulang lebih sedikit dan mengakibatkan trauma
yang lebih kecil. Pemotongan gigi pada kasus impaksi mesioangular diawali
dengan memotong mahkota bagian distal atau separuh bagian distal gigi
bawah yang impaksi. Bur diletakan pada garis servikal memotong gigi ke
aksial 2/3 atau 3/4 menembus lingual dan bukal. Dilanjukan dengan
menggunakan elevator / bein untuk mematahkan gigi menjadi dua bagian dari
daerah bifurkasi. Sisa gigi impaksi didorong kearah celah yang terbentuk
menggunakan tang sisa akar dengan menggunakan elevator lurus sebelumnya
pada bagian mesiobukal (Gambar 6). Gaya ini akan melepaskan gigi dari
lingir distal molar dua (Pedersen, 2012).

Gambar 6. Rencana pemotongan gigi pada kasus mesioangular

9. Melakukan debridement (pembersihan luka operasi, menghaluskan tulang yang


tajam, pembersihan soket gigi dari sisa fragmen tulang atau jaringan nekrotik
dengan melakukan irigasi dengan larutan antiseptik (povidone iodine atau H2O2).
10. Menutup dan mengembalikan flap dengan suturing simple interrupted.
11. Membersihkan rongga mulut dan pipi.
12. Bekas operasi diberi tampon dan povidon iodine agar mengurangi perdarahan.
13. Manajemen perdarahan
Hal pertama harus kita lakukan adalah tetap bersikap tenang dan jangan
panik.Berikan penjelasan pada pasien bahwa segalanya akan dapat diatasi dan
tidak perlu dikhawatirkan. Penanganan awal yang kita lakukan adalah melakukan
penekanan langsung dengan tampon kapas atau kassa pada daerah perdarahan
supaya terbentuk bekuan darah yang stabil. Sering hanya dengan melakukan
penekanan, perdarahan dapat diatasi. Jika ternyata perdarahan belum berhenti,
dapat kita lakukan penekanan dengan tampon yang telah diberi anestetik lokal
yang mengandung vasokonstriktor (adrenalin). Lakukan penekanan atau pasien
diminta menggigit tampon selama 10 menit dan periksa kembali apakah
perdarahan sudah berhenti. Bila perlu, dapat ditambahkan
pemberian bahan absorbable gelatine sponge (alvolgyl / spongostan) yang diletak
kan di alveolus serta lakukan penjahitan. Bila perdarahan belum juga berhenti,
dapat kita lakukan penjahitan pada flap yang telah dibuat yang mengalami
perdarahan tersebut.
Perdarahan yang sangat deras misalnya pada terpotongnya arteri, maka kita
lakukan klem dengan arteri clamp lalu lakukan ligasi, yaitu mengikat pembuluh
darah dengan benang atau dengan kauterisasi. Pada perdarahan yang masif dan
tidak berhenti, tetap bersikap tenang dan siapkan segera hemostatic agent seperti
asam traneksamat. Injeksikan asam traneksamat secara intravena atau
intramuskuler.
(Malamed, 2000)
14. Instruksi pasca operasi
Setelah menjalani proses odontektomi pasien perlu mendapatkankan penjelasan
bagaimana agar luka pasca odontektomi lekas sembuh dan terhindar dari
komplikasi. Meliputi perhatian seksama pada luka operasi dimulai dari 24 jam
pertama setelah operasi sampai 3 hari kemudian. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Segera setelah odontektomi selesai, pasien diharuskan menggigit tampon
selama 30-60 menit, dan tampon dapat diganti dengan tampon steril sampai
beberapa kali.
b. Bagian luar daerah yang telah dilakukan odontektomi dikompres dengan es
selama 15 menit setiap setengah jam sampai 4 jam setelah odontektomi. Hal
ini akan mengurangi perdarahan dan pembengkakan.
c. Anjuran minum antibiotika, antiinflamasi dan analgesik secara teratur.
Antibiotik yang diresepkan berupa amoxicillin 500 mg dapat diberikan
sebanyak 15 kaplet untuk 5 hari kedepan dan harus dihabiskan. Amoxicillin
dinilai memiliki efek broad spectrum untuk segala jenis bakteri. Apabila
dinilai kurang efektif dan terdapat lesi seperti abses, makan clindamycin 300
mg dapat diresepkan untuk 5 hari kedepan sebanyak 10 kapsul karena
memiliki penetrasi yang baik untuk bakteri anaerobik hingga menembus
tulang. Pemberian analgesik menggunakan WHO 3 steps analgesics ladder
dengan kategori nyeri moderate. Analgesik yang diresepkan dapat berupa
paracetamol 500 mg atau juga dapat NSAID yaitu asam mefenamat 500 mg
atau ibuprofen 400 mg apabila rasa sakit yang di nilai cukup besar yang
diresepkan sebanyak 10 kaplet untuk 3 hari kedepan dan apabila sakit. Dapat
ditambahkan adjuvant analgesic berupa muscle relaxant dan antiinflamasi
kortikosteroid. Deksametason 0,5 mg dapat diresepkan sebagai adjuvant
analgesic untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan yang kemungkinan
besar akan terjadi. Apabila dinilai terdapat pembukaan mulut yang sulit atau
trismus, maka adjuvant analgesic yang diberikan berupa diazepam 2 mg
(Mims, 2014).

d. Diperkenankan untuk makan dengan diet lunak.


e. Setelah makan, mulut dibersihkan dengan cara menggunakan obat kumur
antiseptik dan hanya boleh dipergunakan setelah 24 jam pasca odontektomi.
f. Jahitan diangkat 8 hari setelah odontektomi.
g. Menjaga kebersihan mulut dengan tetap menggosok gigi dan dihindari untuk
berkumur keras, air hanya dialirkan kedalam rongga mulut dengan
menggunakan air matang, bukan air keran.
h. Hindari makan dan minum panas.
i. Tidak boleh merokok.
j. Tidak diperkenankan untuk kumur-kumur, pada keadaan perdarahan ringan
dianjurkan untuk menggigit tampon kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos, D., 2007, Oral surgery, Editor: Schroder GM, Heidelberg, Berlin,
Springer.

Mims, 2014, Mims Edisi Bahasa Indonesia Vol 15, Jakarta, PT Bhuana Ilmu Populer.

Malamed S., F., 2000, Medical Emergencies in the Dental Office, Mosby Inc.,
St.Louis

Pedersen, Gordon., 2012, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta, EGC.

Peterson. 2004. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery, London, BC Decker Inc.

Purwanto dan Juwono, 2012, Petunjuk Praktis Anestesi Lokal, Jakarta, EGC.

Riawan, Lucky. 2007. Materi Kuliah Bedah Dento Alveolar, Universitas Padjadjaran
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai