Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada umumnya manusia akan menjadi lebih tua dulu, baru kemudian

meninggal dunia, sehingga menjadi tua seakan-akan merupakan penyakit yang

akhirnya menyebabkan kematian. Kenyataan, bahwa kelompok lanjut usia lebih

banyak menderita penyakit yang mengakibatkan ketidakmampuan, dan keadaan

tersebut masih ditambah lagi bahwa lanjut usia biasanya mengalami beberapa

perubahan akibat dari proses menua, baik yang bersifat perubahan fisik, mental,

ataupun perubahan psikososial (Kuntjoro, 2002).

Perubahan-perubahan fisik diantaranya terjadinya penurunan sel,

penurunan sistem persyarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem

kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem kulit, dan sistem muskuloskeletal.

Perubahan-perubahan mental pada lanjut usia yaitu terjadinya perubahan

kepribadian, memori, dan perubahan intelegensi. Sedangkan perubahan psikososial

dapat berupa kehilangan pekerjaan, kesepian, dan kehilangan pasangan (Wahyudi,

1995).

Dari perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia tersebut,

perubahan pada sistem perkemihan yaitu inkontinensia urin merupakan salah satu

masalah besar yang banyak dialami lansia dan perlu mendapat perhatian khusus

seiring dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia.


Menurut Solomon dalam Darmojo (2000), bahwa inkontinensia urin pada

lanjut usia menduduki urutan kelima. Dari penelitian menyebutkan bahwa 15 – 30

% orang lanjut usia yang tinggal di masyarakat, dan 50 % orang lanjut usia yang

dirawat di tempat pelayanan kesehatan menderita inkontinensia urin. Pada tahun

1999, dari semua pasien geriatri yang dirawat di ruang rawat geriatri penyakit

dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo didapatkan angka kejadian inkontinensia

urin sebesar 10 %, dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 12 % (Pranarka, 2001).

Inkontinensia urin seringkali menyebabkan pasien dan keluarganya

frustasi, bahkan depresi. Bau yang tidak sedap dan perasaan kotor, tentu akan

menimbulkan masalah sosial dan psikologi. Selain itu adanya inkontinensia urin

juga akan mengganggu aktivitas fisik, seksual dan pekerjaan. Secara fisik,

inkontinensia urin juga dapat menyebabkan dehidrasi karena umumnya penderita

akan mengurangi minumnya karena khawatir terjadi ngompol. Masalah lain yang

dapat ditemukan adalah adanya dekubitus dan infeksi saluran kemih yang berulang,

disamping dibutuhkan biaya perawatan sehari-hari yang relatif tinggi untuk

keperluan membeli tampon (Setiati, 2001).

Inkontinensia urin seringkali tidak disadari sebagai suatu masalah

walaupun mengakibatkan berbagai hal seperti disebutkan di atas. Banyak penderita

yang tidak berobat meskipun masalah itu cukup mengganggu. Hal ini mungkin

disebabkan karena rasa malu dan tabu atau pemahaman yang keliru bahwa

inkontinensia urin tidak bisa disembuhkan dengan pengobatan. Bahkan tak jarang

masalah inkontinensia urin masih sering dianggap merupakan sesuatu yang lumrah

terjadi pada lanjut usia (Gallo, 1997).


Upaya yang selama ini sering dilakukan pada lanjut usia dengan

inkontinensia urin adalah memasang kateter secara menetap disertai dengan

melakukan kegiatan latihan berkemih (bladder training). Pemasangan kateter

tersebut dilakukan dengan beberapa pertimbangan, misalnya untuk memantau

produksi urin dan keperluan mengukur keseimbangan cairan. Namun tidak jarang,

sering pemasangan kateter mengundang resiko untuk terjadinya komplikasi yaitu

terjadinya infeksi saluran kemih. Disisi lain, upaya untuk mengatasi inkontinensia

dilakukan melalui pemberian obat-obatan untuk merelaksasikan otot kandung

kemih yang justru dapat mencetuskan terjadinya retensi air kencing (Setyono,

2001).

Terdapat cara lain yang digunakan untuk membantu memperbaiki

ketidakmampuan berkemih yaitu melalui latihan Kegel. Latihan ini baru diterapkan

pada kondisi gangguan berkemih pada kasus-kasus paska persalinan yang

difokuskan pada latihan kontraksi dan relaksasi otot dasar panggul (Pudjiastuti,

Utomo, 1997). Selain itu Kegel juga telah dikenal sebagai senam yang berhubungan

dengan aktivitas seksual (Edu K, 2001).

Latihan Kegel yang diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Kegel pada tahun

1948 ini memiliki efektifitas untuk menguatkan otot Pubococcygeus, otot-otot

seksual, uterus, dan rectum (Loetan, 2003).

Berdasarkan manfaat-manfaat latihan Kegel tersebut, perlu dilakukan

penelitian tentang pengaruh latihan Kegel terhadap frekuensi inkontinensia urin

pada lanjut usia.


B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah penelitiannya adalah adakah

pengaruh pemberian latihan Kegel terhadap frekuensi inkontinensia urin (ngompol )

pada lanjut usia ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum :

Untuk mengetahui pengaruh latihan Kegel terhadap frekuensi inkontinensia urin

(ngompol) pada lanjut usia (lansia).

Tujuan Khusus :

1. Mengidentifikasi frekuensi inkontinesia urin (ngompol) pada lansia sebelum

dan sesudah dilakukan latihan Kegel.

2. Menganalisis perbedaan frekuensi inkontinensia urin (ngompol) pada lansia

sebelum dan sesudah dilakukan latihan Kegel.

D. MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Praktek keperawatan, sebagai salah satu alternatif tindakan perawatan pada

lansia dengan gangguan perkemihan: inkontinensia urin (ngompol).

2. Penelitian lanjut, sebagai data awal bagi penelitian lanjut untuk menentukan

cara-cara / metode paling efektif dalam mengatasi masalah inkontinensia urin

pada lansia.

Anda mungkin juga menyukai