(INKONTINENSIA URINE)
DISUSUN OLEH
211314201830
PRODI ALJ
2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
3
otot vagina dan otot pintu saluran kemih (Moa, Milwa ti and Sulasmini, 2017).
Beberapa studi epidemiologi menyatakan bahwa inkontinensia urin lebih tinggi
terjadi pada perempuan yang pernah melahirkan dibandingkan dengan
perempuan yang belum pernah melahirkan (MacLennan dalam Fakhrizal Edy,
2016).
4
1.3 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi
institusi keperawatan maupun mahasiswa untuk menambah literasi tentang
perubahan fisiologis pada lansia dengan Inkontinensia Urine.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
menurun hingga 200 ml yang mengakibatkan frekuensi berkemih meningkat.(S.R
Maryam, dkk dalam Relida & Ilona, 2020).
a. Inkontinensia urge
Keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, di mana
otot ini bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini ditandai dengan
ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul,
manifestasinya dapat berupa perasaan ingin berkemih yang mendadak
(urge), berkemih berulang kali (frekuensi) dan keinginan berkemih di
malam hari (nokturia). Menurut (Aspiani, 2014) gejala dari inkontinensia
urge adalah tingginya frekuensi berkemih (lebih sering dari 2 jam sekali).
Spasme kandung kemih atau kontraktur berkemih dalam jumlah sedikit
(kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah besar (lebih dari 500 ml).
b. Inkontinensia stress
Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin dengan secara tidak
terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya
otot dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Pada gejalanya
antara lain keluarnya urin sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin,
berlari, atau hal yang lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.
c. Inkontinensia overflow
Pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat isinya yang
sudah terlalu banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya akibat otot
7
detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini bisa dijumpai pada
gangguan saraf akibat dari penyakit diabetes, cedera pada sumsum
tulang belakang, dan saluran kemih yang tersumbut. Gejalanya berupa
rasanya tidak puas setelah berkemih (merasa urin masih tersisa di dalam
kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
d. Inkontinensia reflex
Hal ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu,
seperti demensia. Dalam hal ini rasa ingin berkemih dan berhenti
berkemih tidak ada.
e. Inkontinensia fungsional
Dapat terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan
kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai ke toilet pada saat yang
tepat. Hal ini terjadi pada demensia berat, gangguan neurologi, gangguan
mobilitas dan psikologi.
Menurut Soeparman & Wapadji Sarwono, (2001) dalam Amirulloh (2021) faktor
penyebab inkontinensia urin antara lain :
8
c. Faktor usia: inkontinensia urin lebih banyak ditemukan pada usia >50
tahun karena terjadinya penurunan tonus otot pada saluran kemih.
d. Penurunan produksi estrogen (pada wanita): penurunan produksi
estrogen dapat menyebabkan atropi jaringan uretra sehingga uretra
menjadi kaku dan tidak elastis.
e. Operasi pengangkatan Rahim: pada wanita, kandung kemih dan rahim
didukung oleh beberapa otot yang sama. Ketika rahim diangkat, otot-otot
dasar panggul tersebut dapat mengalami kerusakan, sehingga memicu
inkontinensia.
f. Frekuensi melahirkan: melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-
otot dasar panggul.
g. Merokok: merokok dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif
karena efek nikotin pada dinding kandung kemih.
h. Konsumsi alkohol dan kafein: mengonsumsi alkohol dan kafein dapat
menyebabkan inkontinensia urin karena keduanya bersifat diuretik
sehingga dapat meningkatkan frekuensi berkemih.
i. Obesitas: berat badan yang berlebih meningkatkan resiko terkena
inkontinensia urin karena meningkatnya tekanan intra abdomen dan
kandung kemih. Tekanan intra abdomen menyebabkan panjang uretra
menjadi lebih pendek dan melemahnya tonus otot.
j. Infeksi saluran kemih: gejala pada orang yang mengalami infeksi saluran
kemih biasanya adalah peningkatan frekuensi berkemih. Frekuensi
berkemih yang semakin banyak akan menyebabkan melemahnya otot
pada kandung kemih sehingga dapat terjadi inkontinensia urin.
1. Gagal jantung
9
2. Penyakit ginjal kronik
3. Diabetes
4. Penyakit paru obstruktif kronik
5. General cognitive impairment
6. Gangguan tidur, misalnya sleep apnea
7. Penyakit neurologis, misalnya stroke dan sclerosis multiple
8. Obesitas
10
b. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi
kandung kemih
Menurut Aspiani, (2014) dalam Amirulloh (2021) adanya
hambatan pengeluaran urin karena pelebaran kandung kemih, urin
terlalu banyak dalam kandung kemih sehingga melebihi kapasitas normal
kandung kemih. Fungsi sfingter yang terganggu mengakibatkan kandung
kemih mengalami kebocoran ketika bersin atau batuk.
Menurut (Jahromi, Telebizadeh, & Mirzaei dalam Amilia, Warjiman and Ivana,
2018) menyebutkan beberapa komplikasi yang terjadi pada lanisa yang
menderita inkontiensia urine :
12
panggul. Latihan ini dapat dilakukan secara berulang-ulang (hingga 40
latihan/hari), direkomendasikan latihan ini dilakukan secara intensif minimal
3 bulan.
2. Bladder Training
Dapat dilakukan dengan membuat catatan berkemih. Meningkatkan
jadwal berkemih secara progresif tiap minggu disertai tehnik menghambat
keinginan kuat berkemih (urge) dengan afirmasi, distraksi dll.
3. Catatan Berkemih
13
( Widajanti, 2019)
4. Caregiver Dependent
1) Seheduled toileting: pasien diminta berkemih setiap interval waktu
tertentu secara rutin dan teratur, tiap 2 jam pada siang hari dan tiap 4 jam
pada sore hari dan malam hari.
2) Habit training: Dibuat jadwal berkemih berdasarkan pola kebiasaan
berkemih sesuai catatan harian.
3) Promted voiding: pasien ditawarkan minuman secra rutin dan ditawarkan
untuk berkemih setiap 2 jam sepanjang siang, namun ke toilet hanya bila
pasien menginginkan.
5. Terapi Farmakologis
1) Anticholinergik/antimuskarinik, obat ini digunakan untuk meningkatkan
kapasitas kandung kemih, mengurangi kontraksi involunter kandung
kemih. Contohnya: darifenacin, fesoterodine, oxybutinin, patch,
oxybutynin gel dll.
14
2) Beta 3 Agonist, obat ini berfungsi untuk menghambat kontraksi kandung
kemih. Contohnya : mirabegron.
3) Esterogen (khusus wanita), berfungsi untuk memperkuat jaringan
periurethral dan mengurangi peradangan akibat vaginitis atrofi.
Contohnya : topikal, vaginal ring (estring).
4) Alpha-adrenergik antagonist (khusus pria), obat ini berfungsi untuk
merelaksasikan otot polos uretra dan kapsul prostat. Contohnya :
alfuzosin/uroxatral, doxazosin/cardura, prazonin/minipress dll.
5) Alpha reductase inhibitor, berfungsi sebagai penghambat reduktase 5-
alpha tipe II, mengganggu konversi testosteron menjadi 5-alfa-
dihidrotestosteron. Contohnya : dutasteride, finasteride.
Jika tindakan diatas tidak berhasil maka bisa dilakukan prosedur operasi
(Divisi Urologi, 2019), tujuan dari tindakan operasi yaitu memperkuat
kemampuan otot dasar panggul dan saluran kemih. Adapun operasi yang sering
dilakuakan oleh dokter pada penderita inkontiensia urin operasi pemasangan
pita yaitu untuk mengobati inkontinensia urin akibat tekanan. Caranya dokter
akan memasang pita dalam tubuh pasien pada bagian tengah saluran kemih,
yang akan meningkatkan kemampuan pasien dalam berkemih. Jenis operasi lain
yang dilakukan yaitu:
16
d. Urografi Ekskretorik bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran
ketika pasien berkemih. Disebut juga pielografi intravena, digunakan
untuk mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih.
e. Kateterisasi Residu Pascakemih digunakan untuk menentukan luasnya
pengosongan kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam
kandung kemih setelah pasien berkemih.
3. Laboratorium
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
Menurut National Women’s Health Report, diagnosis dan terapi
inkontinensia urine dapat ditegakkan oleh sejumlah pemberi pelayanan
kesehatan, termasuk dokter pada pelayanan primer, perawat, geriatris,
gerontologis, urologis, ginekologis, pedriatris, neurologis, fisioterapis,
perawat kontinensia, dan psikolog. Pemberi pelayanan primer dapat
mendiagnosis inkontinensia urine dengan pemeriksaan riwayat medis
yang lengkap dan menggunakan tabel penilaian gejala.
Tes yang biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untuk
menetukan apakah gejalanya disebabkan oleh inkontinensia urine, atau
masalah lain, seperti infeksi saluran kemih atau batu kandung kemih).
Bila urinealisa normal, seorang pemberi pelayanan primer dapat
menentukan untuk mengobati pasien atau merujuknya untuk pemeriksaan
gejala lebih lanjut. Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik yang
terfokus pada saluran kemih bagian bawah, termasuk penilaian
neurologis pada tungkai dan perineum, juga diperlukan. Sebagai
tambahan, pasien dapat diminta untuk mengisi buku harian kandung
kemih (catan tertulis intake cairan, jumlah dan seringnya buang air kecil,
dan sensasi urgensi) selama beberapa hari untuk mendapatkan data
mengenai gejala. Bila setelah langkah tadi diagnosis definitif masih belum
17
dapat ditegakkan, pasien dapat dirujuk ke spesialis untuk penilaian
urodinamis. Tes ini akan memberikan data mengenai tekanan/volume dan
hubungan tekanan/aliran di dalam kandung kemih. Pengukuran tekanan
detrusor selama sistometri digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis
overaktifitas detrusor.
18
2.8 Pathway Inkontinensia Urine
19
2.9 Manifestasi Klinis Inkontinensia Urine
1. Sering Berkemih: merupakan gejala urinasi yang terjadi lebih sering dari
normal bila di bandingkan dengan pola yang lazim di miliki seseorang atau
lebih sering dari normal yang umumnya di terima, yaitu setiap 3-6 jam sekali.
2. Frekuensi berkemih amat sering, dengan jumlah lebih dari 8 kali dalam
waktu 24 jam.
3. Nokturia: malam hari sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih.
20
4. Urgensi keinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih walaupun
penderita belum lama sudah berkemih dan kandung kemih belum terisi
penuh seperti keadaan normal.
5. Urge Inkontinensia dorongan yang kuat sekali unuk berkemih dan tidak
dapat ditahan sehingga kadang–kadang sebelum sampai ke toilet urine telah
keluar lebih dulu.Orang dengan inkontinensia urine mengalami kontraksi
yang tak teratur pada kandung kemih selama fase pengisian dalam siklus
miksi. Urge inkontinensia merupakan gejala akhir pada inkontinensia urine.
Jumlah urine yang keluar pada inkontinensia urine biasanya lebih banyak
dari pada kapasitas kandung kemih yang menyebabkan kandung kemih
berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Pasien dengan inkontinensia urine
pada mulanya kontraksi otot detrusor sejalan dengan kuatnya keinginan
untuk berkemih, akan tetapi pada beberapa pasien mereka menyadari
kontraksi detrusor ini secara volunter berusaha membantu sfingter untuk
menahan urine keluar serta menghambat kontraksi otot detrusor, sehingga
keluhan yang menonjol hanya urgensi dan frekuensi yaitu lebih kurang 80 %.
Nokturia hampir ditemukan 70 % pada kasus inkontinensia urine dan
simptom nokturia sangat erat hubungannya dengan nokturnal enuresis.
Keluhan urge inkontinensia ditemukan hanya pada sepertiga kasus
inkontinensia urine.
21
4. Depresi dan kondisi medis lainnya.
22
BAB III
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang dilakukan untuk
mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien,
dan membuat catatan respon kesehatan klien. Catatan tersebut
dilakukan dengan menggunakan metode seperti observasi (data yang
dikumpulkan berasal dari pengamatan), wawancara (mendapatkan data
dari respon pasien melalui tatap muka), konsultasi, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratarium ataupun pemeriksaan tambahan (Hidayat,
2021).
a. Identitas
Identitas klien yang biasa dikaji pada penyakit sistem perkemihan
adalah usia, karena ada beberapa penyakit perkemihan banyak
terjadi pada klien diatas usia 60 tahun.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
inkontinensia urine adalah klien mengeluh sering BAK lebih dari 8
kali/24 jam, sering BAK pada malam hari, tidak dapat menahan
keinginan BAK dan ngompol.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang
diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan
sampai klien dibawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah
memeriksakan diri ke tempat selain Rumah Sakit Umum serta
23
pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana
perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatn yang lalu seperti riwayat penyakit hematologi
sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan
dengan riwayat penyakit Infeksi yang berkaitan dengan sistem
perkemihan, riwayat penyakit yang berhubungan dengan sisitem
persyarafan, riwayat, penggunaan obat-obatan, riwayat
mengkonsumsi alkohol dan merokok. Pada wanita di kaji juga riwayat
kehamilan, melahirkan, dan menoupusnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama karena faktor genetik atau keturunan.
f. Pola kebiasaan sehari-hari
Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan
sehubungan dengan kebiasaan berkemihnya.
g. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami inkontensia urine
bisa lemah atau tidak tergantung apa penyebab inkontinensia
urinenya.
2. Kesadaran
Kesadaran klien biasanya Composmentis , Apatis sampai
Somnolen.
3. Tanda-tanda vital:
Terdiri dari pemeriksaan: Suhu normalnya (37oC) pada pasien
yang mengalami infeksi bisa terjadi demam, Nadi meningkat ( N:
24
70-82x/ Menit), Tekanan darah bisa normal atau tidak,
Pernapasan biasanya mengalami normal atau meningkat
4. Pemeriksaan Review Of Sistem (ROS)
a. Sistem Pernapasan (B1: Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi napas atau masih
dalam batas normal.
b. Sistem Sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical, sirkulasi
perifer, warna dan kehangatan.
c. Sistem Persarafan (B3: Brain)
Kaji adanya hilang gerakan, spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata atau kejelasan
melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin berhubungan dengan
nyeri atau ansietas).
d. Sistem perkemihan (B4: Bleder)
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, dysuria,
distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan
kebersihannya.
e. Sistem pencernaan (B5: Bowel)
Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi
bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan
abdomen.
f. Sistem musculoskeletal (B6: Bone)
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba, dapat berkurang pada saat
imobilisasi, kontrafaktur atrofi otot, laserasi kulit dan
perubahan warna.
h. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
25
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan.
2. Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan
elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,
mual/muntah, dan makanan kesukaan.
3. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, ada
tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi dan penggunaan
kateter, nokturia,ngompol.
4. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap
energi, jumlah jam tidur siang dan malam, masalah tidur dan
insomnia.
5. Pola aktivitas dan istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernapasan
dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan
kedalaman pernapasan.
6. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah dan masalah keuangan.
2. Diagnosa Keperawatan
26
2. Inkontinensia urine berlanjut berhubungan dengan kerusakan reflex
kontraksi detrusor
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas, kelembapan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan imobilitas
6. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
7. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
27
3. Intervensi Keperawatan
28
Pola tidur membaik , jika memungkinkan
Persaan keberdayaan Pahami situasi yang membuat anxietas
membaik Dengarkan dengan penuh perhatian
Pola berkemih membaik Gunakan pedekatan yang tenang dan
meyakinkan
Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
Diskusikan perencanaan realistis tentang
peristiwa yang akan datang
Edukasi
Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
29
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi
ketegangan
Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat
Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika
perlu
30
2. Inkontinensia urine berlanjut Eliminasi Urine membaik (L. Manajemen Eliminasi Urine [I.04152]
berhubungan dengan 04034) Observasi
kerusakan reflex kontraksi Sensasi berkemih Monitor eliminasi urin (mis frekuensi,
detrusor (D.0042) meningkat konsistensi, volume)
Desakan berkemih Identifikasi tanda dan gejala retensi /
(urgensi) menurun inkontinensia urin
Berkemih tidak tuntas Identifikasi faktor yang menybabkan retensi
menurun
Volume residu urine Terapeutik
menurun Catat waktu dan haluaran urin
Nokturia menurun Batasi asupan cairan
Mengompol menurun Ambil sample urin tengah (midstream) atau
Enuresis menurun kultur
Frekuensi BAK membaik Berikan penutup mata bayi
31
Edukasi
Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran
kemih
Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urin
Ajarkan mengenali tanda berkemh dan waktu
yang tepat untuk berkemih
Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
panggul atau berkemih
Ajarkan minum yang cukup. Bila tidak ada
kontraindikasi
Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra,
32
jika perlu dan indirek
3. Gangguan pola tidur Pola tidur membaik (L.05045) Edukasi Aktivitas dan Istirahat (I.12362)
berhubungan dengan Kesulitan tidur menurun Observasi
hambatan lingkungan keluhan sulit terjaga Identifikasi kesiapan dan kemampuan
(D.0055) menurun menerima informasi
keluhan tidak puas tidur Terapeutik
menurun Sediakan materi dan media pengaturan
keluhan pola tidur berubah aktivitas dan istirahat
menurun Jadwalkan pemberian Pendidikan Kesehatan
keluhan istirahat tidak sesuai kesepakatan
cukup menurun Berikan kesempatan kepada pasien dan
kemampuan beraktivitas keluarga untuk bertanya
meningkat Edukasi
Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas
33
fisik/olahraga secara rutin
Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok,
aktivitas bermain atau aktivitas lainnya
Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan
istirahat
Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (mis: kelelahan, sesak napas saat
aktivitas)
Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis
aktivitas sesuai kemampuan
4. Resiko kerusakan integritas Integritas kulit dan jaringan PERAWATAN INTEGRITAS KULIT (I.11353)
kulit berhubungan dengan meningkat (L.14125) Observasi
penurunan mobilitas, Kerusakan jaringan Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
kelembapan (D.0139) menurun (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status
34
kerusakan lapisan kulit nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu
menurun lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
nyeri menurun Terapeutik
Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
Lakukan pemijatan pada area penonjolan
tulang, jika perlu
Bersihkan perineal dengan air hangat,
terutama selama periode mengompol
Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitif
Edukasi
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkat asupan buah dan sayur
5. Resiko infeksi berhubungan Tingkat Infeksi (L.14137) 1.12406 Edukasi Pencegahan Infeksi
35
dengan imobilitas (D.0142) Kebersihan tangan Observasi :
meningkat Periksa kesiapan dan kemampuan menerima
kebersihan badan informasi
meningkat Terapeutik
nafsu makan meningkat Siapkan materi, media tentang faktor-faktor
demam menurun penyebab, cara identifikasi dan pencegahan
nyeri menurun risiko infeksi di rumah sakit maupun di rumah
bengkak menurun Jadwalkan waktu yang tepat untuk
kadar sel darah putih memberikan pendidikan kesehatan sesuai
membaik kesepakatan dengan pasien dan keluarga
Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
Anjurkan mengikuti tindakan pencegahan
36
sesuai kondisi
Ajarkan cara merawat kulit pada area yang
luka
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Anjurkan kecukupan nutrisi, cairan, dan
istirahat
Anjurkan kecukupan mobilisasi dan olahraga
sesual kebutuhan
Ajarkan cara mencuci tangan
6. Deficit perawatan diri Perawatan Diri meningkat Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK (I.11349)
berhubungan dengan (L.11103) Observasi
kelemahan (D.0109) Kemampuan mandi Identifikasi kebiasaan BAB/BAK sesuai usia
meningkat Monitor integritas kulit pasien
Kemampuan mengenakan Terapeutik
37
pakaian meningkat Buka pakaian yang diperlukan untuk
Kemampuan ketoilet memudahkan eliminasi
(BAB/BAK) meningkat Dukung penggunaan
Verbalisasi keinginan toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten
melakukan perawatan diri Jaga privasi selama eliminasi
meningkat Ganti pakaian pasien setelah eliminasi, jika
Minat melakukan perlu
perawatan diri meningkat Bersihkan alat bantu BAK/BAB setelah
Mempertahankan digunakan
kebersihan diri meningkat Latih BAK/BAB sesuai jadwal, jika perlu
Sediakan alat bantu (mis. kateter eksternal,
urinal), jika perlu
Edukasi
Anjurkan BAK/BAB secara rutin
38
Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu
7. Isolasi sosial berhubungan Keterlibatan sosial (L.13116) Promosi sosialisasi (I.13498)
dengan perubahan status Minat Interaksi meningkat Observasi:
mental (D.0121) Verbalisasi tujuan yang Identifikasi kemampuan melakukan interaksi
jelas meningkat dengan orang lain
Minat terhadap aktivitas Identifikasi hambatan melakukan interaksi
meningkat dengan orang lain
Verbalisasi isolasi menurun Terapeutik:
Perilaku menarik diri Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam
menurun suatu hubungan
Verbalisasi perasaan Motivasi kesabaran dalam mengembangkan
berbeda dengan orang lain suatu hubungan
menurun Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru
Tugas perkembangan dan kegiatan kelompok
39
sesuai usia membaik Motivasi berinteraksi diluar lingkungan
(mis.jalan-jalan, ketoko buku)
Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang lain
Diskusikan perencanaan kegiatan dimasa
depan
Berikan umpan balik positif dalam perawatan
diri
Berikan umpan balik positif pada setiap
peningkatan kemampuan
Edukasi
Anjurkan berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap
Anjurkan ikut serta kegiatan social dan
40
kemasyarakatan
Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang
lain
Anjurkan meningktakan kejujuran diri dan
menghormati hak orang lain
Anjurkan penggunaan alat bantu
(mis.kacamata dan alat bantu dengar,
pempers)
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan perawat ke pasien. Dokumentasi ini
mencatat semua pelaksanan rencana keperawatan, pemenuhan kriteria hasil dan tindakan keperawatan baik mandiri
maupun kolaboratif. Tindakan mandiri merupakan tindakan yang dilakukan perawat secara mandiridan bukan pesanana tim
41
kesehatan lain. Sedangkan tindakan kolaboratif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dari hasil kolaborasi
dengan tim kesehatan lain (Hidayat, 2021).
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan catatan tentang kemajuan atau perkembangan pasien terhadap tujuan dari rencana
keperawatan. Tujuan catatan ini untuk menilai efektifitas perawatan serta mengkomunikasikan status perkembangan pasien
dari hasil tindakan keperawatan (Hidayat, 2021)
42
Daftar Pustaka
Amirulloh, Fikri. (2021). Perubahan Frekuensi Inkontinensia Urine dengan Pemberian Latihan Kegel Pada Lansia.
Jember. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas DR. Soebandi Jember.
Krisnawati. (2021). Pengaruh Senam Kegel Terhadap Inkontinensia Urine Pada Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial
Tresna Werdha Magetan. Ponorogo. Fakultas Ilmu kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Fadhila, Alfin. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Inkontinensia Urine
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. (2019). Profil Penduduk Lanjut Usia Provinsi Jawa Timur 2019.
Surabaya : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
43
44