Anda di halaman 1dari 16

Laporan Pendahuluan PBL GERONTIK 2019-2020

Laporan
Pendahuluan
PBL GERONTIK

Bella Andriyani
1016031023

Masalah Keperawatan
INKONTINENSIA URINE
Di Balai Perlindungan Sosial
Cipocok Jaya - Serang Banten

CATATAN KOREKSI PEMBIMBING

KOREKSI I KOREKSI II

(………………………………………)
(……...………………………….)
FORMULIR SISTEMATIKA LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN
GERONTIK UNIVERSITAS FALETEHAN

A. Konsep teori Lansia

1. Proses Penuaan
Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses penuaan sudah
mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain
sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang
tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap
orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal
pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Setelah mencapai
puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat,
kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia
(Mubarak,et al, 2011).

2. Definisi Lansia
Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan
kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia
kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun.
WHO (World Health Organization) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang
telah disebut lanjut usia. Secara umum perubahan fisik pada masa lanjut usia
adalah menurunnya fungsi pancaindra, minat dan fungsi organ seksual dan
kemampuan motorik (Pieter, 2010).
Menurut UU RI No.4 tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia
55 tahun keatas. Sedangkan menurut dokumen pelembagaan lanjut usia
dalam kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam
rangka perencanaan Hari Lanjut Usia Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh
presiden RI, batas usia lanjut adalah 60 tahun atau lebih (Fatimah, 2010).
Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial, serta perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia lanjut perlu mendapatkan
perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama
mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya
sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (UU Kesehatan
No. 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1 dalam Fatimah, 2010).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjutusia (elderly) antara 60 - 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

B. Definisi Penyakit / Masalah Keperawatan

The International Continence Society (ICS) medefinisikan inkontinensia urin


adalah keadaan dimana urin keluar secara involunter yang tampak jelas dan obyektif
dan menjadi masalah sosial dan hygiene. Secara epidemiologi inkotinensia urin
adalah adanya pengeluaran urin yang tidak dapat dikontrol dalam jangka waktu
setahun atau lebih dari episode dalam sebulan (Sinaga, 2011).

Menurut Dmochowsky (2003) dalam Sinaga (2011) Stres inkontinensia urin


adalah pengeluaran urin yang tidak dapat dikontrol, disebabkan oleh tekanan
intravesika cenderung melebihi tekanan penutupan uretra yang berhubungan dengan
aktivitas tubuh (batuk, tertawa, aktivitas fisik) sedangkan kandung kemih tidak
berkontraksi.

Dari penjelasan diatas maka inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan


menahan kemih dalam vesika urinaria yang bisa terjadi karena gangguan neurologis
atau mekanis pada sistem yang mengontrol fungsi berkemih normal.

C. Etiologi Inkontinensia Urin

Alasan utama pada lansia adalah adanya “ketidakstabilan kandung kemih“.


Beberapa kerusakan persyarafan mengakibatkan sesorang tidak mampu mencegah
kontraksi otot kandung kemih secara efektif (otot detrusor) dan mungkin juga
dipersulit oleh masalah lain, seperti keterbatasan gerak atau konfusi. Keinginan
untuk miksi datang sangat cepat dan sangat mendesak pada seseorang sehingga
penderita tidak sempat pergi ke toilet, akibatnya terjadi inkontinensia, kejadian yang
sama mungkin dialami pada saat tidur.

Pada wanita, kelemahan otot spingter pada kandung kemih seringkali


disebabkan oleh kelahiran multiple sehingga pengeluaran urine dari kandung kemih
tidak mampu dicegah selama masa peningkatan tekanan pada kandung kemih.
Adanya tekanan di dalam abdomen, seperti bersin, batuk, atau saat latihan juga
merupakan factor konstribusi.

Pada pria pembesaran kelenjar prostat adalah penyabab yang paling umum
terjadinya obstruksi aliran urine dari kandung kemih. Kondisi ini menyebabkan
inkontinensia karena adanya mekanisme overflow. Namun, inkontinensia ini dapat
juga disebabkan oleh adanya obstruksi yang berakibat konstipasi dan juga adanya
massa maligna (cancer) dalam pelvis yang dialami oleh pria dan wanita. Akibat dari
obstruksi, tonus kandung kemih akan menghilang sehingga disebut kandung kemih
atonik. Kandung kemih yang kondisinya penuh gagal berkontraksi, akan tetapi
kemudian menyebabkan overflow, sehingga terjadi inkontinensia.

Apapun penyebabnya, inkontinensia dapat terjadi saat tekanan urine di dalam


kandung kemih menguasai kemampuan otot spingter internal dan eksternal (yang
berturut – turut baik secara sadar maupun tidak sadar) untuk menahan urine, tetap
berada dalam kandung kemih.

D. Manifestasi Klinis

Menurut Hariati (2000) dalam Sinaga (2011) tanda dan gejala yag ditemukan pada
pasien dengan retensi urin yaitu:
a. Ketidaknyamanan daerah pubis
b. Distensi vesika urinaria
c. Ketidak sanggupan untuk berkemih
d. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)
e. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
f. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
g. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
h. Tidak merasakan urine keluar.

E. Patofisiologi Inkontinensia Urin

Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit


infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan
abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada
spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar
panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun
inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol
urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan


rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi
2 fase. Pada keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi kebocoran urine,
walaupun kandung kemih penuh atau tekanan intra-abdomen meningkat seperti
sewaktu batuk, meloncat-loncat atau kencing dan peningkatan isi kandung kemih
memperbesar keinginan ini. Pada fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih
dikosongkan sama sekali. Orang dewasa dapat mempercepat atau memperlambat
miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa ingin
kencing. Cara kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase pengisian otot kandung kemih
tetap kendor sehingga meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan di
dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang merupakan
mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka uretra
tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih meningkat karena
kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran mekanisme penutup di
dalam uretra. Uretra membuka dan urine memancar keluar. Ada semacam
kerjasama antara otot-otot kandung kemih dan uretra, baik semasa fase pengisian
maupun sewaktu fase pengeluaran. Pada kedua fase itu urine tidak boleh mengalir
balik ke dalam ureter (refluks).

F. Klasifikasi Inkontinensia Urin

Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas


beberapa jenis yang paling sering ditemukan yaitu :

a. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)


Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup.
Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga
atau melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk.
Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena
itu juga di dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan tekanan ini
dan keluarlah urine. Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-lahan; kadang
terjadi sesudah melahirkan.
b. Inkontinensia desakan (Urgency Inkontinence)
Inkontinensia desakan adalah keluarnya urine secara involunter dihubungkan

dengan keinginan yang kuat untuk mengosongkannya (urgensi). Biasanya terjadi


akibat kandung kemih tak stabil. Sewaktu pengisian, otot detusor berkontraksi
tanpa sadar secara spontan maupun karena dirangsang (misalnya batuk).
Kandung kemih dengan keadaan semacam ini disebut kandung kemih tak stabil.
Biasanya kontraksinya disertai dengan rasa ingin miksi. Gejala gangguan ini yaitu
urgensi, frekuensi, nokturia dan nokturnal enuresis.
Penyebab kandung kemih tak stabil adalah idiopatik, diperkirakan
didapatkan pada sekitar 10% wanita, akan tetapi hanya sebagian kecil yang
menimbulkan inkontinensia karena mekanisme distal masih dapat memelihara
inkontinensia pada keadaan kontraksi yang tidak stabil. Rasa ingin miksi
biasanya terjadi, bukan hanya karena detrusor (urgensi motorik), akan tetapi juga
akibat fenomena sensorik (urgensi sensorik). Urgensi sensorik terjadi karena
adanya faktor iritasi lokal, yang sering dihubungkan dengan gangguan meatus
uretra, divertikula uretra, sistitis, uretritis dan infeksi pada vagina dan serviks.
Burnett, menyebutkan penyebabnya adalah tumor pada susunan saraf pusat,
sklerosis multipel, penyakit Parkinson, gangguan pada sumsum tulang,
tumor/batu pada kandung kemih, sistitis radiasi, sistitis interstisial. Pengobatan
ditujukan pada penyebabnya. Sedang urgensi motorik lebih sering dihubungkan

dengan terapi suportif, termasuk pemberian sedativa dan antikolinegrik.


Pemeriksaan urodinamik yang diperlukan yaitu sistometrik.
c. Inkontinensia luapan (Overflow Incontinence)
Inkontinensia luapan yaitu keluarnya urine secara involunter ketika
tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal maksimal uretra akibat dari

distensi kandung kemih tanpa adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan
kandung kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga
tekanan kandung kemih dapat naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga
akhirnya urine menetes lewat uretra secara intermitten atau keluar tetes demi
tetes.
Penyebab kelainan ini berasal dari penyakit neurogen, seperti akibat
cedera vertebra, sklerosis multipel, penyakit serebrovaskular, meningomyelokel,

trauma kapitis, serta tumor otak dan medula spinalis. Corak atau sifat gangguan
fungsi kandung kemih neurogen dapat berbeda, tergantung pada tempat dan
luasnya luka, koordinasi normal antara kandung kemih dan uretra berdasarkan
refleks miksi, yang berjalan melalui pusat miksi pada segmen sakral medula
spinalis. Baik otot kandung kemih maupun otot polos dan otot lurik pada uretra
dihubungkan dengan pusat miksi.
d. Fistula urine
Fistula urine sebagian besar akibat persalinan, dapat terjadi langsung
pada waktu tindakan operatif seperti seksio sesar, perforasi dan kranioklasi,
dekapitasi, atau ekstraksi dengan cunam. Dapat juga timbul beberapa hari
sesudah partus lama, yang disebabkan karena tekanan kepala janin terlalu lama
pada jaringan jalan lahir di tulang pubis dan simfisis, sehingga menimbulkan
iskemia dan kematian jaringan di jalan lahir.
Operasi ginekologis seperti histerektomi abdominal dan vaginal, operasi
plastik pervaginam, operasi radikal untuk karsinoma serviks uteri, semuanya
dapat menimbulkan fistula traumatik. Tes sederhana untuk membantu diagnosis
ialah dengan memasukan metilen biru 30 ml kedalam rongga vesika. Akan
tampak metilen biru keluar dari fistula ke dalam vagina.
Untuk memperbaiki fistula vesikovaginalis umumnya dilakukan operasi
melalui vagina (transvaginal), karena lebih mudah dan komplikasi kecil. Bila
ditemukan fistula yang terjadi pasca persalinan atau beberapa hari pascah
bedah, maka penanganannya harus ditunda tiga bulan. Bila jaringan sekitar
fistula sudah tenang dan normal kembali operasi baru dapat dilakukan.

G. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang
kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat. Inkontinensia pada
umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65
tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan
lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini.
Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului
inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi.
Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi
inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
c. Riwayat kesehatan klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi
trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan
apakah dirawat dirumah sakit.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit
ginjal bawaan/bukan bawaan.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan
karena respon dari terjadinya inkontinensia
2) Pemeriksaan Sistem :
B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai
oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta
disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah
supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih
menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter
sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa
terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi
pada ginjal.
B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang
lain, adakah nyeri pada persendian.
f. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agaman dan keyakinan
g. Status mental
Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri
H. Patoflow

Proses menua

Kadar hormon menurun

Penurunan otot dasar panggul

Tekanan kandung kemih > uretra

Otot sfingter uretra melemah

Gangguan Gangguan
INKONTINENSIA URIN
Eliminasi Urin Rasa Nyaman

Bersifat bau
Urine yang asam
dapat mengiritasi kulit

Malu saat
bersosialisasi
Gangguan
Integritas Kulit
Isolasi Sosial

I. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

Tanda Mayor proses menua Gangguan eliminsi urin


DS
- Desakan berkemih kadar hormon menurun
- Urine menetes
- Sering buang air kecil penurunan otot dasar panggul
- Nokturia
- Mengompol tekanan kandung kemih >
- Enuresis uretra
DO
- Distensi kandung kemih otot sfingter uretra melemah
- Berkemih tidak tuntas
- Volume residu urin inkontinensia urin
banyak (>normal)
gangguan eliminasi urine
(SDKI, 96)
Tanda Mayor proses menua Gangguan Integritas Kulit
DS
(tidak tersedia) kadar hormon menurun
DO
- Kerusakan jaringan penurunan otot dasar panggul
dan/atau lapisan kulit
tekanan kandung kemih >
Tanda Minor uretra
DS
(tidak tersedia) otot sfingter uretra melemah
DO
- Nyeri inkontinensia urin
- Perdarahan
- Kemerahan urine yang bersifat asam
- Hematoma dapat mengiritasi kulit

(SDKI, 280) Gangguan Integritas Kulit

Tanda Mayor proses menua Gangguan rasa nyaman


DS
- Mengeluh tidak nyaman kadar hormon menurun
DO
- Gelisah penurunan otot dasar panggul

Tanda Minor tekanan kandung kemih >


DS uretra
- Sulit tidur
- Tidak mampu rileks otot sfingter uretra melemah
- Mengeluh
- Merasa gatal inkontinensia urin
- Iritabilitas
- Kelelahan gangguan rasa nyaman
DO
- Menunjukan gejala
distres
- Tampak
merintih/menangis
- Perunahan pola eliminasi
- Perubahan postur tubuh

(SDKI, 166)

Tanda Mayor proses menua Isolasi Sosial


DS
- Ingin sendirian kadar hormon menurun
- Merasa tidak aman di
tempat umum penurunan otot dasar panggul
DO
- Menarik diri tekanan kandung kemih >
- Tidak berminat/menolak uretra
melakukan kegiatan atau
interaksi dengan orang otot sfingter uretra melemah
lain atau lingkungan
inkontinensia urin
Tanda Minor
DS merasa bau
- Merasa berbeda dengan
orang lain malu saat bersosialisasi
DO
- afek sedih isolasi sosial
- tidak mampu memenuhi
harapan orang lain
- tidak ada kontak mata
- tidak bergairah/lesu

(SDKI, 266)

J. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul dan Prioritas Diagnosa

a. Gangguan eliminasi urin b.d kelemahan otot pelvis (SDKI, 96)


b. Gangguan integritas kulit b.d proses penuaan (SDKI, 280)
c. Gangguan rasa nyaman b.d gangguan stimulus (SDDKI, 166)
d. Isolasi sosial b.d ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan (SDKI,
266)
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 201 9 - 2020

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa keperawatan Perencanaan
SDKI Tujuan Intervensi
1 Gangguan eliminasi urin b.d kelemahan otot pelvis Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri: eliminasi
ditandai oleh: keperawatan selama 2x24 - Pertimbangkan budaya pasien saat
DS jam maka didapat kontinensi mempromosikan aktivitas pasien
- Desakan berkemih urin dengan kriteria hasil : - Lepaskan baju yang diperlukan sehingga bisa
- Urine menetes - Mengenali keinginan melakukan eliminasi
- Sering buang air kecil berkemih - Bantu pasien ke toilet untuk eliminasi pada interval
- Nokturia - Menjaga pola berkemih waktu tertentu
- Mengompol dengan teratur - Beri privasi selama eliminasi
- Enuresis - Respon berkemih dengan - Fasilitasi kebersihan toilet saat setelah eliminasi
DO tepat waktu - Santi pakaian setelah eliminasi
- Distensi kandung kemih - Berkemih di tempat yang - Buat kegiatan eliminasi yang tepat
- Berkemih tidak tuntas tepat - Moniorintegritas kulit pasien
- Volume residu urin banyak (>normal) - Bisa menggunakan toilet
sendiri (NIC, 80)
(SDKI, 96) - Menuju ke toilet diantara
waktu ingin berkemih

(NOC, 236)
2 Gangguan integritas kulit b.d proses penuaan Setelah dilakukan asuhan Menejemen tekanan
keperawatan selama 2x24 - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
ditandai oleh: jam maka didapat integritas longgar
Tanda Mayor jaringan: kulit dan membran - Hindari kerutan padaa tempat tidur
DS mukosa dengan kriteria
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
(tidak tersedia) hasil :
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
DO - Integritas kulit yang baik
jam sekali
- Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit bisa dipertahankan
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
(sensasi, elastisitas,
Tanda Minor temperatur, hidrasi, - Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah

DS pigmentasi) yang tertekan

(tidak tersedia) - Tidak ada luka/lesi pada - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
DO kulit - Monitor status nutrisi pasien
- Nyeri - Perfusi jaringan baik
- Perdarahan - Menunjukkan
- Kemerahan pemahaman dalam
- Hematoma proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya
(SDKI, 280) sedera berulang
- Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
3 Gangguan rasa nyaman b.d gangguan stimulus Setelah dilakukan asuhan Menejemen lingkungan: kenyamanan
ditandai oleh: keperawatan selama 2x24 - Tentukan tujuan dalam mengelola kenyamanan
jam maka didapat status
Tanda Mayor kenyamanan: fisik dengan yang optimal
DS kriteria hasil : - Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan
- Mengeluh tidak nyaman - Menggunakan baju yang waktu untuk istirahat
DO nyaman - Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
- Gelisah - Tidak ada gatal - Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
- Tidak ada nyeri - Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan,
Tanda Minor - Tidak inkontinensia urine seperti balutan lelbab, lingkungan yang
DS mengganguu, dan bagian tubuh merasakan nyeri
- Sulit tidur (NOC, 529) - Berikan selimut untuk meningkatkan kenyamanan
- Tidak mampu rileks - Fasilitasi tindakan-tindakan kebersihan untuk
- Mengeluh mnejaga rasa nyaman, seperti membersihkan
- Merasa gatal badan dan anggota tubuh
- Iritabilitas - Monitor kulit terutama pada anggota tubuh yang
- Kelelahan mengalami iritasi
DO
- Menunjukan gejala distres (NIC, 192)
- Tampak merintih/menangis
- Perunahan pola eliminasi
- Perubahan postur tubuh

(SDKI, 166)
4 Isolasi sosial b.d ketidakmampuan menjalin Setelah dilakukan asuhan Bantaun perawatan diri
hubungan yang memuaskan ditandai oleh: keperawatan selama 2x24 - monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
jam maka didapat
Tanda Mayor keterlibatan sosial dengan - bantu pasien menerima kebutuhan terkait dengan
DS kriteria hasil : kondisi ketergantungan nya
- Ingin sendirian - berinteraksi dengan - dorong krmandirian pasien, tapi bantu jika pasien
- Merasa tidak aman di tempat umum teman dekat tidak mampu melakukannya
DO - berinteraksi dengan - ciptakan rutinitas aktivitas perawatan diri
- Menarik diri tetangga
- Tidak berminat/menolak melakukan kegiatan atau - berinteraksi dengan (NIC, 79)
interaksi dengan orang lain atau lingkungan anggota kelompok
- berpartisipasi dalam
Tanda Minor aktivitas
DS - berpartisipasi dalam
- Merasa berbeda dengan orang lain aktivitas diwaktu luang
DO dengan orang lain
- afek sedih
- tidak mampu memenuhi harapan orang lain (NOC, 205)
- tidak ada kontak mata
- tidak bergairah/lesu

(SDKI, 266)

Anda mungkin juga menyukai