Anda di halaman 1dari 7

Jepang Zaman Feodal

Jepang adalah negara yang menggunakan sistem kerajaan dalam negaranya. Jepang
dipimpin oleh seorang Kaisar dan dalam sistem pemerintahannya akan dijalankan oleh
Perdana Menteri. Masyarakat Jepang sangat menghormati Kaisar dan keluarga kerajaan,
seperti halnya anggota Kerajaan Inggris yang juga sangat dicintai rakyatnya.

Dahulu di zaman feodal, masyarakat Jepang terbagi dalam beberapa kelas sosial. Kelas
sosial itu serupa kasta yang memberi jurang yang sangat jauh antara kaum bangsawan dan
rakyat jelata. Di zaman modern seperti ini, kita tidak akan menemukan perbedaan
perlakuan hanya karena status sosial, berbeda dengan zaman feodal yang menjunjung
tinggi statusnya. Kelas sosial masyarakat Jepang ini dipengaruhi oleh paham neo
konfusianisme yang juga dianut negara di wilayah asia timur seperti Korea dan Cina.

– Keluarga Kerajaan

Di pucuk tertinggi kelas masyarakat Jepang tentu saja Kaisar dan keluarga kerajaan. Kaisar
akan didampingi Permaisuri dan nantinya pangeran yang dilahirkan pertama kali akan
diberi gelar Pangeran Mahkota atau Putra Mahkota. Keturunan laki-laki adalah sosok yang
sangat diharapkan karena akan menjadi penerus tahta.

Selain keluarga utama, para kerabat kerajaan juga dianggap memiliki status sosial yang
tinggi. Kaisar sering dianggap sebagai titisan dewa, oleh sebab itu titah Kaisar sangat
dipegang teguh oleh para prajurit dan juga rakyatnya. Kita bisa membaca sejarah pasukan
Jepang di masa Perang Dunia yang bahkan rela mati demi memenuhi amanat Kaisar agar
melindungi negaranya sampai titik darah penghabisan. Loyalitas dan kesetiaan tinggi itulah
yang menjadi karakter utama orang Jepang.

– Golongan Bangsawan

Golongan bangsawan ini terbagi lagi menjadi beberapa tingkatan yaitu shogun, daimyo,
samurai dan ronin. Para shogun ini umumnya memiliki kekuatan militer di kerajaan. Atau
para pejabat tinggi yang ditunjuk langsung oleh Kaisar.

Daimyo adalah nama lain dari tuan tanah. Para daimyo ini umumnya dilindungi oleh
pengawal setianya dari kaum samurai. Biasanya daimyo memiliki kekuasaan luas karena
wilayah tanah yang dimiliki bisa tersebar di berbagai daerah. Mungkin jika diumpamakan
dengan zaman sekarang, daimyo identik dengan para pebisnis. Pada masa itu daimyo dan
para samurai termasuk kaum yang ditakuti rakyat jelata.

Ronin adalah kelompok terendah di golongan bangsawan. Para ronin ini tidak memiliki
majikan untuk dilindungi seperti para samurai. Biasanya mereka membangun bisnis atau
menjadi pekerja bayaran bagi para daimyo atau siapapun yang mau membayar tinggi.
Mereka juga bisa bekerja di beberapa majikan berbeda pada satu waktu. Seorang samurai
yang kehilangan majikannya entah karena meninggal atau melepaskan diri dari para
daimyo, maka akan menjadi ronin.

– Petani

Kaum petani sudah termasuk rakyat jelata. Meskipun bukan seorang bangsawan, petani
termasuk peternak, berada di kelas tertinggi masyarakat biasa. Di masa feodal, petani
sering mengeluhkan tuntutan pajak yang tinggi. Bahkan ketika masa kepemimpinan
generasi ketika Tokugawa shogun, Iemitsu, para petani tidak diizinkan untuk makan beras
dari padi yang ditanam. Semua padi yang dipanen oleh petani harus diserahkan kepada
daimyo dan para petani hanya bisa menunggu kemurahan hati dari daimyo untuk berbagi
beras.

– Pengrajin

Kaum pengrajin ini dikenal dengan kepiawaiannya dalam menciptakan barang kerajinan
indah seperti alat makan, peralatan masak, pakaian, kerajinan dari kayu, keramik dan
lainnya. Meskipun cakap dalam menciptakan barang indah dan bernilai seni, para
pengrajin dianggap tidak lebih penting daripada petani. Mungkin para petani membantu
proses penanaman padi atau hasil kebun lainnya dan membuat para daimyo tidak
kekurangan bahan pangan, makanya posisi para pengrajin dipandang tidak terlalu berguna.
Umumnya para pengrajin akan hidup terpisah dari para samurai serta tersebar di kota.
Para samurai biasanya tinggal di lingkungan istana daimyo yang dilindunginya.

– Pedagang

Pedagang berada di kelas sosial terbawah dalam masyarakat Jepang zaman feodal. Para
pedagang ini melingkupi penjual barang, pedagang keliling atau pemilik toko. Pada masa
itu pedagang dianggap sebagai parasit yang mengambil keuntungan dengan membeli
barang dari para buruh dengan harga murah lalu dijual ke para petani atau pengrajin
dengan harga tinggi.

Kaum pedagang juga hidup terpisah dari golongan lainnya, para kaum yang berada di kelas
sosial lebih tinggi dari pedagang juga dilarang untuk berhubungan dekat kecuali untuk
urusan bisnis. Terkecuali para pedagang yang berhasil dan sukses membangun kerajaan
bisnis maka seiring pertumbuhan ekonomi mereka, pengaruh dalam hubungan politik pun
menguat dan pembatasan pada mereka akan semakin melemah.

Ada golongan masyarakat yang tidak termasuk di kelas masyarakat di atas dan mereka
disebut eta. Ada juga yang menyatakan jika mereka ini termasuk kelas terbawah dalam
masyarakat feodal, namun pada masa itu kaum eta tidak dianggap sebagai manusia yang
berhak dihormati atau diajak bicara. Orang-orang yang bekerja di industri tabu seperti
pembunuh bayaran dan tukang daging atau budak termasuk dalam kaum eta.
Restorasi Meiji
Restorasi Meiji merupakan revolusi politik pada tahun 1868 yang mengakihiri kekuasaan
keshogunan (pemerintah militer) Tokugawa dan mengembalikan kekuasaan Negara
kepada pemerintahan kekaisaran di bawah Muthusito(Kaisar Meiji)

Latar belakang Restorasi Meiji


Sejak tahun 1603 Jepang berada dalam kekuasaan Keshogunan Tokugawa. Shogun
memegang kekuasaan tertinggi negara, yang wewenangnya diberikan oleh kerajaan.
Sementara kerajaan hanya memegang otoritas simbolis seperti kepausan di Eropa.

Pada era ini kondisi Jepang sangat mengenaskan. Pemerintahan feodal dan tangan besi
keshogunan membawa Jepang ke dalam masa kegelapan selama berabad-abad.

Hampir sama dengan negara-negara Asia lain, ekonomi jepang saat itu masih sangat
bergantung pada pertanian dan hanya memiliki sedikit sekali industri. Sektor ekonomi
negara ini pun tertutup dengan perdagangan internasional dari 1636-1853 (hanya Belanda
dan Cina yang diperbolehkan berdagang).

Selain itu teknologi militer Jepang masih sangat terbelakang jika dibandingkan dengan
teknologi Barat, sehingga sangat rentan mengalami kolonialisasi.

Orang Jepang tahu bahwa mereka tertinggal jauh dari negara Barat ketika seorang
komodor Amerika Matthew C. Perry datang ke Jepang menggunakan kapal perang besar
dengan persenjataan dan teknologi canggih pada 1853. Tujuan utusan AS itu adalah untuk
mencoba membuat sebuah perjanjian agar Jepang membuka perdagangan internasional.
Mereka tidak segan memaksa penguasa setempat agar usaha itu berjalan mulus.

Setelah peristiwa itu, tokoh Jepang daimyō Shimazu Nariakira menyimpulkan bahwa “jika
kita mengambil inisiatif, kita bisa mendominasi, jika tidak, kita akan didominasi”, yang
menyebabkan Jepang “membuka pintunya untuk teknologi asing.” Sejak saat itu Jepang
mulai terbuka untuk mengambil pengetahuan teknologi dari Barat.

Akan tetapi kehadiran pengaruh Barat menimbulkan pro-kontra di dalam lingkar penguasa
Jepang sendiri.

Beberapa samurai mengungkapkan bahwa mereka menginginkan pengusiran orang asing


tesebut. Beberapa yang lain memutuskan bahwa banyak yang bisa mereka pelajari dari
orang asing dan mereka berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengusir orang asing
setelah mempelajari pengetahuan dari orang asing. Slogan mereka adalah “Etika Timur,
Ilmu Pengetahuan Barat.”

Satsuma dan Choshu yang merupakan kelompok oposisi shogun pada dasarnya tidak
setuju dengan mempelajari beberapa aspek dari Barat, namun mereka mengharapkan
Jepang dapat membentuk kekuatan nasional yang lebih besar dan tidak tunduk pada
negara-negara Barat. Mereka juga mengharapkan kehadiran seorang kaisar yang mampu
membawa Jepang menjadi kekuatan yang disegani dunia.

Aliansi Satsuma/Choshu dan Perang Boshin 1868

Pada tahun 1866, daimyo dua wilayah Jepang selatan – Hisamitsu dari Satsuma Domain
dan Kido Takayoshi dari Choshu Domain – membentuk sebuah persekutuan melawan
Keshogunan Tokugawa yang telah memerintah dari Tokyo atas nama Kaisar sejak 1603.

Pemimpin Satsuma dan Choshu berusaha untuk menggulingkan shogun Tokugawa dan
menempatkan Kaisar Komei ke puncak kekuasaan. Melalui kaisar, mereka merasa bisa
lebih efektif menghadapi ancaman asing. Namun, Komei meninggal pada bulan Januari
1867 dan anaknya Mutsuhito yang masih berusia 14 tahun naik ke takhta sebagai Kaisar
Meiji pada tanggal 3 Februari 1867.

Pada tanggal 19 November 1867, Tokugawa Yoshinobu mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai shogun Tokugawa kelima belas. Pengunduran dirinya secara resmi mengalihkan
kekuasaan kepada kaisar muda tersebut, namun shogun tersebut tidak melepaskan kendali
sebenarnya dari Jepang dengan mudah.

Ketika Meiji (dilatih oleh penguasa Satsuma dan Choshu) mengeluarkan sebuah dekrit
kekaisaran yang membubarkan rumah Tokugawa, shogun tidak punya pilihan kecuali
menggunakan senjata untuk melawan kaisar. Ia mengirimkan tentara samurai ke kota
kekaisaran Kyoto, berniat untuk menangkap dan menggulingkan kaisar

Pada tanggal 27 Januari 1868, pasukan Yoshinobu bentrok dengan samurai dari aliansi
Satsuma / Choshu. Pertempuran Toba-Fushimi berlangsung empat hari berakhir dengan
kekalahan serius untuk kubu Tokugawa sekaligus menandai dimulainya Perang Boshin.

Perang berlangsung sampai bulan Mei 1869, namun pasukan kaisar dengan persenjataan
dan taktik mereka yang lebih modern berada di atas angin sejak awal peperangan.

Tokugawa Yoshinobu menyerahkan diri kepada Saigo Takamori dari Satsuma dan
menyerahkan Istana Edo pada tanggal 11 April 1869. Beberapa samurai dan daimyo yang
lebih berkomitmen bertempur selama satu bulan lagi di benteng-benteng di ujung utara
negara tersebut, kendati demikian Restorasi Meiji sudah tidak dapat terbendun.

Dimulainya Restorasi Meiji

Begitu kekuasaannya aman, Kaisar Meiji (atau tepatnya atas saran penasihatnya , para
mantan daimyo dan oligarki) mulai mengubah Jepang menjadi negara modern yang kuat.

Tujuan awal pemerintahan baru diungkapkan dalam Piagam Sumpah (April 1868):
1. Pembentukan dewan secara luas di berbagai daerah, semua persoalan penting
dimusyawarahkan bersama
2. Semua kalangan, atas dan bawah, harus bersatu dalam menjalankan urusan negara.
3. Rakyat biasa, begitu pula pejabat pusat dan militer, harus diperbolehkan untuk melakukan
hal-hal yang diinginkan sehingga mereka tidak bosan.
4. Kebijakan lama yang buruk ditinggalkan dan semuanya dibiarkan berdasarkan hukum
alam.
5. Pengetahuan harus dicari hingga ke seluruh dunia demi memperkuat fondasi kekuasaan
kekaisaran

Tindakan pertama, yang diambil pemerintahan baru pada tahun 1868 adalah
memindahkan ibukota kekaisaran dari Kyōto ke ibukota Keshogunan Edo yang dinamai
Tokyo (“ibukota timur”).

Reorganisasi administrasi sebagian besar diselesaikan pada tahun 1871, ketika wilayah-
wilayah feodal secara resmi dihapuskan dan diganti oleh sistem prefektur yang masih
bertahan sampai sekarang. Semua hak istimewa kelas feodal pun juga turut dihapuskan.

Pada tahun 1871 sebuah tentara nasional dibentuk, yang kemudian diperkuat dua tahun
kemudian oleh undang-undang wajib militer universal.

Dalam usahanya memodernisasi militer dan angkatan laut, Meiji berkiblat ke Eropa barat.
Delegasi pun dikirim untuk mempelajari angkatan bersenjata Eropa. Pada awalnya mereka
tertarik menggunakan persenjataan Prancis, namun kemudian beralih ke Inggris karena
dianggap lebih canggih.

Pemerintah Meiji kemudian pergi ke Inggris untuk membeli kapal perang mereka. Sebagian
besar kapal perang Kekaisaran Jepang pada periode awal ini berasal dari galangan kapal
Inggris.

Di bidang ekonomi, pemerintah baru melaksanakan kebijakan untuk menyatukan sistem


moneter dan pajak. Dengan reformasi pajak pertanian tahun 1873 menjadikan pertanian
sebagai sumber pendapatan utama negara.

Untuk menciptakan negara modern, Meiji dan para penasihatnya menyadari bahwa sistem
pendidikan yang komprehensif sangat penting. Pada tahun 1871 sebuah kementerian
pendidikan diciptakan untuk melaksanakan reformasi pendidikan.

Satu tahun kemudian pemerintah mengenalkan sistem pendidikan universal di negara ini,
yang pada awalnya mencontoh pada pembelajaran Barat. Baik pria ataupun perempuan
Jepang diberikan hak untuk memperoleh pendidikan.

Perubahan revolusioner yang dilakukan oleh pemimpin restorasi, yang bertindak atas
nama kaisar, menghadapi tantangan pada pertengahan tahun 1870-an. Samurai yang tidak
puas berpartisipasi dalam beberapa pemberontakan melawan pemerintah, pemberontakan
yang paling terkenal dipimpin oleh mantan pahlawan pemulihan Saigō Takamori dari
Satsuma.

Petani, yang tidak percaya pada rezim baru dan tidak puas dengan kebijakan agraria, juga
mengambil bagian dalam pemberontakan yang mencapai puncaknya pada tahun 1880an.

Pemberontakan-pemberontakan tersebut harus dipadamkan dengan susah payah oleh


tentara yang baru terbentuk.

Pada periode yang sama, sebuah gerakan populer yang didorong oleh pengenalan gagasan
Barat yang liberal muncul. Para pendukung gerakan itu menyerukan pembentukan
pemerintah konstitusional dan partisipasi yang lebih luas melalui majelis deliberatif.
Menanggapi tekanan tersebut, pemerintah mengeluarkan sebuah pernyataan pada tahun
1881 yang menjanjikan sebuah undang-undang pada tahun 1890.

Pada tahun 1885 sebuah sistem kabinet dibentuk dan pekerjaan untuk membentuk sebuah
konstitusi pun dimulai pada tahun 1886.

Akhirnya Konstitusi Meiji yang dipresentasikan sebagai hadiah dari kaisar kepada rakyat
secara resmi diundangkan pada tahun 1889. Kontistitusi tersebut membentuk sebuah
parlemen bikameral, yang disebut (Teikoku Gikai). Teikoku Gikai dipilih melalui sebuah
voting terbatas. Pemilihan pertama diadakan pada tahun berikutnya, 1890.

Dampak Restorasi Meiji

Perubahan ekonomi dan sosial sejalan dengan transformasi politik periode Meiji. Meski
ekonomi masih bergantung pada pertanian, industrialisasi merupakan tujuan utama
pemerintah yang mengarahkan pengembangan industri strategis, transportasi, dan
komunikasi.

Jalur Kereta api pertama dibangun pada tahun 1872 dan pada tahun 1890 negara ini telah
memiliki rel kereta api sepanjang 1.400 mil (2.250 km).

Jaringan telegraf pun dibangun untuk menghubungkan semua kota besar pada tahun 1880.

Perusahaan swasta juga didorong oleh dukungan keuangan pemerintah dan dibantu oleh
institusi sistem perbankan bergaya Eropa pada tahun 1882.

Seluruh upaya modernisasi tersebut memerlukan sains dan teknologi Barat. Akibatnya
westernisasi pun dipromosikan secara luas.

Meskipun demikian westerniasasi masif ini mulai diperketat pada tahun 1880-an, ketika
apresiasi baru nilai tradisional Jepang muncul. Dampaknya, meskipun perkembangan
sistem pendidikan modern dipengaruhi oleh teori dan praktik Barat, tetapi tetap
menekankan nilai tradisional kesetiaan samurai dan harmoni sosial.
Sila tersebut dikodifikasikan pada tahun 1890 dengan berlakunya Rescriptor Besar untuk
Pendidikan (Kyōiku Chokugo). Kecenderungan yang sama berlaku dalam seni dan sastra, di
mana gaya Barat pertama kali ditiru.

Pada awal abad ke 20, tujuan Restorasi Meiji telah banyak dtercapai. Jepang pada saat itu
bergerak cepat untuk menjadi negara industri modern.

Perjanjian tidak adil yang telah memberi hak huukum dan ekonomi istimewa bagi asing
melalui ekstrateritorialisasi direvisi pada tahun 1894.

Pada tahun 1902 Jepang dan Inggris membentuk aliansi (Anglo-Japanese Alliance) untuk
melawan ancaman yang diajukan oleh Rusia terhadap Inggris India dan Timur Jauh,
terutama kepentingan Jepang di Korea.

Nama Jepang semakin diperhitungkan dunia setelah meraih kemenangan dalam dua
perang (di China pada tahun 1894-95 dan Rusia pada tahun 1904-05).

Kematian kaisar Meiji pada tahun 1912 menandai akhir periode restorasi. Walaupun
demikian beberapa pemimpin penting Meiji dibawa sebagai negarawan tua (genro) di
rezim baru (1912-26) dari kaisar Taishō dan terus berusaha menjadikan Jepang sebagai
negara besar pesaing negara-negara Barat.

Anda mungkin juga menyukai