Anda di halaman 1dari 8

287 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

EMBRIOGENESIS DAN PERKEMBANGAN LARVA IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)


Sularto, Rita Febrianti, dan Suharyanto
Balai Penelitian Pemuliaan Ikan
Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang, Jawa Barat 41263
E-mail: Sularto61@yahoo.com

ABSTRAK

Embriogenesis dan perkembangan larva merupakan suatu fase perkembangan dalam proses kehidupan
ikan. Fase tersebut merupakan fase yang sangat kritis yang harus dipahami dalam kegiatan budidaya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui embriogenesis dan perkembangan larva ikan gurami dalam
media pemeliharaan terkontrol. Pengamatan embrio dimulai jam ke-21 sampai dengan hari ke-8. Dari data
yang diperoleh menunjukkan bahwa proses perkembangan embrio ikan gurami dapat dibagi menjadi dua
fase besar yaitu fase perkembangan embrio sampai keluarnya ekor dan fase perkembangan larva. Pada fase
perkembangan embrio dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pembelahan inti sel telur, fase pembentukan
calon embrio, dan perkembangan embrio hingga keluarnya ekor. Sedangkan fase perkembangan larva
yaitu fase perkembangan berkaitan dengan perkembangan organogenesis yang diawali larva bergerak
dengan ekor yang sederhana serta belum terlihat adanya diferensiasi yang jelas mengenai organ tubuh
bagian badan dan kepala. Proses organogenesis meliputi pembentukan titik mata, insang, jantung, dan
usus. Perkembangan larva ikan gurami dari keluarnya ekor (fase bergerak) sampai dengan larva yang
sempurna memerlukan waktu sekitar enam hari (pada suhu inkubasi 29°C-30°C). Ada korelasi positif (R =
0,721) antara nilai absorsi kuning telur (yolksac) dengan pertumbuhan larva. Pada saat habisnya kuning
telur, panjang larva ikan gurami berukuran 8,9 mm ± 0,45 mm. Larva ikan gurami akan terbentuk mulut
dan aktif dalam waktu enam hari sejak keluarnya ekor. Bukaan mulut larva ikan gurami pada saat habisnya
kuning telur berukuran 0,73 ± 0,11 µm.

KATA KUNCI: embriogenesis, perkembangan larva, dan ikan gurami

PENDAHULUAN
Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar ekonomis
tinggi. Namun dalam proses budidayanya memerlukan waktu yang relatif lama sehingga ikan gurami
dikenal lambat tumbuh.
Informasi tentang perkembangan embrio (embriogenesis) dan perkembangan larva sangat penting
untuk diketahui dalam rangka kegiatan pembenihan. Informasi mengenai embriogenesis pada ikan
gurami dapat digunakan untuk menentukan manajemen pemeliharaan benihnya.
Secara umum perkembangan embrio organisme perairan yang bersifat poikilotermal dipengaruhi
oleh suhu air media pemeliharaan. Semakin tinggi air media pemeliharaan maka proses embriogenesis
berjalan semakin cepat, sehingga akan memperpendek lama pemeliharaan. Menurut Falk-Petersen
(2005), mekanisme perkembangan embrio dari ikan teleostei pada dasarnya adalah sama, yang
membedakan adalah lama waktu proses perkembangan. Proses ini dikendalikan oleh faktor genetik
dan dipengaruhi faktor lingkungan. Faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap kecepatan
perkembangan embrio adalah variasi ukuran telur yang menyolok antar spesies dan suhu inkubasi.
Organ utama dan sistem organ menjadi fungsional pada saat makan pertama dan berdiferensiasi
pada tahap larva dan metamorfosis. Embriogenesis mencakup perkembangan telur dari mulai fertilisasi
sampai dengan organogenesis sebelum menetas. Embriogenesis mencakup pembelahan sel zygot
(cleavage), blastula, gastrula, neurula, dan organogenesis.
Ikan gurami memiliki telur dengan ukuran relatif besar dibanding ikan lainnya, sehingga
dimungkinkan memiliki perbedaan lama waktu dalam proses perkembangan embrionya. Menurut
Falk-Petersen (2005), studi mengenai perkembangan sel dan fungsi organ dalam perkembangan embrio
Embriogenesis dan perkembangan larva ikan gurami (Sularto) 288

dan larva pada spesies yang dibudidayakan merupakan informasi dasar yang penting untuk membuat
protokol pembenihan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses embriogenesis ikan gurami dalam kondisi suhu
terkontrol. Dengan mengetahui embriogenesis ikan gurami diharapkan akan dicarikan solusi untuk
menentukan teknik inkubasi telur/embrio yang cocok.
METODE PENELITIAN
Materi penelitian yang digunakan adalah telur ikan gurami yang telah dibuahi (embrio) sebanyak
2.000 butir yang berasal dari satu pasang induk persilangan antara betina Majalengka dan jantan
Kalimantan. Embrio tersebut dipelihara/diinkubasikan dalam wadah baskom dengan volume air
sebanyak 40 liter. Inkubasi telur dilakukan dalam kondisi suhu terkontrol dengan menggunakan
water heater yakni antara 29°C-30°C dan dilengkapi dengan aerasi.
Pengamatan dimulai pada jam ke-21. Pengamatan hari pertama dilakukan setiap jam. Sedangkan
untuk pengamatan hari kedua dilakukan setiap tiga jam sampai dengan keluarnya ekor dan
perkembangan organ lainya, sedangkan untuk pengamatan selanjutnya dilakukan setiap hari sampai
dengan terserapnya kuning telur yang disertai membukanya mulut secara aktif. Pengamatan
perkembangan embrio dan larva dilakukan selama delapan hari yakni sampai dengan larva siap
makan (larva aktif buka tutup mulut). Untuk mempertahan kualitas air agar tetap baik, maka selama
pemeliharaan dilakukan pembuangan lemak yang mengapung di permukaan air, serta dilakukan
penambahan air yang terbuang. Lemak tersebut berasal dari telur yang berada di bawah kulit telur
menyelimuti embrio, sehingga akan keluar pada saat telur menetas.
Pengamatan Embrio dan Perkembangan Larva
Parameter yang diukur pada larva meliputi: diameter telur (embrio), volume kuning telur, dan
pertambahan panjang (panjang total larva), serta pengamatan perkembangan embrio dan larva. Hal
ini dilakukan setiap hari sampai larva aktif membuka dan menutup mulut. Sampel embrio dan larva
yang diukur sebanyak 30 ekor yang diambil secara acak setiap hari. Penghitungan volume dan
penyusutan kuning telur tersebut dilakukan berdasarkan metode Hemming & Buddington (1988)
dengan mengukur sumbu panjang terpanjang kuning telur, dan sumbu pendek terlebar kuning telur
larva. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Volume kuning telur larva (Hemming & Buddington, 1988)

V = 0.1667 πLH2

di mana:
L = sumbu panjang terpanjang kuning telur
H = sumbu pendek terlebar kuning telur

Penyusutan volume kuning telur (Hemming & Buddington, 1988)

di mana:
Vo = volume kuning telur hari ke-0 (mm3)
Vn = volume kuning telur hari ke-n (mm3)

Pengamatan bukaan mulut dilakukan setelah mulut ikan aktif membuka dan menutup. Pengukuran
bukaan mulut larva menggunakan formula seperti dalam Shirota (1970) dalam Andrianto & Marzuki
(2012) yaitu: MH (900) = UJ x √2 dan MH (450) = UJ x 2 sin (45/2); di mana: UJ: Upper Jaw (rahang
atas) dan MH: Mouth Height (tinggi mulut).
289 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Panjang total larva diukur dari ujung mulut hingga ujung ekor. Pengamatan perkembangan
morfologi larva dilakukan selama delapan hari. Pengamatan perkembangan morfologi dan pengukuran
volume kuning telur, serta panjang total larva ikan gurami dilakukan di bawah mikroskop trinokuler
Zeiss yang dimodifikasi dengan kamera Olympus type U. Hasil yang diperoleh dikalibrasi dan
dikonversi untuk mendapatkan nilai yang sebenarnya.
HASIL DAN BAHASAN

Embriogenesis
Perkembangan embrio ikan gurami dari fase blastula sampai keluar ekor dapat dilihat pada
Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa embrio ikan gurami akan keluar ekor dalam waktu 39
jam pada suhu inkubasi 29°C-30°C, sehingga larva tersebut sudah bisa aktif bergerak. Namun demikian
pada tahap itu belum menjadi larva yang sempurna karena organ lainnya seperti insang, mulut, dan
bintik mata belum terlihat.
Perkembangan Larva
Dalam penelitian ini yang dimaksud perkembangan larva adalah fase mulai larva keluar ekor
sampai dengan terbentuknya mulut dan aktif bergerak membuka dan menutup yang diikuti dengan
habisnya kuning telur seperti terlihat pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 1 dan 2, maka proses perkembangan embrio ikan gurami dapat dibagi
menjadi dua fase besar yaitu fase perkembangan embrio dan fase perkembangan larva. Pada fase
perkembangan embrio dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pembelahan inti sel telur (a-b) fase
pembentukan calon embrio (c-d), dan perkembangan embrio hingga keluarnya ekor (e-h). Sedangkan
fase perkembangan larva (Gambar 2). yaitu fase perkembangan larva berkaitan dengan perkembangan
organogenesis yang diawali larva bergerak dengan ekor yang sederhana, serta belum terlihat adanya
diferensiasi yang jelas mengenai organ tubuh bagian badan dan kepala. Proses organogenesis meliputi
pembentukan titik mata, insang, jantung, dan usus. Perkembangan larva ikan gurami dari keluarnya
ekor (fase bergerak) sampai dengan larva yang sempurna memerlukan waktu sekitar enam hari (pada
suhu inkubasi 29-30°C).
Hubungan Antara Kuning Telur (Yolk Sac) dengan Pertumbuhan Larva
Perubahan volume kuning telur dan persentase penyerapan kuning telur, serta pertambahan
panjang larva ikan gurami tertera pada Tabel 1. Sedangkan korelasi antara laju penyerapan kuning
telur dengan pertambahan panjang larva dapat dilihat pada Gambar 3.
Perkembangan larva ikan gurami dari mulai keluarnya ekor yang masih sederhana sampai
terbentuknya larva yang sempurna terlihat adanya korelasi positif (R = 0,721) antara nilai absorbsi
kuning telur (yolk sac) dengan pertumbuhan larva. Berkurangnya kandungan kuning telur selalu
diikuti dengan pertambahan panjang. Hal tersebut disebabkan proses absorbsi kuning telur menjadi
jaringan tubuh. Dilaporkan oleh Jhon et al. (1981) dalam suhu inkubasi konstan, tingkat perkembangan
meningkat dengan meningkatnya suhu. Meskipun tingkat perkembangan larva bergantung pada

Tabel 1. Hubungan antara volume kuning telur dengan panjang badan

Umur larva Panjang Volume Penyerapan


(hari) badan (mm) kuning telur (mm3) kuning telur (%)
1 6,85 ± 0,32 3,33 ± 0,15 0
2 7,18 ± 0,21 1,81 ± 0,17 45.8
3 7,41 ± 0,22 1,27 ± 0,13 62
4 7,71 ± 0,22 1,10 ± 0,12 67
5 8,90 ± 0,45 0,19 ± 0,15 94.3
Embriogenesis dan perkembangan larva ikan gurami (Sularto) 290

Gambar 1. Perkembangan embrio mulai tahap blastula sampai keluar ekor


291 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Gambar 2. Perkembangan larva ikan gurami


Embriogenesis dan perkembangan larva ikan gurami (Sularto) 292

Gambar 3. Hubungan antara Penyerapan kuning telur dengan


pertambahan panjang larva

suhu, namun tidak ada perbedaan yang signifikan dalam efisiensi pemanfaatan kuning telur. Pada
saat habisnya kuning telur, panjang larva ikan gurami berukuran 8,9 ± 0,45mm.
Kohno et al. (1986) melaporkan bahwa laju pertambahan panjang larva pada fase awal bergantung
kepada kecepatan penyerapan kuning telur. Pramono (2004) melaporkan bahwa panjang total larva
ikan brek terlihat semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur. Proses pertambahan panjang
total larva ikan Brek dari hari ke hari juga memanfaatkan kuning telur sebagai sumber energi. Pada
saat kuning telur telah terserap habis, panjang total larva mencapai 6.52 ±0.31 mm.
Secara alami, masa inkubasi embrio bergantung pada suhu media. Chen et al. (1977) melaporkan
bahwa penggunaan suhu inkubasi 29-30°C relatif mempercepat masa inkubasi embrio dan penyerapan
kuning telur ikan kerapu lumpur. Melianawati et al. (2003) memperoleh beberapa titik suhu yang
masih menunjang perkembangan embrio dan penyerapan kuning telur yaitu (24-31°C).

Gambar 4. Pengukuran bukaan mulut larva


293 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Kuning telur tersusun atas lipoprotein yang merupakan partikel yang terdiri atas lipid dan pro-
tein yang memungkinkan pengangkutan lipid melalui aliran darah. Sebuah partikel lipoprotein terdiri
atas lapisan luar fosfolipid, yang menjadikannya larut dalam air. Menurut Tocher et al. (2008), fosfolipid
sangat berguna untuk perkembangan awal larva ikan, baik ikan air tawar maupun air laut. Dilaporkan
pula oleh Guan et al. (2010) bahwa perkembangan organ sumber nutrisinya dipasok dari kuning
telur. Dikatakan pula oleh Tocher et al. (2008) bahwa fosfolipid berguna untuk mengurangi abnormalitas
(malformasi) pada perkembangan larva.
Bukaan Mulut
Berbeda dengan jenis ikan air tawar lainnya seperti ikan patin, ikan lele dan ikan mas ketika larva
menetas akan terbentuk mulut dan akan aktif membuka dan menutup dalam waktu yang tidak terlalu
lama yakni kurang dari satu hari Mulut larva ikan gurami akan terbentuk dan aktif dalam waktu
enam hari sejak keluarnya ekor. Ukuran bukaan mulut larva ikan gurami pada saat habisnya kuning
telur berukuran 0,73 ± 0,11 µm.
KESIMPULAN
Perkembangan embrio ikan gurami dibagi atas dua fase besar yaitu embriogenesis dan fase orga-
nogenesis. Pada suhu inkubasi 29°C-30°C embriogenesis ikan memerlukan waktu 39 jam, dan
perkembangan larva (organogenesis) memerlukan waktu enam hari. Panjang larva ikan gurami pada
saat habis kuning telur berukuran 8,9 ± 0,45 mm; dan bukaan mulut berukuran 0,73 ± 0,11 µm.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman teknisi yang telah
banyak membantu dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini yaitu: Bapak Sugiyo, Ahmad Sofyan
Suri, dan Nurdiyansyah, serta Sdri. Pustika Ratnawati, S.Pi. yang telah membantu dalam pengamatan
perkembangan embrio.
DAFTAR ACUAN
Falk-Petersen, I.B. (2005). Comparative organ differentiation during early life stages of marine fish.Fish
& Shellfish Immunology. Fish Larval Immunity, 19(5), 397-412.
Hemming, T.A., & Buddington, R.K. (1988). Yolk absorption in embrionic and larvae fishes, p. 407-
445. In Hoar, W.S., & Randall (Eds.). Academic Press. New York. Fish Physiology, XI, 178-253.
Iswanto, B., & Tahapari, E. (1981). Embriogenesis dan perkembangan larva patin hasil hibridisasi
antara betian patin siam (Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1978) dengan jantan ikan patin
jambal (Pangasius djambal Bleeker, 1846) dan jantan patin nasutus (Pangasius nasutus Bleeker, 1863).
J. Ris. Akuakultur, 6(2), 169-186.
Johns, D.M., Howell, W.H., & Klein-MacPhee, G. (1981). Yolk utilization and growth to yolk-sac ab-
sorption in summer flounder (Paralichthys dentatus) larvae at constant and cyclic temperatures.
Marine Biology, 63(3), 301-308.
Kohno, H., Hara, S., & Taki, Y. (1986). Early development of the sea bass (Lates calcalifer) with empha-
sis on the transition of energy. Bulletin Javenese Society Science, 52(10), 1719-1725.
Thomas, A.E., Banks, J.L., & Greenland, D.C. (....). Effect of yolk sac absorption on the swimming
ability of fall chinook salmon.
Pramono, T.B. (2004). Pola penyerapan kuning telur dan perkembangan organogenesisi pada stadia awal
larva ikan brek (Puntius orphroides). Program Sarjana Perikanan dan Kelautan. UNSOED.
Tocher, D.R., Bendiksen, E.Å., Campbell, P.J., & Bell, J.G. (2008). The role of phospholipids in nutrition
and metabolism of teleost fish. Aquaculture, 280(1-4), 21-34.
Hai-hong, GUAN, Qi-you, XU, Bing-jie, ZHI, You-yi, KUANG, Wei, XU, & Jia-sheng, YIN. (2010). The
post-embryonic development of digestive system and the demand of energy of Hucho taimen.
Agricultural Sciences in China, 9(2), 286-293.
Heming, T.A., & Buddington, R.K. (1988). Yolk absorption in embryonic and larval fishes. In Randall,
D.J., & Hoar, W.S. (Eds.). Fish physiology. Academic Press. New York.
Embriogenesis dan perkembangan larva ikan gurami (Sularto) 294

Andriyanto, W., & Marzuqi, M. (2012). Periode bukaan mulut dan laju serapan kuning telur kaitannya
dengan aktivitas enzim pencernaan pada stadia awal kerapu bebek hasil pembenihan induk F-2.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(2), 198-207.
Melianawati, R., Imanto, P.T., Suastika, M., & Prijono, A. (2002).Perkembangan embrio dan penetasan
telur ikan kerapu lumpur (Epinephelus coiodes) dengan suhu inkubasi berbeda. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia, 8(3), 7-13.

Anda mungkin juga menyukai