Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

NUTRISI INDUK DAN LARVA

“PENGAMATAN KUNING TELUR DAN BUKAAN MULUT

LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)”

NAMA : RESKI WAHYUNI SUKARDI

NIM : L031171302

KELOMPOK : III (TIGA)

HARI/ TGL PRAKTIKUM : JUMAT/15 NOVEMBER 2019

LABORATORIUM NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PRAKTIKUM PENGAMATAN KUNING TELUR DAN BUKAAN MULUT
LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang dibudidayakan
dan menjadi salah satu komoditas ekspor. Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO
(Food and Agriculture Organization) menempatkan ikan nila di urutkan ketiga setelah
udang dan salmon. Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan
rawa-rawa tetapi karena toleransi ikan nila tersebut sangat luas terhadap salinitas (eury
haline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan air laut. Salinitas yang
cocok untuk nila adalah 0-35 ppt (part per thousand), pertumbuhan ikan nila secara
optimal pada saat salinitas 0-30 ppt. Nila dapat hidup pada salinitas 31-35 ppt, tetapi
pertumbuhannya lambat.
Kelangsungan hidup (survival rate) adalah perbandingan jumlah organisme yang
hidup pada akhir suatu periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode.
Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui toleransi dan
kemampuan ikan untuk hidup. Parameter untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup
suatu populasi ikan yaitu mortalitas ikan. Kelangsungan hidup akan menentukan produksi
yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan
hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta perbandingan
antara jumlah pakan dan kepadatannya. Kualitas air berupa parameter fisik dan kimia
yang tidak stabil akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme akuatik dalam
melakukan aktivitas (Elisma, 2013).
Telur yang telah dibuahi berbentuk bulat, transparan,mengapung di permukaan air
sedangkan yang tidak dibuahi berwarna putih dan tenggelam di dasar. Telur yang dibuahi
akan berkembang menjadi embrio dan akhirnya menetas menjadi larva. Perkembangan
larva terdiri dari dua tahap yaitu prolarva dan post larva. Prolarva adalah larva yang masih
mempunyai kuning telur dan tubuh transparan. Post larva adalah larva yang kuning
telurnya telah habis dan organ-organ tubuhnya telah terbentuk sampai larva tersebut
memiliki bentuk menyerupai ikan dewasa. Perkembangan larva ikan atas 4 fase yaitu;1)
fase yolk sac yaitu mulai dari menetas hingga kuning telur habis, 2) fase prefleksion yaitu
dimulai dari kuning telur habis terserap sampai terbentuk spin, 3) fase fleksion yaitu
dimulai dari terbentuknya spin, calon sirip ekor, perut dan punggung sampai hilangnya
spina, 4) fase pasca fleksion yaitu dimulai dari hilang atau tereduksinya spina sampai
menjadi juvenil. Oleh karena perkembangan morfologis dari masing-masing spesies ikan
berbeda-beda, maka perlu dikaji perkembangan morfologis larva ikan`yang dipelihara
secara terkontrol selama proses penyerapan kuning telur (Usman, dkk., 2003).
Proses pemijahan ikan Nila berlangsung sangat cepat. Telur ikan Nila berdiameter
kurang lebih 2,8 mm, berwarna abu-abu, kadang-kadang berwarna kuning, tidak lengket,
dan tenggelam di dasar perairan. Telur-telur yang telah dibuahi dierami di dalam mulut
induk betina kemudian menetas setelah 4-5 hari. Telur yang sudah menetas disebut larva.
Fase larva merupakan fase yang paling kritis dalam siklus hidup ikan. Setelah
menetas, kehidupan larva sepenuhnya bergantung pada sumber makanan atau cadangan
energi yang telah disiapkan induknya. Kualitas cadangan energi tersebut sangat
berpengaruh terhadap kehidupan dan perkembangan larva. Kualitas energi yang kurang
baik menimbulkan gangguan pada perkembangan larva dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Oleh karena itu, ketersediaan pakan induk berkualitas sangat dibutuhkan agar
kualitas dan kelangsungan hidup larva dapat meningkat.
Pakan induk merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi vitelogenesis.
Pakan induk yang berkualitas mengandung protein, lemak, vitamin E, vitamin C, dan
mineral yang sesuai dengan kebutuhan ikan sebagai bahan pembentuk vitelogenin.
Protein merupakan salah satu nutrien makro yang dibutuhkan oleh induk ikan dalam
proses reproduksi (Sinjal, 2007). Nutrisi pakan induk yang baik sangat menentukan
perkembangan oosit, terutama pada awal perkembangan telur. Ikan yang mendapatkan
pakan yang berukuran tepat dengan ukuran bukaan mulutnya akan dapat melangsungkan
hidupnya dengan baik (Marzuqi, 2015).
Praktikum pengamatan panjang larva, kuning telur dan bukaan mulut larva
dilakukan di laboratorium nutrisi dan teknologi pakan pada hari Jumat 15 November 2019.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui berapa ukuran kuning telur dan bukaan mulut
pada larva D-1, D-2, dan D-3. Pengukuran panjang larva, kuning telur dan bukaan mulut
larva diukur dengan menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer.
Dari hasil pengukuran didapatkan ukuran kuning telur pada D-1 yaitu 2 mm, D-2 yaitu
0,375 mm, dan D-3 didapatkan ukuran kuning telur 0,025 mm dan bukaan mulutnya 0,5
mm. Berikut gambar hasil pengamatan larva di mikroskop :

Gambar 1. Larva D-1


Gambar 2. Larva D-2

Gambar 3. Larva D-3

Gambar 4. Bukaan mulut larva pada D-3


Pada saat telur menetas, terdapat kuning telur untuk ikan yang digunakan untuk
hidup. Kuning telur tersebut digunakan sebagai pengganti makanan untuk larva yang baru
menetas. Kuning telur (yolk) pada larva digunakan untuk makanan utama sebelum alat
pencernaannya terbentuk sempurna (Nuswantoro dkk, 2019). Berikut merupakan tabel
hasil pengamatan kuning telur larva ikan nila:
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Hari ke- Skala Ukuran (mm)

1 80 2

2 15 0,375

3 10 0,025

Bukaan mulut 20 0,5

Habisnya kuning telur sebagai makanan cadangan digunakan untuk tumbuh dan
berkembang. Penyerapan kuning telur juga digunakan untuk metabolisme larva. Hal ini
menunjukkan bahwa berkurangnya volume kuning telur diimbangi dengan bertambah
panjang ukuran larva. Kuning telur yang diserap digunakan untuk pertumbuhan. Selain
pertumbuhan juga digunakan untuk perbaikan sel maupun jaringan di dalam tubuh yang
rusak (Djarijah, 2001).

Grafik Laju Penyerapan Kuning Telur


2.5

1.5

0.5

0
D-1 D-2 D-3

Kuadran grafik menunjukkan volume kuning telur menyusut. Didapati penggunaan


kuning telur tidak sepenuhnya digunakan untuk pertumbuhan, penyerapan kuning telur
awalnya digunakan untuk metabolisme dan perbaikan sel dan jaringan tubuh yang rusak,
lalu sisa energi digunakan untuk pertumbuhan pada larva. Pakan yang diserap pada ikan
akan dijadikan energi yang dibagi untuk metabolisme, pertumbuhan, reproduksi, ekskresi
dan pencernaan (Cyrino dkk, 2008).
Volume kuning telur larva ikan nila secara umum semakin menurun seiring dengan
pertambahan waktu, perkembangan organogenesis dan pertambahan panjang. Laju
penyerapan kuning telur larva ikan brek relatif lebih cepat pada awal penyerapan sampai
dengan umur 2 hari, kemudian penyerapan mulai melambat sampai kuning telur habis.
Laju penyerapan kuning telur relatif cepat dari hari ke-1 hingga hari ke-2 hingga mencapai
80%. Pada saat laju penyerapan kuning telur yang besar ini, proses organogenesis dan
penyempurnaannya mulai terlihat. Namun demikian, kuning telur larva masih tersisa
sekitar 10% (Gambar 3). Dengan demikian peningkatan penyerapan kuning telur ini
diduga berkaitan dengan mulai terjadinya perkembangan organogenesis.
Laju penyerapan kuning telur yang cepat ini erat kaitannya dengan pertumbuhan
larva, pemeliharaan kondisi tubuh dan pembentukan organ. Sebelum kuning telur habis
terserap semua organ (bintik mata, pigmentasi tubuh, anus sirip dada, insang, ekor dan
bukaan mulut) telah terbentuk pada hari ke-3. Hal ini berarti tidak ada kesenjangan antara
endogenous feeding dengan exogenous feeding. Sedangkan adanya perbedaan lama
waktu habisnya penyerapan kuning telur disebabkan karena adanya pengaruh lingkungan
(Doi and Singharaiwan, 1993) seperti suhu (Kamler, 1989;Effendie, 2002), cahaya (Ekau
2002), oksigen terlarut (Lagler, 1977; Ekau, 2002).
Pada penelitian ini, secara umum kuning telur merupakan sumber energi utama
bagi larva sebelum memperoleh makanan dari luar guna proses perkembangan dan
pertumbuhannya. Energi yang berasal dari kuning telur digunakan pertama kali untuk
proses perkembangannya. Apabila masih terdapat sisa energi kemudian digunakan untuk
pertumbuhan larva lebih lanjut, sedangkan bila energi dari kuning telur telah habis, larva
ikan akan memanfaatkan energi dari luar (exogenous energy) yaitu berupa pakan.
Cepatnya perkembangan bukaan mulut akan mempengaruhi larva dalam
menangkap makanan. Mulut larva ikan kerapu bebek mulai terbuka pada hari ke tiga
dengan ukuran 0,5 mm. Awal bukaan mulut larva untuk masing-masing ikan berbeda-
beda tergantung kepada spesies misalnya ikan turbot (Scophthalmus maximus) mulutnya
mulai terbuka pada umur 2 - 3 hari setelah menetas (Ruyet et al., in James 1991), ikan
milk fish 54 jam setelah menetas (Liao in James, 1991), Ikan L argentimaculatus (Doi dan
Singhagraiwan, 1993), ikan Mystus nemurus, 28 – 30 jam setelah menetas (Tang, 2000).
Perkembangan bukaan mulut larva agar dapat menetapkan pakan yang tepat,
pada umur berapa, jenis pakan dan ukuran pakan. Bukaan mulut larva ini berkaitan
dengan kemampuan larva untuk memangsa pakan yang berasal dari luar. Ukuran pakan
yang dapat dimangsa oleh larva biasanya adalah berkisar antara 30 – 50% dari bukaan
mulut larva, misalnya ukuran bukaan mulut larva adalah 0,5 m, maka pakan yang dapat
dimangsa oleh larva ikan maksimal berukuran 0,15 – 0,25 mm.
Kemampuan mencerna larva sangat dipengaruhi oleh enzim pencerna, produksi
enzim dalam tubuh larva tubuh larva yang ditentukan oleh kelenjar enzim belum
sempurna, oleh karena itu larva belum mampu mencerna pakan yang masuk kedalam
tubuhya. Pada usia larva belum ada enzim yang dapat mencerna makanan didalam
tubuhnya dan pada fase tersebut pakan yang tepat diberikan adalah pakan alami yang
didalam tubuh pakan alami terdapat enzim yang dapat mencerna makanan. Pada fase
larva mata belum berkembang secara sempurna sehingga untuk mendeteksi keberadaan
pakan didalam media pemeliharaan sangat terbatas. Oleh karena itu pada fase larva
sebaiknya dipelihara pada wadah yang ukurannya terbatas dan kepadatan pakan alami
didalam media pemeliharaan cukup tinggi, agar larva dapat mengkonsumsi pakan.

Anda mungkin juga menyukai