NIM : L031171302
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang dibudidayakan
dan menjadi salah satu komoditas ekspor. Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO
(Food and Agriculture Organization) menempatkan ikan nila di urutkan ketiga setelah
udang dan salmon. Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan
rawa-rawa tetapi karena toleransi ikan nila tersebut sangat luas terhadap salinitas (eury
haline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan air laut. Salinitas yang
cocok untuk nila adalah 0-35 ppt (part per thousand), pertumbuhan ikan nila secara
optimal pada saat salinitas 0-30 ppt. Nila dapat hidup pada salinitas 31-35 ppt, tetapi
pertumbuhannya lambat.
Kelangsungan hidup (survival rate) adalah perbandingan jumlah organisme yang
hidup pada akhir suatu periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode.
Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui toleransi dan
kemampuan ikan untuk hidup. Parameter untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup
suatu populasi ikan yaitu mortalitas ikan. Kelangsungan hidup akan menentukan produksi
yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan
hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta perbandingan
antara jumlah pakan dan kepadatannya. Kualitas air berupa parameter fisik dan kimia
yang tidak stabil akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme akuatik dalam
melakukan aktivitas (Elisma, 2013).
Telur yang telah dibuahi berbentuk bulat, transparan,mengapung di permukaan air
sedangkan yang tidak dibuahi berwarna putih dan tenggelam di dasar. Telur yang dibuahi
akan berkembang menjadi embrio dan akhirnya menetas menjadi larva. Perkembangan
larva terdiri dari dua tahap yaitu prolarva dan post larva. Prolarva adalah larva yang masih
mempunyai kuning telur dan tubuh transparan. Post larva adalah larva yang kuning
telurnya telah habis dan organ-organ tubuhnya telah terbentuk sampai larva tersebut
memiliki bentuk menyerupai ikan dewasa. Perkembangan larva ikan atas 4 fase yaitu;1)
fase yolk sac yaitu mulai dari menetas hingga kuning telur habis, 2) fase prefleksion yaitu
dimulai dari kuning telur habis terserap sampai terbentuk spin, 3) fase fleksion yaitu
dimulai dari terbentuknya spin, calon sirip ekor, perut dan punggung sampai hilangnya
spina, 4) fase pasca fleksion yaitu dimulai dari hilang atau tereduksinya spina sampai
menjadi juvenil. Oleh karena perkembangan morfologis dari masing-masing spesies ikan
berbeda-beda, maka perlu dikaji perkembangan morfologis larva ikan`yang dipelihara
secara terkontrol selama proses penyerapan kuning telur (Usman, dkk., 2003).
Proses pemijahan ikan Nila berlangsung sangat cepat. Telur ikan Nila berdiameter
kurang lebih 2,8 mm, berwarna abu-abu, kadang-kadang berwarna kuning, tidak lengket,
dan tenggelam di dasar perairan. Telur-telur yang telah dibuahi dierami di dalam mulut
induk betina kemudian menetas setelah 4-5 hari. Telur yang sudah menetas disebut larva.
Fase larva merupakan fase yang paling kritis dalam siklus hidup ikan. Setelah
menetas, kehidupan larva sepenuhnya bergantung pada sumber makanan atau cadangan
energi yang telah disiapkan induknya. Kualitas cadangan energi tersebut sangat
berpengaruh terhadap kehidupan dan perkembangan larva. Kualitas energi yang kurang
baik menimbulkan gangguan pada perkembangan larva dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Oleh karena itu, ketersediaan pakan induk berkualitas sangat dibutuhkan agar
kualitas dan kelangsungan hidup larva dapat meningkat.
Pakan induk merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi vitelogenesis.
Pakan induk yang berkualitas mengandung protein, lemak, vitamin E, vitamin C, dan
mineral yang sesuai dengan kebutuhan ikan sebagai bahan pembentuk vitelogenin.
Protein merupakan salah satu nutrien makro yang dibutuhkan oleh induk ikan dalam
proses reproduksi (Sinjal, 2007). Nutrisi pakan induk yang baik sangat menentukan
perkembangan oosit, terutama pada awal perkembangan telur. Ikan yang mendapatkan
pakan yang berukuran tepat dengan ukuran bukaan mulutnya akan dapat melangsungkan
hidupnya dengan baik (Marzuqi, 2015).
Praktikum pengamatan panjang larva, kuning telur dan bukaan mulut larva
dilakukan di laboratorium nutrisi dan teknologi pakan pada hari Jumat 15 November 2019.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui berapa ukuran kuning telur dan bukaan mulut
pada larva D-1, D-2, dan D-3. Pengukuran panjang larva, kuning telur dan bukaan mulut
larva diukur dengan menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer.
Dari hasil pengukuran didapatkan ukuran kuning telur pada D-1 yaitu 2 mm, D-2 yaitu
0,375 mm, dan D-3 didapatkan ukuran kuning telur 0,025 mm dan bukaan mulutnya 0,5
mm. Berikut gambar hasil pengamatan larva di mikroskop :
1 80 2
2 15 0,375
3 10 0,025
Habisnya kuning telur sebagai makanan cadangan digunakan untuk tumbuh dan
berkembang. Penyerapan kuning telur juga digunakan untuk metabolisme larva. Hal ini
menunjukkan bahwa berkurangnya volume kuning telur diimbangi dengan bertambah
panjang ukuran larva. Kuning telur yang diserap digunakan untuk pertumbuhan. Selain
pertumbuhan juga digunakan untuk perbaikan sel maupun jaringan di dalam tubuh yang
rusak (Djarijah, 2001).
1.5
0.5
0
D-1 D-2 D-3