Disusun oleh :
Muhammad Soffiudin
NPM 1806150780
Pembimbing :
Dr. dr. Dewi S. Soemarko, MS, Sp.OK
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah berjudul ”Amonia”, yang merupakan salah satu tugas
dalam bidang studi Toksikologi Industri, Semester II Program Studi Magister
Kedokteran Kerja.
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis memperoleh bimbingan dan bantuan dari
Dr. dr. Dewi S. Soemarko, MS, Sp.OK. Penulis menyadari makalah ini belum dapat
dikatakan sebagai suatu karya tulis yang sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sehingga
makalah ini mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membacanya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I ....................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................... 4
I.1. LATAR BELAKANG ................................................................................ 4
I.2. PERMASALAHAN.................................................................................... 4
I.3. TUJUAN .................................................................................................... 5
I.4. MANFAAT ................................................................................................ 5
BAB II ...................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 6
II.1. Sifat-sifat Fisikokimia ................................................................................. 6
II.2. Manfaat Amonia ......................................................................................... 7
II.3. Toksikokinetik Amonia............................................................................... 8
II.4. Toksikodinamik Amonia ........................................................................... 11
II.5. Biomarker Amonia ................................................................................... 14
II.6. Interaksi Amonia ...................................................................................... 14
II.7. Penanganan Pajanan Berlebih Amonia ...................................................... 15
II.8. Pengontrolan Amonia ............................................................................... 15
BAB III................................................................................................................... 17
KESIMPULAN ...................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 18
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.2. PERMASALAHAN
4
I.3. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Diketahui dan dipahaminya senyawa kimia amonia
2. Tujuan Khusus
Diketahuinya dan dipahaminya definisi, sifat fisikokimia, manfaat
penanganan dan pengontrolan akibat pajanan amonia.
Diketahui dan dipahaminya toksikokinetik dan toksikodinamik
amonia.
I.4. MANFAAT
Dapat mengetahui sifat-sifat amonia sehingga dapat melakukan upaya
preventif maupun kuratif akibat pajanan amonia.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Amonia terbakar pada suhu yang sangat tinggi, yaitu 1274 oF (690oC). Untuk
memadamkan api prinsipnya adalah hentikan aliran gas. Air adalah media yang
sangat baik untuk memadamkan api karena amonia karena amonia larut dalam air dan
air dapat menyerap gas amonia yang lolos. 2,3
Parameter Nilai
Nama sistematis Amonia
Azana[1]
Nama lain Hidrogen nitrida
spiritus Hartshorn
Nitrosil
Vaporol [2]
Rumus molekul NH3
Massa molar 17.0306 g/mol[1]
Penampilan Gas tak berwarna, berbau tajam
Massa jenis dan fase 0,6942 g/L, gas.[3]
Kelarutan dalam air 89,9 g/100 ml pada 0°C.
Titik lebur -77,73 °C (195.42 K)
Titik didih -28oF (-33,3oC)
Tekanan uap 70oF
Densitas uap pada 60oF (Udara = 1) 0,62
Keasaman (pKa) 9,25
Kebasaan (pKb) 4,75
Bentuk molekul piramida segitiga
Momen dipol 1,42 D
Sudut ikatan 107,5°
TWA 25 ppm
STEL 35 ppm
LC50 2000ppm/4H
Amonia sangat penting bagi kehidupan dan dapat ditemukan di air, tanah,
maupun udara sebagai sumber nitrogen penting untuk tanaman maupun hewan.
Delapan puluh persen produksi amonia digunakan sebagai pupuk, selain itu dapat
pula digunakan sebagai pestisida, deterjen, fiber sintetis, dan plastik. Selain fungsi
tersebut, amonia juga berperan dalam pembentukan DNA, RNA, protein dan menjaga
keseimbangan asam basa jaringan.3
7
II.3. Toksikokinetik Amonia
Sebagai suatu senyawa kimia, amonia dapat masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pernafasan, pencernaan (ingesti), kontak melalui kulit maupun mata.
a. Absorbsi
Sebagian besar amonia yang terinhalasi menetap di saluran nafas atas dan
tereliminasi melalui udara ekspirasi. Amonia yang menetap ini menyebabkan
iritasi nasal dan faring. Absorbsi melalui inhalasi sangat rendah pengaruhnya
terhadap darah karena tidak merubah Blood Urea Nitrogen (BUN), non protein
nitrogen, urea pada urin maupun amonia pada urin.
Selain secara inhalasi, amonia juga dapat terabsorbsi melalui ingesti
(saluran pencernaan). Amonia dapat diproduksi tubuh maupun berasal dari alam.
Amonia endogen diproduksi oleh bakteri di saluran pencernaan yang
mendegradasi nitrogen dari makanan (4.200 mg/hari) dan sistensis oleh colon.
Amonia ini diabsorbsi tubuh sebesar 4.150 mg/hari atau 99% dari total produksi.
Amonia yang terabsorbsi di saluran pencernaan akan mencapai sirkulasi tubuh
melalui metabolisme hepar yang kemudian diubah menjadi urea dan glutamin.
Absorbsi dengan cara ini berpengaruh besar terhadap perubahan di darah.
Belum banyak data yang membahas mengenai absorbsi amonia melalui
kulit dan mata. Hanya didapatkan sebuah laporan tentang kerusakan lokal
(terbakar dan iritasi). Amonia dapat terabsorbsi melalui mata secara difus dan
mengenai kornea, lensa, sistem drainase, dan retina, namun belum ada penelitian
mengenai efek sistemiknya. WHO (1986) menyimpulkan bahwa efek sistemik
akibat pajanan amonia melalui kulit dan mata tidaklah penting.1
b. Distribusi
Hanya sebagian kecil saja amonia yang terinhalasi kemudian terabsorbsi
kedalam sirkulasi sistemik. Retensi amonia awal pada saluran pernafasan bagian
atas dapat mencapai 80% atau lebih, akan tetapi setelah penyeimbangan (30
menit), 70-80% nya terekspirasi.
Melalui ingesti amonium memasuki sirkulasi portal dan disampaikan ke
hepar. Jumlah urea yang dikeluarkan dari hepar sebanding dengan jumlah yang
8
masuk saluran cerna. Sedangkan amonia yang tak terionisasi secara bebas
berdifusi, sedangkan amonium lebih banyak terdapat pada ekstraseluler. Akan
tetapi karena amonium sangat dinamis sehingga dapat masuk ke sirkulasi atau
cairan tubuh lain.
Belum ada data yang pasti mengenai distribusi amonia dalam sirkulasi
sistemik yang masuk melalui dermal.
c. Metabolisme
Belum ada data kuantitatif mengenai metabolisme amonia. Namun secara
umum amonia dimetabolisme menjadi urea dan glutamin terutama di hepar.
Nitrogen dilepaskan dari glutamin melalui sel jaringan dan digunakan untuk
sintesa protein. Masuknya garam amonium melalui saluran pencernaan
dikonversikan menjadi urea di hati, sedangkan rute masuk yang lain melalui
metabolisme glutamin dan protein jaringan. Metabolisme amonium asetat yang
masuk melalui intravena pada percobaan dengan hewan menunjukkan bahwa 90%
dari zat yang masuk dikonversikan menjadi glutamin dan urea dalam 30 menit.
Morimoto et al (1988) menemukan bahwa amonium klorida yang masuk melalui
intravena pada hewan yang dimetabolisme menjadi glutamin amida dan urea
mencapai kadar puncak dalam 5 menit dan turun secara bertahap 15-60 menit
setelah injeksi.
9
Gambar 1. Siklus glutamin
10
Pajanan amonia sebesar 500 ppm selama 10-27 menit akan diekskresikan 70-80%
nya melalui cara tersebut. Perbedaan jumlah amonia antara udara inspirasi dan
ekspirasi tersebut terabsorbsi melalui membran nasofaring menuju sirkulasi
sistemik. Ekskresi amonia melalui ginjal dalam bentuk urea dan komponen
amonium di urin, sebagai urea di feces dan komponen keringat. 1
Inhalasi amonia yang bersifat korosif dan iritatif dapat merusak sistem saluran
pernafasan bagian atas dan jaringan mukosa. Besarnya kerusakan tergantung pada
11
konsentrasi yang terhirup, sehingga timbul gejala rasa terbakar, batuk, mengi, nafas
pendek, sakit kepala, dan mual. Kadar melebihi 50 ppm dapat menyebabkan iritasi
sedang pada hidung dan tenggorokan. Sedangkan pajanan akut dosis tinggi (500ppm)
meningkatkan volume respirasi permenit.1,2,3
Pajanan kronis amonia di udara dalam dosis rendah (<25ppm) mengakibatkan
efek kecil pada fungsi paru atau penurunan sensitivitas bau. Sedangkan inhalasi
dalam jumlah berlebih dapat berdampak pada saluran nafas atas (larynx dan bronkus)
sehingga menyebabkan “caustic-like burning” yang berakibat edema dan pneumonitis
kimia. Apabila masuk sampai paru-paru yang lebih dalam dapat terjadi edema paru.
Kedua kondisi tersebut dapat berakibat fatal.
Amonia juga dapat menyebabkan bronkitis kronis. Menurut The American
Thoracic Society (ATS) kriteria bronkitis kronis adalah batuk minimal 4x/hari, 4
hari/minggu, 3 bulan/tahun untuk dua tahun (produksi sputum pada sebagian besar
hari minimal tiga bulan). Gejala bronkitis kronis akibat amonia adalah batuk, sesak
nafas, batuk darah, gejala sumbatan, dan adanya produksi sputum. 1,6
b. Saluran Pencernaan
Berdasarkan penelitian, amonia bukan merupakan toksikan primer hati dan
ginjal. Peningkatan amonia secara sistemik (hiperamonemia) pada umumnya
disebabkan oleh ingesti amonia atau penyakit lain seperti sirosis hepatis, kegagalan
hati akut, dan defisiensi enzim siklus urea kongenital. Penyakit hati dapat
menurunkan metabolisme amonia yang berdampak peningkatan amonia dalam darah
dan otak yang dapat memberikan efek neurologis seperti kejang, koma, bahkan
sampai kematian.
Heifer (1971) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa individu yang
terpajan amonia gas dan cairan pada dosis letal dalam waktu singkat (<45 menit)
dapat menyebabkan nekrosis hemoragik hepar. Tidak didapatkan dosis toksik pada
pajanan kronis amonia karena tubuh memiliki mekanisme detoksifikasi dan ekskresi
bahan tersebut.1
Peningkatan kadar amonia dalam darah yang signifikan (hiperamonemia)
dapat mengakibatkan ensefalopati nonspesifik difus, kelemahan otot, penurunan
12
refleks, dan kehilangan kesadaran. Ensefalopati hepatikum terjadi akibat
terganggunya fungsi hepar sehingga tidak dapat memetabolisme amonia.
Hiperamonemia pada hewan terbukti dapat mengakibatkan udem serebri dan herniasi,
serta hipertensi intrakranial. Mekanisme ensefalopati ini belum jelas diketahui,
namun diperkirakan berkaitan dengan metabolisme glutamat di otak yang
mengakibatkan peningkatan aktivasi reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) yang
menyebabkan penurunan protein kinase C-mediated fosforilasi dari Na+/K+ ATPase
dan deplesi ATP. Penurunan ATP ini dapat memicu koma dan kematian. Hipotesa
lain berkaitan dengan gangguan neurotransmiter yang sangat penting dalam sistem
transpor aksonal (perubahan pada komponen TCA cycle-associated termasuk aseto
asetat, dan rasio NAD+/NADH, 2-oksoglutarat, dan 3-hidroksibutarat).1
c. Mata
Keparahan efek amonia terhadap mata meningkat dengan semakin tingginya
dosis maupun durasi kontak. Mata yang terkontaminasi amonia dapat mengalami
inflamasi, lakrimasi, pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva hiperemis,
pandangan kabur, buta sementara, abrasi, dan kerusakan kornea.
Konjungtivitis dapat timbul akibat kontak dengan amonia konsentrasi sedang.
Apabila kontak terjadi pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat mengakibatkan
pembengkakan mata dan lesi yang dapat berakibat kebutaan. 7
d. Kulit
Konsentrasi ringan amonia dapat menyebabkan dermatitis, sedangkan
konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan “caustic-like dermal burns” dan
inflamasi. Pada dosis toksiknya pajanan amonia pada kulit dapat berakibat nekrosis
dan timbulnya jaringan parut.
Amonia yang mengenai bagian permukaan kulit akan bereaksi dengan lemak,
terabsorbsi ke lapisan yang lebih dalam dan menyebabkan kerusakan yang lebar.
Amonia yang larut dalam air meresap ke membran mukosa kulit dan membentuk
ammonium hidroksida yang menyebabkan lesi menyerupai luka bakar karena alkali
yang berdampak likuifikasi jaringan dan penetrasi ke jaringan yang lebih dalam.
Amonium hidroksida menyebabkan saponifikasi membran lipid sel dan berdampak
gangguan serta kematian sel. Selain itu cairan dalam sel akan diserap dan
13
mencetuskan reaksi inflamasi yang dapat memperparah kerusakan. Berat ringannya
kerusakan kulit sangat bergantung pada konsentrasi dan durasi pajanan. Kejadian ini
biasanya berkaitan dengan pekerjaan dan berakibat terbakar pada lapisan kutaneus,
pembengkakan, dan berbagai lesi sesuai derajat keparahannya. Luka bakar yang
timbul dapat parah sampai membutuhkan grafting, dan hilangnya lapisan epidermal
meningkatkan kehilangan cairan tubuh dan meningkatkan infeksi. 3
e. Genotoksisitas
Yadav, Kaushik (1997) pernah mengadakan suatu penelitian mengenai efek
genotoksik pada manusia dengan menganalisa sampel darah dari 22 pekerja yang
terpajan amonia pada pabrik pupuk dan 42 kontrol pekerja yang tidak terpajan
amonia. Hasilnya didapatkan bahwa pajanan amonia dapat meningkatkan frekuensi
aberasi kromosom dan perubahan sister kromatid, serta meningkatkan indeks
mitosis.1
Belum ada biomarker yang spesifik untuk mengukur pajanan amonia karena
sebagian besar amonia diproduksi oleh tubuh sendiri. Dari penelitian, setelah pajanan
rendah amonia secara inhalasi tidak ada perubahan pada parameter BUN, non protein
nitrogen, dan amonia pada urin. Pajanan amonia di tempat kerja (25 ppm) hanya
meningkatkan 10% kadar amonia dalam darah.
Biomarker efek amonia terbatas pada lokasi kontak, seperti iritasi saluran
pernafasan, udem paru, dan iritasi mata. Akan tetapi biomarker ini tidak spesifik
terhadap amonia karena dapat disebabkan oleh berbagai hal. Intinya adalah ada
hubungan antara dosis dengan respon. 1
14
II.7. Penanganan Pajanan Berlebih Amonia
Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi pajanan terhadap amonia adalah
dengan berhati-hati dalam menggunakan produk yang mengandung bahan amonia
dan menghindari tempat dimana produksi amonia dilakukan. Yakinkan ventilasi
cukup saat menggunakan pembersih yang mengandung amonia dan gunakan APD
yang sesuai. Inti dari pengontrolan amonia adalah tidak menggunakan bahan melebihi
batas maksimal yang diperkenankan.
a. Kontrol mekanik
Untuk mengurangi konsentrasi sampai batas yang diperkenankan dapat
digunakan ventilasi exhaust lokal.
b. APD
- Kacamata goggles yang tahan bahan kimia atau respirator full-face
- Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang sesuai
15
- Untuk kondisi gawat darurat gunakan full face piece atau self-contained breathing
apparatus.
c. Lain-lain, berupa safety shoes, safety shower, eyewash "fountain".2,3,4
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Toxicological profile for ammonia. Sept, 2004 U.S. department of health and
human services. Available from : http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp126-
p.pdf
2. Boc gases ; material safety data sheets. Available from :
http://phyvirtual.nju.edu.cn/material/MSDS/G271.pdf
3. Amonia. Wikipedia ensiklopedia bebas. Available from :
http://id.wikipedia.org/wiki/Amonia
4. Soeripto. Higiene industri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; Sept 2008. p. 28-79.
5. ACGIH. Threshold limit values & biological exposure indices. Cincinnati ;
2008. p. 1-11.
6. Lu FC. Toksikolofi dasar asas, organ sasaran, dan penilaian risiko. 2 nd ed.
Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia ; 2006. p. 187-203.
7. Clayton DG, Clayton FE. Patty’s industrial hygiene & toxicology. Agst 1993.
4th ed. P. 756-63.
18